Anda di halaman 1dari 72

DESAIN DAN KEBUTUHAN INVESTASI FASILITAS

RDF
DAN BSF UNTUK TPST PIYUNGAN

Usulan Penelitian untuk Tesis S-2


Program Studi Teknik
Lingkungan

Diajukan Oleh
RADEN CHAHYORINDANI
21960045

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2022

i
Usulan Penelitian

DESAIN DAN KEBUTUHAN INVESTASI FASILITAS


RDF DAN BSF UNTUK TPST PIYUNGAN

diajukan oleh
RADEN CHAHYORINDANI
21960045

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

Ir. Nur Iswanto, M.Eng.Sc.,PhD tanggal ..........................

Pembimbing Pendamping

Dr. R.Ngt. Lina Wahyuni, S.Si.,M.Sc tanggal ..........................

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan, kekuatan dan kesabaran sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian
ini dengan tepat waktu. Penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan proposal
penelitian ini dengan baik tanpa pertolongan-Nya. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nantikan syafa’atnya di akhirat.

Penulis mampu menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Desain dan


Kebutuhan Investasi Fasilitas RDF dan BSF di TPST Piyungan” karena limpahan nikmat
sehat-Nya, baik berupa sehat fisik maupun akal pikiran. Proposal penelitian ini
disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat Magister S2

Program Studi Teknik Lingkungan di Institut Teknologi Yogyakarta.


Keberhasilan dalam penyusunan ini tentunya mengalami beberapa hambatan,
tantangan serta kesulitan, namun karena binaan dan dukungan dari semua pihak,
akhirnya semua hambatan tersebut dapat teratasi. Penulis mengucapkan terima
kasih, khususnya kepada:

iii
iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................viii
GLOSARIUM..........................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................................1
1.1.1. Permasalahan Penelitian............................................................................1
1.1.2. Pertanyaan Penelitian.................................................................................3
1.1.3. Batasan Masalah........................................................................................4
1.1.4. Keaslian Penelitian.....................................................................................4
1.2. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7
1.3. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8
2.1. Pengertian RDF ……................................................................................. 8
2.1.1. Teknologi RDF di Indonesia....................................................................12
2.2. Pengertian BSF............................................................................................18
2.2.1. Manfaat Larva BSF..................................................................................24
2.2.2. Konsep Pengolahan Sampah Organik di TPA/TPST...............................25
2.2.3. Proses Pengolahan Sampah Organik Menggunakan BSF........................25
2.3. Analisa Ekonomi.........................................................................................27
2.4. Landasan Teori............................................................................................36

v
2.4.1. Proyeksi Timbulan Sampah di TPST Piyungan..........................................37
2.4.2. Kriteria Desain Pengolahan RDF dan BSF...............................................38
2.4.3. Kelayakan Ekonomi..................................................................................41
2.5. Kerangka Pemikiran....................................................................................46
BAB 3 METODE PENELITIAN...........................................................................49
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................49
3.2. Alat dan Bahan Penelitian...........................................................................49
3.3. Metode Pengambilan Data...........................................................................50
3.4. Metode Pengolahan Data..............................................................................51
3.5. Ikhtisar Metodologi Penelitian......................................................................52
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................56

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pemerintah Mendorong Pengolahan Sampah Menggunakan RDF 12


.....
Gambar 2. Kondisi Persampahan Kabupaten Cilacap ...............……………...… 13
Gambar 3. Alur Pengolahan Sampah Menjadi RDF di Kabupaten Cilacap .…. 14
Gambar 4. Produksi Batubara Di Indonesia .......………………………….….. 15
Gambar 5. Progres Implementasi Pembangunan RDF di Indonesi ………….. 17
Gambar 6. Implementasi Coofiring RDF di PLTU …………………………… 17
Gambar 7. Tipe RDF pada Penggunaan PLTU milik PLN …………………… 18
Gambar 8. Maggot BSF Sebagai Pengurai Sampah ………………………….. 19
Gambar 9. Siklus Metamorphosis BSF ……………………………………….. 22
Gambar 10. Kerangka Konsep Pengolahan Sampah Organik Dengan BSF …… 25
Gambar 11. Siklus Hidup BSF ………………………………………………… 26
Gambar 12. Skema Sampah Kota Yogyakarta …………………………………. 38
Gambar 13. Kriteria Desain RDf dan BSF …………………………………….. 39
Gambar 14. Kerangka Pemikiran Penelitian …………………………………… 48
Gambar 15. Lokasi Penelitian ………………………………………………..... 48
Gambar 16 Diagram Alir Penelitian …………………………………………... 52

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian ………………………………………………... 1


Tabel 2. Perbandingan Eksport dan DMO Pemenuhan Batubara …………. 15
Tabel 3. Domestic Market Obligation ……………………………………… 16
Tabel 4. Kandungan Gizi dan Nutrisi Maggot ……………………………... 20
Tabel 5 Proyeksi Arus Kas Bulanan ………………………………………. 44
Tabel 6. Besaran Laba dan Rugi …………………………………………… 53
Tabel 7. Iktisar Penelitian …………………………………………………. 54

viii
GLOSARIUM

RDF = Refuse Derived Fuel


BSF = Black Soldier Fly
TPA = Tempat Pemrosesan Akhir
TPST = Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
Kartamantul = Yogyakarta, Sleman dan Bantul
ROI = Return On Invesment
IRR = Internal Rate of Return
NPV = Net Present Value
PP = Payback Period

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.1. Permasalahan Penelitian

Sampah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas manusia
sehari-hari. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perubahan pola
hidup masyarakat, maka persoalan sampah menjadi semakin kompleks.
Pengelolaan sampah memerlukan sarana dan prasarana yang tidak murah, selain
itu sampah juga berpotensi menimbulkan berbagai penyakit dan kerugian lain
seperti pencemaran udara, pencemaran air dan meningkatkan potensi terjadinya
banjir. Ketersediaan lahan untuk pengolahan sampah yang semakin terbatas,
mendorong pemerintah untuk melakukan penanganan dan pengelolaan
persampahan yang dapat dilakukan secara cepat, efektif, dan efisien. Penanganan
sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah namun juga menjadi
tanggung jawab bersama.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang


Pengelolaan Sampah dinyatakan bahwa saat ini pengelolaan sampah masih
belum sesuai dengan metode dan pengelolaan sampah yang berwawasan
lingkungan sehingga dapat berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan.
TPST Piyungan Yogyakarta menjadi salah satu tempat paling vital untuk
menyelesaikan permasalahan sampah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
TPST Piyungan menampung sampah dari tiga wilayah di Yogyakarta: Kota
Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Setiap harinya, sekitar 630 ton sampah
ditumpahkan ke TPST yang memiliki luas 12,5 ha. Menurut Dokumen Informasi
Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (2020) Dinas Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Yogyakarta, TPST Piyungan telah mengalami over-capacity sejak
tahun 2012. Hsl tersebut terutama disebabkan oleh model pengelolaan sampah di

1
TPST Piyungan yang menerapkan skema open dumping atau sampah dibuang
begitu saja, sementara penyiapan mekanisme sanitary landfill yang lebih ramah
lingkungan masih sedang berjalan dan belum sepenuhnya dapat dioperasikan di
TPST Piyungan.
Mengingat kebutuhan akan bahan bakar pada saat ini yang semakin
meningkat, maka salah satu pilihan dalam mengolah sampah adalah dengan
mengubah sampah menjadi energi atau bahan bakar (waste to energy). Kegiatan
tersebut selain akan mampu mengatasi persoalan dari aspek ekologis, juga akan
mampu menciptakan mekanisme circular economy di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Teknologi yang mampu mengubah sampah menjadi energi yang efisien
dan mudah diterapkan adalah sistem RDF (Refuse Derived Fuel). Konsep ini akan
mengolah sampah menjadi bahan bakar dalam bentuk briket atau curah, dan
selanjutnya akan digunakan untuk co-firing bahan bakar fosil seperti batubara di
pabrik manufaktur atau di PLTU. Co-firing merupakan proses penambahan bahan
bakar alternatif sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran bahan
bakar utama seperti batu bara. Teknologi ini merupakan teknologi baru di
Indonesia, dimana pilot project dari teknologi ini baru dikembangan tahun 2020 di
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Penelitian, pengembangan serta pembangunan RDF (Refuse Derived Fuel)
di TPST Piyungan akan diteliti untuk menjawab permasalahan yang ada di TPST
Piyungan tersebut. Beberapa poin utama dikembangkan penelitian ini adalah
mereduksi (mengurangi) jumlah sampah yang dibuang dan ditimbun (Sanitary
Landfill), meningkatkan kapasitas TPST, mengurangi dampak bau, menciptakan
lapangan kerja bagi penduduk sekitar, dan mampu meningkatkan umur guna dan
pakai TPST dengan mereduksi (pengurangan) sampah yang sudah ada di TPST
Piyungan untuk diolah dan menghasilkan produk energi terbarukan dengan
system RDF (Refuse Derived Fuel).
Kapasitas pemrosesan sampah yang masuk ke system RDF (Refuse
Derived Fuel) di TPST Piyungan ini diperkirakan mencapai 700 ton per hari.
Hasil pemilahan samapah organic dapat digunakan untuk menghasilkan maggot

2
dari Black Soldier Fly (BSF) yang selanjutnya diolah menjadi pellet pakan ternak
dan unggas. Pemilahan bahan-bahan anorganik melalui pola 3R dapat menambah
nilai ekonomis serta bahan bakar yang dihasilkan dari system RDF (Refuse
Derived Fuel) akan dapat digunakan untuk pabrik-pabrik manufaktur di Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan dan PLTU di daerah lainnya.
Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Satgas
Kartamantul (Yogyakarta, Sleman dan Bantul) membuka kesempatan kepada
pihak swasta agar bisa mengelola dan mengolah sampah di TPST Piyungan ini
dengan system Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) ditahun
2023 sebagai bentuk kerjasama yang di swakelolakan kepada pihak swasta
maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah di tahun 2020 sampai
dengan 2022 melakukan kegiatan optimalisasi pengelolaan sampah dengan system
Sanitary Landfill pada zona 1 dan 2, dan ditahun 2022 melakukan penambahan
lokasi pengelolaan dan pengolahan optimalisasi Sanitary Landfill pada zona 3 di
wilayah TPST Piyungan.
Untuk mewujudkan system pengelolaan dan pengolahan sampah di TPST
Piyungan tersebut, diperlukan penelitian dan kajian mengenai desain pengelolaan
dan pengolahan sampah yang baik menjadi RDF, sehingga peneliti mengajukan
usulan penelitian dengan judul “Desain dan Kebutuhan Investasi Fasilitas RDF
(Refuse Derived Fuel) dan BSF (Black Soldier Flies) Untuk TPST Piyungan”
sebagai bentuk desain pengelolaan dan pengolahan sampah organik dan anorganik
di akhir akhir pembuangan yaitu TPST Piyungan. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menguntungkan berbagai pihak, termasuk masyarakat serta menjawab
permasalahan sampah di TPST Piyungan.

1.1.2. Pertanyaan Penelitian


Permasalahan di TPST Piyungan Yogyakarta ini, peneliti mempunyai
beberapa pertanyaan. Adapun pertanyaan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Berapa peneliti bisa mengetahui jumlah timbulan sampah
yang masuk ke TPST Piyungan berdasarkan serta komposisi sampah?

3
2. Bagaimana desain kapasitas dan teknologi fasilitas pengolahan sampah
menjadi RDF yang sesuai untuk TPST Piyungan?
3. Berapa estimasi kebutuhan investasi (Capex), serta biaya operasional (Opex)
yang dibutuhkan? Bagaimana peneliti bisa mengetahui pengelolaan dan
pengolahan sampah di TPST Piyungan berdasarkan jenisnya (organik maupun
anorganik)?

4.
5. Bagaimana teknis pengolahan sampah menjadi briket melalui sistem RDF
(Refuse Derived Fuel), dan menjadi pakan ternak, unggas maupun ikan dari
BSF (Black Soldier Flies)?
6. Bagaimana teknis pengolahan sampah menjadi briket melalui sistem RDF
(Refuse Derived Fuel), dan menjadi pakan ternak, unggas maupun ikan dari
BSF (Black Soldier Flies)?
7. Bagaimana analisa kelayakan ekonomi ekonomi dan keuangan dari biaya
investasi, biaya operasional, pendapatan, dan waktu pengembalian modal
investasi pada kegiatan pengolahan sampah menjadi RDF (Refuse Derived
Fuel) dan BSF (Black Soldier Flies)?

