Anda di halaman 1dari 148

JASA KONSULTANSI RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DI

KAWASAN KORIDOR LA SUCIPTO

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Semakin berkembangnya Kota Malang menyebabkan beberapa


kawasan memiliki pertumbuhan fisik yang cepat namun berkembang
kurang tertib, tidak selaras dan serasi dengan lingkungannya, sehingga
kawasan tersebut menjadi tidak produktif. Hal ini memerlukan
perhatian khusus dan pengaturan kembali pada segi tata bangunan
dan lingkungannya. Salah satu upaya dilaksanakan kegiatan
penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), selain
untuk mencapai kualitas lingkungan yang lebih baik, sekaligus juga
dapat memberikan arahan terhadap pemanfaatan lahan sesuai tata
ruang yang berlaku. RTBL tersebut juga merupakan arahan untuk
perwujudan arsitektur lingkungan setempat agar lebih melengkapi
peraturan bangunan yang ada.
Kawasan Koridor LA Sucipto merupakan kawasan prioritas sesuai
dengan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2016 tentang
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Bagian Wilayah
Perkotaan Malang Timur Laut Tahun 2016-2036. Kawasan Koridor LA
Sucipto juga merupakan salah satu koridor kawasan yang mempunyai
pertumbuhan dan perkembangan sangat cepat dalam pertumbuhan
perdagangan.
Kondisi ini menyebabkan kegiatan Jasa Konsultansi Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan di Kawasan Koridor LA Sucipto perlu untuk
dilaksanakan guna mengatasi dampak bangkitan dan tarikan
kegiatan baru.

2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud

Maksud dari kegiatan Jasa Konsultansi Rencana Tata Bangunan dan


Lingkungan di Kawasan Koridor LA Sucipto adalah sebagai dokumen
panduan umum yang menyeluruh dan memiliki kepastian hukum
tentang perencanaan tata bangunan dan lingkungan kawasan.

Tujuan

Tujuan kegiatan Jasa Konsultansi Rencana Tata Bangunan dan


Lingkungan di Kawasan Koridor LA Sucipto adalah sebagai dokumen
pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan
bangunan dan lingkungan di Kawasan Koridor LA Sucipto supaya
memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang
berkelanjutan meliputi:

1. Pemenuhan persyaratan tata bangunan dan lingkungan;


2. Peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan
kualitas lingkungan dan ruang publik;
3. Perwujudan pelindungan lingkungan, serta;
4. Peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan;
5. Tersedianya pedoman pengendalian pemanfaatan ruang di
Kawasan Koridor LA Sucipto.
3. SASARAN

Berdasarkan tujuan umum diatas, maka Rencana Tata Bangunan dan


Lingkungan ini mempunyai sasaran terhadap kawasan perencanaan,
antara lain :
1. Menciptakan suatu pedoman baik bagi masyarakat maupun
swasta sebagai subjek pembangunan kota dan lingkungannya,
sehingga dalam proses pemanfaatannya benar- benar dapat
dirasakan bagi masyarakat secara umum.
2. Menjadi pedoman bagi instansi terkait (Perizinan, PLN, Telkom,
PDAM, dll) dan pemerintah daerah dalam penyusunan program
atau proyek pembangunan maupun pengawasan dan
pengendalian pembangunan.
3. Untuk mengoptimalkan kemampuan penggunaan ruang kota
yang serasi terhadap lingkungan dengan cara pengaturan
kepadatan, ketinggian bangunan dan persyaratan fasilitas
kebutuhan lingkungan

4. REFERENSI HUKUM

Adapun dasar hukum dari kegiatan ini adalah:

1. Peraturan Walikota Malang No. 27 Tahun 2012 tentang


Pedoman Kerja dan Penekanan Tugas di Lingkungan
Pemerintah Kota Malang Tahun 2013;
2. Peraturan Walikota Malang Nomor 36 Tahun 2018 tentang
Penjabaran Anggaran dan Belanja Daerah Tahun 2019;
3. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2016 tentang
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Bagian
Wilayah Perkotaan Malang Timur Laut Tahun 2016-2036
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PROFIL WILAYAH KOTA MALANG

Kota Malang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur,
Indonesia, kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, dan
kota terbesar ke-12 di Indonesia. Kota ini didirikan pada masa Kerajaan
Kanjuruhan dan terletak di dataran tinggi seluas 145,28 km2 yang
terletak di tengah-tengah Kabupaten Malang. Bersama dengan Kota
Batu dan Kabupaten Malang, Kota Malang merupakan bagian dari
kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya.

Kota Malang dikenal baik karena dicap sebagai kota pendidikan. Kota
ini memiliki berbagai perguruan tinggi terbaik seperti Universitas
Brawijaya dan Universitas Negeri Malang. Selain itu, kota ini merupakan
kota pariwisata karena alamnya yang menawan yang dikelilingi oleh
pegunungan serta udaranya yang sejuk. Malang pun terkenal sebagai
kota bunga karena banyaknya bunga yang menghiasi kota. Kota
Malang juga merupakan kota seni karena banyaknya kesenian khas
dari kota ini, mulai dari tarian hingga pertunjukan.

Kota Malang memiliki berbagai macam orang dari berbagai macam


suku bangsa dan budaya. Penduduk kota Malang mencapai 895.387
jiwa dengan suku mayoritas Jawa, diikuti dengan Madura. Kawasan
metroplitan Malang, Malang Raya, merupakan kawasan metropolitan
terbesar kedua di Jawa Timur setelah Gerbangkertosusila. Jika dilihat
dari sisi budaya, Kota Malang termasuk ke dalam Kawasan
Kebudayaan Arek.
Kota Malang menyimpan berbagai peninggalan bersejarah. Kota ini
menyimpan peninggalan masa Kerajaan Kanjuruhan hingga Belanda.
Peninggalan Belanda pada umumnya berupa bangunan-bangunan
kuno seperti Gereja Kayutangan yang berarsitektur gotik. Malang pun
mengadakan berbagai acara untuk melestarikan cagar budayanya,
salah satunya seperti Festival Malang Tempo Doeloe. Malang pun
memiliki banyak peninggalan sejarah yang menjadi markah tanah
seperti Tugu Malang (Alun-Alun Bundar).

Asal usul penamaan Malang sampai sekarang masih diperdebatkan


oleh para ahli sejarah. Nama "Malang" muncul pertama kali pada
Prasasti Pamotoh/Ukirnegara (1120 Saka/1198 Masehi) yang ditemukan
pada tanggal 11 Januari 1975 oleh seorang administrator perkebunan
Bantaran di Wlingi, Kabupaten Blitar. Dalam prasasti tembaga tersebut,
tertulis salah satu bagiannya (dengan terjemahannya sebagai berikut)
sebagai berikut.

Malang di sini merujuk pada sebuah daerah di timur Gunung Kawi.


Meskipun telah diketahui bahwa penggunaan Malang setidaknya
telah berlangsung sejak abad ke-12 Masehi, tidak bisa dipastikan asal
mula penamaan wilayahnya.

Hipotesis pertama merujuk pada nama sebuah bangunan suci


bernama Malangkuçeçwara (diucapkan [malaŋkuʃeʃworo]).
Bangunan suci tersebut disebut dalam dua prasasti Raja Balitung dari
Mataram Kuno, yakni Prasasti Mantyasih tahun 907 Masehi dan Prasasti
908 Masehi. Para ahli masih belum memperoleh kesepakatan di mana
bangunan tersebut berada. Di satu sisi, ada sejumlah ahli yang
menyebutkan bahwa bangunan Malangkuçeçwara terletak di
daerah Gunung Buring, suatu pegunungan yang membujur di sebelah
timur Kota Malang di mana terdapat salah satu puncaknya bernama
"Malang". Pihak yang lain di sisi lain menduga bahwa letak
sesungguhnya dari bangunan suci tersebut terdapat di daerah
Tumpang, Kabupaten Malang. Di daerah tersebut, terdapat sebuah
desa bernama Malangsuka, yang menurut para ahli sejarah berasal
dari kata Malangkuça (diucapkan [malankuʃoː]) yang diucapkan
terbalik. Pendapat ini diperkuat oleh keberadaan peninggalan-
peninggalan kuno di sekitar Tumpang seperti Candi Jago dan Candi
Kidal yang merupakan wilayah Kerajaan Singhasari

Nama Malangkuçeçwara terdiri atas 3 kata, yakni mala yang berarti


kebatilan, kecurangan, kepalsuan, dan kejahatan, angkuça
(diucapkan [aŋkuʃo]) yang berarti menghancurkan atau
membinasakan, dan içwara (diucapkan [iʃworo]) yang berarti Tuhan.
Oleh karena itu, Malangkuçeçwara berarti "Tuhan telah
menghancurkan yang batil".

Hipotesis kedua merujuk sebuah kisah penyerangan pasukan


Kesultanan Mataram ke Malang pada 1614 yang dipimpin oleh
Tumenggung Alap-Alap. Menurut cerita rakyat, terdapat sebuah
percakapan antara Tumenggung Alap-Alap dengan salah satu
pembantunya mengenai kondisi wilayah Malang sebelum
penyerangan dimulai. Pembantu dari Tumenggung Alap-Alap tersebut
menyebut warga dan prajurit dari daerah tersebut sebagai penduduk
yang "menghalang-halangi" (malang dalam Bahasa Jawa)
kedatangan dari pasukan Mataram. Setelah penaklukan tersebut,
pihak Mataram menamakan daerah itu Malang.

Sejarah

Wilayah cekungan Malang telah ada sejak masa Prasejarahsebagai


kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar
tempat ini membuat wilayah Malang menjadi kawasan pemukiman.

Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan


pemukiman prasejarah. Selanjutnya,
berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian
dan arca-arca, bekas-bekas fondasi batu bata, bekas
saluran drainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode
akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) juga ditemukan di
tempat yang berdekatan

Meskipun hipotesis-hipotesis tersebut belum ditentukan kebenarannya,


dalam sebuah prasasti tembaga yang ditemukan pada akhir
tahun 1974 di perkebunan di Wlingi, Blitartertulis dalam salah satu
bagiannya sebagai berikut

Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di


sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu.
Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama
Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi.

Munculnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah


dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan
yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang
menjadi Kota Malang. Oleh karena itu, kerajaan tersebut dianggap
sebagai cikal bakal kota ini.
Setelah kerajaan Kanjuruhan, pada masa emas
kerajaan Singhasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang
masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya
serta tanah-tanah pertanian yang amat
subur.[25] Ketika Islammenaklukkan Kerajaan Majapahit sekitar
tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang.
Sultan Mataram dari Jawa Tengahlah yang akhirnya datang dan
berhasil menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat
perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.

Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, tepatnya pada 1 April


1914, daerah Malang dijadikan wilayah gemente(kotapraja).

Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada


umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah
hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum
direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga
Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya
Jalan Besar Ijen dan kawasan sekitarnya.

Pada masa kependudukan Jepang di Indonesia, Kota Malang yang


merupakan bagian dari Indonesia pun ikut serta diduduki oleh
Jepang. Bala Tentara Dai Nippon mulai menduduki Kota Malang
pada 7 Maret 1942.

Pada masa kependudukan Jepang pun terjadilah peralihan fungsi


bangunan. Rumah-rumah tempat tinggal orang Belanda diallihkan
fungsinya. Bangunan Belanda di Jalan Semeru No. 42 yang dulunya
digunakan sebagai kantor ataupun markas pasukan
Belanda dialihfungsikan menjadi gedung Kentapetai.
Sebagai daerah yang berjaya sejak zaman dahulu, Kota Malang
sudah mengalami beberapa kali pergantian pemerintah. Pada Abad
ke-8 M, Malang menjadi ibu kota Kerajaan Kanjuruhan dengan
rajanya, yaitu Gajayana. Setelah Belanda masuk, pemerintah
memusatkan kedudukannya di sekitar Kali Brantas. Pada 1824, Malang
mulai mempunyai asisten residen karena sudah menjadi afdeling dan
ditetapkan sebagai kotapraja (stadsgemeente) pada 1914. Malang
menjadi bagian Republik Indonesia pada 21 September 1945 dan
dimasuki kembali pada 2 Maret 1947 setelah diduduki kemballi oleh
Belanda. Pemerintah diubah menjadi Pemerintah Kota Malang pada 1
Januari 2001.

Geografi

Kota Malang dari Satelit

Kota Malang terletak di tengah-tengah Kabupaten Malang dan sisi


selatan Pulau Jawa. Kota ini memiliki luas sebesar 145,28 km2. Kota ini
dibatasi oleh Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso di sisi
utara; Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang di sisi
timur; Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji di sisi selatan;
dan Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau di sisi barat yang
semuanya merupakan kecamatan di Kabupaten Malang.
Bagian-bagian Kota Malang memiliki kekhasan sendiri sehingga
memiliki kecocokan tersendiri dalam berbagai aktivitas. Bagian selatan
Kota Malang merupakan dataran tinggi yang cukup luas sehingga
cocok untuk industri; bagian utara merupakan dataran tinggi
yang subur sehingga cocok untuk pertanian; bagian timur merupakan
dataran tinggi dengan keadaan kurang subur; dan bagian barat
merupakan dataran tinggi yang amat luas dan kini menjadi
daerah pendidikan.

Kota Malang dilalui oleh salah satu sungai terpanjang di Indonesia


serta terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo,
yaitu Sungai Brantas yang mata airnya terletak di lereng Gunung
Arjuno di sebelah barat laut kota. Sungai kedua terpanjang
di Malang adalah Sungai Metro yang melalui Kota Malang
di Kelurahan Karangbesuki, Kecamatan Sukun.

Kota Malang terletak di dataran tinggi. Kota ini terletak


pada ketinggian antara 440—667 meter di atas permukaan air laut.
Titik tertinggi kota ini berada di CitraGarden City Malang, sebuah kota
mandiri, sedangkan wilayah terendah Kota Malang berada di
Kawasan Dieng.

Kota Malang dikelilingi oleh beberapa gunung serta pegunungan.


Kota ini dikelilingi oleh Gunung Arjuno di sebelah utara; Gunung
Semeru di sebelah timur; Gunung Kawidan Gunung Panderman di
sebelah barat; Gunung Kelud di sebelah selatan.

 Iklim

Kota Malang beriklim tropis. Menurut kondisi iklim Kota Malang


selama tahun 2016 tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara
22,4 °C—24,3 °C, sedangkan suhu maksimum mencapai 30,2 °C
dan suhu minimum 16,5 °C.

Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso, curah


hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan Februari, November,
dan Desember. Sedangkan, pada bulan Juni dan September
curah hujan relatif rendah. Kecepatan angin maksimum terjadi
di bulan Mei, September, dan Juli.

Pemerintah

Dasar hukum bagi Kota Malang adalah Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 16 Tahun 1950. Malang berstatus sebagai kota yang
menjadi bagian dari Provinsi Jawa Timur.

Balai Kota Malang, kantor Wali Kota Malang yang terletak di Jalan
Tugu No. 1, Kota Malang
DPRD Kota Malang terdapat 4 (empat) komisi, yaitu Komisi A yang
membidangi Pemerintahan; Komisi B yang membidangi Perekonomian
& Keuangan; Komisi C yang membidangi Pembangunan; dan Komisi D
yang membidangi Kesejahteraan Rakyat.

 Kecamatan
Secara administratif wilayah Kota Malang dibagi menjadi 5
kecamatan. 5 kecamatan tersebut terbagi lagi menjadi 57
kelurahan. Kecamatan Klojen, Blimbing, dan Sukun memiliki 11
kelurahan, Blimbing, sedangkan Kedungkandang dan
Lowokwaru memiliki 12 kelurahan. Kode pos kota pun dimulai
dari 65111—65149.
 Lambang Kota

Lambang Kota Malang yang sekaligus menjadi lambang


Pemerintah Kota Malang

DPRD-GR mengukuhkan lambang Kotamadya Malang dengan


Perda No. 4 Tahun 1970. Lambang kota mengandung bendera
nasional Indonesia yang membatasi segi lima berwarna kuning,
hijau, dan biru muda. Semboyan kota pada lambang kota
tersebut dipakai sejak hari peringatan 50 tahun berdirinya
Kotapraja Malang pada 1964. Sebelum itu, semboyan yang
digunakan adalah "Malang Namaku, Maju Tujuanku" yang
merupakan terjemahan dari semboyan berbahasa Latin, yaitu
"Malang Nominor, Sursum Moveor" yang disahkan oleh
Gouvernement besluit dd. 25 April 1938 N. 027. Semboyan baru
itu diusulkan oleh Prof. DR. R. Ng. Poerbatjaraka dan erat
hubungannya dengan asal mula Kota Malang pada zaman Ken
Arok.

Demografi

Jumlah penduduk Kota Malang adalah 895.387 jiwa pada tahun 2017.
Dengan luas Kota Malang yang mencapai 145,28 km2, kepadatan
penduduk Kota Malang mencapai 6.200 jiwa/km2. Malang merupakan
kota ke-21 terbesar di Indonesia dan merupakan kota ke-18 terpadat
se-Indonesia.

