Anda di halaman 1dari 2

PERSEPSI KOTA LAMA

Oleh Galih Setyo Aji

Perkotaan di Indonesia terbentuk dari aktivitas kekuasaan dan jaringan perniagaan


antar bangsa di dunia. Tjandrasasmita (2000) menyebutkan bahwa di Pesisir Jawa sudah
berkembang kota-kota yang yang terbentuk sejak 11 M dari hubungan dagang dengan bangsa
Arab dan China melalui aktivitas pelabuhan yang menjadi awal mula kota-kota pesisir yang
masih bertahan hingga saat ini seperti Gresik, Surabaya, dan Tuban. Lombard (1996)
menjelaskan bahwa pada abad 16 bahwa kota – kota pelabuhan di Pesisir Jawa mencapai
masa keemasannya ketika terjadinya hubungan perdagangan dengan Eropa. Kota di pesisir
berkembang dari pelabuhan yang memiliki jalur-jalur sungai sebagi prasarana tranportasi
kota. Ashadi (2010) menjelaskan bahwa ketika kota di Pesisir berkembang sebagai kota
pelabuhan, kota di pedalaman berkembang menjadi kota kerajaan yang meneruskan konsepsi
dari tata ruang kerajaan majapahit. Pada abad 18-19 konsepsi kota-kota di Jawa
mengaplikasikan konsepsi tata ruang kerajaan yang diadaptasi dengan konsepsi tata ruang
kebupatian dan kolonial Belanda. Kota-kota di Jawa memiliki ciri khas berupa konsepsi
mancapat pancer lima dengan alun-alun di pusat kotanya (Tillema, 1922).

Pusat kota di masa sekarang bertranformasi menjadi CBD seiring meningkatnya


aktivitas masyarakat. Pusat kota merupakan zona yang sangat diincar masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan baik komersiil maupun politis. Pusat berkumpulnya masyarakat
sangat menjanjikan bagi kepentingan-kepentingan yang hanya dilihat untuk keuntungan suatu
kelompok sehingga pusat kota menjadi lebih cepat tumbuh dibandingkan daerah lain.
Pertumbuhan pusat kota menjadi sangat sensitive ketika kawasan tersebut merupakan
kawasan bersejarah yang menjadi awal berdirinya suatu kota. Kota-kota di Dunia saat ini
telah banyak kehilangan kawasan bersejarahnya karena aktivitas komersiil yang mengubah
landskap kota.

Urbanisasi dan ekspansi kota merupakan bentuk dari berkembangnya aktivitas


manusia yang ditandai dengan terbangunnya Kawasan-kawasan baru di Wilayah Perkotaan.
Pembangunan kota akan berdampak pada keberlanjutan pembangunan. Keberhasilan
pembangunan berkelanjutan dapat dinilai oleh kebermanfaatan pembangunan yang dapat
dirasakan oleh generasi selanjutnya (Alisjahbana, 2018). Kesuksesan keberlanjutan
pembangunan dapat ditandai dengan perencanaan kota yang baik. Kegagalan perencanaan
kota ditandai dengan munculnya aktivitas-aktivitas informal yang berperan dalam
mencipatkan urban sprawl. Kerusakan lingkungan dan hilangnya ruang publik merupakan
salah satu dampak yang diakibatkan dari tidak dilaksanakannya prinsip pembangunan
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan, yaitu :
pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (UNESCO World
Summit 2005). UNESCO (2001) menyebutkan lebih jauh menggali konsep pembangunan
berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa keragaman budaya penting bagi manusia
sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam. Dengan demikian pembangunan tidak
hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai
kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual. dalam pandangan ini, keragaman
budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Kota-kota meregenerasi kawasan bersejarahnya untuk kebutuhan ruang publik perkotaan.
Situs bersejarah kota menghadapi tantangan terhadap isu perubahan iklim. Perubahan iklim
menjadi salah satu ancaman bagi eksistensi bangunan bersejarah. Bangunan yang memiliki
komponen organik seperti kayu memiliki kerentanan pelapukan dan kehancuran. Berubahnya
iklim turut mengakibatkan perubahan lingkungan terutama lingkungan pesisir. Kota-kota di
pesisir mengalami penurunan muka tanah yang mengakibatkan kenaikan air laut.

Kota Semarang merupakan kota yang terbentuk dari aliran sungai yang menjadi
simpul transportasi abad 17 dan mengalami masa jayanya sebagai kota pelabuhan abad 18-
19. Semarang bertahan dan bertransformasi menjadi kota yang berdampingan antara kawasan
bersejarah dan modern. Kawasan Kota Semarang Lama merupakan kawasan bersejarah yang
mengalami regenerasi dan peremajaan kota. Situs Kota Lama yang merupakan pusat
perdagangan dan jasa di awal terbentuknya Kota Semarang saat ini bertransformasi menjadi
ruang publik yang ditujukan untuk mendukung kegiatan pariwisata dan budaya.
Pengadaptasian bangunan bersejarah merupakan wujud dari keberlanjutan pembangunan
yang diwujudkan dengan penggunaan fungsi baru bangunan cagar budaya. Namun,
peremajaan di Situs Kota Lama dinilai terlalu berlebihan dengan munculnya reklame tidak
sesuai peruntukan yang mengganggu vista lanskap. Beberapa bangunan direstorasi menjadi
pendukung kegiatan pariwisata dengan menampilkan aksen dan pewarnaan yang tidak tepat
dengan prinsip pelestarian. Tumbuhnya pariwisata massal menjadi ancaman dan beban bagi
kelangsungan situs bersejarah..

Anda mungkin juga menyukai