1.1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian yang akan diteliti adalah sebagai berikut :


1. Penelitian terbatas pada jumlah timbulan dan komposisi sampah yang masuk
ke TPST Piyungan Yogyakarta (organik dan anorganik)
2. Penelitian terbatas pada pengelolaan dan pengolahan sampah di TPST
Piyungan berdasarkan jenisnya (organik dan anorganik).
3. Penelitian terbatas pada proses pengolahan sampah menjadi RDF
4. (Refuse Derived Fuel dan BSF (Black Soldier Flies)?
5. Penelitian dapat mengetahui apakah kegiatan pengolahan sampah menjadi
RDF (Refuse Derived Fuel) dan BSF (Black Soldier Flies) layak dari sisi
ekonomi dan dilakukan perhitungan ekonomi untuk mengetahuinya.

1.1.4. Keaslian Penelitian

4
Dalam penulisan tesis ini berdasarkan hasil penelitian, pemikiran, dan
pemaparan asli dari penulis sendiri. Penelitian serupa juga telah dilakukan
sebelumnya dan memperlihatkan perbedaannya dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis. Tabel 1.1. di bawah ini menjelaskan secara deskriptif,
singkat dan jelas terkait penelitian sebelumnya.

5
Tabel 1. Keaslian Penelitian

No
Nama, Tahun dan Judul Lokasi Variabel Hasil Perbedaan
.
1. I Wayan Koko Suryawan, I Bali, - Pengelolaan Sampah kota (MSW) di Bali memiliki berbagai - Lokasi pengolahan
Made Wahyu Wijaya, Novi indonesia sampah perkotaan dampak lingkungan. Salah satu pemutakhiran - Waktu penelitian
Kartika Sari, Iva Yenis - Penelitian pengolahan sampah berkelanjutan adalah - Kapasitas timbulan
Septiariva dan Nurulbaiti karakteristik pengolahan RDF treatment plant. Sebelum sampah
Listyendah Zahra, 2021, sampah kota melakukan pengolahan, diperlukan - Proses pengolahan
Potensi sampah kota (msw) - Hasil karakterisasi MSW karena setiap daerah sampah organic
energi menjadi bahan bakar
perbandingan memiliki komposisi yang beragam. Pengolahan berbeda
turunan sampah (rdf) di
pengurangan MSW menjadi RDF memberikan manfaat
provinsi bali, indonesia
sampah antara untuk pencapaian target pengurangan MSW,
Pengelolaan penggunaan energi terbarukan, dan
dengan RDF dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
Open Dumping Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk
- Desain bangunan mengetahui potensi MSW di Bali sebagai
pengolahan alternatif bahan bakar terbarukan dan
potensinya untuk mereduksi GRK. Potensi
nilai kalor MSW sebagai bahan baku RDF di
Bali bisa mencapai 9,58 - 17,71 MJ/kg.
Pelaksanaan pengolahan sampah menjadi RDF
dalam bentuk pelet telah menunjukkan nilai
kalor sebesar ± 3904 - 4945 kkkal/kg.
Penerapan pengolahan MSW menjadi RDF di
Bali dapat menurunkan GRK sebesar 178 - 330
kali dibandingkan dengan open dumping.

6
No
Nama, Tahun dan Judul Lokasi Variabel Hasil Perbedaan
.
2. Yvan Fauzie Darojat,Dr.Ir. - Produksi rdf Pengelolaan yang dilakukan di kampung - Lokasi pengolahan
Kasam M.T, 2016, Studi untuk mengubah Nelayan Cilacap. Studi ini bertujuan untuk - Waktu penelitian
karakteristik sampah dan fraksi sampah mengetahui timbulan dan karakteristik sampah - Kapasitas timbulan
potensi yang mudah serta mengetahui potensi energi dari sampah sampah
Pemanfaatan sebagai rdf terbakar dari anorganik khususnya komponen plastik - Proses pengolahan
limbah padat melalui konsep RDF (Refuse Derived Fuel). sampah anorganik
perkotaan untuk Produksi RDF didesain untuk mengubah fraksi
dan organik
dijadikan bahan sampah yang mudah terbakar dari limbah padat
berbeda
bakar perkotaan untuk dijadikan bahan bakar.
- Mengetahui Tahapan yang dilakukan yaitu melakukan .
timbulan dan sampling sampah, menguji karakteristik
karakteristik ampah, mendesain proses RDF serta
sampah mengetahui jumlah kalor yang dihasilkan dari
- Potensi energi komponen sampah plastic, lalu menghitung
dari sampah jumlah biaya investasi, operasi
anorganik dan maintenance dalam perencanaan jumlah
khususnya unit penghasil sampah sebanyak 49 orang
komponen plastik dalam 10 titik sampling sebesar 65,6 kg/3hari.
melalui konsep Dari karakteristik sampah, sampah plastik
rdf (refuse terdiri dari 8% kemudian di uji kadar kalor
derived fuel). dimana hasilnya didapatkan nilai kalor dari
sampah plastik yang ada yaitu 541.441,511325
Kkal/kg/hr. Investasi yang dibutuhkan sebesar
Rp 355.492.989,2,- untuk biaya operasional
sebesar Rp 1.700.000,- dan untuk biaya
pemeliharaan sebesarRp 1.500.000,- adapun
total keuntungan yang didapatkan sebesar Rp
9.052.344,28,-/bulan, dengan rincian tersebut

7
No
Nama, Tahun dan Judul Lokasi Variabel Hasil Perbedaan
.
didapat total modal yang dibutuhkan sebesar
Rp 354.366.240.
Kata
3. Mutiara Fadila Rania, I Gede Kabupate - Produksi rdf Tempat pembuangan sampah di Kabupaten - Lokasi pengolahan
Eka Lesmana dan Eka n tegal, bertujuan untuk Tegal telah mencapai 989,8 m3 / hari dan - Waktu penelitian
Maulana, 2019, Analisis propinsi mengubah fraksi meningkat setiap tahun. Persentase sampah di - Kapasitas timbulan
potensi refuse derived fuel jawa limbah yang TPA Murareja didominasi oleh sampah plastik sampah
(rdf) dari sampah pada tempat tengah, mudah terbakar yaitu 40,15%. Sampah plastik akan diolah - Proses pengolahan
pembuangan akhir (tpa) di indonesia menjadi bahan secara pirolisis dengan menggunakan bahan sampah organic
kabupaten tegal sebagai bahan bakar bakar Refuse Derived (RDF) sebagai bahan berbeda
bakar incinerator pirolisis - Seberapa besar bakarnya. Persentase sampah di TPA Murareja
potensi limbah yang dapat digunakan sebagai RDF cukup
untuk diolah tinggi, yaitu 28,7%, terdiri dari 15,35% limbah
menjadi rdf kertas, limbah karet / kulit 2,35%, kain
- seberapa optimal sampah 2%, kain sampah 2%, limbah kayu
nilai kalor rdf 1%, dan plastik 8% limbah. Limbah tersebut
akan digunakan dianggap berpotensi untuk diproduksi menjadi
sebagai bahan RDF. Produksi RDF bertujuan untuk
bakar pirolisis mengubah fraksi limbah yang mudah terbakar
insinerator pada dari limbah 4K1P (Kertas, Kayu, Kain, Karet /
pembangkit Kulit dan Plastik) menjadi bahan bakar. Oleh
tenaga sampah karena itu penting untuk mengetahui seberapa
besar potensi limbah 4K1P untuk diolah
menjadi RDF, dan seberapa optimal nilai kalor
RDF akan digunakan sebagai bahan bakar
pirolisis insinerator pada Pembangkit Tenaga
Sampah di Pembangkit Tenaga Sampah di
TPA
Murareja, Kabupaten Tegal. Berdasarkan hasil

8
No
Nama, Tahun dan Judul Lokasi Variabel Hasil Perbedaan
.
penelitian yang telah dilakukan, nilai teoritis
dari nilai teoritis briket RDF 4K1P adalah
3677,0945 - 5507,114 [kkal / kg]. Dari data
aktual yang diperoleh dengan pengujian
laboratorium, nilai limbah kalor minuman
RDF 4K1P RDF berjumlah 3973,45 [kCal /
kg].
Nilai kalor optimal RDF yang diperlukan
sebagai bahan bakar pembakaran pirolisis
adalah 3248,809 [kkal / kg]. Berdasarkan hasil
uji laboratorium, persentase kadar air, kadar
abu, kadar volatil dan kadar karbon masing-
masing adalah 4,68%, 11,64%, 7,81% dan
75,87%.
4. Aulia annas mufti, 2021, Lampung Mengolah sampah Berdasrkan komposisinya sampah padat - Lokasi pengolahan
analisis metode pengolahan Selatan organik perkotaan di Indonesia merupakan sampah - Waktu penelitian
sampah organik menggunakan menggunakan larva organik dengan presentase sekitar 70% dan - Kapasitas timbulan
larva black soldier fly BSF terdapat dua sampah anorganik sekitar 28%, sisanya adalah sampah
metode yaitu sistem sampah B3 yang pengolahannya dilakukan - Proses pengolahan
terbuka dan sistem secara khusus. Pengolahan sampah organik sampah organic
tertutup : dapat dilakukan menggunakan bantuan larva
berbeda
- Sistem terbuka BSF agar proses pengolahannya lebih cepat
dapat digunakan dan efisien. Dalam mengolah sampah organik
untuk mengolah menggunakan larva BSF terdapat banyak
sampah dengan metode yang digunakan. Oleh karena itu,
kapasitas kecil penelitian ini bertujuan untuk menganalisi
hingga menengah metode-metode yang dapat digunakan untuk
- Sistem tertutup mengolah sampah organik menggunakan larva

9
No
Nama, Tahun dan Judul Lokasi Variabel Hasil Perbedaan
.
dapat dingunakan BSF. Metode penelitian yang digunakan
untuk mengolah adalah systematic review. Berdasarkan hasil
sampah dengan pembahasan dalam mengolah sampah organik
kapasitas menggunakan larva BSF terdapat dua metode
menenga ke yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup.
besar. Sistem terbuka dapat digunakan untuk
mengolah sampah dengan kapasitas kecil
hingga menengah sedangkan sistem tertutup
dapat dingunakan untuk mengolah sampah
dengan kapasitas menenga ke besar. Jika akan
memilih metode untuk mengolah sampah
menggunakan larva BSF dapat
mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan
dari masing-masing metode
5 Sungging Pintowantoro, Yuli Surabaya, - Larva dari Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, - Lokasi pengolahan
Setiyorini, Tubagus Noor Jawa biomassa sampah Kota Surabaya memiliki jumlah pen- duduk - Waktu penelitian
Rohmannudin, Fakhreza Timur berpotensi untuk yang sangat banyak. Banyaknya penduduk - Kapasitas timbulan
Abdul dan Mavindra digunakan tersebut juga mempengaruhi pro- duksi sampah sampah
Ramadhani, sebagai makanan di Surabaya. Berdasarkan data dari - Proses pengolahan
ayam dan ikan di Kementerian Lingkungan Hidup sampah organic
peternakan. danKehutanan, sebanyak 2.800 ton sampah
berbeda
- Penguraian dihasilkan oleh sekitar 2,9 juta penduduk Kota
sampah oleh Surabaya tiap harinya. Dari nilai tersebut,
larva dapat sekitar 60% nya merupakan sampah organik.
menurunkan berat Sampah organik tersebut dapat diurai oleh
basah sampah Black Soldier Fly (BSF). Selain menguraikan
hingga 80%. sampah, BSF juga dapat dimanfaatkan untuk
- Residu penguraian diekstrak kandungan kitin dan kitosannya.