 Suku bangsa
Sebagian besar penduduk Kota Malang berasal dari suku Jawa.
Namun, jika dibanding dengan masyarakat Jawa pada
umumnya, suku Jawa di Malang memiliki temperamen yang
sedikit lebih keras dan egalitar. Salah satu penyebabnya adalah
tipologi arek Malang terinspirasi oleh Ken Arok yang diceritakan
sebagai raja yang tegas dan lugas meskipun lebih mengarah
keras. Terdapat pula sejumlah suku-suku minoritas seperti
Madura, Arab, Tionghoa, dan lain-lain. Sebagai kota pendidikan,
Malang juga menjadi tempat tinggal mahasiswa dari berbagai
daerah dari seluruh Indonesia, bahkan di antara mereka juga
membentuk wadah komunitas tersendiri.
 Agama
Agama mayoritas di Kota Malang adalah Islam, diikuti dengan
Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu.
Bangunan tempat ibadah banyak yang telah berdiri semenjak
zaman dahulu antara lain Masjid Agung Jami' Kota Malang,
Gereja Hati Kudus Yesus, Katedral Ijen (Santa Perawan Maria dari
Gunung Karmel), Klenteng Eng An Kiong[58] di Kotalama, dan
sebuah pura di Puncak Buring. Meskipun agama mayoritasnya
adalah Islam, Kota Malang menjadi salah satu kota yang
memiliki jumlah penduduk Kristen terbesar di Jawa Timur.
Malang juga menjadi pusat pendidikan keagamaan karena
Malang memiliki banyak pesantren, yang terkenal ialah Pondok
Pesantren Al Hikam pimpinan KH. Hasyim Muzadi. Ada pula pusat
pendidikan Kristen berupa Seminari Alkitab yang sudah terkenal
di seluruh Nusantara, salah satunya adalah Seminari Alkitab Asia
Tenggara yang berdiri di Malang pada 1954.
Kota Malang dikenal sebagai kota yang toleransi
antaragamanya tinggi. Keberadaan Masjid Jami dan Gereja
Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel di Kota Malang
menarik. Dua tempat ibadah itu bersebelahan dan seolah
menjadi simbol toleransi masyarakat di Kota Malang. Di kota ini,
keberagaman agama dan kepercayaan dimanfaatkan
dengan dijadikan komoditas politik.
 Bahasa
Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi di Kota Malang,
seperti Indonesia. Namun, bahasa Jawa dengan dialek Jawa
Timuran merupakan bahasa sehari-hari masyarakat Malang.
Kalangan minoritas suku Madura menuturkan bahasa Madura.
Malang dikenal memiliki dialek khas yang disebut boso Walikan
(osob Kiwalan), yaitu cara pengucapan kata secara terbalik,
misalnya Malang menjadi Ngalam, bakso menjadi oskab, dan
burung menjadi ngurub. Gaya bahasa masyarakat Malang
terkenal egaliter dan blak-blakan yang menunjukkan sikap
masyarakatnya yang tegas, lugas, dan tidak mengenal basa-
basi. Menurut masyarakat, awal adanya bahasa khas ini adalah
para pejuang yang ingin perbincangannya tidak dapat
dimengerti oleh penjajah, dan sampai saat ini masih banyak
dalam komunitas keluarga menggunakan bahasa ini dalam
kehidupan sehari-hari.

Ekonomi

Kota Malang memiliki perekonomian yang maju dan majemuk dan


merupakan kawasan ekonomi yang disorot oleh Pemprov Jawa Timur.
PDRB Kota Malang mencapai 57.171,60 miliar rupiah dengan kontribusi
ekonomi 3,06% terhadap PDRB Jawa Timur; Kota Malang menjadi kota
dengan PDRB terbesar ketiga se-Jawa Timur dan dati II dengan PDRB
terbesar kesepuluh se-Jawa Timur. PDRB per kapita Kota Malang, yakni
66.758,1 ratus ribu rupiah merupakan keenam terbesar se-Jawa Timur,
setelah Kabupaten Pasuruan. Kota Malang memiliki jumlah
pengangguran 6.000 jiwa dengan tingkat perngangguran terbuka
7,28%. Pengangguran tersebut salah satunya disebabkan oleh
perguruan tinggi.
Kawasan Pasar Besar Kota Malang merupakan pusat bisnis dan
perekonomian Kota Malang

Perekonomian Kota Malang ditunjang dari berbagai sektor, di


antaranya industri, jasa, perdagangan, dan pariwisata. Sektor yang
menyumbang terbanyak adalah perdagangan yang menyumbang
29,53% dari total PDRB Kota Malang. Malang pun terkenal dengan
salah satu perusahaan rokok terkenal, yaitu Bentoel.

Perekonomian Kota Malang menerapkan sistem ekonomi kreatif. Hal ini


dapat dibuktikan dengan tingginya peranan UMKM dalam ekonomi.
Pemerintah kota terus mendorong perkembangan UMKM,di antaranya
dengan mengadakan berbagai expo dan festival. Selain UMKM,
aplikasi dan permainan digital pun dijadikan subsektor penerapan
ekonomi kreatif. Secara tidak langsung, ekonomi kreatif ini pun
mendorong pembangunan manusia Kota Malang.

Pada tahun 2016, ekonomi Kota Malang tumbuh sebesar 5,61%.


Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat ini didongkrak oleh
pariwisata. Selain itu, pertumbuhan ekonomi pesat pun dikontribusikan
oleh UMKM, industri, dan perdagangan.
Inflasi di Kota Malang sangatlah rendah. Pada September 2017, BPS
mencatat bahwa inflasi Kota Malang sebesar 0,05%. Penyebab
mendasar inflasi adalah naiknya indeks harga konsumen secara
umum. Meskipun rendah, tingkat inflasi Kota Malang pernah menjadi
yang tertinggi se-Jawa Timur, yaitu pada Juli 2017 dengan inflasi sebsar
0,30%.

Pariwisata

Pariwisata di Kota Malang cukup besar. Pada tahun 2016, tercatat


jumlah wisatawan domestik di Kota Malang berjumlah 3.987.074 orang,
sedangkan wisatawan mancanegara sejumlah 9.535 orang. Jumlah
wisatawan tahun 2016 merupakan suatu lonjakan yang signifikan dari
tahun sebelumnya. Dengan melihat bukti tersebut, pemerintah optimis
jumlah kunjungan wisatawan, terutama mancanegara akan terus
meningkat.

 Kampung Wisata
Malang dikenal memiliki banyak sekali kampung tematik yang
bernuansa pedesaan dan khas. Di antaranya, yang paling
terkenal adalah Kampung Wisata Jodipan (Kampung Warna-
Warni), kampung warna-warni pertama di Indonesia yang
menjadi salah satu destinasi favorit di Kota Malang. Selain itu,
ada juga Kampung Tridi yang terletak di seberang Kampung
Warna-Warni yang terkenal akan karya seni mural di dinding-
dinding perumahannya, seperti Haji Lane di Singapura. Kedua
kampung tersebut dihubungkan oleh sebuah jembatan kaca.
Keduanya merupakan tempat selfie favorit para wisatawan.

Selain itu, ada juga kampung wisata di Kota Malang yang


terkenal akan keramahan lingkungannya dan kehijauannya. Di
antaranya adalah Kampung Glintung Go Green (3G) yang
terletak di Purwantoro dan Kampung Bamboo Mewek di
Tunjungsekar. Keramahan lingkungan di Kampung 3G dapat
dilihat dari penuhnya kampung oleh tanaman. Kampung 3G
pun merupakan kampung konservasi air pertama di Indonesia.
Sedangkan, Kampung Bamboo Mewek dianggap ramah
lingkungan karena penuh dengan pohon dan bambu serta
merupakan kampung konservasi.

Sebagai kota berbudaya, Malang pun memiliki kampung-


kampung budaya. Kampung Budaya Polowijen adalah salah
satunya. Kampung ini dianggap sebagai kampung budaya
karena menyimpan dan menampilkan berbagai situs warisan
budaya: topeng malangan, makam Mbah Reni, pembuat
topeng malangan pertama, dan Sumur Windu, tempat
pemandian Ken Dedes di zaman dahulu. Kampung ini pun
memiliki perpustakaan unik yang terletak di gazebo. Selain
kampung tersebut, ada juga Kampung Topeng Malangan.
Sesuai namanya, mulai dari gerbang menuju kawasan tersebut,
pengunjung akan disambut ratusan topeng dengan aneka
warna dan berbagai karakter seperti dalam kisah-kisah panji.
 Sarana dan Prasarana penunjang
Macito, bus wisata bertingkat

Pada Februari 2015, Pemerintah Kota Malang meluncurkan


sistem angkutan bus tingkat wisata bewarna hijau yang dinamai
Bus Macito, singkatan dari Malang City Tour[95] yang disediakan
secara gratis[96] dan khusus untuk para wisatawan. Bus ini
beroperasi di Kota Malang dari depan gedung DPRD Kota
Malang dan rutenya melewati beberapa titik-titik penting di tiap
sudut kota, di antaranya beberapa museum-museum penting,
kawasan Jalan Ijen, wisata kuliner, dan sebagainya. Bus ini
berkapasitas 40 penumpang dengan jatah keliling sebanyak
tiga kali.

Sarana penginapan untuk pariwisata di Kota Malang beragam,


mulai dari hotel, apartemen, losmen, hingga rumah singgah
yang tersebar di seluruh penjuru kota. Keberagaman ini
didukung oleh kenyataan bahwa Malang merupakan tujuan
wisata paling populer di Indonesia setelah Bali, Bandung, dan
Yogyakarta. Hotel yang paling terkenal di kota adalah Hotel
Tugu. Hal ini dikarenakan hotel sudah dikenal baik di kalangan
wisatawan asing dan hotel ini sering memeanjakan
pengunjungnya dengan berbagai acara. Hotel terkenal lainnya
adalah Hotel Pelangi karena hotel tersebut memiliki koleksi
lukisan-lukisan Belanda.

Pendidikan

Dinas Pendidikan (Diknas) Kota Malang mengoperasikan 195 SD negeri


di Klojen, 44 di Blimbing, 44 di Kedungkandang, 45 di Lowokwaru, dan
41 di Sukun dengan total 333 SD, SDLB, dan MI yang terdata olehnya
dan[104] mengoperasikan 27 SMP negeri dengan total 133 SMP, SMPLB,
dan MTs yang terdata olehnya. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur
pun mengoperasikan 13 SMA negeri dan 13 SMK negeri dengan total
127 SMA, SMALB, SMK, dan MA yang terdata oleh Dinas Pendidikan
Kota Malang.

Di kota ini ada beberapa sekolah yang berada pada jenjang


menengah atas yang namanya sudah terkenal hingga tingkat nasional
bahkan internasional. Beberapa di antaranya bahkan telah
ditetapkan sebagai rintisan sekolah bertaraf internasional, dipelopori
oleh SMA Negeri 3 Malang, selanjutnya diikuti oleh SMA negeri lainnya
dan SMA Katolik St. Albertus Malang (SMA Dempo). Sekolah bergengsi
lainnya ialah SMK Negeri 4 Malang yang terkenal di dunia Internasional
dan nasional dan MAN 3 Malang yang mampu meraih berbagai
prestasi nasional. Ada pula sekolah ketarunaan seperti SMA Negeri
Taruna Nala Jawa Timur yang dibina oleh TNI AL.

Sebagai kota pendidikan sejak zaman Belanda, Malang memiliki


berbagai perguruan tinggi negeri seperti Universitas Brawijaya dan
Universitas Negeri Malang; perguruan tinggi swasta seperti Institut
Tekologi Nasional dan Universitas Islam Malang. Terdapat pula
politeknik seperti Politeknik Negeri Malang. Di antara perguruan tinggi
negeri yang ada di Malang, Universitas Brawijaya dinilai sebagai yang
paling mahal. Meskipun demikian, menurut Kemenristekdikti, Universitas
Brawijaya merupakan yang terbaik di antara seluruh perguruan tinggi
di Malang dan menempati urutan ke-8 nasional. Perguruan-perguruan
tinggi ini pun menghadirkan berbagai orang dari bermacam-macam
suku bangsa yang nantinya akan menetap di Malang. Pada tahun
2016, Kota Malang memiliki 86 perguruan tinggi.
Di Kota Malang, pendidikan di SD dan SMP negeri gratis karena telah
dibiayai oleh pemerintah kota. Meskipun pemkot bercita-cita untuk
mencanangkan pendidikan gratis hingga ke jenjang SMA/SMK, cita-
cita ini tidak dapat direalisasikan karena APBD kota masih belum
memungkinkan untuk menyokong program ini.

Kesehatan

Pelayanan kesehatan di kota cukup memadai. Hal ini didukung oleh


pemfokusan APBD yang dilakukan oleh pemkot. Di Kota Malang,
terdapat ratusan rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, dan
pelayanan kesehatan lainnya. Pemerintah provinsi dan kota memiliki
rumah sakit di kota ini. Pemerintah provinsi memiliki sebuah rumah sakit
bertipe A, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar,
sedangkan pemerintah kota memiliki sebuah rumah sakit yang lebih
kecil, yakni Rumah Sakit Umum Daerah Kota Malang.

RSUD Dr. Saiful Anwar merupakan rumah sakit terbesar di kota. Rumah
sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan Jawa Timur bagian
selatan. Rumah sakit umum lainnya adalah RSUD Kota Malang, RS Panti
Nirmala, RS Lavalette, RS Hermina Tangkubanprahu, RSI Malang, dan
Persada Hospital.

Malang memiliki banyak rumah sakit pendidikan. RSUD Dr. Saiful Anwar
dan RS Universitas Brawijaya menampung mahasiswa Universitas
Brawijaya. RS Universitas Muhammadiyah Malang yang menampung
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang pun merupakan salah
satunya.

Kebudayaan

 Peninggalan dan situs bersejarah


Karena sudah dihuni sejak zaman prasejarah, telah ditemukan
berbagai peninggalan masa prasejarah di Malang. Di
Bakalankrajan, rakyat menemukan lumpang dan dolmen. Selain
itu, ditemukan pula lumpang dan batu gores di Tlogomas yang
kini berada di Museum Mpu Purwa. Selain itu, peninggalan masa
Kerajaan Hindu-Buddha pun tidak kalah. Telah ditemukan
tempat pemujaan Hindu sekte Siwa pada masa Singhasari atau
Majapahit di McDonald's yang dinamai Situs Ketawanggede.

Peninggalan yang paling terkenal ialah peninggalan masa


Belanda. Ada peninggalan seperti lukisan keramik di Hotel
Pelangi, bangunan warisan Belanda di kawasan Jalan Ijen, dan
bangunan kuno dengan arsitektur menawan. Kawasan Jalan
Ijen tersebut merupakan salah satu peninggalan dari arsitek
Herman Thomas Karsten. Belanda pun meniggalkan beberapa
utilitas seperti saluran drainase. Peninggalan kecil seperti uang-
uang Belanda kuno pun sempat dipamerkan pada tahun 2013.

 Monumen dan tugu peringatan

Monumen Tugu Malang pada sore hari dengan latar belakang


Balai Kota

Sebagai kota besar, Kota Malang terlibat dalam berbagai


peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia. Untuk menandai
peristiwa tersebut, dibangunlah berbagai monumen dan tugu
peringatan. Kota Malang mengoleksi banyak monumen dan
tugu peringatan yang melambangkan peristiwa bersejarah,
sejarah prapenjajahan Malang, capaian Kota Malang, dan lain-
lain. Peristiwa-peristiwa bersejarah, terutama perjuangan
kemerdekaanlah yang memiliki monumen terbanyak.
Monumen-monumen tersebut, di antaranya Monumen Tugu
Malang yang menandakan kemerdekaan dari Belanda;[138]
Monumen TGP (Tentara Genie Pelajar) yang dibangun untuk
mengenang perjuangan para TGP; Monumen Pahlawan Tentara
Republik Indonesia Pelajar (TRIP), monumen pengenangan para
sosok pahlawan TRIP;[139] Monumen Juang '45 yang
menandakan runtuhnya penjajahan; Monumen Hamid Rusdi
yang mengenang Hamid Rusdi; Monumen Panglima Sudirman
yang mengenang perjuangan Panglima Soedirman; Monumen
KNIP Malang, monumen sejarah Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP); dan Monumen Melati (Monumen Kadet Suropati),
monumen penghargaan terhadap sekolah darurat di awal
pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Monumen Tentara Genie Pelajar (TGP) Malang


Malang menyimbolkan berbagai hal melalui monumen-
monumennya. Salah satunya adalah peningggalan bersejarah
Indonesia, yakni Monumen Pesawat MiG-17 dengan kode NATO
"Fresco"[140] yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta. Monumen ini
merupakan simbol kekuatan AURI. Pesawat ini digunakan saat
Operasi Trikora dan Konfrontasi. Selain itu, ada juga Monumen
Patung Ken Dedes yang terletak di gerbang masuk Kota Malang
sisi utara.

Monumen Pesawat MIG-17 "Fresco"

Kota Malang juga mengabadikan salah satu tokoh nasional,


yaitu Chairil Anwar, seorang penyair. Ia diabadikan oleh
Monumen Chairil Anwar yang terletak di Jalan Basuki Rahmat.
Untuk melambangkan sejarah Kota Malang modern dan
identitasnya, dibangun pula berbagai monumen. Monumen
Adipura yang terletak di Jalan Semeru yang menandakan
peraihan Adipura oleh Kota Malang. Sebagai Bhumi Arema,
terdapat Monumen Singo Edan yang terletak di Taman Bentoel
Trunojoyo dan Monumen Arema yang terletak di Jalan
Lembang untuk melambangkan kebanggaan warga Malang,
terhadap klub seak bolanya, Arema FC.
Malang adalah salah satu kota yang sudah lama berdiri karena
kota ini sudah dibentuk dari zaman Hindia Belanda. Selain itu,
kota ini pun merupakan pusat pemukiman sejak zaman
Kanjuruhan. Dengan demikian, Malang sudah mengalami
perjalanan sejarah yang panjang. Bukti-bukti sejarah ini disimpan
di museum-museum.
 Museum
Gerbong Maut, salah satu peninggalan masa Belanda yang
berada di Museum Brawijaya

Malang yang merupakan pusat pemukiman sejak zaman


purbakala memiliki banyak peninggalan bersejarah mulai dari
peninggalan masa prasejarah hingga peninggalan tahun 1990-
an. Di kota ini, museum sudah ada sampai tingkat kecamatan
dan dengan itu, pemerintah pun dinilai sudah dapat
megapresiasi peninggalan cagar budaya dengan baik.
Museum yang menyimpan peninggalan-peninggalan zaman
tersebut, antara lain Museum Mpu Purwa, museum yang
berisikan peninggalan Hindu-Buddha, Museum Malang Tempo
Doeloe, museum sejarah Malang, dan Museum Brawijaya,
museum perang kemerdekaan. Selain itu, ada juga museum
yang meninggalkan peninggalan sejarah sebuah perusahaan
raksasa Indonesia, yaitu Museum Bentoel yang berisikan sejarah
Bentoel Group dan pendirinya.

