Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN KOTA MALANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Morfologi Kota

Dosen Pengampu: Ir. Parfi Khadiyanta, M.Si.

Disusun Oleh:

Yasmine Azura Kirana

21040118130075

Kelas B

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
Perkembangan Kota Malang
Kota Malang merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Timur yang berkembang setelah
diduduki Kolonial Belanda pada tahun 1767. Kota ini terletak 90 km sebelah selatan Surabaya
dan merupakan kota terbesar di kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, serta merupakan salah
satu kota terbesar di Indonesia menurut jumlah penduduk. Selain itu, Malang juga merupakan
kota terbesar kedua di wilayah Pulau Jawa bagian selatan setelah Bandung. Kota Malang berada
di dataran tinggi yang cukup sejuk, dan seluruh wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten
Malang. Luas wilayah kota Malang adalah 252,10 km2. Kota Malang berfugsi sebagai pusat
sirkulasi dan kota transit yang amat penting di daerah Jawa bagian timur.

A. Awal Pertumbuhan

Kawasan Klojen Lor

Klojen Lor

Pusat Pemerintahan
Perdagangan

Pada awalnya Malang merupakan daerah kecil bagian dari Karesidenan Pasuruan yang
mempunyai masalah prasarana dan komunikasi. Perkembangan Kota Malang diawali dengan
munculnya Kawasan Klojen Lor sebagai awal permukiman warga Belanda dan sebagai benteng
militer pada tahun 1767. Kemudian dibangunlah pusat pemerintahan administrasi disebelah
barat Sungai Brantas. Letak Alun-alun yang berada di barat dari kawasan militer Rampal
merupakan daerah yang strategis disamping berdekatan dengan stasiun kereta api. Di sekitar
alun-alun disediakan sarana pendukung lainnya seperti stasiun dan tempat ibadah. Pada masa
ini Kota Malang dibangun hanya sebatas untuk menunjang aktifitas Belanda tanpa ada
perencanaan yang sungguh-sungguh.

B. Proses Pertumbuhan

Kota Malang 1914-1942 Kota Malang 1942-1970

Seiring dengan pertumbuhannya, pada tanggal 1 April 1914 pemerintah Hindia Belanda
memutuskan membentuk Kota Malang sebagai kotamadya. Perkembangan penduduk Eropa yang
cepat di Kota Malang menyebabkan permukiman orang Eropa kian menjauhi pusat kota. Hal ini
menyebabkan Kota Malang berbentuk seperti pita memanjang (ribbon shaped cities).
Untuk mengendalikan perubahan bentuk kota yang cenderung memanjang ke utara,
antara tahun 1917 sampai 1935 pemerintah mengeluarkan delapan buah rencana perluasan
pembangunan kota. Perencanaan lebih pada peningkatan sarana dan prasarana kota yang dikenal
dengan nama “Buowplan I-VIII” dengan rincian pembangunan kota sebagai berikut.
1. Bouwplan I: Perumahan bagi orang Eropa di daerah Claket dan Rampal Sungai Brantas
yang sebelumnya merupakan batas sebelah timur kota Malang dalam program perluasan
kota akan menjadi bagian dari kota Malang itu sendiri karena sungai itu akan mengalir
dari arah utara menuju selatan di tengah kota bukan merupakan batas kota.
2. Bouwplan II: Pemindahan pusat pemerintahan dan mendirikan bangunan resmi dan
monumental di sekitar alun-alun.
3. Bouwplan III: Pembangunan pemakaman bagi orang Eropa.
4. Bouwplan IV: Perumahan kelas bawah diantara sungai Brantas dan jalan ke Surabaya
yang pada awalnya merupakan daerah kampung kecil yang terletak antara daerah
kampung Tjelaket dan Lowok Waru.
5. Bouwplan V: Perumahan tambahan bagi orang Eropa.
6. Bouwplan VI: Kawasan terbuka untuk pertokoan.
7. Bouwplan VII: Perluasan bagian barat kota setelah Bouwplan V yang diperuntukkan
untuk perumahan dengan kavling ukuran besar dan arena pacuan kuda.
8. Bouwplan VIII: Penyediaan kawasan industri.
Kota Malang 1970-2001
Proses perkembangan struktur ruang Kota
Malang tahun 1767-2001 yaitu:
1. Penguatan fungsi, yakni terutama
pada kawasan pusat kota (Alun-
alun) pada periode 1914-1942
karena berkembangnya kegiatan
perdagangan dan jasa dan begitu
pula pada periode 1970-2001
pusat kota semakin berkembang
ditandai dengan muculnya
pertokoan modern seperti mall,
plaza dan toko-toko grosir;
2. Timbulnya pusat-pusat kegiatan baru yakni pada periode setelah tahun 1970 tumbuh
simpul selain pada Pusat Kota (Alun-alun) yaitu kawasan Blimbing yang merupakan
kawasan industri yang berkembang setelah dibangunnya Terminal induk regional
Arjosari, Kawasan Landungsari terdapat fasilitas pendidikan tinggi dan terminal
kota dan Kawasan Sumbersari-Dinoyo sebagai pusat pendidikan tinggi Kota Malang.

Kota Malang Masa Kini


Perkembangan Kota Malang saat ini telah diatur oleh RTRW yang mengatur struktur dan
pola ruang, fungsi kawasan, dan penetapan kawasan strategis wilayah dan kota.