10
No
Nama, Tahun dan Judul Lokasi Variabel Hasil Perbedaan
.
sampah dengan Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan
memanfaatkan pengetahuan terkait pen- golahan sampah
BSF ini organik dengan BSF dan nilai tambah BSF
mengandung pada proses daur ulang sampah yang ada di
unsur organik Kedung Turi RW. 08, Kelurahan Kedungdoro,
yang memiliki Kec. Tegalsari, Kota Surabaya dengan
komposisi yang memanfaatkannya menjadi material kitosan.
mirip dengan Kegiatan ini dimulai dengan survei dan
kompos. - wawancara dengan warga setempat. Kemudian,
Pengaplikasian dilakukan uji coba penguraian sampah
penguraian menggunakan fresh maggot BSF dan ekstraksi
sampah dengan kitin di Laboratorium. Selanjutnya, kegiatan
memanfaatkan workshop dilakukan untuk memberikan penge-
BSF ini tidak tahuan tentang nilai tambah BSF pada warga
membutuhkan setempat agar semakin tertarik untuk
teknologi yang melakukan proses penguraian sampah
canggih sehingga menggunakan maggot BSF. Selain itu, saat
dapat kegiatan workshop juga diserahkan peralatan
diaplikasikan di untuk penguraian sampah menggu- nakan BSF
berbagai lokasi kepada warga setempat
dengan berbagai
kondisi.

11
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui Berapa jumlah timbulan sampah yang masuk ke Tempat
Penampungan Akhir TPST Piyungan berdasarkan jenisnya (organik maupun
anorganik)?
2. Membuat rencana pengelolaan dan pengolahan sampah di TPST Piyungan
berdasarkan jenisnya (organik maupun anorganik)?
3. Membuat rancangan teknis pengolahan sampah menjadi briket atau curah
melalui sistem RDF (Refuse Derived Fuel), dan mengolah sampah organic
menjadi pakan ternak, unggas maupun ikan hasil dari dari BSF (Black Soldier
Flies)?
4. Membuat analisa ekonomi dan keuangan dari biaya investasi, biaya
operasional, pendapatan, dan waktu pengembalian modal investasi pada
kegiatan pengolahan sampah menjadi RDF (Refuse Derived Fuel) dan BSF
(Black Soldier Flies)?

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :


1. Sebagai dasar mengetahui timbulan sampah yang masuk ke TPST Piyungan.
2. Memberikan manfaat pengelolaan sampah organik dan anorganik di akhir
pembuangan khususnya TPST Piyungan Yogyakarta.
3. Memberikan rekomendasi pengelolaan dan pengolahan sampah bagi
Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di TPST
Piyungan.
4. Agar bisa menjadi dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
5. Dapat dijadikan sebagai salah satu bahan kajian studi banding pada penelitian
serupa.

12
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA

2.1. Pengertian RDFSampah

Permasalahan sampah telah menjadi permasalah krusial di lingkungan


permukiman khususnya di perkotaan (Lishan et al. 2021). Perkotaan yang identik
dengan jumlah penduduk yang padat telah menghasilkan banyak limbah sampah
buangan bagi lingkungan baik berupa limbah padat (sampah) maupun limbah cair.
(Zan et al. 2022).
Rata-rata tingkat pengumpulan sampah di Indonesia hanya 39% sementara
61% sisanya tidak terkumpulkan. Hal ini berarti sekitar 40 juta ton sampah
terbuang ke lingkungan tiap tahunnya, dimana 47% diantaranya dibakar, 5%
terbuang di tanah dan 9% bocor ke laut, danau dan sungai. (Kementrian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, 2020)

Limbah padat terutama sampah permukiman menghadapi tantangan besar


dimana laju pertambahan penduduk telah membuat laju timbulan sampah
bertambah setiap tahunnya (Widayat et al. 2022). Berbagai metode pengelolaan
sampah telah ditelurkan untuk mengatasi masalah ini, baik berupa pengurangan
sampah dari sumbernya di TPS 3R (Puspitawati and Rahdriawan 2012) ,maupun
penanganan sampah di pembuangan akhir yaitu TPA/TPST yang saat ini
berkembang dengan pengelolaan sampah menjadi bahan bakar alternatif berupa
RDF atau Refuse Derived Fuel (Rania, Lesmana, and Maulana 2019)
Selain Limbah padat permasalahan lainnya yaitu limbah cair yang muncul
tidak hanya dari aktifitas rumah tangga tapi juga muncul dari aktifitas industri.
Seperti limbah cair mercuri pada industry pertambangan emas (Lutfi, Wignyanto,
and Kurniati 2018) memberikan dampak yang sangat signifikan bagi kesehatan
lingkungan (Agus, Sukandarrumidi, and Wintolo 2005)terutama limbah tambang
emas tradisional yang pengawasannya masih sangat minim karena berjalan secara
illegal (Setia Ritma Pamungkas, Thyaib, and Inswiasri 2015). Keberadaan

13
industry-industri ini tidak hanya menghasilkan limbah cair tapi juga menghasilkan
gas emisi rumah kaca yang dapat menimbulkan efek bagi pemanasan global
(Kweku et al. 2018).Selain bidang perindustrian keberadaan industry pangan
berupa peternakan dan pertanian juga memberi peran dalam pemanasan grobal
(Vasconcelos et al. 2018).
Semakin menipisnya cadangan sumber energi tidak terbarukan yang
berasal dari fosil seperti minyak bumi dan gas mengakibatkan nilai bahan bakar
ini semakin meningkat. Sebaliknya peningkatan taraf hidup masyarakat diikuti
dengan peningkatan kebutuhan energy dalam menunjang aktivitasnya . Hal ini
memaksa kita untuk mencari dan mengembangkan segala bentuk energi
alternative lain yang mungkin menjadi sumber energi baru terbarukan(Caturwati,
Mekro, and Angga 2015). Limbah Padat Kota (LMK) memiliki potensi besar
sebagai bahan baku terbarukan untuk menghasilkan energi modern melalui
termokimia yang disebut pyrolyis, dan proses densifikasi untuk membentuk
Refused Derived Fuels (RDF), yaitu LMK briket char.
Salah satu konsekuensi jangka panjang yang tidak kalah penting dari sistem
di TPA ini adalah pembentukan emisi gas metan yang tidak terkontrol dari
tumpukan sampah yang terurai secara aerob dan anaerob, membentuk gas rumah
kaca dan berkontribusi terhadap pemanasan global 21 kali lebih besar daripada
gas karbondioksida (Caturwati, Mekro, and Angga 2015). Pengelolaan sampah
bertujuan memindahkan sampah dari tempat ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
supaya tidak membahayakan lingkungan. Menurut UU No. 18 Tahun 2008, setiap
pemerintah daerah memiliki tugas melaksanakan pengelolaan sampah dan
memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (Ariyani,
Putra, and Kasam 2018). Jenis, Sumber dan Pengelolaan Sampah Perkotaan
Dalam Undang- Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, jenis
dan sumber sampah yang diatur menurut (Wathoni and Maulidan, n.d.) adalah :
1. Sampah Rumah Tangga Yaitu sampah yang berbentuk padat yang
berasal dari sisa kegiatan seharihari di rumah tangga, tidak termasuk
tinja dan sampah spesifik dan dari proses alam yang berasal dari

14
lingkungan rumah tangga. Sampah ini bersumber dari rumah atau dari
komplek perumahan.
2. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Yaitu sampah rumah tangga
yang bersala bukan dari rumah tangga dan lingkungan rumah tangga
melainkan. berasal dari sumber lain seperti pasar, pusat perdagangan,
kantor, sekolah, rumah sakit, rumah makan, hotel, terminal, pelabuhan,
industri, taman kota, dan lainnya.
3. Sampah Spesifik Yaitu sampah rumah tangga atau sampah sejenis
rummah tangga yang karena sifat,konsentrasi dan/atau jumlahnya
memerlukan penanganan khusus, meliputi, sampah yang mengandung
B3 (bahan berbahaya dan beracun seperti batere bekas, bekas toner, dan
sebagainya), sampah yang mengandung limbah B3 (sampah medis),
sampah akibat bencana, puing bongkaran, sampah yang secara teknologi
belum dapat diolah, sampah yang timbul secara periode (sampah hasil
kerja bakti).
Sampah terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sumbernya dibagi
menjadi 6, yaitu :
1. Sampah alam sampah yang diproduksi di kehidupan liar dan melalui
proses daur ulang alami, seperti daun-daun kering di hutan yang terurai
menjadi tanah.
2. Sampah manusia ialah sampah hasil dari pencernaan manusia, seperti
feses dan urin.
3. Sampah konsumsi ialah sampah yang dihasilkan oleh manusia dari
proses penggunaan barang seperti kulit makanan dan sisa makanan.
4. Sampah nuklir ialah sampah yang dihasilkandihasilkan dari fusi dan fisi
nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya
bagi lingkungan hidup dan juga manusia.
5. Sampah industri ialah sampah yang berasal dari daerah industri yang
terdiri dari sampah umum dan limbah berbahaya cair atau padat.
6. Sampah pertambangan. Ialah sampah yang dihasilkan dari kegiatan
penambangan suatu kekayaan alam.

15
Jenis jenis sampah berdasarkan sifatnya terbagi menjadi tiga yakni sampah
organik atau degradable, sampah anorganik atau undegradable dan sampah
beracun atau B3 :
1. Organik (Degradable) Sampah organik merupakan jenis sampah mudah
membusuk misal sisa makanan, sayuran, daun kering dan lainnya. Kelebihan
dari sampah ini dapat diolah sehingga dapat digunakan sebagai pupuk kompos.
2. Anorganik (Undegradable) Selanjutnya adalah jenis sampah anorganik yang
merupakan sampah tidak mudah membusuk, antara lain seperti plastik wadah,
kertas, botol, gelas minuman, kayu, pembungkus makanan, dan masih banyak
lagi. Sampah ini dapat Anda jadikan sampah komersial atau sampah yang
pada nantinya laku dijual guna dijadikan produk lain. Dengan sampah ini
Anda juga dapat membuat suatu kerajinan tangan seperti tas yang menarik.
3. Beracun (B3) Berikutnya adalah sampah B3 atau beracun, biasanya sampah ini
berasal dari limbah rumah sakit, limbah pabrik atau lainnya. Menurut Undang-
Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,
yang termasuk sampah B3 ialah sampah yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun. Sampah B3 ini memiliki ciri lain yakni sampah yang belum
dapat diolah dengan cara teknologi dan timbul secara periodik.
2.2. RDF
Di sisi lainSeiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta peningkatan
aktivitas perekonomian, kebutuhan akan energi semakin tinggi., Nnamun di sisi
lain, sumber daya yang tersedia semakin berkurang (Novita and Damanhuri
2010). Dibutuhkan energi alternatif yang dapat menggantikan sumber daya tidak
terbarukan seperti bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan batu bara).
Sumber eEnergi ini dapat digantikan oleh energi yang terkandung di dalam
sampah, dikenal dengan konsep waste to energy. Proses waste to energy (WTE)
adalah proses reckoveryi energi dari limbah melalui pembakaran langsung
(insinerasi, pirolisis, dan gasifikasi), atau dengan produksi bahan bakar dalam
bentuk metan, hidrogen, dan bahan bakar sintetik lainnya
(anaerobic digestion, mechanical biological treatment, refused-derived fuel).
Karena kaitannya dengan energi, nilai kalor sampah menjadi parameter penting.
Refuse Derived Fuel (RDF) adalah hasil proses pemisahan limbah padat fraksi
16
sampah mudah terbakar dan tidak mudah terbakar seperti metal dan kaca. RDF
mampu mereduksi jumlah sampah dan menjadi co-combustion, bahan bakar
sekunder industri semen dan industri pembangkit listrik. Dalam pembuatan RDF,
fraksi sampah yang mudah terbakar pada umumnya dilakukan reduksi ukuran lalu
dikeringkan supaya dapat digunakan sebagai bahan bakar . Adanya biaya investasi
yang sangat tinggi yang harus dikeluarkan untuk proyek pengembangan
pembangunan fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) tersebut, menyebabkan
pembangunan proyek ini harus diuji kelayakannya, bBagaimana neraca masa,
neraca energi dari sistem pilot PST Penujah dengan konsep Zero Waste sehingga
pelaksanaan dari zona hulu, zona tengah dan pengelolaan di zona hilir menjadi
benar-benar terlaksana dengan konsep Zero Waste (Alexander, n.d.). Gambar di
dibawah ini adalah gambar menunjukkan mengenai peran pemerintah untuk
mendorong dilakukannya pengolahan sampah dengan RDF

Gambar 1. Pemerintah Mendorong Pengolahan Sampah Menggunakan RDF


Sumber: Direktorat Sampah KLHK, 2020

2.1.1. Teknologi RDF di Indonesia


Konsep pengelolaan sampah dengan teknologi RDf merupakan hal baru
dalam pengelolaan dan pengolahan sampah di Indonesia. Teknologi RDF yang
telah beroperational di Indonesia sudah dilakukan oleh kabupaten Cilacap.