Sebagai kota pendidikan sejak zaman Hindia Belanda, Malang


pun menyimpan banyak peninggalan ilmiah yang ditinggalkan
oleh ilmuan Eropa maupun Indonesia. Di antara banyak museum
yang meninggalkan peninggalan-peninggalan ini, terdapat
Museum Zoologi Frater Vianney yang berisikan ratusan koleksi
spesimen konkologi dan spesimen herpetologi.
 Kesenian

Para penari Topeng Malangan menggunakan topeng saat


menari

Kota Malang merupakan kota yang kaya akan seni tari. Menurut
kawasan kebudayaannya (tlatah-nya), Kota Malang termasuk
ke dalam Tlatah Budaya Arek. Dengan demikian, tarian seni di
kota, terutama seni tarinya lebih energetik, gembira, dan lugas
Tarian Malang bervariasi, mulai dari tari selamat datang, yaitu
tari Beskalan, tari penghormatan seperti tari Bedayan, hingga tari
Grebeg Wiratama yang menggambarkan semangat
peperangan. Walaupun ada banyak tarian selain tarian-tarian
tersebut, tari khas Malang yang terkenal ialah tari Topeng
Malangan. Tari tersebut adalah pertunjukan kesenian tari yang
semua pemerannya menggunakan topeng. Pada umumnya,
tarian sering menggunakan cerita panji, cerita tanah Jawa
periode klasik.
Selain tarian, kota pun memiliki kesenian yang berupa
pertunjukan. Pertunjukan yang baru-baru terkenal adalah
pertunjukan Bantengan. Kesenian ini berkembang di kampung-
kampung yang berakar sejarah Singhasari di kabupaten. Walau
demikian, beberapa wilayah di tengah kota yang sudah sangat
modern pun tetap memiliki komunitas Bantengan. Kesenian ini
melibatkan leluhur banteng yang dipanggil oleh sesepuh.
Bantengan dianggap unik, namun ada cukup banyak orang
yang menentangnya. Jaran Kepang Malangan pun tak kalah
seru. Pertunjukan ini merupakan pertunjukan seni yang
menampilkan serombongan orang yang siap beraksi dengan
jaran kepang (kuda-kudaan). Terkadang, penari Jaran Kepang
mengalami keserupan.

 Kuliner
Kota Malang merupakan kota kuliner, terutama kuliner dengan
harga terjangkau. Banyaknya kuliner berharga murah
disebabkan oleh penduduk Kota Malang yang sebagian besar
merupakan pelajar dan mahasiswa dari seluruh Indonesia.
Hidangan khas Malang, Jawa, Indonesia, hingga Eropa ada di
Malang karena Malang merupakan kota multicultural. Dalam
perihal makanan, Kota Malang juga dikenal memiliki banyak
warung yang cukup legendaris dan telah bertahan lama hingga
puluhan tahun. Toko-toko tersebut, antara lain Toko Oen yang
berdiri sejak 1930; Warung Tahu Telur Lonceng yang berdiri pada
awal 1900-an hingga disebut sebagai makanan zaman kolonial
hingga milenial; dan Gerai Putu Lanang Celaket yang berdiri
sejak 1935.

Wisata kuliner di kota pun dicampuradukkan dengan Festival


Malang Tempo Doeloe. Dalam festival tersebut, dijuallah
berbagai sajian kuliner zaman dahulu, mulai dari cenil, putu,
sampai grendul. Jajanan zaman dahulu seperti tebu, gulali dan
kerupuk miller pun dijual pada festival tahun 2012. Gulali yang
dijual bukan main-main karena gulali tersebut berupa gulali
cetak sehingga bisa dibentuk-bentuk sebperti jagung, naga,
ataupun bunga.
Olahraga

Kota Malang merupakan salah satu kota yang mempunyai tim


olahraga terkenal. Di antara semuanya, yang paling terkenal ialah
Arema FC, sebuah tim sepak bola yang dibanggakan orang
Malang[165][166] yang berpusat di Stadion Gajayana.[167] Selain
Arema, ada pula klub sepak bola lainnya seperti Persema Malang dan
PS Bhayangkara Arema Police.[168] Selain Gajayana, ada pula
beberapa Gelanggang Olahraga (GOR) seperti GOR Ken Arok dan
GOR Bimasakti yang sempat dimarkasi oleh sebuah klub basket
terkenal, Bimasakti.

Di Malang terdapat beberapa klub olahraga selain yang telah


disebutkan, di antaranya: United Kencana Bike Team (sepeda), Arema
Singo Edan BC, d'Kross BC (tinju), Brazilian Martial Arts Capoeira Senzala
Malang (capoeira), dan Obelisk Malang (flag football). Selain itu, ada
pula komunitas olahraga lainnya seperti sepatu roda.

Pemerintah kota pun telah mencoba beberapa kali untuk


menigkatkan prestasi olahraga kota. Pemerintah telah mencoba
menjaring atlet muda melalui pelaksanaan kejuaraan kota, terutama
untuk bola basket. Pembinaan atlet-atlet muda pun turut serta
dilakukan oleh dinas pendidikan kota.

Lingkungan
Alun-Alun Merdeka yang terletak di depan Kantor Bupati Malang

Kota Malang terpilih menjadi salah satu dari lima kota dengan udara
terbersih di Asia. Pencapaian ini merupakan salah satu buah dari
komitmen bersama warga untuk terus mengasrikan dan menpercantik
taman kota. Taman di Kota Malang dikenal bersih dan memiliki fasilitas
bermain sehingga Malang mendapat predikat kota ramah anak. Tidak
hanya kampung, pemkot pun melahirkan taman-taman tematik.
Taman tematik sangat berbeda dari kota lainnya sehingga hal ini
membantu peraihan penghargaan Taman Kota Terbaik. Taman
tematik bisa ditemukan di jalur hijau Jalan Jakarta, yakni Taman
Kunang-Kunang.

Taman Bentoel Trunojoyo merupakan taman yang ramah anak

Taman terbesar di Malang ialah Alun-Alun Merdeka dan Alun-Alun


Tugu (Monumen Tugu Malang). Alun-Alun Merdeka terletak di depan
Kantor Bupati Malang dan merupakan alun-alun tertua yang dibangun
pada tahun 1882. Tidak hanya itu, Alun-Alun Merdeka pun
menyediakan titik permainan ramah anak dan air mancur. Alun-Alun
Tugu yang terletak persis di depan Balai Kota Malang dihiasi oleh Tugu
Malang, air mancur, bunga, kolam dengan teratai, bunga khas
Malang, pohon palem, dan lampu plastik yang berbentuk seperti
bunga matahari. Meskipun dimaksudkan untuk unsur estetika, lampu
bunga matahari tersebut diprotes para warga sekitar karena dianggap
tidak ramah lingkungan dan tidak bagus.

Beberapa taman merupakan taman hasil pembangunan dari dana


CSR. Di antaranya adalah Taman Slamet yang dibangun dengan dana
CSR dari PT Bentoel Prima. Dana CSR Bentoel ini pun digunakan untuk
merenovasi taman tersebut dan Taman Trunojoyo. Salah satu taman
yang terkenal pun, yakni Taman Singha Merjosari juga direnovasi
dengan dana CSR. Namun, dana CSR yang dipakai adalah dana dari
perusahaan telekomunikasi. Dana CSR dari pihak pendidikan seperti
Yayasan Pendidikan Merdeka yang menaungi Universitas Merdeka pun
telah mengucurkan CSR untuk merevitalisasi Taman Terusan Dieng.

 Penghargaan
Di bidang lingkungan, Kota Malang telah beberapa kali meraih
penghargaan di antaranya Adipura, Adiwiyata, dan
sebagainya.[192] Selain itu, Kota Malang adalah kota dengan
jumlah sekolah Adiwiyata terbanyak di Indonesia, yaitu 173
sekolah yang tersebar dari SD hingga SMP.[193] Dinas
Lingkungan Hidup Kota Malang pun mendapatkan
penghargaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)
2017 dari Menteri PPN/Kepala Bappenas.[194] AMPL pun diraih
oleh kota karena kota mampu mengurangi sampah di 2016 yang
mencapai 15,1% dan cakupan akses layanan persampahan
sebesar 74,8%.[195] Pada tahun 2017, kota berhasil meraih
penghargaan Wahana Tata Nugraha karena mampu
mengubah lingkungan kumuh menjadi objek wisata[196] seperti
Kampung Tematik Jodipan. Banyaknya penghargaan yang
diperoleh kota pun memberikan dampak pada peningkatan
Dana Insentif Daerah (DID) dari 7,5 miliar rupiah pada tahun 2017
menjadi 25,5 miliar pada tahun 2018.
 Jalur Hijau
Jalur hijau (ruang terbuka hijau jalur/RTH jalur) adalah taman
yang sepadan dengan median jalan yang luasnya antara 1—2
meter.[198] Di kota RTH jalur terdapat di beberapa jalan seperti
Jalan Semeru, Jalan Besar Ijen, Jalan Dieng, dan Jalan
Veteran.[198] Berikut ini adalah gambar dari beberapa jalan ber-
RTH jalur.

Jalan Tugu di tengah gambar dan Jalan Kertanegara di kiri gambar


Jalan Veteran pada pagi hari

 Upaya pelestarian
Pemerintah berperan aktif dalam upaya pelestarian lingkungan.
Untuk menambah satu poin, dalam peraihan Adipura Kencana,
dinas pendidikan mengadakan Green School Festival (GSF)
yang dilaksanakan setiap tahun di sekolah-sekolah di kota.[199]
Metode pelaksanaan GSF ini dinilai baik karena bersifat
memaksa keikutsertaan semua sekolah.[199] Selain itu, Dinas
Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Disperkim) pun
melakukan lomba penataan taman dengan menyadari
pentingnya ruang terbuka hijau untuk oksigen.[200] Setelah itu,
Disperkim juga giat membangun taman agar julukan kota bunga
semakin lekat dengan Kota Malang.[201] Kota Malang pun
berupaya menmanfaatkan dana-dana tambahan seperti dana
CSR untuk merevitalisasi taman-taman kota.[202] Dengan
demikian, kini Kota Malang terkenal sebagai kota yang giat
membangun taman melalui dana CSR.

Transportasi
Bus sekolah Kota Malang melayani siswa sejak pukul 05.30 dan 06.00
WIB

Total ruas jalan di Kota Malang adalah sebanyak 2.960 ruas dengan
total panjang jalan mencapai 1.027.112,20 meter (1.027 km). Ruas jalan
ini tidak termasuk ruas jalan provinsi dan negara. Selain terhubung
dengan Jalan Nasional Rute 23, Kota Malang pun terhubung dengan
jalan provinsi yang menghubungkan kabupaten dan kota di Jawa
Timur. Untuk menghubungkan Jawa Timur, mulai dibangunlah jalan tol,
salah satunya adalah Pandaan-Malang Jalan tol ini nantinya akan
berakhir di Madyopuro, Kedungkandang. Kini tol tersebut sudah
memasuki tahapan konstruksi

Dinas Perhubungan Kota Malang mengoperasikan angkutan kota dan


bus sekolah. Kedua layanan tersebut melayani baik di pusat, maupun
pinggiran kota. Sekarang terdapat 25 trayek angkutan kota di kota. Bus
sekolah mulai beroperasi pada 29 Desember 2014 dan kini terdapat
enam bus sekolah dengan enam trayek
Stasiun Malang merupakan stasiun utama dan terbesar di Kota
Malang

Stasiun Malang yang terletak di tengah kota merupakan stasiun utama


kota dan melayani 832.181 penumpang dengan jumlah yang
mencapai 5 ribu orang per hari pada mudik 2017. Stasiun tersebut
merupakan stasiun kereta api terbesar di Kota Malang[217] dan
menghubungkan Malang dengan kota-kota besar di Indonesia lainnya
seperti Surabaya, Bandung, dan Jakarta. Selain Stasiun Malang, kota
ini memiliki dua stasiun lain, yaitu Stasiun Malang Kotalama dan Stasiun
Blimbing.

Bandara Abdul Rachman Saleh yang melayani kota

Kota Malang dilayani oleh Bandara Abdul Rachman Saleh yang


terletak di kabupaten. Bandara ini mengubungkan kota dengan kota-
kota dalam negeri seperti Jakarta dan Makassar. Meskipun bisa
mengeluarkan visa kedatangan, Bandara Abdul Rachman Saleh
hanya melayani rute domestik sehingga penumpang internasional
Kota Malang akan dilayani oleh Bandara Internasional Juanda di
Sidoarjo.

Menurut lembaga internasional Intrix, Kota Malang merupakan salah


satu yang termacet di dunia dengan total waktu yang dihabiskan
setahun dalam kemacetan sebesar 39,3 jam (20% dari total
waktu).Menurut survei Universitas Brawijaya, 46,2% penduduk kota
menganggap kemacetan di kota sudah termasuk ke dalam golongan
parah. Kemacetan ini juga menghilangkan kenyamanan para
wisatawan. Pemerintah kota sudah mencoba mengatasinya dengan
mewacanakan pembangunan monorel dan underpass. Namun,
setelah melakukan beberapa studi banding, pemerintah menyatakan
bahwa Kota Malang tidak mampu membangun monorel dan
underpass dengan alasan biaya yang sangat mahal.

Media Massa

Kota Malang memiliki media tersendiri, meskipun media seperti berita


biasanya masih berasal dari kota lain. "Radar Malang" yang termasuk
ke dalam Jawa Pos Group merupakan media cetak terbesar di Malang
Raya. Selan itu, ada juga koran lokal lainnya seperti "Malang Post" yang
masih termasuk ke dalam Jawa Pos Group. "Jawa Pos" sendiri
merupakan koran dengan jumlah pembaca terbanyak di Indonesia.
Ada pula media cetak yang dikhususkan untuk beberapa golongan
seperti "Media Ummat" yang merupakan terbitan MUI Kota Malang.

Di Kota Malang, terdapat cukup banyak saluran televisi, baik lokal


maupun nasional. Dari beberapa saluran televisi lokal, terdapat
beberapa saluran televisi universitas seperti Gajayana TV yang dimiliki
oleh Universitas Gajayana dan UBTV yang dimiliki oleh Universitas
Brawijaya. Indonesia TV (ITV Malang). Ada pula televisi religi seperti
Dhamma TV untuk umat Buddha. Tentunya, televisi milik pemerintah
pusat seperti TVRI dan provinsi, yaitu TVRI Jawa Timur pun ada di kota
ini. Setelah itu, televisi luar Kota Malang lainnya yang masih dalam
jangkauan pun tetap ada di kota ini. Salah satunya adalah atv yang
berasal dari Batu dan dimiliki oleh Pemkot Batu.

Radio di Kota Malang lebih beragam. Terdapat puluhan stasiun radio


di Kota Malang. Macam radio di Kota Malang beragam. Radio
pemerintah seperti RRI, ada dan terbagi menjadi RRI Malang 1—4.
Selain itu, terdapat berbagai radio budaya yang menyajikan
layanannya dengan bahasa Jawa di samping bahasa Indonesia.
Tentunya juga ada radio religi, yakni radio-radio religi Islam maupun
Kristen.

2. RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL)

Dalam pelaksanaan, sesuai kompleksitas permasalahan kawasannya,


RTBL juga dapat berupa:

a. rencana aksi/kegiatan komunitas (community-action


plan/CAP),
b. rencana penataan lingkungan (neighbourhood-development
plan/NDP),
c. panduan rancang kota (urban-design guidelines/UDGL).

Seluruh rencana, rancangan, aturan, dan mekanisme dalam


penyusunan Dokumen RTBL harus merujuk pada pranata
pembangunan yang lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan, kota,
maupun wilayah.
Kedudukan RTBL dalam pengendalian bangunan gedung dan
lingkungan sebagaimana digambarkan dalam diagram 1 pada
halaman berikut:

Kawasan Perencanaan

Kawasan perencanaan mencakup suatu lingkungan/kawasan


dengan luas 5-60 hektar (Ha), dengan ketentuan sebagai berikut:

 kota metropolitan dengan luasan minimal 5 Ha.


 kota besar/sedang dengan luasan 15-60 Ha.
 Kota kecil/desa dengan luasan 30-60 Ha.
Penentuan batas dan luasan kawasan perencanaan (diliniasi)
berdasarkan satu atau kombinasi butir-butir di bawah ini:

a. Administratif, seperti wilayah RT, RW, kelurahan, kecamatan, dan


bagian wilayah kota/desa.
b. Nonadministratif, yang ditentukan secara kultural tradisional
(traditional cultural-spatial units), seperti desa adat, gampong,
dan nagari.
c. Kawasan yang memiliki kesatuan karakter tematis, seperti
kawasan kota lama, lingkungan sentra perindustrian rakyat,
kawasan sentra pendidikan, dan kawasan permukiman
tradisional.
d. Kawasan yang memiliki sifat campuran, seperti kawasan
campuran antara fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial-
budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan
sentra niaga (central business district), industri, dan kawasan
bersejarah.
e. Jenis kawasan, seperti kawasan baru yang berkembang cepat,
kawasan terbangun yang memerlukan penataan, kawasan
dilestarikan, kawasan rawan bencana, dan kawasan gabungan
atau campuran.