C. Analisa Perkembangan
Pada awalnya Malang merupakan sebuah daerah kecil bagian dari Karesidenan Pasuruan
yang mempunyai masalah prasarana dan komunikasi. Perkembangan awal Kota Malang sangat
ditentukan oleh keputusan politik. Keputusan politik yang berpengaruh langsung pada
perkembangan Kota Malang adalah UU Gula dan UU Agraria yang memperbolehkan pihak
swasta berdagang di Hindia Belanda sehingga mengakibatkan adanya pertambahan penduduk
dan pembangunan secara besar-besaran. Pola perkembangan saat itu pola konsetris yang
menunjukkan morfologi kota yang kompak. Perkembangan berawal dari pusat Kota (Alun-
alun) yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, jasa/perkantoran, permukiman yang
merupakan titik awal berdirinya Kota Malang yang dirancang oleh Pemerintah Belanda.
Pola perkembangan fisik yang kedua adalah perembetan memanjang/linier (ribbon
development/lineair development/axial development). Yunus (2000:127) menyebutkan bahwa
pada tipe ini perembetan areal kekotaan terjadi di semua bagian sisi-sisi luar dari daerah
utama kota, disepanjang jalur transportasi yang ada. Hal ini tidak terlepas dari adanya
keputusan politik lain yaitu keputusan desentralisasi yang berisi ketetapan bahwa Malang dapat
berdiri sendiri menjadi sebuah kotamadya. Dengan ditetapkannya sebagai sebuah Kotamadya,
maka mulailah Malang melakukan perluasan kota dengan rencana Karsten (Bouwplan I-VIII)
pada tahun 1917. Tujuan utama dari perluasan ini adalah pengendalian bentuk kota akibat dari
pertambahan penduduk serta kemajuan ekonomi yang sangat cepat.
Pada era Orde Baru (tahun 1970-1980), pemerintah Indonesia mendapatkan
pendapatan negara yang besar dari penjualan minyak bumi. Harga minyak bumi
melambung tinggi (Oil Boom). Kondisi ini tersebut membawa pengaruh terhadap
pembangunan kota-kota di Indonesia. Pembangunan kota diarahkan untuk pembangunan
infrastruktur yang mendukung roda perekonomian. Setelah tahun 1980, sector swasta
berperan sangat besar dalam pembangunan kota sehingga muncul banyak bangunan seperti
supermarket, mall, dan kantor swasta.
Pada masa kini, perkembangan Kota Malang dalam segi tata guna lahan sudah teratur
sesuai RTRW, hanya saja masih terdapat masalah yaitu wilayah pemukiman yang berada di
badan air sungai, khususnya sungai Brantas. Kota Malang sendiri memiliki total 608,6
ha wilayah kumuh yang tersebar diseluruh kelurahan di Kota Malang. Sebagian besar
wilayah kumuh ini adalah kawasan disekitar DAS. Munculnya kawasan permukiman
kumuh di Kota Malang disebabkan beberapa faktor yaitu kepadatan penduduk, terbatasnya
lahan, dan banyaknya kelompok dengan tingkat perekonomian rendah sehingga sulit untuk
mengkakses standar hidup yang layak huni. Pemerintah Kota Malang telah berupaya mengatasi
kawasan kumuh ini dengan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP)
Kota Malang serta berbagai aksi nyata lainnya.

D. Kesimpulan
Perkembangan Kota Malang termasuk dalam gambar 1 yaitu adanya area tidak terencana
yang muncul terlebih dahulu kemudian disusul dengan adanya kegiatan perencanaan untuk area
lainnya. Hal ini dapat dilihat dari Kota Malang dahulu hanya merupakan daerah kecil yang
memiliki masalah sarana dan prasarana. Setelah diambil alih oleh Belanda, mulai terdapat
pembangunan-pembangunan untuk menunjang aktifitas Belanda, kemudian disusunlah rencana
Karsten (Bouwplan I-VIII) pada tahun 1917 untuk pengendalian bentuk kota akibat dari
pertambahan penduduk serta kemajuan ekonomi yang sangat cepat. Hasil dari pemikiran
Karsten ini dapat dilihat di berbagai tempat di Kota Malang, seperti Alun-Alun Tugu
(Bouwplan II), Makam Soekoen (Bouwplan III), dan lainnya. Saat ini perkambangan Kota
Malang diatur oleh RTRW, hal ini bertujuan untuk keseimbangan pembangunan antara pusat
kota yang melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional, sub pusat kota melayani sub
wilayah kota, dan pusat lingkungan yang melayani skala lingkungan wilayah kota.
DAFTAR PUSTAKA

Amiany. 2004. Perkembangan Struktur Ruang Kota Malang Tahun 1767-2001. Diambil dari:
researchgate.net/publication/324280457_The_Spatial_Structure_Development_of_Malang_
City_between_1767_to_2001 (1 Oktober 2019).

Pratiwi, Yulia. 2014. Identifikasi Pola Morfologi Kota (Studi Kasus : Sebagian Kecamatan
Klojen, Di Kota Malang). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Vol.25 No.3. Desember
2014. Diambil dari: file:///C:/Users/asus/Downloads/1288-4622-2-PB%20(1).pdf (1 Oktober
2019).

Suyeno. 2018. Analisis Kebijakan Pengaturan Tata Ruang(Studi Tentang Analisis Rtrw Di Kota
Malang. Jurnal Ketahanan Pangan.Vol 2, No 1. 2019. Diambil dari
http://riset.unisma.ac.id/index.php/JU-ke/article/view/1050/1085 (1 Oktober 2019).

Anda mungkin juga menyukai