17
Kapasitas produksi pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan di fasilitas
Refused Derrived Fuel (RDF) Jeruklegi, Kabupaten Cilacap, akan dinaikkan
menjadi 200 ton per hari. Saat ini, kapasitas produksi Tempat Pengelolaan
Sampah Terpadu (TPST) tersebut sebesar 140 ton per hari.

Gambar 2. Kondisi Persampahan Kabupaten Cilacap

Gambar di atas menunjukkan, dari timbulan sampah pertahun yang


dihasilkan Kabupaten Cilacap pada tahun 2020 menunjukkan jumlah 334.767
ton/tahun dan baru dapat terkelola sebesar 258.547 ton/tahun (77,23%) sedangkan
yang belum terkelola sebesar 76.220 ton/tahun (22,77%). Dari sampah yang sudah
terkelola tersebut, berhasil dilakukan pengurangan sebesar 43.667 ton/tahun
(13,04%) sedangkan yang berhasil dilakukan penanganan sebesar 214.879
ton/tahun (64,19%). Estimasi tersebut melalui data BPS mengenai jumlah
penduduk tahun 2019 sebesar 1.906.037,47 jiwa dengan pertumbuhan sebesar
0,38% per tahun. Gambar diDi bawah ini adalah gambar mengenai alur
pelaksanaan pengolahan menggunakan RDF di Kabupaten Cilacap.

18
Gambar 3. Alur Pengolahan Sampah Menjadi RDF di Kabupaten Cilacap

Pengolahan menjadi RDF di kabupaten Cilacap, dengan jumlah sampah


harian sebesar 136 ton/hari dapat menghasilkan RDF sebesar 51 ton/hari. Kalori
yang dihasilkan sebesar 3.217 kcal/kg RDF dengan potensi energy RDF sebesar
164.067.000 kcal/hari. Kabupaten Ccilacap sudah menjalin kerjasama dengan
PT Semen Indonesia Tbk untuk pasokan proses produksi pembuatan semen. RDF
yang dihasilkan dari pengolahan sampah merupakan co-ofiring merupakan proses
penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan
campuran batu bara sebesar10% dari pemakaian batu bara. Hal ini tentunya
merupakan hal yang ramah lingkungan, dimana batu bara sebagai sumber
enegrgi yang akan habis mendapat pengurangan dari pasokan RDF yang terbuat
dari sampah.

Data produksi batubara yang diperoleh dari website Badan Pusat Statistik
memperlihat pertumbuhan produk batubara yang cukup signifikan. Data tersebut
dapat dilihat pada grafik berikut.

19
Produksi
700000000 Batubara(Ton)
600000000
500000000
400000000
300000000
200000000
100000000
0
2014 2015 2017 2018 2019 2020

Produksi Batu Bara(Ton)

Gambar 4 Produksi Batubara di Indonesia


Sumber : Badan Pusat Statistik 2021

Peningkatan produksi batubara pada umumnya dipengaruhi oleh harga


batubara dan permintaan domestik serta permintaan dunia. Namun, hampir
sebagian besar produksi tersebut diperuntukan untuk memenuhi permintaan pasar
ekspor, yaitu sekitar 70% dan sisanya 30% untuk kebutuhan domestik. Adapun
perbandingan pemenuhan kebutuhan ekpor dan domestik dapat dilihat melalui
tabel berikut.

Tabel 2. Perbandingan Ekspor dan DMO Pemenuhan Batubara


Tahun Ekspor Domestik
2016 365 91
2017 354 97
2018 442 115
2019 454,5 138
2020 220,82 86,10
Sumber: MODI KESDM dan Berbagai Sumber Olahan APBI-ICMA tahun 2020

Data dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), kebutuhan


batubara dalam negeri di dominasi oleh PLTU dengan kebutuhan kalori sekitar
4000-6300 Kkal/Kg. Sedangkan yang paling sedikit adalah untuk industri briket
yaitu kurang dari 4000 Kkal/Kg. Adapun data tersebut dapat dilihat lebih detail
pada tabel berikut.

20
Tabel 3. Domestic Market Obligation (DMO)
2020
2020 revisi
Pengguna 2016 2017 2018 2019 sebelum pande Kualitas (kkal/kg)
covid mic
covid
PLTU 75.4 83 91.14 97.73 108.92 87.59 4000-6300
Metalurgi 0.39 0.3 1.75 5.40 16.52 23.98 >3400
Pupuk, 14,73 13,7 22,18 34,86 29,45 28,31 Pupuk (3397-5305),
semen, Semen
textile,
(4200-4500), Textile
pulp &
(5000-
paper
6500), Pulp & Paper
(>3800)
Briket 0,03 0,03 0,01 0,01 0,01 0,0003 <4000
Keramik, N/A N/A N/A N/A 0 1,147
Petrokimia,
Klor Alkali
Total 90,55 97,03 115,09 138,03 155,00 141,07
Sumber : MODI KESDM dan Berbagai Sumber Olahan APBI-ICMA tahun 2020

Data tersebut memperlihatkan peluang pengunaan bahan bakar alternatif,


mengingat industri yang membutuhkan pasokan energi terfokus pada pulau Jawa.
terdapat banyak sekali sektor industri mulai dari industri kecil hingga industri
besar seperti produsen makanan dan minuman ringan ternama di Indonesia yang
membutuhkan pasokan energi besar. Dengan didorong program pemerintah untuk
mencari energi alternatif (Energi Baru Terbarukan) maka peluang penggunaan
briket RDF ini semakin terbuka lebar. Didukung pula dengan harga yang jauh
lebih murah dibanding batubara yaitu sebesar Rp 300 – Rp 800/Kg membuat
produk briket RDF ini semakin menjanjikan. Berikut ini adalah gambar mengenai
rencana pembangunan pengelolaan sampah dengan RDF di Indonesia.

21
Gambar 5. Progres Implementasi pembangunan RDF Di Indonesia

Pemanfaatan RDF dari sampah masih sangat terbuka lebar di Indonesia,


karena sanggup mengurangi penggunaan batu bara yang notabene merupakan
sumber daya alam yang akan habis. Penggunaan RDF sebagai coo-firing pada
proses penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan
campuran batu bara masih diperlukan, gambar berikut adalah implementasi co-
ofiring di 52 PLTU di Indonesia.

Gambar 6. Implementasi Co-ofiring RDF di PLTU

22
Pemanfaatan RDF tersebut masih sangat luas, selain PLTU dan Pabrik
Semen, RDF juga digunakan untuk proses produksi yang menggunakan boiler
sebagai pemanas alat pembangkit steam dalam proses produksi. Di bawah ini
adalah gambar tipe RDF dan peruntukannya pada PLTU.

Gambar 7. Tipe RDF pada penggunaan PLTU milik PLN

Tipe RDF pada penggunaannya mempunyai beberapa tipe yang digunakan


pada PLTU. Seperti PLTU dengan system PC (Pulverized Coal). Perusahaan
Listrik Negara (PLN) yang menginisiasi aksi korporasi melalui metode co-ofiring
menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan 1% co-ofiring di PLTU di Indonesia,
maka dibutuhkan biomassa sebanyak 17.470 ton per hari atau 5 juta ton wood
pellet ton per tahun, ekuivalen dengan 738 ribu ton per tahun pellet sampah.
Sedangkan pada PLTU dengan system CFB (Circulating Fluidized Bed)
membutuhkan bentuk pellet RDF dalam pengoperasiannya. Sedangkan untuk
PLTU dengan model boiler Stoker menggunakan model RDF cetakan yang lebih
besar.

2.3. Pengertian BSF


Berdasrkan komposisinya sampah padat perkotaan di Indonesia
merupakan sampah organik dengan presentase sekitar 50-70% dan sampah
anorganik sekitar 28%, sisanya adalah sampah B3 yang pengolahannya dilakukan

23
secara khusus (Mufti 2021). Tujuan pengolahan sampah untuk mengurangi jumlah
limbah namun dapat menciptakan nilai ekonomi dari limbah. Pengolahan sampah
organik yang saat ini sedang gencar dilakukanya itu mengubah sampah organik
menjadi bioenergi dengan membudidayakan maggot BSF (Black Soldier Fliesy)
sebagai pakan ternak atau ikan (Masyarakat and dan Bakti, 2022). Penggunakan
larva lalat untuk pengolahan sampah organik telah dimulai hampir 100 tahun yang
lalu. Banyak penelitian laboratorium telah menunjukkan bahwa beberapa spesies
lalat dapat digunakan untuk biodegradasi limbah organik, seperti lalat tentara
hitam Black Soldier Fliesy merupakan serangga yang paling banyak dipelajari.
Larva BSF menerima variasi bahan organik yang mudah membusuk. Hasil residu
biokonversi menggunakan larva BSF menghasilkan kompos yang lebih baik
daripada pupuk kotoran hewan atau residu tanaman (Diener et al., n.d.)
2.3.1. Apa itu Maggot BSF?

Maggot BSF (Black Soldier Fliesy) adalah larva dari jenis lalat besar
berwarna hitam yang terlihat seperti tawon. Maggot BSF adalah bentuk dari siklus
pertama (larva) Black Soldier Fly yang melalui proses metamorfosis menjadi lalat
dewasa. Fase metamorfosa maggot BSF dimulai dari telur, larva, prepupa, pupa,
dan lalat dewasa, semuanya memakan waktu 40 sampai 45 hari saja. Tidak seperti
lalat yang biasa kita temui, jenis bernama latin Hermetia Illucens ini memiliki
banyak keuntungan dan manfaat bagi manusia (Monita et al. 2017).

Gambar 8. Maggot BSF sebagai pengurai sampah

Kelebihan dan Manfaat Maggot BSF


Kelebihan dan manfaat dari Maggot BSF ini adalah sebagai berikut :

24
1. Perbaikan Lingkungan
Selama masa hidupnya maggot BSF mengonsumsi makanan organik.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia marak akan limbah organik. Ini membuat
membudidayakan maggot lalat super ini akan membantu menekan jumlah limbah
organik yang sudah lama menjadi permasalahan masyarakat dan pemerintah.
Kemampuan maggot BSF dalam memakan limbah organik sangat memukau.
Sejumlah 15 ribu larva Black Fly Soldier dapat menghabiskan sekitar 2 kg
makanan dan limbah organik hanya dalam waktu 24 jam saja. Bayangkan saja,
jika satu ekor betina BSF dapat menghasilkan sekitar 600 telur, maka hanya
dibutuhkan sekitar 20 ekor lalat super betina untuk menghasilkan 10 ribu larva.
2. Digunakan untuk Pakan Super Penuh Nutrisi
Selain dapat mereduksi jumlah sampah organik tidak baik di sekitar kita,
larva BSF juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bahkan, jenis pakan
ternak satu ini semakin banyak penggemarnya. Itulah mengapa budidaya maggot
BSF makin ke sini semakin ramai dan menguntungkan. Maggot BSF dibekali
nutrisi yang amat baik. Kandungan asam amino dan proteinnya adalah sumber
nutrisi dan zat yang dibutuhkan oleh setiap hewan ternak untuk tumbuh sehat dan
kuat. Nutrisi di atas tidak hanya baik untuk ayam, namun juga ikan, dan hewan
peliharaan rumah lainnya seperti burung, iguana, tokek, dan sebagainya.

Tidak hanya asam amino dan protein, maggot BSF juga mengandung
protein sebesar 40%. Lebih jelasnya, kandungan gizi dan nutrisi maggot BSF bisa
dilihat dari tabel hasil penelitian maggotbsf.com di bawah ini:

Tabel 4. Kandungan Gizi dan Nutrisi Maggot BSF


NO ASAM AMINO KANDUNGAN MINERAL DAN KANDUNGAN
ESENSIAL (%) NUTRIEN LAINNYA
1 Methionine 0,83 P 0,88 %
2 Lysine 2,21 K 1,16 %
3 Leucine 2,61 Ca 5,36 %
4 Isoleucine 1,51 Mg 0,44
5 Histidine 0,96 Mn 348 ppm
6 Phenylalanine 1,49 Fe 776 ppm
7 Valine 2,23 Zn 271 ppm
8 I-Arginine 1,77 Protein Kasar 43,2 %
9 Threonine 1,41 Lemak Kasar 28,0 %
10 Tryptophan 0,59 Abu 16,6%

25
Zat-zat baik ini dihasilkan dari jumlah makanan organik yang dimakan
setiap harinya. Berikut adalah keunggulan maggot BSF lainnya:
 Tidak bau amis seperti pakan lainnya.
 Tidak jorok, mudah diambil dan disimpan.
 Mudah dicerna oleh hewan ternak.
 Murah dibeli dan hemat.
 Sangat sehat bagi hewan ternak.
 Cara budidayanya mudah dan tanpa ribet.
 Panen jelas dan teratur.