STRUKTUR DAN SISTEMATIKA DOKUMEN RTBL

Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan


Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
pasal 27 ayat (2), struktur dan sistematika dokumen RTBL sebagaimana
digambarkan dalam diagram 2 pada halaman berikut:
PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

A. U MUM
1. Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran
lebih lanjut dari perencanaan dan peruntukan lahan yang
telah ditetapkan untuk kurun waktu tertentu, yang memuat
jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung, serta
kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial,
prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana
penyehatan lingkungan, baik berupa penataan prasarana
dan sarana yang sudah ada maupun baru
2. Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan
melalui analisis kawasan dan wilayah perencanaan termasuk
mengenai pengendalian dampak lingkungan, dan analisis
pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat,
yang menghasilkan konsep dasar perancangan tata
bangunan dan lingkungan.
B. ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN
1. Pengertian Merupakan proses untuk mengidentifikasi,
menganalisis, memetakan dan mengapresiasi konteks
lingkungan dan nilai lokal dari kawasan perencanaan dan
wilayah sekitarnya.
2. Manfaat
a. Mendapatkan gambaran kemampuan daya dukung fisik
dan lingkungan serta kegiatan sosial ekonomi dan
kependudukan yang tengah berlangsung.
b. Mendapatkan kerangka acuan perancangan kawasan
yang memuat rencana pengembangan program
bangunan dan lingkungan, serta dapat mengangkat nilai
kearifan dan karakter khas lokal sesuai dengan spirit dan
konteks kawasan perencanaan
3. Komponen-komponen Analisis Analisis secara sistematis
dilakukan dengan meninjau aspek-aspek sebagai berikut:
a. Perkembangan Sosial-Kependudukan: gambaran
kegiatan sosial-kependudukan, dengan memahami
beberapa aspek, antara 8 lain tingkat pertumbuhan
penduduk, jumlah keluarga, kegiatan sosial penduduk,
tradisi-budaya lokal, dan perkembangan yang ditentukan
secara kultural-tradisional.
b. Prospek Pertumbuhan Ekonomi: gambaran sektor
pendorong perkembangan ekonomi, kegiatan usaha,
prospek investasi pembangunan dan perkembangan
penggunaan tanah, produktivitas kawasan, dan
kemampuan pendanaan pemerintah daerah.
c. Daya Dukung Fisik dan Lingkungan: kemampuan fisik,
lingkungan dan lahan potensial bagi pengembangan
kawasan selanjutnya. Beberapa aspek yang harus
dipahami antara lain: kondisi tata guna lahan, kondisi
bentang alam kawasan, lokasi geografis, sumber daya air,
status-nilai tanah, izin lokasi, dan kerawanan kawasan
terhadap bencana alam.
d. Aspek Legal Konsolidasi Lahan Perencanaan: kesiapan
administrasi dari lahan yang direncanakan dari segi
legalitas hukumnya.
e. Daya Dukung Prasarana dan Fasilitas Lingkungan: seperti
jenis infrastruktur, jangkauan pelayanan, jumlah penduduk
yang terlayani, dan kapasitas pelayanan.
f. Kajian Aspek Signifikansi Historis Kawasan: kaitan
kedudukan nilai historis kawasan pada konteks yang lebih
besar, misalnya sebagai aset pelestarian pada skala
kota/regional bahkan pada skala nasional.
4. Prinsip-prinsip Analisis Salah satu cara menganalisis adalah
dengan metode analisis SWOT:
a. Kekuatan/Potensi (Strength) yang dimiliki wilayah
perencanaan, yang selama ini tidak atau belum diolah
secara maksimal, atau pun terabaikan keberadaannya.
b. Kelemahan/Permasalahan (Weakness) internal yang
selama ini dihadapi dalam kawasan perencanaan.
c. Prospek/Kesempatan (Opportunity) pengembangan
yang lebih luas (pada skala perkotaan-
perdesaan/regional pada masa yang akan datang.
d. Kendala/Hambatan (Threat) yang dihadapi wilayah
perencanaan, terutama yang berasal dari faktor
eksternal.
5. Hasil Analisis Hasil analisis kawasan dan wilayah perencanaan
mencakup indikasi program bangunan dan lingkungan yang
dapat dikembangkan pada kawasan perencanaan,
termasuk pertimbangan dan rekomendasi tentang indikasi
potensi kegiatan pembangunan kawasan/lingkungan 9 yang
memiliki dampak besar dan penting serta yang memerlukan
penyusunan AMDAL sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
C. ANALISIS PENGEMBANGAN PEMBANGUNAN BERBASIS PERAN
MASYARAKAT
1. Pengertian Pembangunan berbasis peran masyarakat
(community-based development) adalah pembangunan
dengan orientasi yang optimal pada pendayagunaan
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung,
masyarakat diberikan kesempatan aktif beraspirasi dan
berkontribusi untuk merumuskan program-program
bangunan dan lingkungan yang sesuai dengan tingkat
kebutuhannya. Proses penyusunan Dokumen RTBL harus
melibatkan peran aktif masyarakat dalam setiap tahap
kegiatan.
2. Manfaat
a. Memupuk pemahaman dan kesadaran masyarakat akan
hak, kewajiban, dan peranannya di dalam proses
pembangunan, sehingga tumbuh rasa memiliki dan
tanggung jawab yang kuat terhadap hasil-hasilnya.
b. Meminimalkan konflik, sehingga mempercepat proses
kegiatan secara keseluruhan, serta terbangunnya suatu
ikatan di masyarakat
c. Efisiensi dan efektivitas. Keputusan yang diambil akan
bersifat efisien dan efektif jika sesuai dengan kondisi yang
ada, baik kebutuhan, keinginan, maupun sumber daya di
masyarakat.
d. Memberdayakan masyarakat setempat, terutama dalam
hal membentuk dan membangun kepercayaan diri,
kemampuan bermasyarakat dan bekerja sama
3. Prinsip Utama
a. Berdasarkan kesepakatan dan hasil kerjasama
Kesepakatan yang dicapai adalah hasil dialog dan
negosiasi berbagai pihak yang terlibat atau pun pihak
yang terkena dampak perencanaan.
b. Sesuai dengan aspirasi publik Perencanaan disesuaikan
dengan kebutuhan, keinginan dan kondisi yang ada di
masyarakat
c. Kejelasan tanggung jawab i. Adanya sistem monitoring,
evaluasi dan pelaporan yang transparan dan terbuka
bagi publik. 10 ii. Terbuka kemungkinan untuk mengajukan
keberatan dan gugatan melalui instansi yang berwenang
menangani gugatan kepada pemilik, pengelola,
dan/atau pengguna atas penyelenggaraan bangunan
gedung dan lingkungannya.
d. Kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam proses
pembangunan. Setiap anggota masyarakat atau
pemangku kepentingan (stakeholders), terutama yang
akan terkena dampak langsung dari suatu kegiatan
pembangunan, memiliki akses dan kesempatan yang
sama untuk berkiprah
4. Tahapan Perencanaan Partisipatif
a. Persiapan: pengenalan program yang akan dilakukan
kepada masyarakat terkait, pembentukan kelompok,
pendefinisian pihak terkait, penentuan pendekatan pihak
terkait, dan penyusunan strategi pengumpulan informasi.
b. Identifikasi aspirasi dan analisis permasalahan:
penyusunan tujuan, kebutuhan, dan kepentingan semua
pihak, pelibatan seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders), penciptaan dan sosialisasi mekanisme,
serta analisis kebutuhan dan sumber daya
pengembangan kawasan.
c. Analisis perilaku lingkungan: terutama mengenai interaksi
kawasan perkotaan yang sudah memiliki struktur kota
yang solid pada kawasan perencanaan.
d. Rencana pengembangan: pedoman utama, arahan
pengembangan, kepentingan prioritas, identifikasi
hambatan, identifikasi sumber daya, dan visi
pengembangan kawasan.
e. Strategi pengembangan dan publikasi: perencanaan
tahapan, monitoring dan evaluasi, persetujuan legal,
strategi kerja sama dengan wakil-wakil komunitas,
penyebaran informasi dan publikasi program.
f. Penerapan rencana: publikasi rencana pelaksanaan,
adaptasi perubahan, peninjauan dan kaji ulang (review)
berkala bersama dengan komunitas dan seluruh
masyarakat.
5. Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat
a. Tenaga kerja, yaitu kontribusi masyarakat sebagai pekerja
di dalam proses penataan lingkungan/kawasan.
b. Sebagai inisiator program, yaitu masyarakat mengajukan
usulan awal mengenai kemungkinan penataan
bangunan dan lingkungan setempat.
c. Berbagi biaya, yaitu masyarakat berbagi tanggung jawab
terhadap pembiayaan kegiatan penataan.
d. Berdasarkan kontrak, yaitu masyarakat terikat kontrak
untuk melaksanakan suatu/seluruh program kegiatan
penataan.
e. Pengambilan keputusan pada seluruh proses, yaitu
melibatkan masyarakat di dalam proses pengambilan
keputusan sejak awal proyek, sehingga hasilnya sesuai
dengan kebutuhan masyarakat setempat.
6. Proses Partisipasi Masyarakat
a. Persiapan: sosialisasi kepada masyarakat, identifikasi
organisasi masyarakat setempat, dan penunjukan
organisasi masyarakat setempat.
b. Perencanaan Tahunan: penyusunan visi-misi kegiatan,
partisipasi swadaya masyarakat dalam pendanaan suatu
kegiatan
c. Perancangan: partisipasi dalam memberikan masukan
dan pengambilan keputusan perancangan
lingkungan/kawasan.
d. Pelelangan: partisipasi masyarakat dan swasta dalam
pembangunan fisik.
e. Pelaksanaan: partisipasi masyarakat sebagai tenaga kerja
dan partisipasi (bantuan) masyarakat dalam pengadaan
bahan bangunan.
f. Monitoring dan Evaluasi: partisipasi dalam pelaksanaan
monitoring dan evaluasi kegiatan.
D. KONSEP DASAR PERANCANGAN TATA BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN
1. Pengertian Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan
Lingkungan, yang merupakan hasil tahapan analisis program
bangunan dan lingkungan, memuat gambaran dasar
penataan pada lahan perencanaan yang selanjutnya
ditindaklanjuti dengan penjabaran gagasan desain secara
lebih detail dari masing-masing elemen desain.
2. Manfaat
a. Mengarahkan penyusunan visi dan karakter
perancangan.
b. Mengendalikan suatu intervensi desain lingkungan
sehingga berdampak baik, terarah dan terukur terhadap
suatu kawasan yang direncanakan.
c. Mengintegrasikan desain elemen-elemen kota yang
berpengaruh pada suatu perencanaan kawasan.
d. Mengarahkan indikasi program dan desain penataan
yang tepat pada tiap subbagian kawasan yang
direncanakan.
3. Komponen Dasar Perancangan
a. Visi Pembangunan, yaitu gambaran spesifik karakter
lingkungan di masa mendatang yang akan dicapai
sebagai hasil akhir penataan suatu kawasan yang
direncanakan, disesuaikan dengan seluruh kebijakan dan
rencana tata ruang yang berlaku pada daerah tersebut.
b. Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan
Lingkungan, yaitu suatu gagasan perancangan dasar
pada skala makro, dari intervensi desain struktur tata
bangunan dan lingkungan yang hendak dicapai pada
kawasan perencanaan, terkait dengan struktur keruangan
yang berintegrasi dengan kawasan sekitarnya secara luas,
dan dengan mengintegrasikan seluruh komponen
perancangan kawasan yang ada.
c. Konsep Komponen Perancangan Kawasan, yaitu suatu
gagasan perancangan dasar yang dapat merumuskan
komponenkomponen perancangan kawasan
(peruntukan, intensitas, dll).
d. Blok-blok Pengembangan Kawasan dan Program
Penanganannya, yaitu pembagian suatu kawasan
perencanaan menjadi blok-blok pengembangan yang
lebih kecil sehingga strategi dan program
pengembangannya dapat lebih terarah dan rinci.
4. Kriteria Penyusunan Komponen Dasar Perancangan
a. Kriteria Penetapan Isi dari Visi Pembangunan:
i. Spesifik mengacu pada konteks setempat;
ii. Memiliki spirit untuk membentuk/memperkuat
karakter dan identitas suatu tempat;
iii. Memperkuat/memperjelas struktur ruang
lingkungan/kawasan dalam konteks makro;
iv. Realistis dan rasional: penetapan visi yang
memungkinkan dicapai pada kurun waktu
penataan dan secara rasional memungkinkan
untuk dicapai berdasarkan konteks dan potensi
yang ada;
v. Kinerja dan sasaran terukur;
vi. Mempertimbangkan berbagai sumber daya
dukung lingkungan;
vii. Memperhatikan kepentingan masyarakat
pengguna/masyarakat lokal.
b. Kriteria Penyusunan Konsep Perancangan Struktur Tata
Bangunan dan Lingkungan:
i. Merupakan perwujudan realistis dari Visi
Pembangunan.
ii. Merupakan sintesa dari identifikasi permasalahan,
potensi dan prospek kawasan perencanaan yang
dilakukan pada tahapan analisis.
iii. Membentuk/memperkuat karakter dan identitas
suatu tempat.
iv. Memperhatikan keterkaitan makro dengan struktur
ruang kota, dan keterkaitan mikro dengan
lingkungan eksisting sekitarnya.
v. Mengintegrasikan seluruh elemen rancang
lingkungan.
c. Kriteria Penyusunan Konsep Komponen Perancangan
Kawasan Secara sistematis, konsep harus mencakup
gagasan yang komprehensif dan terintegrasi terhadap
komponen-komponen perancangan kawasan, yang
meliputi kriteria:
i. Struktur peruntukan lahan;
ii. Intensitas pemanfaatan lahan;
iii. Tata bangunan;
iv. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung;
v. Sistem ruang terbuka dan tata hijau;
vi. Tata kualitas lingkungan; vii. Sistem prasarana dan
utilitas lingkungan;
vii. Pelestarian bangunan dan lingkungan
d. Kriteria Penetapan Blok-blok Pengembangan Kawasan
dan Program Penanganan Penetapan atau pun
pembagian blok pengembangan dapat didasarkan
pada:
i. Secara fungsional:
(1) Kesamaan fungsi, karakter eksisting atau pun
karakter yang ingin diciptakan;
(2) Kesamaan dan potensi pengembangan;
(3) Kebutuhan pemilahan dan organisasi pekerjaan
serta strategi pengembangannya.
ii. Secara fisik:
(1) Morfologi blok;
(2) Pola/pattern blok;
(3) Kemudahan implementasi dan prioritas strategi.
iii. Dari sisi lingkungan (daya dukung dan kelestarian
ekologi lingkungan):
(1) Keseimbangan dengan daya dukung
lingkungan, dan perwujudan sistem ekologis
yang berkelanjutan;
(2) Peningkatan kualitas kehidupan ruang publik
melalui penyediaan lingkungan yang aman,
nyaman, sehat dan menarik serta berwawasan
ekologis.
iv. Dari sisi pemangku kepentingan: Tercapainya
keseimbangan berbagai kepentingan yang ada
antarpara pelaku.

3. PEMANFAATAN LAHAN BERDASARKAN PERUNTUKAN LAHAN SESUAI


ATURAN TATA RUANG YANG BERLAKU

Penataan Ruang

Kebijakan penataan ruang di Indonesia diatur dalam Undang-undang


Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Tata ruang dilakukan
secara terpadu, menyeluruh, berdayaguna dan berhasilguna, serasi,
selaras, seimbang dan berkelanjutan. Sedangkan dalam era reformasi
saat ini, transparansi, akuntabilitas dan demokrasi juga merupakan
dasar utama dalam tata ruang. Menurut undang-undang tersebut
penataan ruang dimaksudkan antara lain agar:

a) terselenggaranya pemanfaatan ruang terpadu,


menyeluruh dan berwawasan lingkungan yang
berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan
nasional.
b) terselenggaranya pengaturan pemanfaaan ruang
kawasan lindung dan kawasan budidaya.
c) tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.

Penataan ruang merupakan proses tata ruang, pemanfaatan ruang


dan pengendalian pemanfaatan ruang, berazaskan pemanfaatan
ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan
berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta
keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
Penataan ruang diharapkan mampu mewadahi seluruh kepentingan
secara optimal dalam ruang itu sendiri . Ruang daerah sebagai wadah
kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat harus mampu
mengakomodasi kepentingan semua pihak, baik pemerintah, swasta
dan masyarakat itu secara adil dan berkelanjutan bagi generasi yang
akan datang, sejalan dengan peningkatan dinamika kebutuhan yang
berkembang dari waktu ke waktu. Tujuan penataan ruang adalah
menciptakan hubungan yang serasi antara berbagai kegiatan di
berbagai sub wilayah agar tercipta hubungan yang harmonis dan
serasi. Dengan demikian, hal itu mempercepat proses tercapainya
kemakmuran dan terjaminnya kelestarian lingkungan hidup.

Penataan ruang diklasifikasikan menurut fungsi-fungsi untuk


menampung atau mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat
dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan guna
keberlanjutan ekologi demi generasi yang akan datang.

Menurut Budihardjo, kegiatan penataan ruang dapat diklasifikasikan


dalam beberapa hal, antara lain:

a) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan,


meliputi kawasan lindung (misalnya kawasan resapan air,
suaka alam, taman nasional, taman wisata alam) dan
kawasan budidaya ( misalnya kawasan hutan produksi,
kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan
pertanahan keamanan).
b) Penataan ruang berdasarkan aspek administrasi tata ruang
meliputi tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota. Penataan ruang berdasarkan fungsi
kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan,
kawasan perkotaan dan kawasan tertentu seperti kegiatan
pembangunan skala besar untuk kepentingan industri,
pariwisata atau pertanahan keamanan beserta sarana dan
prasarananya.

Pengertian Lahan

Lahan merupakan sumber daya alam karunia dari Tuhan yang bersifat
langka karena bersifat tidak bisa diperbaharui maupun ditambah
jumlahnya, terlebih lagi untuk daerah perkotaan yang memilki lahan
yang terbatas. Lahan ialah suatu permukaan tanah yang menjadi
pijakan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan berbagai macam
kegiatan lainnya, sedangkan untuk tanah ialah lebih mengarah
kepada jenis-jenis kimia yang terkandung di dalamnya. Lahan sendiri
mempunyai sifat rentan terhadap konflik, sehingga perlu dikelolah oleh
pemerintah sebagai pihak yang berwenang
diantara stakeholders lainnya yaitu pihak masyarakat dan pihak
swasta.

Menurut Mochtarram bahwa, lahan mempunyai beberapa ciri yaitu :

1. Permanen, artinya tidak berubah-ubah (bersifat tetap) dan


tidak bisa diperbaharui.
2. Supply (ketersediaan) lahan terbatas dan langka.
3. Menjadi tumpuan harapan dari berbagai kepentingan para
stakeholders.

Dalam penggunaan lahan perlu dikelolah serta direncanakan fungsi


dan penggunaan lahannya sesuai dengan karakteristik lahan tersebut
sehingga mampu meredam konflik di masa yang akan datang. Agar
lahan tidak beralih fungsi menjadi hal yang tidak sesuai dengan
rencana maka diperlukan penataan penggunaan tanah, yang sangat
dikenal sebagai perencanaan tata guna tanah.
Efektivitas Penataan Ruang Berdasarkan Peruntukan Lahan

Pengendalian pemanfaatan penataan ruang merupakan bagian dari


proses penataan ruang yang sangat penting. Pemanfaatan penataan
ruang saat ini tidak efisien dan efektif karena instrument perizinan yang
merupakan langkah awal dalam pengendalian pemanfaatan ruang,
sering saling bertentangan dan bahkan melanggar tata ruang yang
ada. Untuk mengendalikan pemanfaatan ruang salah satu instrumen
yang digunakan adalah izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT).

Dengan izin ini seluruh perubahan penggunaan tanah diwajibkan


mendapatkan izin dari pemerintah tanpa kecuali. Namun pada
kenyataan di lapangan masih banyak dijumpai perubahan
penggunaan tanah tanpa izin dari pemerintah daerah dan bahkan
melanggar rencana tata ruang yang ada. Sehingga pemanfaatan
ruang tidak efektif, perencanaan wilayah kacau, dan berdampak
pada lingkungan maupu kesejahteraan masyarakat.

Mari dilihat bagaimana UU memandang tentang perizinan


penggunaan lahan. Menurut undang-undang penataan ruang,
disebutkan mengenai perizinan pemanfaatan ruang:

1. Perizinan pemanfaatan ruang adalah salah satu bentuk


pengendalian pemanfaatan ruang dapat berlangsung sesuai
fungsi ruang yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang
yang telah disepakati oleh rakyat (DPRD) dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
2. Perizinan pemanfaatan ruang adalah suatu bentuk kegiatan
pengendalian pemanfaatan ruang yang diselenggarakan oleh
Bupati/Walikota di wilayah Kabupaten/Kota, disamping
kegiatan pengawasan dan penertiban.
3. Perizinan pemanfaatan ruang adalah merupakan
kebijaksanaan operasional pemanfaatan ruang yang berkaitan
dengan penetapan lokasi, kualitas ruang dan tata ruang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, hukum adat dan
kebiasaan yang berlaku.

Perizinan pemanfaatan ruang terdiri atas tiga jenis perizinan yang


memiliki struktur, sebagai berikut:

a) Perizinan peruntukan dan perolehan lahan berkaitan dengan


penetapan lokasi investasi dan perolehan tanah dalam
bentuk izin lokasi.
b) Perizinan pengembangan pemanfaatan lahan berkaitan
dengan rencana pengembangan kualitas ruang dalam
bentuk Persetujuan Site Plan.
c) Perizinan mendirikan bangunan berkaitan dengan
pembangunan tata ruang dan tata bangunan dalam bentuk
Izin Mendirikan Bangunan.

Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan dalam


rangka pengerahan lokasi penanaman modal sesuai dengan
peraturan daerah tentang tata ruang wilayah sekaligus sebagai izin
untuk pelaksanaan perolehan tanah, serta nerlaku pula sebagai
pemindahan hak atas tanah.

Pada prinsipnya izin lokasi merupakan instrumen pelaksanaan tata


ruang (pembangunan) untuk kepentingan penanaman modal
(investment). Oleh karena itu, harus dicatat bahwa mendiskusikan izin
lokasi selalu terkait dengan sektor swasta. Namun demikian, sektor
publik juga terkadang memerlukan izin lokasi untuk proyek pemerintah
seperti halnya yang terjadi pada Perumnas.
Dalam pembangunan perumahan dan permukiman, Izin Lokasi
merupakan jenis izin pertama yang dibutuhkan dalam rangka
pelaksanaan pembebasan tanah yang akan dikembangkan untuk
proyek perumahan dan permukiman tersebut. Pengembangan suatu
kawasan dengan luasan lebih dari satu hektar mengharuskan
pemrakarsa untuk memiliki Izin Lokasi tersebut, yang didefinisikan izin
penunjukkan penggunaan tanah yang diberikan kepada suatu
perusahaan, seluas yang benar-benar diperlukan untuk
pembangunan perumahan.

Kebijakan Penataan Ruang Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007

Ruang perlu ditata agar dapat memberikan keseimbangan


lingkungan dan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta
mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara
kelangsungan hidupnya secara normal. Ruang harus dimanfaatkan
secara arif dan efisien, sehingga memungkinkan pemanfaatan
sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya dapat secara
optimal dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Bila
pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar
terdapat pemborosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas
ruang.

Diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya


berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas
ruang dan estetika lingkungan. Untuk menjaga kelangsungannya,
maka ruang perlu ditata dan dikendalikan serta direncanakan
sehingga dapat memberikan dampak positif bagi mahluk hidup di
atasnya untuk jangka panjang dan berkelanjutan.

Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan, baik


direncanakan maupun tidak. Maknanya adalah bahwa bentuk ruang
yang terjadi merupakan manifestasi dari hampir seluruh aspek
kehidupan, baik fisik, sosial, ekonomi, budaya, politik, pertahanan dan
keamanan. Pengaturan ruang merupakan upaya untuk memberikan
acuan dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan penataan ruang.

Dalam hal ini, berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007


disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan berdasarkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional. Penataan ruang merupakan dasar bagi pengembangan
wilayah mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan, dan juga
merupakan instrumen yang memiliki landasan hukum untuk
mewujudkan tujuan pengembangan wilayah. Penataan ruang
merupakan pendekatan pembangunan berdimensi spasial yang
memberikan perhatian utama pada pengaturan perilaku manusia
dalam memanfaatkan ruang dan sumberdaya alam yang terkandung
di dalamnya yang bertujuan untuk mewujudkan ruang kehidupan
yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional dalam wadah NKRI, untuk
mencapai tujuan, baik tujuan dalam jangka panjang, menengah
maupun jangka pendek.

Diharapkan tindakan tindakan dalam pembangunan dapat


diarahkan sehingga potensi sumber daya alam dan manusia dapat
dimanfaatkan seoptimal mungkin. Beberapa issue strategis dalam
penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia antara lain adalah
sebagai berikut :

a. terjadinya konflik kepentingan antar-sektor, seperti


pertambangan, lingkungan hidup, kehutanan, prasarana
wilayah, dan sebagainya,
b. penataan ruang belum berfungsi secara optimal dalam
rangka menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan
berbagai rencana dan program sektor tadi. Berbagai
fenomena bencana (water-related disaster) seperti banjir,
longsor dan kekeringan yang terjadi secara merata di
berbagai wilayah di Indonesia pada paling tidak 5 tahun
belakangan ini, pada dasarnya, merupakan indikasi yang
kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang,
antara manusia dengan alam maupun antara kepentingan
ekonomi dengan pelestarian lingkungan.
c. terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari
ketentuan dan norma yang seharusnya ditegakkan.
Penyebabnya adalah inkonsistensi kebijakan terhadap
rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian
pembangunan,
d. belum adanya keterbukaan dan keikhlasan dalam
menempatkan kepentingan sektor dan wilayah dalam
kerangka penataan ruang,
e. kurangnya kemampuan menahan diri dari keinginan
membela kepentingan masingmasing secara berlebihan. Hal
ini juga terlihat dari inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat cenderung diselenggarakan untuk memenuhi tujuan
jangka pendek, tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan
dan keberlanjutan pembangunan jangka panjang. Konversi
lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya guna
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
f. Fenomena urbanisasi.

Kenaikan jumlah penduduk perkotaan sebagai wujud


terjadinya fenomena urbanisasi akibat migrasi desa – kota.
Dengan kecenderungan urbanisasi yang terus meningkat,
perhatian pada penataan ruang kawasan perkotaan perlu
mendapat perhatian khusus, misalnya melalui penerapan
zoning regulation, mekanisme insentif dan disinsentif, dan
sebagainya (BPS).

g. Kesenjangan antar wilayah.

Perkembangan kawasan perkotaan yang membentuk pola


linear yang dikenal dengan ribbon development, seperti yang
terjadi di Pantai Utara Jawa secara intensif pun mulai terjadi di
Pantai Timur Sumatera. Konsentrasi perkembangan kawasan
perkotaan yang memanjang pada kedua pulau utama
tersebut telah menimbulkan kesenjangan antarwilayah pulau
yang cukup signifikan serta inefisiensi pelayanan prasarana-
sarana.

h. Perkembangan kota yang tidak terarah

Terjadinya perkembangan kota-kota yang tidak terarah,


cenderung membentuk konurbasi antara kota inti dengan
kota-kota sekitarnya. Konurbasi dimaksud dicirikan dengan
munculnya 9 kota metropolitan dengan penduduk di atas 1
juta jiwa (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bekasi,
Tangerang, Semarang, Palembang dan Makassar) dan 9 kota
besar (Bandar Lampung, Malang, Padang, Samarinda,
Pekanbaru, Banjarmasin, Solo, Yogyakarta, dan Denpasar).
Konurbasi yang terjadi pada kota-kota tersebut menimbulkan
berbagai permasalahan kompleks, seperti kemiskinan
perkotaan, pelayanan prasarana dan sarana kota yang
terbatas, kemacetan lalu lintas, dan pencemaran lingkungan.
i. Pembangunan Pusat-pusat Permukiman di Kawasan
Perbatasan Negara

Pengembangan kota-kota pada kawasan perbatasan


Negara, baik yang berada di mainland ataupun di pulau-
pulau kecil sebagai pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan
beranda depan negara (frontier region). Pada saat ini masih
jauh dari harapan. Ketertinggalan, keterisolasian dan
keterbatasan aksesibilitas, serta keterbatasan pelayanan
merupakan kondisi yang tipikal terjadi.

j. Masih rendah partisipasi masyarakat dalam penataan ruang

Walaupun telah diatur melalui PP No.69/1996 tentang Pelaksanaan Hak


dan Kewajiban serta Bentuk dan Tatacara Peran Serta Masyarakat,
proses pelibatan masyarakat sebagai subyek utama dalam penataan
ruang wilayah masih belum menemukan bentuk terbaiknya. Kondisi
saat ini menunjukkan bahwa penyaluran hak-hak masyarakat dalam
penataan ruang saja belum terjamin sepenuhnya, terlebih
pelaksanaan kewajibannya masih jauh dari yang diharapkan.

k. Belum maksimalnya pemanfaatan teknologi informasi

Dukungan teknologi informasi dalam proses pengambilan


keputusan atau intervensi kebijakan penataan ruang belum
dioptimalkan pemanfaatannya, walaupun kompleksitas
permasalahan pengembangan wilayah yang dihadapi telah
nyata. Pemanfaatan teknologi informasi belum memberikan
manfaat dalam proses penataan ruang.

l. Kompatibilitas dan kesesuaian standar peta

Penataan ruang merupakan instrumen untuk merumuskan


tujuan dan strategi pengembangan wilayah terpadu sebagai
landasan pengembangan kebijakan pembangunan sektoral
dan daerah, termasuk sebagai landasan pengembangan
infrastruktur yang efisien sesuai dengan fungsi-fungsi yang
telah ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut,
pemanfaatan ruang terutama untuk pembangunan
infrstruktur perlu mengacu dan sesuai dengan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan.

4. PENGENDALIAN PEMBANGUNAN DALAM PENYELENGGARAAN


PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,


pemanfaatan ruang, dan pengen-dalian pemanfaatan ruang.

Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi


pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.

Hal tersebut di atas telah digariskan dalam Undang-undang Nomor 26


Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui :

 penetapan peraturanzonasi,
 perizinan,
 pemberian insentif dan disinsentif, serta
 pengenaan sanksi.

Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud disusun sebagai pedoman


pengendalian pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi disusun
berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan
ruang. Peraturan zonasi ditetapkan dengan:
 peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem
nasional;
 peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem
provinsi; dan
 peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.

Perizinan

Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah


menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan


tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.

Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar


tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya.

Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin


sebagaimana di atas, dapat dimintakan penggantian yang layak
kepada instansi pemberi izin.

Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya


perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti
kerugian yang layak.
Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin
pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara
penggantian yang layak sebagaimana dimaksud di atas diatur
dengan peraturan pemerintah.

Insentif dan Disinsentif

Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang


sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif
dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

Insentif sebagaimana dimaksud di atas, yang merupakan perangkat


atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan
kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

 keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang,


imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
 pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
 kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
 pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta
dan/atau pemerintah daerah.

Disinsentif sebagaimana dimaksud , yang merupakan perangkat untuk


mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan
yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

 pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan


besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak
yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
 pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi,
dan penalti.
Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
masyarakat.

Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:

 Pemerintah kepada pemerintah daerah;


 pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan
 pemerintah kepada masyarakat.

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian


insentif dan disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah.

Sanksi

Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 merupakan


tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

5. KAWASAN KORIDOR LA SUCIPTO

Kawasan Koridor LA Sucipto merupakan kawasan prioritas sesuai dengan Peraturan


Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan
Peraturan Zonasi Bagian Wilayah Perkotaan Malang Timur Laut Tahun 2016-2036.
Kawasan Koridor LA Sucipto juga merupakan salah satu koridor kawasan yang
mempunyai pertumbuhan dan perkembangan sangat cepat dalam pertumbuhan
perdagangan.
6. DEFINISI DAN PENGERTIAN PERATURAN

Lydia Harlina Martono berpendapat bahwa peraturan merupakan


pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur. Jika tidak terdapat
peraturan, manusia bisa bertindak sewenang-wenang, tanpa kendali,
dan sulit diatur.

Joko Untoro & Tim Guru Indonesia mengatakan, peraturan merupakan


salah satu bentuk keputusan yang harus ditaati dan dilaksanakan. Jasi,
kita harus menaati peraturan agar semua menjadi teratur dan orang
akan merasa nyaman. Peraturan adalah tindakan yang harus
dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan.

I Wawang Setyawan menuliskan, peraturan adalah suatu hal yang


sangat mutlak dan bersifat membatasi ruang gerak atau
"kemerdekaan" setiap individu.
Adapun Lydia Harlina Martono, Satya Joewana, dan Venus Khasanah
memiliki pendapat bahwa peraturan adalah cara membangun norma
masyarakat sebagai pedoman agar manusia hidup tertib dan teratur.

4. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA


Peraturan perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia,
adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
JENIS DAN HIERARKI
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengenai jenis dan hierarki,
dan pembentukan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia. Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Berikut adalah hierarki Peraturan
Perundang-undangan di Indonesia menurut UU No. 12/2011 (yang
menggantikan UU No. 10/2004) tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan:
 UUD 1945, merupakan hukum dasar dalam Peraturan
Perundang-undangan. UUD 1945 ditempatkan dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
 Ketetapan MPR
 Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Perpu)
 Peraturan Pemerintah (PP)
 Peraturan Presiden (Perpres)
 Peraturan Daerah (Perda), termasuk pula Qanun yang berlaku di
Aceh, serta Perdasus dan Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua
dan Papua Barat.
 Peraturan Desa
Dari Peraturan Perundang-undangan tersebut, aturan yang mengenai
ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang dan
Peraturan Daerah.
Sedangkan peraturan perundang-undangan selain yang tercantum di
atas, mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan,
lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-
Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Wali kota, Kepala Desa atau
yang setingkat diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Undang Undang Dasar 1945
UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-
undangan.
Naskah resmi UUD 1945 adalah:
 Naskah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekret Presiden pada
tanggal 5 Juli 1959
 Naskah Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan
Ketiga, dan Perubahan Keempat UUD 1945 (masing-masing hasil
Sidang Umum MPR Tahun 1999, 2000, 2001, 2002).
Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Satu Naskah dinyatakan dalam
Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 sebagai
Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
Ketetapan MPR
Perubahan (Amendemen) Undang-Undang Dasar 1945 membawa
implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang
dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, kini
berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan
lembaga negara lainnya (seperti Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA,
dan MK).
Dengan demikian MPR kini hanya dapat menetapkan ketetapan yang
bersifat penetapan, yaitu menetapkan Wapres menjadi Presiden,
memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres, serta
memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya secara bersama-sama.
Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama
Presiden.
Materi muatan Undang-Undang adalah:
 Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi: hak-
hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara,
pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta
pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian
daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta
keuangan negara.
 Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang Dasar 1945 untuk
diatur dengan Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama
dengan materi muatan Undang-Undang.
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden
dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan
darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
 Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR
 Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
 DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak
mengadakan perubahan.
 Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah
materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Peraturan Presiden
Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan
yang dibuat oleh Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden adalah
materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk
melaksanakan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama kepala daerah (gubernur atau bupati/wali kota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam
rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan,
dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
PENGUNDANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan
harus diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia,
Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.
BAHASA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk
kepada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik yang menyangkut
pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun
pengejaannya. Namun bahasa Peraturan Perundang-undangan
mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan
pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas
sesuai dengan kebutuhan hukum.
Penyerapan kata atau frasa bahasa asing yang banyak dipakai dan
telah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat
digunakan, jika kata atau frasa tersebut memiliki konotasi yang cocok,
lebih singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam Bahasa
Indonesia, mempunyai corak internasional, lebih mempermudah
tercapainya kesepakatan, atau lebih mudah dipahami daripada
terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.
ASAS DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Ada 4 asas peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Asas legalitas
2. Asas Lex superior derogat legi inferior
3. Asas Lex specialis derogat legi generali
4. Asas Lex posterior derogat legi priori

5. PERATURAN DAERAH

Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang


dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota). Peraturan
Daerah terdiri atas: Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota . Di Provinsi Aceh, Peraturan Daerah dikenal dengan
istilah Qanun. Sementara di Provinsi Papua, dikenal istilah Peraturan
Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi.