Tahap Persiapan Ternak Maggot BSF


1. Kandang
Kandang adalah kebutuhan setiap hewan ternak, namun karena pakan yang
digunakan juga termasuk makhluk hidup, tentunya kita membutuhkan hal yang
sama.Fungsi kandang berlaku sebagai tempat Black Soldier Fly untuk
memproduksi telur-telur sebagai bibit maggot BSF. Pikirkan terlebih dahulu
berapa besar kandang yang dibutuhkan. Semuanya tergantung dengan sebanyak
dan sebesar apa penggunaan maggot BSF yang akan dijalani.
2. Media Penetasan Telur
Siapkan media untuk telur BSF menetas, bisa dibuat dari boks kardus kecil
atau terbuat dari tripleks. Setelah telur menetas, pindahkan larvanya langsung
ke biopond sebagai media pembesaran. Pisahkan media penetasan dan
pembesaran di dalam kandang. Pemisahan ini sangat penting karena jika menyatu,
telur-telur akan mudah pecah tertekan oleh larva.
3. Apa itu Biopond?
Biopond adalah tempat pembesaran larva lalat BSF yang biasanya
dirangkai dari kayu, PVC, dan dipenuhi oleh tanah gembur. Pada dasarnya,
biopond memiliki 2 jenis, yaitu
 Biopond biasa yang tidak dilengkapi ramp (digunakan sebagai
media untuk memproduksi larva kecil) dan

26
 Biopond yang memiliki ramp / bidang miring sebagai jalan
migrasi prepupa.

Sama seperti media penetasan, ukuran biopond sebaiknya disesuaikan


dengan jumlah telur yang menetas. Fase hidup BSF merupakan sebuah siklus
metamorfosis sempurna dengan 5 (lima) fase yaitu; fase dewasa, fase telur, fase
prepupa, dan fase pupa. Gamber berikut adalah siklus metamorphosis BSF.

Gambar 9. Siklus metamorphosis BSF

Siklus hidup BSF berkisar antara beberapa minggu hingga beberapa bulan,
tergantung pada temperatur lingkungan, serta kualitas dan kuantitas makanan.
Siklus hidup BSF dari telur hingga menjadi lalat dewasa berlangsung sekitar 40-
43 hari, tergantung dari kondisi lingkungan dan media pakan yang diberikan. BSF
berwarna hitam dan bagian segmen basal abdomennya berwarna transparan (wasp
waist), sekilas terlihat menyerupai abdomen lebah. Panjang BSF antara 15-20 mm
dan mempunyai waktu hidup 5-8 hari. Siklus hidup BSF dimulai dari sekitar 500
telur diletakkan dalam kelompok yang menetas dalam waktu 4-21 hari.
Panjangnya sekitar 1 mm, telurberbentuk oval memanjang berwarna kuning pucat
atau berwarna krem saat baru diletakkan, tetapi menjadi gelap seiring waktu.

27
Ketika baru menetas, larva berwarna putih krem dan panjang sekitar 1,8 mm, agak
pipih, dengan kepala kecil berwarna kekuningan hingga hitam. Kulitnya keras dan
kasar. Dalam kondisi optimal, larva membutuhkan waktu dua minggu untuk
mencapai tahap pre-pup a, tetapi periode ini dapat meningkat menjadi lima
bulan jika makanan terbatas. Saat mencapai tahap pre-pupa, larva BSF
akan mengosongkan saluran pencernaannya dan berhenti makan dan
bergerak.
Larva BSF betina meletakkan telurnya pada beberapa variasi substrat
organik, baik tumbuhan maupun hewan yang membusuk seperti
buahbuahan, sayuran, kompos, humus, ampas kopi, bahan-bahan pangan
(kecap, madu, polen). Telur BSF melewati masa inkubasi selama 72 jam
atau 3 hari. Pada saat telur menetas, larva muncul dan langsung memasuki
tahap makan. Laju pertumbuhan relatif larva sangat pesat hingga hari ke-8.
Bobot tubuh juga terus bertambah sampai ketika hendak memasuki tahapan
prepupa. Karena tahapan prepupa adalah tahapan ketika tidak lagi dilakukan
aktivitas makan, maka ada kecenderungan ketika hendak memulai inisiasi
pupa, bobot tubuh prepupa menjadi sedikit berkurang. Tahapan larva yang
berkulit putih berlangsung kurang lebih 12 hari. Selanjutnya larva mulai
berubah warna menjadi coklat dan semakin gelap seminggu kemudian.
Prepupa sejak hari ke-19. Pupa 100%. Pada proses perkawinan setiap kali
dibutuhkan, lalat yang keluar akan diambil dari kandang gelap. Hal ini
dilakukan dengan cara menghubungkan kandang gelap ini dengan sebuah
terowongan yang tidak gelap dan tergantung pada bingkai yang dapat
dipindahkan. Hal ini karena merupakan tempat di mana perkawinan terjadi,
dinamakan “love cage” atau kandang kawin. Pencahayaan yang dipasang
pada ujung terowongan akan menarik lalat untuk terbang dari kandang gelap
ke kandang kawin. Kandang kawin secara berurutan dihubungkan dengan
tiga sampai empat kandang gelap untuk mengumpulkan lalat yang baru
keluar. Metode ini memungkinkan kepadatan lalat yang konstan dan stabil dalam
kandang kawin. Selain itu, lalat-lalat yang telah diambil tersebut
memiliki usia yang sama. Ada manfaatnya apabila di kandang perkawinan

28
terdapat lalat-lalat yang berusia sama, yaitu lalat-lalat tersebut akan kawin
dan bertelur pada waktu yang kurang lebih sama.
Larva BSF memiliki beberapa karakter diantaranya; yaitu dapat
mereduksi sampah organic; mampu hidup dalam rentang pH yang tinggi;
tidak membawa gen penyakit, memiliki kandungan protein yang tinggi (40-
50%); masa hidup larva cukup lama (± 4 minggu); dan mudah dibudidayakan
(Suciati and Faruq 2017).
Kondisi optimal untuk pemeliharaan larva BSF berada pada kisaran
temperature 29-31 °C dan kelembapan antara 50-70 %. Maka dari itu
kontainer pembiakan larva BSF harus terhindar dari cahaya matahari
langsung dan hujan. Sampah yang telah dicacah juga harus dengan
kelembaban 70-80%. Temperatur optimal untuk perkawinan dan oviposisi
berturut-turut adalah 24-40 °C dan 27,5- 37,5 °C. Kisaran kelembaban relatif
dalam toleransi antara 30-90% (Newton, Burtle, and Tomberlin 2005) dan 50-
90%.

2.2.1. Manfaat Larva BSF


Disamping dapat mengurangi sampah padat perkotaan, menghasilkan
produk yaitu larva BSF yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak,
dengan sumber protein yang tinggi. Penggunaan Maggot BSF ini sangat
direkomendasikan, karena mempunya keuntungan, yaitu lebih ekonomis,
ramah lingkugan, kandungan protein tinggi, membuka peluang usaha untuk
meningkakat pendapatan petani. Memberikan informasi kepada masyarakat
umum dan UKMK untuk pemanfaatan sampah organik sebagai pakan larva
BSF (maggot) untuk mendapatkan pakan ikan dan hewan ternak.
Pemanfaatan larva Black Soldier Fly (Soldier and Hermetia 2019) sebagai
biokonversi sampah organik perkotaan, memberikan potensi keuntungan.
Selain pengurangan sampah padat perkotaan, produk dalam bentuk larva
BSF, yang disebut prapupa, menawarkan nilai tambah yang berharga
sebagai pakan ternak.

29
2.2.2. Konsep Pengolahan Sampah Organik di TPA/TPST
Konsep pengelolaan sampah di akhir pembuangan (TPA/TPST) dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar10. Kerangka Konsep Pengolahan sampah organik dengan BSF

Konsep pengolahan sampah organik di TPA/TPST menggunakan BSF ini


memerlukan tahapan yang harus dilakukan dalam penelitian.

2.2.3. Proses Pengolahan Sampah Organik Menggunakan BSF

Siklus hidup BSF merupakan siklus metamorfosis sempurna dengan lima


fase yaitu; fase dewasa,fase telur,fase prepupa dan fase pupa. Pada fase
dewasa BSF melakukan perkawinan, dua sampai tiga hari setelah kawin
betina akan bertelur. Literatur lain menyebutkan bahwa seekor lalat betina
BSF mampu memproduksi telur berkisal antara 546-1.505 dalam bentuk
masa telur dan lalat bertina hanya bertelur satu kali selama masa hidupnya
setelah itu mati (Soldier and Hermetia 2019). Pada fase telur, telur bsf akan
melewati fase inkubasi 72 jam atau 3 hari. Pada hari ke-1 ukuran larva BSF
kurang dari 1mm hampr tidak terlihat. Memasuki larva dewasa usia 0-18 hari
larva berwarna putih kecoklatan. Memasuki fase prepupa usia 18-21 hari warna
larva BSF sudah menghitam, larva BSF mulai tidak makan dan mulai

30
memanjat dari bioreaktor mencari tempat kering. Fase pupa larva BSF sudah
tidak bergerak rata-rata 7 hari-1bulan sampai menetas lalu kembali menjadi
lalat BSF dewasa. Gambar berikut menunjukkan siklus hidup BSF yang dapat
dilihat pada gambar berikut.

Gambar 11. Siklus Hidup BSF

Mekanisme proses pengolahan sampah organik menggunakan metode


larva BSF yaitu sampah yang baru dikumpulkan terlebih dahulu dipilah untuk
mencegah sampah anorganik atau sampah lainnya seperti kayu, plastik,
botol minuman, dan lain-lain. Proses pemilahan ini bertujuan untuk memisahkan
sampah organik dengan sampah anorganik sebelum dimasukkan ke
bioreaktor. Setelah dilakukan proses pemilahan maka dilakukan pencacahan
terlebih dahulu untuk mempermudah penguraian sampah organik oleh larva..
Hasil pencacahan kemudian dimasukkan ke Bioreaktor. Bioreaktor
merupakan bangunan utama tempat pengolahan sampah, dimana sampah
dan larva BSF dicampur. Antara kurun waktu 18-21 hari pada bioreaktor akan
terbentuk larva dewasa (pre pupa) yang akan bergerak naik dan keluar dari reaktor
dan siap untuk dipanen. Sebagian pre pupa yang sudah berbentuk hitam dibawa ke
kandang gelap untuk dikembangbiakkan, dan sebagian lainnya dipanen
sebagai pakan. Setelah pre puppa dipanen maka dimasukkan ke kandang
gelap, pre puppa berubah menjadi pupa kemudian bermetamorfosa menjadi lalat

31
dan bertelur. Kandang gelap merupakan tempat pembiakan pupa
menjadi lalat. Desain bangunan menggunakan kain gelap dan terhubung
dengan kandang terang. Setelah pupa berubah menjadi lalat, lalat akan
terbang ke kandang terang melalui lubang yang terhubung ke kandang
terang. Karena lalat memerlukan banyak cahaya dinding bangunan dibuat
menggunakan jaring agar lalat tidak terbang ke alam bebas. Di dalam
kandang terang, lalat berkembang biak mulai dari lalat muda menjadi lalat
dewasa, kawin dan bertelur. Sebagai tempat bertelur (eggies) disiapkan
balok kayu dengan jarak 1 inchi dari setiap kayu. Balok kayu yang sudah
berisi telur dipanen setiap hari atau paling lama 2 hari sekali. Menurut
penelitian (Wardhana 2016) menunjukan lalat betina BSF tidak secara
langsung meletkan telur disumber pakan sehingga membutuhkan tempat
tersendiri umtuk bertelur. Telur BSF selanjutnya dipindahkan ke hatchery
untuk ditetaskan. Hatchery merupakan tempat penetasan telur menjadi larva.
Digunakan rak-rak untuk menyimpan dan menetaskan telur BSF. Larva yang
menetas diberi makan sampah organik lembut hingga berumur 10 hari
kemudian dipindah ke bioreaktor untuk kegiatan pengolahan.

2.4. Analisa Ekonomi


Melihat potensi demand dan supply maka dilihat dari hasil pengolahan di
lokasi TPST, beberapa produk yang akan dihasilkan adalah :
1. RDF sebagai pengganti energy alternative
2. BSF sebagai pengolah organic dan hasilnya sebagai pakan ternak serta
unggags
3. Pilahan bahan daur ulang yang mempunyai nilai ekonomis.

Analisis Potensi Demand & Supply


Untuk melihat potensi demand dan supply maka dilihat dari hasil
pengolahan di lokasi TPST, beberapa produk yang akan dihasilkan adalah :
1. RDF

32
2. Kompos dan pakan ternak dan unggas
3. Pilahan Bahan daur ulang

RDF
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengolah sampah yang tadinya
tidak punya nilai menjadi RDF untuk bahan baku industri pengganti batubara
dengan pencampuran (coofiring). Potensi yang besar penggunaan coofiring
batubara sangatlah besar sebagai pendukung industri. Artinya, ini potensi pasar
yang sangat potensial, tinggal nantinya dilakukan inventarisir perusahaan mana
saja yang dapat diajak kerjasama yang selama ini memiliki proses pembakaran.
Dengan menggunakan briket maka biaya produksi perusahaan akan lebih hemat.

BSF
Produk selanjutnya adalah maggot dari hasil pengolahan sampah organic
mnggunakan Black Soldier Fly (BSF) sebagai pengurai sampah organik, dalam 1
hari sampah yang masuk ke TPA sebanyak 700 ton per hari dan sekitar 60%
adalah sampah organik. Berarti sekitar 420 ton adalah sampah organik. Ketika
diolah menjadi menggunakan BSF selama 14 hari, maka sampah organik tersebut
akan mengalami penyusutan sebesar 100%. Sehingga diprediksi memiliki panen
maggot per hari setelah hari ke 14 dan seterusnya yang dapat dijadikan pakan
ternak, ungags dan ikan. Untuk nilai jual maggot sekitar Rp 5.000 per kg maggot
yang akan dijual kepada masyarakat, peternak dan lainnya.

Pilahan bahan daur ulang


Produk berikutnya adalah hasil pilahan di lokasi TPST seperti kertas,
kaleng, botol minuman, plastik kresek, kardus dan lainnya, dimana hasil pilahan
ini akan dijual atau diolah menjadi bahan baku daur ulang. Dalam proses
pemilahan ini memiliki konsep 3R ( Re Duce, Re Use dan Re Cycle)

Aspek Ekonomi
Suatu kegiatan pasti menimbulkan biaya. Biaya terdiri dari modal awal
dan biaya operasional. Modal awal yang disebut dengan capital expenditure

33
(Capex) dan biaya operational yang disebut operating expenditure (Opex). Capital
expenditure (Capex) adalah dana yang digunakan oleh suatu usaha untuk
memperoleh, meningkatkan, dan memelihara aset fisik seperti properti, pabrik,
bangunan, teknologi, atau peralatan. Capex sering digunakan untuk melakukan
proyek atau investasi baru oleh sebuah usaha. Melakukan belanja modal untuk
aset tetap dapat mencakup memperbaiki atap, membeli peralatan, atau
membangun pabrik baru. Jenis pengeluaran keuangan ini juga dilakukan oleh
suatu usaha untuk mempertahankan atau meningkatkan cakupan operasi mereka.
Fungsi Capex dapat memberitahu Anda seberapa banyak perusahaan berinvestasi
pada aset tetap yang ada dan baru untuk mempertahankan atau mengembangkan
bisnis. Dengan kata lain, Belanja Modal adalah semua jenis biaya yang
dikapitalisasi perusahaan, atau ditampilkan di neraca sebagai investasi, bukan
pada laporan laba rugi sebagai pengeluaran. Memanfaatkan aset mengharuskan
perusahaan untuk menyebarkan biaya pengeluaran selama masa manfaat aset.
Jumlah capital expenditure yang mungkin dimiliki perusahaan bergantung pada
industrinya. Beberapa dari industri yang paling padat modal memiliki tingkat
belanja modal tertinggi termasuk industri eksplorasi dan produksi minyak,
telekomunikasi, manufaktur, dan utilitas. Belanja modal dapat ditemukan dalam
arus kas dari aktivitas investasi dalam laporan arus kas perusahaan. Perusahaan
yang berbeda menyoroti Belanja Modal dalam beberapa cara, dan analis atau
investor mungkin melihatnya tercantum sebagai belanja modal, pembelian
properti, pabrik, dan peralatan atau biaya akuisisi.

Operating Expenditure atau Biaya Operasional adalah pengeluaran yang


biasa dilakukan oleh sebuah perusahaan saat memenuhi kebutuhan operasional.
Dalam kata lain, Opex juga adalah biaya yang dikeluarkan untuk tetap menjaga
kelangsungan aset serta menjamin aktivitas perusahaan yang direncanakan dapat
berjalan dengan baik. Opex merupakan jenis pengeluaran reguler yang paling
banyak dialokasikan untuk setiap perusahaan. Karena itu hal ini seringkali
membuat manajemen perusahaan berusaha untuk menekan opex tanpa harus
mengorbankan kualitas produk atau layanan bisnis yang dihasilkan. Sesuai dengan

34
yang sudah kita bahas sedikit di atas bahwa Opex juga dapat dikategorikan
sebagai pengeluaran harian sebuah perusahaan. Karenanya biaya Opex ini tidak
meliputi depresiasi, pajak pendapatan maupun bunga pinjaman (financing).

Return On Investment (ROI)


Return on invesment (ROI) adalah rasio yang menunjukkan hasil dari
jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan atau suatu ukuran tentang
efisiensi manajemen. Rasio ini menunjukkan hasil dari seluruh aktiva yang
dikendalikan dengan mengabaikan sumber pendanaan, rasio ini biasanya diukur
dengan persentase. Dalam banyak kasus, ROI digunakan untuk menghitung
berapa nilai suatu investasi. Misalnya, investor ingin mengetahui potensi ROI dari
suatu investasi sebelum memberikan dana apa pun ke perusahaan. Menghitung
potensi atau return on investment keuangan aktual perusahaan biasanya
melibatkan pembagian pendapatan atau laba tahunan perusahaan dengan jumlah
investasi awal atau saat ini. ROI juga digunakan untuk menggambarkan “biaya
peluang,” atau pengembalian yang diberikan investor untuk berinvestasi di
perusahaan.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Return On Investment (ROI)


Berikut adalah faktor yang dapat mempengarhui return on investement (ROI):
1. Turnover dari operating assets atau tingkat perputaran aktiva yang digunakan
untuk kegiatan operasional, yaitu kecepatan berputarnya operating assets
dalam suatu periode tertentu.
2. Profit margin, adalah besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam
bentuk persentase dan jumlah penjualan bersih. Profit margin dapat mengukur
tingkat keuntungan perusahaan dan dihubungkan dengan penjualannya.

Return on investment sebagai bentuk teknik analisa rasio profitabilitas


sangat penting dalam suatu perusahaan.

35
Cara menghitung Return On Investment (ROI)
ROI bisa juga diartikan sebagai rasio laba bersih terhadap biaya. Rumus
atau formula sebagai cara menghitung ROI atau return of investment adalah
sebagai berikut:
ROI= (Pendapatan Investasi-Biaya Investasi) / Biaya Investasi x 100%
Perhatikan contoh berikut ini:
Misalnya, jika investasi sebesar Rp10.000.000 menghasilkan penjualan sebesar
Rp 15.000.000, berarti diperoleh laba sebesar Rp 5.000.000.
Maka secara sederhana perhitungan return on investment (ROI) dalam presentase
menggunakan rumus atau formula di atas adalah:
ROI = (Rp15.000.000-Rp10.000.000)
Rp 5.000.000x 100%
ROI = 50%
Dari perhitungan sesuai rumus atau formula di atas, dapat disimpulkan
tingkat return on investment (ROI) adalah sebesar 50%.

Nett Present Value (NPV)


Net present value (NPV) adalah hasil perhitungan selisih antara
pemasukan dan pengeluaran. Pengeluaran dan pemasukan yang sudah disesuaikan
dengan memanfaatkan social opportunity cost of capital dicari selisihnya, itu yang
dinamakan NPV. Sederhananya, Net Present Value adalah perkiraan arus kas.
Biasanya ini dilakukan pada masa mendatang serta disesuaikan dengan kondisi
sekarang ini. Jadi dapat dikatakan Net Present Value adalah selisih nilai masa kini
dari jumlah arus kas yang masuk serta dibandingkan dengan nilai arus kas di masa
sekarang yang keluar pada periode waktu tertentu.
Kriteria pengambilan keputusan apakah usulan investasi layak diterima atau
ditolak sebagai berikut :
 Jika nilai NPV yang didapatkan adalah positif maka proyek tersebut layak
dilaksanakan karena hal itu mengindikasikan bahwa perhitungan investasi
proyek itu telah mencapai kondisi yang mampu memberi keuntungan
sampai periode yang diperhitungkan.

36
 Jika nilai NPV yang didapatkan adalah negatif maka proyek tersebut tidak
layak dilaksanakan karena hal itu mengindikasikan bahwa perhitungan
investasi proyek itu belum mencapai kondisi yang mampu memberi
keuntungan sampai periode yang diperhitungkan.

Rumus NPV (Net Present Value) dan Cara Menghitungnya


Agar bisa mengetahui kelayakan sebuah investasi atau proyek, yang perlu
dilakukan adalah menggunakan rumus NPV ini:
NPV = (C1:(1+r)) + (C2:(1+r)2) + (C3:(1+r)3) + … + (Ct:(1+r)t) – C0
Keterangan:
Ct = arus kas per tahun dalam periode tertentu,
C0 = nilai investasi awal pada tahun nol
r = suku bunga dalam bentuk prosentase
Jika sudah mengetahui rumusnya berikut ini adalah cara melakukan
perhitungannya:
1. Jumlahkan semua present value dengan pengeluaran selama satu tahun
terakhir dan total keuntungan juga selama satu tahun terakhir
2. Lakukan penjumlahan dari nilai future value total keuntungan dengan
present value total pengeluaran lalu cari selisihnya dari kedua nilai tadi.
Contoh:
Perusahaan akan membeli mesin produksi untuk menaikkan jumlah produksinya.
Harga mesin Rp 150 juta dan suku bunga 12% setiap tahun. Arus kas masuk
sekitar Rp 50 juta dalam periode lima tahun. Apakah rencana pembelian tersebut
bisa dilanjutkan?
Ct = 50 juta rupiah
C0 = 150 juta rupiah
r = 12 persen = 0,12
Jawaban:
(C1/1+r) + (C2/(1+r)2) + (C3/(1+r)3) + (C3/(1+r)4) + (Ct/(1+r)t) – C0
= ((50/1+0,12) + (50/1+0,12)2 + (50/1+0,12)3 + (50/1+0,12)4 + (50/1+0,12)5) – 150
= (44,64 + 39,86 + 35,59 + 31,78 + 28,37) – 150
= 180,24 – 150

37
NPV = 30,24
Jadi nilai NPV adalah Rp30,24 juta dan itu artinya rencana investasi bisa
dilanjutkan.

Payback Period (PP)


Payback period adalah istilah yang sering digunakan dalam bidang
ekonomi, terlebih oleh orang-orang yang terlibat dalam transaksi investasi.
Pengembalian modal atau payback period adalah keterangan periode waktu kapan
dana investasi seseorang akan kembali. Hasil cara menghitung payback period
bisa membantu para investor untuk menentukan sejumlah keputusan.
Cara Menghitung Payback Period
Sebagian dari Anda mungkin bertanya-tanya lantas bagaimana kita bisa
mengetahui berapa lama perusahaan mampu mengembalikan dana investasi
sekaligus profit kepada dana yang kita sumbang. Jawabannya adalah dengan
menghitung kurun waktu itu melalui rumus payback period yaitu:

PP (Payback Period) = Total dana investasi : Kas Netto

Kegunaan Mengetahui Payback Period


Secara garis besar, mengetahui cara menghitung payback period adalah
teknik yang tepat untuk menentukan keputusan penyerahan dana investasi pada
suatu perusahaan. Namun bukan hanya itu, ada sejumlah kegunaan mengetahui
payback period lainnya yaitu:
1. Memperkirakan waktu yang tepat untuk mendapat keuntungan
2. Memilih perusahaan atau proyek yang tepat, dalam arti lain tidak
merugikan investor
3. Menimbang risiko yang akan dihadapi selama berinvestasi pada suatu
proyek
Contoh Payback Period dalam Investasi Properti
Hingga saat ini, pasar properti masih terus menarik banyak peminat. Sebab
itu, tidak ada salahnya ikut turun dan berinvestasi dalam bidang berikut.
Bagaimana dengan keuntungannya? Payback period adalah salah satu teknik yang

38
bisa membantu Anda memperkirakan periode pendapatan profit saat menaruh
modal pada properti yang dipilih. Sebagai contoh, Anda merupakan pebisnis
independen yang membeli properti seharga 200 juta rupiah. Kemudian properti
tersebut disewakan kepada penghuni, sehingga Anda mendapat pemasukan.
Namun di sisi lain, ada biaya yang harus dibayarkan seperti dana
perawatan dan pajak. Dari pengurangan pendapatan dan pengeluaran tersebut, kas
bersih yang didapat adalah Rp 75.000.000. Maka periode uang investasi Anda
akan kembali yaitu:
PP (Payback Period) = Total dana investasi : Kas netto
= 200.000.000 : 75.000.000
= 2,6 tahun
Kesimpulannya, Anda baru akan balik modal setelah menghabiskan waktu 2,6
tahun atau setara dengan 31 bulan.