Pengertian peraturan daerah provinsi dapat ditemukan dalam pasal 1


angka 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, sebagai berikut :

Selanjutnya pengertian peraturan daerah kabupaten/kota disebutkan


pula dalam pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagai
berikut :

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-


undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.

Materi Muatan Peraturan Daerah

Materi muatan peraturan daerah merupakan materi pengaturan yang


terkandung dalam suatu peraturan daerah yang disusun sesuai
dengan teknik legal drafting atau teknik penyusunan peraturan
perundang-undangan. Dalam pasal 14, Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
disebutkan bahwa materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan atau penjabaran lebih lanjut
dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Secara umum, materi muatan peraturan daerah dikelompokkkan


menjadi: ketentuan umum; materi pokok yang diatur; ketentuan
pidana (jika memang diperlukan); ketentuan peralihan (jika memang
diperlukan); dan ketentuan penutup.[5] Materi muatan peraturan
daerah dapat mengatur adanya ketentuan pidana. Namun,
berdasarkan pasal 15, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan pidana
yang menjadi materi muatan peraturan daerah dibatasi, yakni hanya
dapat mengatur ketentuan pidana berupa ancaman pidana paling
lama 6 bulan kurungan penjara dan denda maksimal Rp. 50.000.000,00.

Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD


atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota). Raperda yang
disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan
Raperda Dprd yang muntahD dan Gubernur atau Bupati/Walikota
disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau
Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu
palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda
tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan
menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut
disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam
waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak
ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda
tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.

6. NASKAH AKADEMIS DALAM MENDUKUNG PEMBENTUKAN


RANCANGAN PERATURAN DAERAH YANG BAIK

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan sebuah


sistem, karena di dalamnya terdapat beberapa peristiwa/tahapan
yang terjalin dalam satu rangkaian yang tidak terpisahkan antara satu
dan lainnya. Tahapan tersebut yaitu tahap perencanaan, tahap
penyusunan, tahap pembahasan, tahap pengesahan, tahap
pengundangan, dan tahap penyebarluasan.

Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa seharusnya norma hukum yang


hendak dituangkan dalam rancangan Peraturan Perundang-
undangan, benar-benar telah disusun berdasarkan pemikiran yang
matang dan perenungan yang memang mendalam, semata-mata
untuk kepentingan umum (public interest), bukan kepentingan pribadi
atau golongan. Sistem pemerintahan Indonesia mengenal adanya
jenis pembagian kewenangan baik antara kewenangan Pemerintah
Pusat maupun kewenangan Pemerintah Daerah. Dalam
pembentukan produk hukum baik pusat maupun daerah,
undangundang memberikan peranan dan fungsi terhadap elemen
pemerintahan baik yang dipusat maupun daerah.

Kewenangan daerah membentuk peraturan daerah merupakan


manfestasi dari otonomi daerah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18
mengakui adanya kewenangan daerah yang didasari pada asas
otonomi daerah. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Daerah diberikan wewenang untuk membentuk peraturan daerah


sebagaimana diatur dan dimaksud dalam Pasal 136 Undang-Undang
nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

a. Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat


persetujuan bersama DPRD.
b. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan.
c. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-
masing daerah.
d. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
e. Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah
diundangkan dalam lembaran daerah.

Pasal di atas menerangkan bagaimana kewenangan DPRD dalam


membentuk suatu produk hukum daerah berupa peraturan daerah
(perda). Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Perda
mempunyai fungsi antara lain :

a. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi


daerah dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan
dalam UUD NKRI Tahun 1945 dan Undang-Undang tentang
Pemerintahan Daerah.
b. Merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi. Dalam fungsi ini, Peraturan Daerah
tunduk pada ketentuan hierarki Peraturan Perundang-
undangan. Dengan demikian Perda tidak boleh bertentangan
dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
c. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta
penyalur aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam
pengaturannya tetap dalam koridor NKRI yang berlandaskan
Pancasila dan UUD NRI tahun 1945.
d. Sebagai instrumen akselarasi pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 136 Ayat (4)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah ditentukan bahwa suatu peraturan daerah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Berdasarkan
data pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada tahun
2011, dari 14 ribu Peraturan Daerah yang ada, terdapat lebih
dari 4.000 Peraturan Daerah bermasalah dan harus dicabut.
Namun, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hanya
mencabut seribu delapan ratus Peraturan Daerah dari jumlah
yang seharusnya direkomendasikan oleh Kemenkeu. Mengingat
peranan perda yang demikian penting dalam
penyelenggaraan otonomi daerah maka penyusunannya perlu
diprogramkan, agar berbagai perangkat hukum yang
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
dapat dibentuk secara sistematis, terarah dan terencana
berdasarkan skala prioritas yang jelas.

Selain agar peraturan daerah dapat dibentuk secara sistematis, juga


untuk menghindari banyaknya peraturuan daerah yang dicabut dan
dibatalkan karena bertentangan dengan peraturan yang
tingkatannya lebih tinggi. Program legislasi daerah (Prolegda)
merupakan pedoman pengendali penyusunan peraturan daerah
yang mengikat lembaga yang berwenang yakni pemerintah daerah
dan dewan perwakilan rakyat daerah untuk membentuk peraturan
daerah. Untuk itu prolegda dipandang penting untuk menjaga agar
produk peraturan perundang-undangan daerah tetap berada dalam
kesatuan sistem hukum nasional. Hal ini berarti bahwa idealnya
sebelum peraturan daerah hendak dirancang sudah terlebih dahulu
harus ada rencana pembentukan peraturan daerah tersebut dalam
prolegda, sehingga angka pembatalan dapat lebih diminimalisir.
Prolegda adalah instrument perencanaan program pembentukan
peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota
yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis.Secara
operasional, prolegda memuat daftar rancangan peraturan daerah
yang disusun berdasarakan metode dan parameter tertentu sebagai
bagian integral dari sistem peraturan perundang-undangan. Hal ini
menunjukkan bahwa prolegda mempunyai kedudukan hukum yang
penting dalam penyusunan peraturan daerah ditingkatan provinsi dan
kabupaten/kota, hanya saja arti penting kedudukan hukum prolegda
ini belum dipahami dengan baik oleh pemerintah daerah. Hal ini sesuai
dengan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang
mengatur bahwa: “Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dilakukan dalam Prolegda Kabupaten/Kota”. Tahap
perencanaan merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mencapai tujuan pembentukan Peraturan Perundang-undangan
yang baik. Salah satu kegiatan perencanaan pembentukan Peraturan
Perundang-undangan adalah penyusunan Naskah Akademik.

Melalui kajian dan penyusunan Naskah Akademik, diharapkan


Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk dapat memenuhi
pencapaian tujuan pembentukan, dapat dilaksanakan dan
ditegakkan. Naskah akademik merupakan penjelasan atau
keterangan mengapa Perda tersebut dibuat. Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
mengharuskan mengenai adanya naskah akademik dalam proses
pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ketentuan tentang
adanya naskah akademik dalam rancangan peraturan daerah dapat
dilihat dalam Pasal 56 ayat (2) yang menentukan bahwa rancangan
peraturan daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah
Akademik. Dasar hukum pembentukan Naskah Akademik yaitu Pasal
57 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ditentukan bahwa :

a. Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah


Provinsi dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah
Akademik.
b. Ketentuan mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.

Pentingnya Naskah Akademik sebagai solusi terhadap permasalahan


dan kebutuhan hukum. Pembentukan peraturan daerah yang baik
diakomodir dalam Pasal 15, Pasal 17 dan Pasal 19 Permendagri No. 53
Tahun 2011, secara lengkap sebagai berikut: Pasal 15 Penyusunan
produk hukum daerah yang bersifat pengaturan berbentuk Perda atau
nama lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan
berdasarkan Prolegda. Paragraf 1 Persiapan Penyusunan Perda di
Lingkungan Pemerintah Daerah Pasal 17 (1) Pimpinan SKPD menyusun
Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disertai
naskah akademik dan/atau penjelasan atau keterangan yang
memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur. (2) Rancangan
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada biro
hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota. Pasal 19 (1)
Rancangan Perda yang disertai naskah akademik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) telah melalui pengkajian dan
penyelarasan, yang terdiri atas: b. latar belakang dan tujuan
penyusunan; c. sasaran yang akan diwujudkan; d. pokok pikiran, ruang
lingkup, atau objek yang akan diatur; dan e. jangkauan dan arah
pengaturan. (2) Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dengan sistematika sebagai berikut:

1) Judul
2) Kata pengantar
3) Daftar isi
4) BAB I : Pendahuluan
5) BAB II : Kajian teoritis dan praktik empiris
6) BAB III : Evaluasi dan analis peraturan perundang-undangan
terkait
7) BAB IV : Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis
8) BAB V : Jangkauan, arah pengaturan dan ruang lingkup materi
muatan perda
9) BAB VI : Penutup

Berdasarkan ketentuan di atas, naskah akademik merupakan bagian


yang tidak terpisahkan dari penyusunan sebuah rancangan peraturan
perundang-undangan. Selama ini naskah akademik sering kurang
diperhatikan, sehingga sekalipun sudah di arahkan bahwa setiap
peraturan perundang-undangan terutama UndangUndang dan Perda
harus disertai naskah akademik. Dalam praktiknya, naskah akademik
sering dijadikan sebagai landasan dalam pembentukan suatu
peraturan perundang-undangan. Secara normatif, tidak ada
keharusan bahwa persiapan rancangan peraturan perundang-
undangan harus disertai dengan Naskah Akademik. Misalnya, Pasal 5
Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres No 68/2005)
hanya menyatakan bahwa pemrakarsa dalam menyusun RUU dapat
terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang
akan diatur dalam RUU. Kemudian, penyusunan Naskah Akademik
dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama dengan departemen yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-
undangan dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan
tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu.

Naskah Akademik sekurang-kurangnya memuat 8 dasar filosofis,


sosiologis, yuridis tentang pokok dan lingkup materi yang akan diatur.
Tidak adanya keharusan untuk menyertakan Naskah Akademik dalam
Perpres No 68/2005 tidak dapat dilepaskan dari UU No 10/2004.
Sebagaimana diketahui, UU No 10/2004 tidak mengharuskan Naskah
Akademik sebagai bagian proses penyusunan peraturan perundang-
undangan. Dengan demikian, dikaitkan dengan urgensi Naskah
Akademik dalam penyusunan peraturan perundang-undangan,
terjadi kemunduran dalam signifikan dalam menempatkan Naskah
Akademik.

Sebelumnya, dalam Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum


Nasional Nomor: G-159.Pr.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan
ditegaskan bahwa Naskah Akademik merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari penyusunan sebuah rancangan peraturan
perundang-undangan karena dimuat gagasan-gagasan pengaturan
serta materi muatan peraturan perundang-undangan bidang tertentu
yang telah ditinjau secara sistemik holistik dan futuristik dari berbagai
aspek ilmu. Dengan penegasan Naskah Akademik sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari penyusunan rancangan peraturan
perundang-undangan, Keputusan Nomor; G-159.Pr.09.10 Tahun 1994
menyatakan: “...gagasan pengaturan suatu materi peraturan
perundang-undangan (materi hukum) bidang tertentu yang telah
ditinjau secara-holistik-futuristik dan dari berbagai aspek ilmu,
dilengkapi dengan referensi yang memuat : urgensi, konsepsi,
landasan, alas hukum dan prinsip-prinsip yang digunakan serta
pemikiran tentang norma-norma yang telah dituangkan ke dalam
bentuk pasalpasal dengan mengajukan beberapa alternatif, yang
disajikan dalam bentuk uraian yang sistematis dan dapat
dipertanggungjawabkan secara Ilmu Hukum dan sesuai dengan politik
hukum yang telah digariskan”.

Berdasarkan hal tersebut, maka semestinya naskah akademik


merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan
masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan
perundangundangan sebagai solusi terhadap permasalahan dan
kebutuhan hukum masyarakat. Dengan adanya naskah akademik RUU
atau Raperda, sebuah RUU atau Raperda dapat terhindar dari
penyusunan yang “asal jadi” atau tidak jelas konsepsinya.

Salah satu contohnya adalah Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri


Nomor 276 Tahun 2009 tentang pembatalan Pasal 15 ayat (2) huruf b
Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 21 tahun 2001
tentang Retribusi Izin Pemutaran Film Keliling, Film Komersial, Usaha
Rental, VCD, Video dan Rental Video Game. Pertimbangan menteri
dalam negeri membatalkan peraturan daerah tersebut yaitu bahwa
Pasal 15 ayat (2) huruf b Peraturan Daerah Kabupaten Lampung
Selatan Nomor 21 Tahun 2001 tentang Retribusi Izin Pemutaran Film
Keliling, Film Komersial, Usaha Rental, Vcd, Video dan Rental Video
Game bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Karena itu, perlu ada penguatan posisi naskah akademik
sebagai prasyarat dalam penyusunan peraturan perundang-
undangan. Naskah akademik benar-benar menjadi dasar ilmiah
pembentukan rancangan peraturan perundang-undangan, sehingga
naskah RUU dapat disusun secara lebih objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya, perlu ada kesamaan dalam hal teknis penyusunan naskah


akademik serta materi muatannya, sehingga naskah akademik benar-
benar dapat dibuat secara lebih utuh, sistematis, dan objektif sebagai
landasan teoritik dan praktis dalam pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan.
BAB III

METODOLOGI

1. LOKASI KEGIATAN

Wilayah Perencanaan dalam Penyusunan Naskah Akademis dan


Rancangan Peraturan Walikota Tentang Rencana Tata Bangunan Dan
Lingkungan (RTBL) di Kawasan Koridor LA Sucipto meliputi koridor :

1. Koridor LA Sucipto;
2. Koridor Simpang LA Sucipto;
3. Penataan Khusus pada Perbatasan Kota Malang dan
Kabupaten Malang.

DENAH KORIDOR LA. SUCIPTO


SO
RO
SU
NJI
PA
R.
JL.

JL
.L
.A
SU
CIP
T O
O T
CIP
SU

Kalisari
L.A
P.
SIM
JL.
2. RUANG LINGKUP

Lingkup kegiatan ini adalah :


1. Program bangunan dan lingkungan.
2. Rencana Umum Dan Panduan Rancangan, meliputi:
a. Rencana Umum
 Struktur peruntukan
 Intensitas Pemanfaatan Lahan
 Tata Bangunan
 Sistem sirkulasi dan jalur penghubung
 Sistem Ruang terbuka dan tata hijau
 Sistem Prasarana Dan Utilitas Lingkungan
b. Panduan Rancangan yang merupakan penjelasan lebih rinci dari
Rencana Umum
3. Rencana Investasi memuat skenario strategi rencana investasi dan
pola kerjasama operasional investasi.
4. Ketentuan Pengendalian memuat strategi pengendalian dan
arahan pengendalian.
5. Pedoman pengendalian pelaksanaan pembangunan lingkungan
perkotaan, meliputi:
a) Ketentuan administrasi pengendalian pelaksanaan rencana
dan program, misalnya melalui mekanisme perijinan mendirikan
bangunan.
b) Ketentuan pengaturan operasionalisasi penerapan pola insentif,
disinsentif, hak pengalihan intensitaf bangunan, hak bangunan
diatas tanah/dibawah tanah.
c) Arahan pengendalian pelaksanaan berupa ketentuan penata
pelaksanaan/manajemen pelaksanaan bangunan
3. PENDEKATAN METODOLOGI

Secara umum, pendekatan metodologi penyusunan Rencana Tata


Bangun dan Lingkungan kawasan LA Sucipto ini mengacu pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6 Tahun 2007 tentang
Pedoman umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. System
kerangka kerja kegiatan ini dibangun atas dua gugus pendekatan
perencanan yang saling melengkapi yaitu (1) pendekatan Bottom up
planning dan (2) Top Down Planning sebagai berikut :

Bottom Up Planning

Pendekatan Bottom up planning yang akan dilakukan dalam


penyusunan RTBL ini meliputi

Pendekatan Kontekstual (tautan tapak)

RTBL sebagai panduan rancang kota (urban-design guidelines/ UDGL)


memberikan implikasi pada kebutuhan pemahaman lapangan
(konteks) secara cermat. Pendekatan kontekstual (Context Analysis)
dimana Kawasan perencanaan dipandang sebagai jaringan aktif dan
dinamis yang dapat dipengaruhi oleh kondisi sekitarnya.