Benefit Cost Ratio (BCR)


Pada dasarnya, benefit cost ratio adalah ukuran perbandingan antara
pendapatan dengan total biaya produksi sebuah badan usaha. Hasil
perhitungannya bisa memerlihatkan jumlah keuntungan yang berhasil di raih
perusahaan dari total biaya proyek usaha. Sejatinya, jika hasil perhitungan
melebihi angka 1, perusahaan ternilai menguntungkan. Akan tetapi, jika hasilnya
kurang dari 1, badan usaha cenderung tidak untung dan perlu melakukan evaluasi.
Rumus B/C ratio adalah sebagai berikut ini:
B/C ratio = jumlah pendapatan (B) : total biaya produksi (TC) .
Di sisi lain, rumus metode pengukuran kelayakannya adalah seperti demikian:
Apabila B/C ratio > 1, usaha tersebut layak untuk dilanjutkan.
Namun, jika hasil perhitungan B/C ratio <1, usaha tidak layak untuk dilanjutkan,
atau merugi.
Contoh menghitung Benefit Cost Ratio
Sebuah usaha memperoleh pendapatan sebesar Rp200.000.000 pada tahun
pertama. Sementara, modal yang dikeluarkan selama satu tahun yaitu sebanyak

39
Rp97.000.000. Di mana modal tersebut sudah termasuk biaya implisit dan
eksplisit. Maka, perhitungan B/C ratio-nya adalah
B/C ratio = Rp200.000.000 : Rp97.000.000
B/C ratio = 2,061
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, B/C ratio bisnis kedai kopi adalah sebesar
2,061. Di mana tidak kurang dari 1, dan melebihi 1.
Dengan demikian, bisnis kedai kopi sangat menguntungkan, dan layak untuk
dilanjutkan.

Internal Rate of Return (IRR)


IRR adalah singkatan dari Internal Rate of Return, merupakan perhitungan
penting dalam keuangan terutama yang berhubungan dengan investasi. Lebih
jelasnya, IRR adalah salah satu acuan penghitungan efisiensi dari sebuah
investasi. Secara umum, semakin tinggi tingkat pengembalian internal, semakin
diinginkan investasi untuk dilakukan. Perhitungan IRR sering digunakan karena
merupakan perhitungan yang ideal untuk menganalisis potensi pengembalian
(rate of return) proyek baru yang sedang dipertimbangkan perusahaan apakah
layak untuk dilakukan. Rate ini menunjukkan tingkat bunga yang diharapkan
supaya investasi tetap memberikan keuntungan. Metode IRR mengukur kelayakan
suatu investasi berdasarkan tingkat suku bunga yang dapat menjadikan jumlah
nilai sekarang keuntungan yang diharapkan sama dengan jumlah nilai sekarang
dari biaya modal (NPV=0).

Cara menghitung IRR atau Internal Rate of Return harus mengikuti


rumusnya.

IRR = rk + ( NPV rk / (TPV rk – TPV rb))x (rb-rk)

Keterangan:
rk = tingkat bunga yang lebih kecil
(rendah) rb = tingkat bunga yang lebih
besar (tinggi)
NPV rk = Net Present Value pada tingkat bunga kecil
TPV rk = Total Present Value pada tingkat bunga kecil

40
TPV rb = Total Present Value pada tingkat bunga yang besar
Dengan memahami rumusnya, kamu sudah bisa bisa dipahami cara
menghitung IRR.
Berikut contoh cara menghitung IRR (Internal Rate of Return) yang
merdeka.com kutip dari accurate:
Pada suatu perusahaan mampu memberikan usulan dalam melakukan
investasi sebesar Rp140.000.000. Sementara arus kas yang mampu dihasilkan
oleh perusahaan tersebut di setiap tahunnya adalah sebanyak Rp22.000.000 dalam
kurun waktu 6 tahun.
Asumsi untuk Internal rate of return dari investasi tersebut adalah 13%,
saat menghitung diskonto, maka akan menghasilkan nilai NPV sebesar
Rp6.649.000 dan diskonto sebanyak 12%, serta NIP senilai Rp659.000. Bila
dihitung menggunakan rumus Internal rate of return, berikut cara menghitung
IRR:
Selisih diskonto 12% – 10% = 2% atau Rp6.649.000 + Rp659.000 =
Rp7.308.000. sehingga, bisa kita ketahui bahwa nilai IRR nya adalah sebagai
berikut:
IRR = 10% + (Rp659.000 : Rp7.308.000) x 2% = 10,18%
Dengan asumsi rate of return sebesar 13%, maka angka 10,18%
sebenarnya masih bernilai kecil. Dengan berdasarkan prinsip IRR, maka ada
baiknya jenis investasi ini ditolak.

2.5. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini digunakan sebagai


tuntunan dalam memecahkan masalah penelitian. Landasan teori ini bertujuan
untuk menjawab tujuan penelitian. Uraian dalam landasan teori ini
berkaitan langsung dengan desain dan kebutuhan investasi fasilitas RDF dan
BSF di TPST Piyungan yang akan di desain. Landasan teori yang digunakan
dalam desain dan kebutuhan investasi fasilitas RDF dan BSF di TPST
Piyungan merupakan uraian pertimbangan dalam pemilihan metode perhitungan,

41
pemilihan teknologi, kreteria desain, konsep pengolahan sampah dengan RDF
dan BSF yang digunakan, pemilihan unit pengolahan, bahan yang digunakan dan
fasilitas pendukung yang akan dibangun.

2.4.1. Proyeksi Timbulan Sampah diTPST Piyungan


Metode yang digunakan dalam menghitung proyeksi penduduk pada
penelitian ini adalah metode aritmatika. Pemilihan metode dilakukan dengan
menghitung standar deviasi (simpangan baku) dan nilai koefisien korelasi.
Metode aritmatika dapat digunakan pada kota dengan luas wilayah yang kecil,
tingkat pertumbuhan ekonomi sedang dan perkembangan kota tidak terlalu pesat
(Aryastana et al. 2018).

Pn=P0{1+(r.n)}

Dimana:
Pn = Jumlah penduduk setelah n tahun ke depan
P0 = Jumlah penduduk pada tahun awal r = Angka pertumbuhan
penduduk n = Jangka waktu dalam tahun

Menghitung prediksi koefisien timbulan sampah sesuai SNI No 19-3964-


1994 tentang Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan
komposisi sampah perkotaan mempunyai hubungan yang erat dalam
pertumbuhan penduduk. TPST Piyungan yang merupakan sumber buangan
sampah di 3 Kabupaten kota yaitu Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Bantul
dan Kabupaten Sleman, dihitung timbulan sampah menggunakan rumus

Prediksi Timbulan Sampah = Jumlah Penduduk (jiwa) x koefisien timbulan sampah (kg/org/hr)

Setelah diketahui jumlah sampah di 3 kabupaten kota tersebut, lalu


melakukan prediksi pengurangan sampah yang terkelola sehingga terjadi
pengurangan sampah di zona tengah. setelah itu dapat diketahui berapa jumlah
sampah yang masuk ke TPST Piyungan.

42
Gambar 12. Skema Sampah Kota Yogyakarta

Cara selanjutnya adalah mengambil data skunder yaitu dengan meminta


ke timbangan milik TPST Piyungan dengan harapan bisa mengetahui berapa
jumlah sampah yang masuk ke TPA Piyungan. Untuk mengetahui berapa jumlah
sampah organik, anorganik dan sampah lainnya seperti B3 yang masuk ke TPST
Piyungan dengan mengacu SNI No 19-3964-1994 tentang Metode pengambilan
dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan meggunakan
metode menggunakan sample sampah dan dilakukan pengamatan dengan
menggunakan wadah. Sampah dimasukkan kedalam wadah lalu dilakukan
pengamatan jumlah sampah dengan prediksi presentase, berapa komposisi
karakteristik sampah organik, anorganik dan sampah lainnya seperti B3 di dalam
wadah tersebut.

2.4.2. Kriteria Desain Pengolahan RDF dan BSF


Kriteria desain instalasi pengolahan sampah di TPST Piyungan
menggunakan RDF dan BSF yang dilakukan seperti gambar berikut:

43
Gambar 13. Kriteria desain rdf dan bsf

1. Sampah perkotaan (Municipal Solid Waste) dimuat ke dalam hooper dari


chain plate feeder. Hooper chain plate feeder merupakan suatu mesin yang
berfungsi untuk menampung sampah yang datang diturunkan langsung dari
mobil truk pengangkut sampah. Dengan adanya mesin ini sampah yang
datang dapat langsung disalurkan ke mesin berikutnya tanpa harus bersusah
payah mengeluarkan usaha pemindahan sampah secara manual
menggunakan kendaraan alat berat.
2. Selanjutnya dari chain plate feeder, sampah akan masuk kedalam mesin bag
breaker yang berfungsi sebagai pembuka berpindah secara otomatis
menggunakan belt conveyor melewati sorting platform. Sorting Platform
merupakan suatu rangkaian tempat pemilahan yang dilengkapi dengan
plastic pembungkus sehingga isi dari pembungkus sampah berhamburan
keluar.
3. Setelah sampah terurai, kemudian disalurkan menggunaka conveyor belt
menuju mesin tromell. Mesin tromell berfungsi sebagai pemisah sampah
ukuran besar dengan ukuran kecil. Di mesin ini akan terpisah sampah
organik dan sampah anorganik. Untuk sampah organik akan disalurkan ke

44
lokasi pengolahan sampah organic menggunakan BSF.
4. Setelah dari mesin tromell, kemudian disalurkan ke conveyorbelt sorting
platform. Pada bagian ini dilakukan secara manual dengan bantuan tenaga
kerja manusia yang fungsinya untuk memisahkan sampah organic dan
anorganik. Hasil dari sorting platform ini adalah:
- Sampah organik yang kemudian bersama sampah hasil dari mesin tromell
masuk ke proses pengolahan organik dengan metode BSF.
- Matrial RDF baik organic maupun anorganik yang kemudian masuk
kedlam proses pengolahan RDF.
- Sampah kayu sebagai material RDF yang kemudian masuk ke mesin
pencacah kayu (wood chipper). Hasil dari cacahan ini kemudian masuk ke
mesin pengolah RDF.
- Anorganik yang mempunyai nilai rupiah, kemudian dipilah sesuai jenisnya
untuk kemudian dilakukan dengan pola daur ulang. Hasil pemilahan sesuai
jenisnya kemudian dilakukan pengepresan untuk dijual ke pemakai barang
bahan baku daur ulang.
- Residu sampah perkotaan dilakukan pemilahan untuk masuk ke dalam
proses pembuatan RDF
5. Sampah organik dari hasil mesin tromell dan sorting platform kemudian
dilakukan proses pencacahan menggunakan mesin chrusher. Sebelum
masuk ke mesin crusher dilakukan pendeteksian menggunakan magnet
separator yang fungsinya untuk menangkap besi agar tidak tercampur
kedalam sampah organic yang akan diolah untuk pakan maggot BSF.
6. Hasil sortir dari mesin sorting platform yang berupa material sampah
organik terbawa, anorganik yang tidak memiliki nilai ekonomi dari sisi daur
ulang dan sampah lainnya akan diproses menjadi RDF.
7. Sebelum masuk kedalam proses pembuatan RDF, dilakukan penyortiran
material besi menggunakan mesin magnet separator agar besi tidak masuk
kedalam proses pembuatan RDF.
8. Setelah terjadi penyortiran besi, lalu dimasukkan kedalam mesin Horizontal
screen Double shaft Shredder Big yang berfungsi untuk mengecilkan