Pendekatan ini meliputi kontekstual tapak meliputi (1) tautan lokasi


dalam tata wilayah, (2) ketinggian tempat, (3) kemiringan,
(4) litologi, (5) jenis tanah, (6) hidrologi, (7) iklim, (8) vegetasi (9)
zona rawan bencana. Dilanjutkan dengan kontektual terhadap
variabel komponen perancangan meliputi (1) penggunaan lahan, (2)
tata massa bangunan, (3) ruang terbuka hijau, (4) sirkulasi dan parkir,
(5) pedestrian, (6) pendukung aktivitas, (7) tata informasi dan (8)
preservasi dan konservasi.
Pendekatan Morfologi (bentukan fisik)

Karena kawasan ini telah terbentuk dari sekumpulan bangunan dan


ruang maka perancangan tata bangunan dan lingkungan di masa
yang akan datang perlu memperhatikan kesesuaian dengan potensi-
potensi bentukan fisik yang sudah ada sebelumnya.

Pendekatan morfologi ini meliputi rangkaian analisis (1) figure/ground,


(2) linkage dan (3) place. Analisis figure/ground mengidentifikasikan
(1) pola, (2) tekstur kawasan (3) tipologi massa dan (4) tipologi ruang.
Analisis linkage meliputi (1) linkage visual, (2) linkage struktural dan (3)
linkage kolektif. Analisis place mengidentifikasikan makna tempat
dalam kaitan estetika ciri historis dalam arsitektur bangunan dan
lingkungan yang dapat meningkatkan citra Kota Malang.
Gambar 4.1 Bagan Metodologi Pelaksanaan RTBL LA Sucipto
Pendekatan Peran Serta Stakeholder
Dalam pelaksanaannya, RTBL merupakan rencana aksi/kegiatan komunitas (community-
action plan/CAP) dan rencana penataan lingkungan (neighbourhood-development plan/NDP).
Oleh karena itu RTBL Kawasan Rawan Bencana ini diharapkan dapat memuat program yang
produktif, relevan dan memiliki tingkat operasional tinggi untuk dilaksanakan dan memiliki nilai-
nilai aspiratif sehingga dapat menjadi panduan berbagai pihak terkait. Pendekatan yang perlu
dilakukan adalah peran serta stakeholder.
Top Down Up Planning
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) harus memiliki keterpaduan dengan rencana-
rencana terkait, Oleh akrena itu dalam penyusunannya perlu adanya upaya penjabaran
kebijaksanaan tata ruang dan sektoral.

Tahap Persiapan Survey

a. Persiapan Dasar
Melakukan persiapan penyusunan RTBL yang meliputi kegiatan
koordinasi tim, penyusunan metodologi pelaksanaan
penyusunan dan persiapan perlengkapan dasar survei.
b. Desk Study
Desk Study atau studi kepustakaan yaitu pengumpulan
berbagai teori (panduan) atau studi-studi terdahulu yang dapat
menjadi pedoman dalam penyusunan RTBL. Dalam kegiatan ini
dilakukan juga pengkajian berbagai produk kebijakan.
c. Preliminary Survei
Mengetahui kondisi la[angan secara umum sebelum
pelaksanaan kegiatan survey.
d. Issue Permasalahan

e. Pelaksanaan Survei
Melakukan kegiatan survei dan pengumpulan data sesuai
dengan kebutuhan yang telah dirinci sebelumnya.
f. Tabulasi dan Kompilasi Data
memilah serta mengkompilasi data yang telah diperoleh dari kegiatan survey
sehingga data yang dilampirkan merupakan data yang berbobot pra-analisis
g. Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan
Merupakan proses untuk mengidentifikasi, menganalisis,
memetakan dan mengapresiasi konteks lingkungan dan nilai
lokal dari kawasan perencanaan dan wilayah sekitarnya.
Analisis Topografi
Analisis bentuk dasar permukaan tanah atau struktur topografi
suatu tapak merupakan sumber daya yang sangat
mempengaruhi lokasi. Pemahaman lengkap terhadap struktur
topografi tidak hanya memberi petunjuk terhadap pemilihan
rute lintasan tetapi juga menyatakan susunan keruangan dari
tapak dan kestabilan pondasi.
Analisis Tata Guna Lahan
Analisis tata guna lahan dilakukan dengan menggunakan hasil
survey blok peruntukan lahan teperinci setiap kavling bangunan.
Telaah terbentuk cluter-cluster pola penggunaan lahan menurut
hubungan fungsional fungsi dominan maupun peruntukam yang
telah diarahkan menurut rencana tata ruang. Berikut adalah
ketentuan-ketentuan analisis hunungan fungsional
pemanfaatan ruang untuk setiap penggunaan lahan
menunjukkan boleh tidaknya sebuah kegiatan dikembangkan
dalam sebuah klasifikasi penggunaan lahanBoleh tidaknya
pemanfaatan ruang untuk sebuah hirarki peruntukan tanah
ditunjukkan dengan 4 indikator, seperti yang ditunjukkan pada
tabel berikut.

Analisis Figure/Ground
Metode analisis figure-ground adalah alat yang baik untuk
meng-identifikasikan hubungan pola, tekstural, dan tipologi
massa bangunan dan ruang. Metode ini termasuk dalam
metode analisis visual ; mencoba menganalisis gambar hitam-
putih. Langkah-langkah dalam menganalisis figure-ground
sangat sederhana yaitu :
Tahap membuat figure (gambar) pada bidang dua dimensi
peta teknis yaitu memberikan warna hitam atau arsir untuk
semua kategori massa bangunan. Selanjutnya bagian yang
dihitamkan tersebut dinamakan dengan elemen solid.

Tahap membuat ground (latar). Dengan menghitamkan bagian


semua massa bangunan, terbentuk dengan sendirinya bagian-
bagian yang berwarna putih sebagai ruang. Selanjurnya bagian
putih ini dinamakan dengan elemen void.

Tahap pengamatan terhadap objek hitam-putih atau


figure/ground. Dalam tahapan ini berlaku teknik Gestalt yaitu
cara memandang yang berbeda untuk satu gambar. Artinya
pengamatan bisa dilakukan hanya tertuju hanya pada bagian
hitam saja (figure) atau hanya bagian putih (ground) saja dan
atau objek hitam-putih secara bersamaan.
Tahap identifikasi karakteristik pola, tekstur dan tipologi. Dengan
cara melihat hubungan solid dan void secara bersamaan dapat
diidentifikasi-kan pola dan tekstur kawasan. Secara teoritik pola
yang dapat di-identifikasikan berupa (1) pola anguler (menyiku),
aksial (sumbu), grid (bersilang tegak lurus), kurva linier (linier),
radial konsentrik (memusat) dan organis (fleksibel)
Hasil analisis figure/ground dapat digunakan untuk kegiatan
merancang dengan cara merekayasa secara kreatif bentuk-
bentuk dasar berikut.

Analisis Linkage
Metode ini merupakan kelanjutan dari analisis figure-ground
yang memberikan tekanan analisisnya pada karakteristik
kesatuan ruang berdasarkan sudut pandang visual, struktural
dan bentuk kolektif. Tahap-tahap analisis visual ini sangat
sederhana yaitu :
Tahap pertama,
mengidentifikasikan elemen-elemen penghubung suatu
kawasan dengan kawasan lain atau satu elemen ke elemen
lainnya yang secara empirik berupa jalan-jalan, jalur pejalan
kaki, ruang terbuka linier, atau elemen-elemen menerus, dan
elemen fisik lainnya
Tahap kedua, menganalisis pola hubungan yang dibentuk oleh
elemen-elemen tersebut secara visual apakah membentuk
hubungan garis atau koridor atau sisi atau sumbu atau ritme ?
Secara struktural apakah merupakan elemen tambahan atau
sambungan atau tembusan ? Secara kolektif apakah
membentuk komposisi atau megaform atau kelompok ?
Tahap ketiga, menganalisis lebih lanjut pola hubungan tersebut
apakah hubungan menghubungkan zona netral atau
mengutamakan suatu zona ?
Hasil analisis linkage ini berupa karakteristik dasar konfigurasi
massa bangunan dan lingkungan dalam perspektif hubungan
visual, struktural dan kolektif. Karakteristik ini dapat
dikembangkan menjadi konsep perancangan.

Analisis Place (Makan Tempat)

Analisis place merupakan kelanjutan analisis figure-ground dan


linkage. Analisis ini menemukenali karakteristik konfigurasi massa
bangunan dan lingkungan dari sudut pandang makna tempat
dalam persepsi manusia dan kebudayaannya melalui tahap
sebagai berikut :

Tahap pertama, mengidenifikasikan elemen-eleman kawasan


yang mudah dikenali
Tahap kedua, analisis sense of place elemen-elemen tersebut
sebagai path (lorong) atau edges (pembatas) atau nodes
(simpul) atau district (kawasan) atau landmark (tenggaran).
Tahap analisis ini sangat bergantung dari pemahaman
perancang terhadap sejarah, fisolofi perancangan,
kebudayaan, estetika, kontekstual elemen dan lingkungan fisik
dan sosialnya.

Tahap ketiga, hasil analisis ini berupa karakteristik dasar yang


dapat dikembangkan menjadi konsep perancangan.

Analisis Kepadatan Bangunan (KDB)

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka prosentase


berdasarkan perbandingan luas lantai dasar bangunan
terhadap luas tanah perpetakan. Koefisien dasar bangunan
diperlukan untuk membatasi luas lahan yang tertutup
perkerasan, sebagai upaya untuk melestarikan ekosistem,
sehingga dalam lingkungan yang bersangkutan sisa tanah
sebagai ruang terbuka masih menyerap atau mengalirkan air
hujan ke dalam tanah. Batasan Koefisien Dasar Bangunan
adalah
Analisis ini digunakan menilai tingkat intensitas penggunaan
lahan dari setiap kegiatan permukiman pada seluruh kawasan
perencanaan. Model yang digunakan adalah sebagai berikut :

Analisis Ketinggian Bangunan (KLB)

Secara sederhana analisis Koefisien Lantai Bangunan dapat


diperoleh dengan metode perhitungan sebagai berikut :

Adapun standar yang digunakan untuk mengatur ketinggian


bangunan adalah sebagai berikut :

• Blok peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah


adalah blok dengan bangunan tidak bertingkat dan
bertingkat
• maksimum 2 lantai (KLB maksimum = 2 x KDB) dengan
tinggi puncak bangunan maksimum 12 m dari lantai
dasar:
• Blok peruntukan ketinggian bangunan rendah adalah
blok dengan bangunan bertingkat maksimum 4 lantai
(KLB max = 4 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan
maksimum 20 m dan minimum 12 m dari lantai dasar.
• Blok peruntukan ketinggian bangunan sedang dengan
bangunan tingkat maksimum 8 lantai (KLB maksimum = 8
x KDB) dengan tinggi puncak bangunan maksimum 36 m
dan minimum 24 m dari lantai dasar.
• Blok peruntukan ketinggian bangunan tinggi dengan
bangunan bertingkat minimum 9 lantai (KLB = 9 x KDB)
dengan tinggi puncak bangunan minimum 40 m dari
lantai dasar.
• Blok peruntukan bangunan sangat tinggi dengan
bangunan bertingkat minimum 20 lantai (KLB = 9 x KDB)
dengan tinggi puncak bangunan minimum 84 m dari
lantai dasar.

Perhitungan sudut pandang 450 atau ½ ROW jalan .

Pencahayaan dan angle-Sudut pandang, Tinggi maksimum


bangunan pada umumnya ditentukan berdasarkan ketentuan :
Jarak Bangunan

Yang dimaksud dengan jarak bebas ialah jarak minimum yang diperkenankan dari
bidang terluar suatu massa bangunan ke :

• Garis sempadan jalan


• Antar massa-massa bangunan
• Pagar/batas lahan yang dikuasai dan atau
• Rencana saluran, jaringan tegangan listrik , telepon dan sebagainya.
Jarak bangunan yang dimaksudkan di sini adalah jarak antar
bangunan yang berada di dalam persil yang sama. Sesuai
konsep yang dirumuskan, jarak bangunan untuk berbagai
ketinggian, diusulkan sebagai berikut :

Untuk memproteksi bangunan terhadap bahaya kebakaran dan


memudahkan operasi pemadaman, maka perlu adanya
penentuan terhadap jarak antar bangunan yang ditentukan
berdasarkan tinggi bangunan tersebut. Penentuan jarak antar
bangunan (garis sempadan bangunan) antara lain :

• Tinggi bangunan kurang dari 8 meter, maka jarak


minimum antar bangunan berjarak 3 meter.
• Tinggi bangunan antara 8-14 meter, maka jarak
minimum antar bangunan berjarak 3 s/d 6 meter.
• Tinggi bangunan antara 14-40 meter, maka jarak
minimum antar bangunan berjarak 6 s/d 8 meter.
• Tinggi bangunan lebih dari 40 meter, maka jarak
minimum antar bangunan berjarak 8 meter.

Analisis Perpetakan Bangunan

Analisis standar untuk perpetakan bangunan yang terdapat


pada setiap blok adalah :

 Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak


klasifikasi I (di atas 2.500 m2)
 Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak
klasifikasi II (1.000-2.500 m2)
 Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak
klasifikasi III (600-1.000 m2)
 Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak
klasifikasi IV (250-600 m2)
 Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak
klasifikasi V (100-250 m2)
 Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak
klasifikasi VI (50-100 m2)
 Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak
klasifikasi VII (di bawah 50 m2)
 Blok peruntukan dan penggal jalan dengan petak
klasifikasi VIII (rumah susun/flat).

Analisis Orientasi Bangunan

Analisis orientasi bangunan terhadap best view, penyinaran


maahari dan angin sangat penting dalam rangka menciptakan
kualitas lingkungan. Visual dan fungsional dari massa bangunan
tersebut. Terlebih lagi kawasan perencanaan berapa di sekitar
pantai dan sungai yang berpotensi memberikan best view
panorama alam yang baik.

Dam berada pada zona rawan bencana angin Gusthi. Sikap


bangunan perlu di atur untuk memanfaatkan potensi maupun
meminimalisasi masalah bangunan dan lingkungan

Analisis Komponen Ruang Terbuka Hijau


Perhitungan dilakukan untuk memperoleh hasil kebutuhan ruang
terbuka hijau di masa yang akan datang :

Kebutuhan RTH Taman Lingkungan / Taman Kota

RTH Jalur Hijau Jalan

Kualitas dan kuantitas RTH jalur hijau jalan ditentukan oleh luas
jalan, jalur hijau serta tingkat kerapatan vegetasinya. Model
kebutuhan vegetasi ideal adalah sebagai berikut :

Analisis Komponen Sirkulasi dan parkir

Menganalisis seluruh pola-pola pergerakan kendaraan dan


pejalan kaki di atas dan disekitar tapak. Data meliputi lamanya
dan beban-beban puncak bagi lalu-lintas kendaraan
lingkungan dan pergerakan pejalan kaki, perhentian bis, tepi-
tepi pencapaian tapak, pembangkit-pembangkit lalu lintas,
pencapaian truk servis, dan lalu lintas yang terjadi sewaktu-
waktu (seperti parade agustusan, jalur truk kebakaran,
penyelenggaraan konser pada auditorium yang berdekatan).
Analisis lalu-lintas harus meliputi proyeksi masa depan sejauh
yang dapat dibuat. Perhitungan Kapasitas Ruas jalan dilakukan
dengan menggunakan metode Indonesian Highway Capacity
Manual (IHCM 1997 : III-12) untuk daerah perkotaan, dengan
formulasi sebagai berikut :

Rincian dari masing-masing variabel pada formula di atas,


diuraikan sebagai berikut :
a. Kapasitas Dasar (Co)
Kapasitas dasar Co ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai
dengan nilai yang tertera pada Tabel di bawah ini.

b. Sistem Perparkiran
• Tempat parkir yang baik harus berdasarkan standar
terkait dengan pola kontruksi, lokasi dan tingkat
pelayanan.
• Tidak mengurangi daya tarik area sekitarnya.
Melainkan senantiasa menciptakan keseimbangan
dengan perkembangan lahan yang berbatasan.
• Harus memiliki utilitas atau “kemungkinan
dilaksanakannya aktivitas” dan mampu menarik
pembeli. Jika tempat parkir dilayani oleh tukang
parkir, pengendara harus sopan sehingga
pelayanan menjadi efisien. Jika tempat parkir
melebihi parkir perorangan, maka tempat parkir
harus dirancang dengan ukuran yang lebih besar
dan nyaman, sederhana, dengan akses yang baik.
• Harus dirancang dengan koordinasi menggunakan
pendekatan pergerakan lalu lintas pintu masuk dan
keluar untuk jalan kecil atau gang.

Dengan standar Direktorat Tata Kota dan Daerah dan Direktorat


Penyelidikan Masalah Bangunan setiap 60 m2 (untuk
perdagangangan) dan 100 m2 (untuk perkatoran dan kegiatan
lain) di area perbelanjaan harus menyediakan parkir 1 mobil dan
satandar untu 1 parkir mobil 12 m2, maka kebutuhan parkir
berdasarkan fungsi kegiatan adalah :
Kebutuhan Parkir Perdagangan
 Kapasitas tampung kendaraan
 Luas Fungsi Kegiatan (m2) : 60 m2
 Kebutuhan ruang berdasarkan kapasitas tampung
kendaraan
 Kapasitas Tampung Kendaraan x 12 m2
Kebutuhan Parkir Perkantoran dan Kegiatan Lain
 Kapasitas tampung kendaraan
 Luas Fungsi Kegiatan (m2) : 100 m2
 Kebutuhan ruang berdasarkan kapasitas tampung
kendaraan
 Kapasitas Tampung Kendaraan x 12 m2
Karakteristik Kendaraan :
 Lebar 1,98
 Panjang 5,48
 Jarak Roda 3,20
 Radius putaran 7,08

c. Ukuran Perparkiran
Ukuran perparkiran disesuaikan dengan ukuran kendaraan,
yang pada umumnya memiliki ukuran 25 sampai 500 atau lebih.
Tempat parkir disesuaikan dari 100 sampai 200 kendaraan
secara efisien dan praktis. Tempat parkir yang kecil dibuat
secara strategis, biasanya melayani lebih dari satu ukuran
tempat parkir.
Kemudahan ruang parkir adalah :
• Mempunyai jalan masuk sedikitnya lebar 0,1524 m dan
panjang yang berbatasan 6 m, pararel dan mempunyai
ruang untuk berdiri.
• Mempunyai ruangan untuk berdiri dan jalan masuk
dengan permukaan lantai tidak melebihi 1:48 disemua
arah.
3. Analisis Komponen Pedestrian
Penilaian kinerja pada dasarnya untuk mengetahui sejauh mana
fasilitas pejalan mengakomodasi penggunanya. Tingkat
pelayanan jalur pedestrian atau level of service (LOS)
merupakan salah satu ukuran penilaian sediaan. Konsep
pengukuran yang menjadi dasar penilaian tingkat pelayanan
jalur pedestrian adalah sebagai berikut ;
a. Penentuan Dimensi Jalur Pedestrian
Dalam buku Petunjuk Perencanaan Trotoar (Dep. PU, 1990)
kebutuhan lebar trotoar dihitung berdasarkan volume pejalan
rencana. Volume pejalan rencana (V) adalah volume rata-rata
per menit pada interval puncak, interval waktu yang dilkaukan
adalah setiap 15 menit pada jam sibuk. Lebar trotoar dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
b. Lebar Efektif Trotoar
Pedestrian tidak selalu tetap berjalan pada jalur pedestrian yang
terencana, zakibat perilaku ini. Untuk itu perlu direncanakan
lebar efektif trotoar yang akan termanfaatkan. Menurut Buku
Petunjuk Trotoar (Dep. PU, 1990), lebar trotoar disarankan tidak
kurang dari 2 m.

h. Analisis pengembangan Pembangunan berbasis peran


masyarakat
Pembangunan berbasis peran masyarakat (community-based
development) adalah pembangunan dengan orientasi yang
optimal pada pendayagunaan masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, masyarakat diberikan kesempatan aktif
beraspirasi dan berkontribusi untuk merumuskan program-program
bangunan dan lingkungan yang sesuai dengan tingkat
kebutuhannya.
i. Identifikasi permasalahan dan penanganan
j. Konsep dasar perancangan
merupakan hasil tahapan analisis program bangunan dan
lingkungan, memuat gambaran dasar penataan pada lahan
perencanaan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan
penjabaran gagasan desain secara lebih detail dari masing-
masing elemen desain.
Kriteria Penetapan Isi dari Visi Pembangunan:
Kriteria Penyusunan Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan:

Kriteria Penyusunan Konsep Komponen Perancangan Kawasan


Secara sistematis, konsep harus mencakup gagasan yang
komprehensif dan terintegrasi terhadap komponen-komponen
perancangan kawasan, yang meliputi kriteria:
Kriteria Penetapan Blok-blok Pengembangan Kawasan dan
Program Penanganan
Penetapan atau pun pembagian blok pengembangan dapat
didasarkan pada:

k. Rencana umum dan panduan rancangan


Ketentuan-ketentuan tata bangunan dan lingkungan pada suatu
lingkungan/kawasan yang memuat rencana peruntukan lahan
makro dan mikro, rencana perpetakan, rencana tapak, rencana
sistem pergerakan, rencana aksesibilitas lingkungan, rencana
prasarana dan sarana lingkungan, rencana wujud visual
bangunan, dan ruang terbuka hijau.
Rencana umum: ketentuan-ketentuan rancangan tata bangunan
dan lingkungan yang bersifat umum dalam mewujudkan
lingkungan/kawasan perencanaan yang layak huni, berjati diri,
produktif, dan berkelanjutan
l. Tahap pengembangan
4. METODE PENULISAN NASKAH AKADEMIK

Penyusunan Naskah Akademis Transportasi Angkutan Pariwisata


mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah, yaitu sebagai berikut:

Sistematika Naskah Akademik adalah sebagai berikut:


JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN DAERAH

Uraian singkat setiap bagian:


1. BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran yang akan
diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta
metode penelitian.
A. Latar Belakang
Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan
perlunya penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah. Latar
belakang menjelaskan mengapa pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah memerlukan suatu kajian
yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau
pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan
Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk yaitu
terkait Transportasi Angkutan Pariwisata. Pemikiran ilmiah
tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi
filosofis, sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau
tidak perlunya penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah.

B. Identifikasi Masalah
Rumusan masalah dengan memperhatikan
permasalahan yang ada di Pendahuluan KAK pada
Nomor 2 “maksud dan Tujuan, dan dikembangkan sesuai
dengan temuan masalah pada saat melakukan
kajian/penelitian.
Selanjutnya permasalahan ini kemudian diidentifikasi ke
dalam 4 (empat) pokok masalah, yaitu sebagai berikut:
1) Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta
bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi.
2) Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai
dasar pemecahan masalah tersebut, yang berarti
membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian
masalah tersebut.
3) Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan
filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan
Peraturan Daerah.
4) Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan.
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah
Akademik Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah
yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah
Akademik dirumuskan sebagai berikut:
1) Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat
serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut.
2) Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi
sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi
permasalahan dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat.
3) Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah.
4) Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang
lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan
dalam Rancangan Peraturan Daerah. Sementara itu,
kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah
sebagai acuan atau referensi penyusunan dan
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.

D. Metode
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga
digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang
berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain.
Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis
normatif dan metode yuridis empiris. Metode yuridis empiris
dikenal juga dengan penelitian sosiolegal. Metode yuridis
normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah
(terutama) data sekunder yang berupa Peraturan
Perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian,
kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil
penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode
yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara,
diskusi (focus group discussion), dan rapat dengar
pendapat. Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah
penelitian yang diawali dengan penelitian normatif atau
penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan
(normatif) yang dilanjutkan dengan observasi yang
mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk
mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan
yang berpengaruhterhadap Peraturan Perundang-
undangan yang diteliti.

2. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS


Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat
teoretis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta
implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari
pengaturan dalam suatu Peraturan Daerah.
Bab ini dapat diuraikan dalam beberapa sub bab berikut:
A. Kajian teoretis.
B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan
penyusunan norma. Analisis terhadap penentuan asas-
asas ini juga memperhatikan berbagai aspek bidang
kehidupan terkait dengan Peraturan Daerah, yang
berasal dari hasil penelitian.
C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang
ada, serta permasalahan yang dihadapi masyarakat.

D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang


akan diatur dalam Peraturan Daerah terhadap aspek
kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek
beban keuangan daerah.

3. BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN TERKAIT
Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan Perundang-
undangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada,
keterkaitan Peraturan Daerah baru dengan Peraturan
Perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan
horizontal, serta status dari Peraturan Perundang-undangan
yang ada, termasuk Peraturan Perundang-undangan yang
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta Peraturan
Perundang-undangan yang masih tetap berlaku karena tidak
bertentangan dengan Peraturan Daerah yang baru. Kajian
terhadap Peraturan Perundang-undangan ini dimaksudkan
untuk mengetahui kondisi hukum atau peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai substansi atau materi
yang akan diatur. Dalam kajian ini akan diketahui posisi dari
Peraturan Daerah yang baru. Analisis ini dapat
menggambarkan tingkat sinkronisasi, harmonisasi Peraturan
Perundang-undangan yang ada serta posisi dari Peraturan
Daerah untuk menghindari terjadinya tumpang tindih
pengaturan. Hasil dari penjelasan atau uraian ini menjadi
bahan bagi penyusunan landasan filosofis dan yuridis dari
pembentukan Peraturan Daerah yang akan dibentuk.

4. BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS


A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan
yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan
cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah
bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
B. Landasan Sosiologis.
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan
yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai
aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut
fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan
kebutuhan masyarakat dan negara.

C. Landasan Yuridis.
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan
yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi
kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan
yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan
dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut
persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau
materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan
Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan
hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan,
peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis
peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang
sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah
ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang
sama sekali belum ada.
5. BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan
ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi yang akan dibentuk. Dalam Bab ini, sebelum
menguraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan
sasaran yang akan diwujudkan, arah dan jangkauan
pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan yang telah
dikemukakan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya
mengenai ruang lingkup materi pada dasarnya mencakup:
a. ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai
pengertian istilah, dan frasa;
b. materi yang akan diatur;
c. ketentuan sanksi; dan
d. ketentuan peralihan.

6. BAB VI PENUTUP
Bab penutup terdiri atas subbab simpulan dan saran.
A. Simpulan
Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang
berkaitan dengan praktik Penyelenggaraan, pokok
elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan dalam bab
sebelumnya.
B. Saran
Saran memuat antara lain:
1. Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam
suatu Peraturan Perundang-undangan atau Peraturan
Perundang-undangan di bawahnya.
2. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah atau
Produk Hukum Daerah lain yang diperlukan.
3. Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung
penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik lebih
lanjut.

7. DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka memuat buku, Peraturan Perundang-
undangan, dan jurnal yang menjadi sumber bahan
penyusunan Naskah Akademik.

8.LAMPIRAN RANCANGAN PERWAL

5. SISTEMATIKA LAPORAN, NASKAH AKADEMIS, RANPERWAL, DAN


ALBUM PETA

LAPORAN PENDAHULUAN (Inception Report),


dibuat dalam rangka persiapan pekerjaan survei berisikan latar
belakang pekerjaan, maksud dan tujuan, ruang lingkup studi,
metodologi pendekatan studi dan teknik analisa, jadual pelaksanaan
pekerjaan penyusunan, sistematika laporan kemajuan pekerjaan,
struktur organisasi pelaksana pekerjaan, komposisi dan
pendayagunaan tenaga ahli maupun instrumen-instrumen survei
yang akan digunakan di lapangan pada saat survei lapangan.
Adapun spesifikasi laporan pendahuluan adalah sebagai berikut :
a. Judul Buku : Laporan Pendahuluan
b. Jumlah Buku : 21 eksemplar draft laporan pendahuluan yang
diserahkan sebelum pembahasan dan 8 eksemplar laporan
pendahuluan yang diserahkan setelah revisi pembahasan;
c. Ukuran buku : A4 (29,7 cm x 21,5 cm)
d. Pengetikan : 1,5 spasi pada kertas HVS putih polos

Laporan pendahuluan dibahas/ disampaikan paling lama 40 hari


setelah Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) di terima oleh penyedia.

LAPORAN ANTARA (Interim Report),


merupakan hasil penyajian, pengolahan dan analisa data hasil survei
lapangan dan studi literatur, di wilayah perencanaan, dilengkapi
dengan Dokumentasi survey kondisi eksisting. Adapun spesifikasi
laporan antara adalah sebagai berikut :
a. Judul Buku : Laporan Antara
b. Jumlah Buku : 21 eksemplar draft laporan antara yang
diserahkan sebelum pembahasan dan 8 eksemplar laporan antara
yang diserahkan setelah revisi pembahasan;
c. Ukuran buku : A4 (29,7 cm x 21,5 cm)
d. Pengetikan : 1,5 spasi pada kertas HVS putih polos

Laporan antara dibahas/ disampaikan paling lama 80 hari setelah


Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) di terima oleh penyedia.

LAPORAN AKHIR (Final Report),


merupakan hasil analisis dan pengkajian dari Laporan Antara yang
mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06 Tahun
2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan, dengan kerangka/outline yang setidaknya meliputi:
Bab I Latar Belakang dan Gambaran Umum Wilayah Perencanaan
a. Latar Belakang
b. Gambaran Umum Wilayah Perencanaan
Bab II Ketentuan Umum
a. Pengertian
b. Maksud, tujuan, Manfaat
c. Dasar hukum
d. Kedudukan RTBL dan Kawasan Perencanaan
e. Struktur dan Sistematika Dokumen RTBL
Bab III Program Bangunan dan Lingkungan
a. Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan
b. Analisis Pengembangan berbasis Peran Masyarakat
c. Konsep Dasar Perancangan Tata Bangunan dan Lingkungan
Bab IV Rencana Umum dan Panduan Rancangan
a. Rencana Umum, meliputi pengertian, manfaat dan
komponen rancangan (struktur peruntukan lahan, intensitas
pemanfaatan lahan, tata bangunan, system sirkulasi dan jalur
penghubung, system ruang terbuka dan tata hijau, tata kualitas
lingkungan, system prasarana dan utilitas lingkungan.
b. Panduan Rancangan, yang meliputi pengertian,
manfaat, ketentuan dasar implementasi rancangan, prinsip-
prinsip pengembangan rancangan (panduan rancangan tiap
bblok pengembangan dan simulasi rancangan tiga dimensional)
Bab V Rencana Investasi
a. Indikasi Program
b. Skenario Strategi Rencana Investasi
c. Pola Kerja sama Operasional dan Investasi
Bab VI Ketentuan Pengendalian Rencana
a. Umum
b. Strategi Pengendalian Rencana
c. Arahan Pengendalian Rencana
Bab VII Pedoman Pengendalian Pelaksanaan
a. Umum
b. Pengendalian Pelaksanaan
c. Pengelolaan Kawasan
Bab VIII Pembinaan Pelaksanaan
a. Umum
b. Peran Pemerintan dan Pemerintah Daerah
Bab IX Ketentuan Penutup
Adapun spesifikasi laporan akhir adalah sebagai berikut :

a. Judul Buku : Laporan Akhir


b. Jumlah Buku : 21 eksemplar draft laporan akhir yang
diserahkan sebelum pembahasan dan 8 eksemplar laporan
akhir yang diserahkan setelah revisi pembahasan;
c. Ukuran buku : A4 (29,7 cm x 21,5 cm)
d. Pengetikan : 1,5 spasi pada kertas HVS putih polos

Laporan akhir diserahkan paling lama 120 hari setelah Surat Perintah
Mulai Kerja (SPMK) di terima oleh penyedia dan sebelumnya
dilakukan pembahasan draft Laporan Akhir.

NASKAH AKADEMIS,
merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan
masalah tersebut dalam suatu Rancangan Peraturan Walikota
Malang, sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan
hukum masyarakat. Adapun spesifikasi naskah akademis adalah
sebagai berikut :
a. Judul Buku : Naskah Akademis
b. Jumlah Buku : 21 eksemplar draft naskah akademis yang
diserahkan sebelum pembahasan dan 8 eksemplar naskah
akademis yang diserahkan setelah revisi pembahasan;
c. Ukuran buku : A4 (29,7 cm x 21,5 cm)
d. Pengetikan : 1,5 spasi pada kertas HVS putih polos

Naskah akademis dibahas/ disampaikan paling lama di 120 hari


setelah Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) di terima oleh penyedia.

RANCANGAN PERATURAN WALIKOTA,


merupakan naskah hukum atau legal drafting aturan dalam bentuk
perundang-undangan (termasuk lampiran-lampirannya) tentang
Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) di kawasan Koridor
LA. Sucipto. Adapun spesifikasi rancangan peraturan walikota adalah
sebagai berikut :
a. Judul Buku : Rancangan Peraturan Walikota
b. Jumlah Buku : 21 eksemplar draft rancangan peraturan
walikota yang diserahkan sebelum pembahasan dan 8 eksemplar
rancangan peraturan walikota yang diserahkan setelah revisi
pembahasan;
c. Ukuran buku : A4 (29,7 cm x 21,5 cm)
d. Pengetikan : 1,5 spasi pada kertas HVS putih polos

Rancangan Peraturan Walikota dibahas/ disampaikan paling lama di


120 hari setelah Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) di terima oleh
penyedia.

ALBUM PETA,
yang berupa softfile dengan format shp (shapefile) dan Hardfile
mengacu pada peta-peta, gambar-gambar, mekanisme, diagram,
dan tabel-tabel yang fungsinya melengkapi laporan akhir. Peta plot
RTBL pada peta dasar hasil foto udara atau citra satelit skala 1: 1000,
tetapi dicetak dalam skala 1: 5000.
Adapun spesifikasi rancangan album peta adalah sebagai berikut :
1. Judul Buku : Album Peta
2. Jumlah Buku : 6 eksemplar album peta yang diserahkan
sebelum pembahasan dan 8 eksemplar album peta yang
diserahkan setelah revisi pembahasan;
3. Ukuran buku : A3

6. KELUARAN

Keluaran yang dihasilkan dari kegiatan ini meliputi:


1. Pengelompokan bangunan, letak dan orientasi bangunan, sosok
massa bangunan, ekspresi arsitektur bangunan, ketinggian
bangunan, komposisi garis langit bangunan, dan ketinggian lantai
bangunan;
2. Konsep penataan lingkungan meliputi identitas lingkungan (tata
karakter bangunan/lingkungan, tata penanda idenditas
bangunan, dan tata kegiatan pendukung secara formal dan
informal), orientasi lingkungan (sistem tata informasi dan sistem tat
rambu pengarah) dan wajah jalan (wajah penampang jalan dan
bangunan, perabot jalan, jalur dan ruang bagi pejalan
kaki/pedestrian, tata hijau pada penampang jalan, elemen tata
informasi dan rambu pengarah pada penampang jalan, dan
elemen papan reklame);
3. Konsep penataan prasarana dan utilitas lingkungan meliputi sistem
jaringan air bersih, sistem jaringan air limbah/ air kotor, drainase,
persampahan, jaringan listrik, jaringan telpon, jaringan pengaman
kebakaran, jaringan jalur penyelamatan/evakuasi;
4. RANPERDA kegiatan Jasa Konsultansi Rencana Tata Bangunan
Dan Lingkungan di Kawasan Koridor LA Sucipto

Anda mungkin juga menyukai