45
material sampah agar dapat di proses ke mesin pembuat RDF.
9. Sampah dari hasil mesin wood chipper yang berupa serpihan material
sampah kayu dan tanaman dan material sampah dari hasil mesin Horizontal
screen Double shaft Shredder Big masuk kedalam proses pembuatan RDF
briquette yang selanjutnya menghasilkan briket RDF.
10. Sampah organik setelah dilakukan pencacahan menggunakan mesin
cruisher, kemudian dilakukan pemberian pakan ke maggot BSF dari sampah
organik yang sudah dicacah tersebut. Dari proses ini terjadi pengurangan
sampah organik dan menghasilkan produk :
- Pengolahan maggot ini dapat dijadikan tepung maggot serta dibuat
menjadi pellet pakan ikan, ternak serta ungags
- Terjadi perbaikan Lingkungan. Selama masa hidupnya maggot BSF
mengonsumsi makanan organic yang berupa sampah organic dari
pemilahan sampah organic di TPST Piyungan.
- Maggot BSF menghasilkan kasgot. Kasgot merupakan residu dari larva
lalat black soldier fly (BSF) yang dapat dimanfaatkan menjadi pupuk
organik karena memiliki unsur-unsur N, P, K. Metode vertikultur adalah
cara bercocok tanam yang dapat digunakan dengan keterbatasan lahan
pertanian.

2.4.3. Kelayakan ekonomi


Kelayakan ekonomi dari penelitian desain dan kebutuhan investasi
fasilitas RDF dan BSF di TPST Piyungan ini dengan menyusun :
 Capital expenditure
Capital expenditure (Capex) adalah modal awal sebagai pengeluaran
yang dilakukan suatu kegiatan untuk memperbanyak, membeli, merawat, dan
memperbaiki aset jangka panjang seperti mesin, peralatan pabrik dan bangunan
demi berlangsungnya operasional kegiatan. Investasi kebutuhan capex pada
penelitian ini adalah :
1. Peralatan dan harga
- Harga mesin RDF dan BSF dengan kapasitas 280 ton per hari.

46
- Harga peralatan pendukung seperti forklift, excafator PC200 dan
wheel loader.
- Budged APD (alat pelindung diri) karyawan.
- Kit perkembang biakan maggot.
- Budged peralatan penunjang.
2. Tanah dan bangunan RDF dan BSF
- Hangar RDF dan BSF
- Karung media wadah RDF
- Pond sampah organik dan maggot
- Kandang reproduksi BSF
- Rak media penetasan maggot
- Peralatan pendukung lainnya

 Operational expenditure
Operational expenditure (Opex) atau Biaya Operasional adalah
pengeluaran yang biasa dilakukan oleh sebuah perusahaan saat memenuhi
kebutuhan operasional. Dalam kata lain, Opex juga adalah biaya yang
dikeluarkan untuk tetap menjaga kelangsungan aset serta menjamin aktivitas
perusahaan yang direncanakan dapat berjalan dengan baik. Investasi kebutuhan
opex pada penelitian ini adalah :
1. Peralatan dan harga
- Listrik mesin RDF
- Listrik mesin BSF Maggot
- Listrik lainnya
- Air
2. Sumber Daya Manusia
- Manager
- Administrasi
- Gaji SDM RDF dan BSF termasuk BPJS Kesehatan
- Teknisi
- Operator kendaraan dan alat berat

47
3. Sewa
- Sewa truk
4. Bahan bakar minyak
- Bahan bakar minyak alat berat dan truk
5. Maintenance
- Biaya maintenance sebesar 2% dari jumlah
 Sumber Biaya
Sumber biaya berasal dari penjumlahan Capital Expenditure dengan
Operational Expenditure
 Sumber Pendapatan
Sumber pendapatan berasal dari hasil penjualan produksi pemilahan
sampah anorganik bernilai ekonomi, BSF Maggot dan RDF. BSF Maggot terdiri
dari pupuk organic dari kasgot dan pellet pakan ternak, ikan dan ungags dari
tepung pellet maggot dan RDF dari hasil penjualan hasil produksi RDF berupa
briket RDF dari hasil pengolahan sampah. Perhitungan jumlah pendapatan seperti
dibawah ini :
1. Anorganik bernilai
Penjualan hasil pilahan sampah anorganik bernilai ekonomi seperti
plastik (kantong, botol, gelas dll), besi, kaca, kertas (kardus, kotak
sepatu dll)
2. Pendapatan penjualan organik bernilai
- Penjualan Pupuk organik dari kasgot
- Penjualan dari produksi Pellet maggot
3. Pendapatan dari penjualan briket RDF
 Proyeksi arus kas
Untuk melihat arus kas selama pengelolaan di TPST Piyungan ini, dilihat
dari penjualan RDF, Penjualan sampah non-organik yang masih memiliki nilai
jual seperti botol, plastik, kertas dan besi, kemudian penjualan pupuk organik,
pejualan pellet maggot untuk pakan ternak, ikan dan ungags berikut perkiraan
arus kas tersebut :

48
Tabel 5.Pproyeksi arus kas bulanan
Item Jumlah Satuan Harga (Rp) Total bulanan (Rp)

RDF Hasil data olahan Kg 300 Hasil data olahan

Anorganik bernilai Hasil data olahan Kg 1.000 Hasil data olahan

Pupuk Hasil data olahan Kg 500 Hasil data olahan

Pellet maggot Hasil data olahan kg 50.000 Hasil data olahan

Total (Rp) Total hasil olahan


bulanan

 Proyeksi Laba Rugi


Setelah menghitung arus kas maka selanjutnya perlu dihitung besaran laba
atau rugi dari investasi fasilitas RDF dan BSF di TPST Piyungan ini :
Tabel 6. Besaran laba dan rugi
Item Jumlah (Rp)

Total Penjualan Hasil data olahan

Total Opex Hasil data olahan

Laba Kotor sebelum pajak Hasil data olahan

Pajak 11% Hasil data olahan

Laba Bersih Total hasil olahan


Laba Bersih

Tabel 6. merupakan proyeksi laba rugi per bulan, total penjualan selama
satu bulan dikurangi dengan Opex yang terdiri dari peralatan dan harga (listrik
mesin RDF, listrik mesin BSF, Listrik lainnya dan air), biaya gaji dan BPJS
Kesehatan untuk sumber daya manusia (SDM), sewa kendaraan, Bahan Bakar
Minyak dan maintenance sehingga total Opex per bulan. Pajak sebesar 11% dari
laba kotor maka diperoleh laba bersih setelah pajak.

 Return On Investment (ROI)


ROI bisa juga diartikan sebagai rasio laba bersih terhadap biaya. Rumus
atau formula sebagai cara menghitung ROI atau return of investment adalah
sebagai berikut:

49
ROI = (Pendapatan Investasi-Biaya Investasi) / Biaya Investasi x 100%

 Net present value


Kriteria pengambilan keputusan apakah usulan investasi layak diterima
atau ditolak sebagai berikut :
1. Jika nilai NPV yang didapatkan adalah positif maka proyek tersebut layak
dilaksanakan karena hal itu mengindikasikan bahwa perhitungan investasi
proyek itu telah mencapai kondisi yang mampu memberi keuntungan
sampai periode yang diperhitungkan.
2. Jika nilai NPV yang didapatkan adalah negatif maka proyek tersebut tidak
layak dilaksanakan karena hal itu mengindikasikan bahwa perhitungan
investasi proyek itu belum mencapai kondisi yang mampu memberi
keuntungan sampai periode yang diperhitungkan
Rumus NPV (Net Present Value)
Agar bisa mengetahui kelayakan sebuah investasi atau proyek, yang perlu
dilakukan adalah menggunakan rumus NPV ini:
NPV = (C1:(1+r)) + (C2:(1+r)2) + (C3:(1+r)3) + … + (Ct:(1+r)t) – C0
Keterangan:
Ct = arus kas per tahun dalam periode tertentu,
C0 = nilai investasi awal pada tahun nol
r = suku bunga dalam bentuk prosentase

 Payback Period (PP)


Secara garis besar, mengetahui cara menghitung payback period adalah
teknik yang tepat untuk menentukan keputusan penyerahan dana investasi pada
penelitian ini. Namun bukan hanya itu, ada sejumlah kegunaan mengetahui
payback period lainnya yaitu:
1. Memperkirakan waktu yang tepat untuk mendapat keuntungan
2. Memilih perusahaan atau proyek yang tepat, dalam arti lain tidak
merugikan investor

50
3. Menimbang risiko yang akan dihadapi selama berinvestasi pada suatu
proyek
Rumus dari Payback Period adalah sebagai berikut

PP (Payback Period) = Total dana investasi : Kas Netto

 Benefit Cost Ratio (B/C R)


Apabila B/C ratio > 1, usaha tersebut layak untuk dilanjutkan. Namun,
jika hasil perhitungan B/C ratio <1, usaha tidak layak untuk dilanjutkan, atau
merugi.
Rumus B/C ratio adalah sebagai berikut ini:

B/C ratio = jumlah pendapatan (B) : total biaya produksi (TC) .

 Internal Rate of Return (IRR)


Internal Rate of Return, merupakan perhitungan penting dalam keuangan
terutama yang berhubungan dengan investasi.Cara menghitung IRR atau Internal
Rate of Return harus mengikuti rumusnya :

IRR = rk + ( NPV rk / (TPV rk – TPV rb))x (rb-rk)

Keterangan:
rk = tingkat bunga yang lebih kecil
(rendah) rb = tingkat bunga yang lebih
besar (tinggi)
NPV rk = Net Present Value pada tingkat bunga kecil
TPV rk = Total Present Value pada tingkat bunga kecil
TPV rb = Total Present Value pada tingkat bunga yang besar

2.6. Kerangka Pemikiran


Kerangka penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Timbulan sampah yang masuk ke TPST Piyungan Yogyakarta setiap
harinya baik sampah organik dan anorganik dapat dihitung dengan

51
pengumpulan data primer dan skunder yaitu dengan pengambilan sampel
di lapangan menggunakan media luasan tertentu yang mewakili timbulan
sampah, atau dengan mengambil data pada pemerintah setempat sesuai
data sampah yang masuk melalui timbangan di TPST dan dapat juga
menghitung menggunakan data skunder yaitu menghitung jumlah
penduduk dengan prediksi penduduk dikalikan koefisien kg/orang/hari
sebagai penghasil sampah mendapatkan prediksi timbulan sampah perhari.
Kemudian dikurangi akumulasi pengelolaan sampah oleh masyarakat
maka diketahui prediksi sampah yang masuk ke TPST Piyungan.
2. Mendapatkan data Komposisi sampah yang masuk ke TPST Piyungan
Yogyakaarta setiap harinya yaitu dengan mendapatkan data primer
pengelola sampah di TPST Piyungan baik regulator maupun masyarakat
pemerhati lingkungan.
3. Desain RDF (Refuse Derived Fuel) dan BSF (Black Soldier Flies) yang
dihasilkan dari pengelolaan dan pengolahan sampah di TPST Piyungan
yaitu setelah mengetahui jumlah sampah organic dan anorganik serta
berapa sampah anorganik yang dapat dipilah dengan mendapatkan nilai
ekonomi lalu sampah residu akan diolah menjadi RDF. Setelah itu
dilakukan desain pengolahan RDF dan BSF dilingkungan TPST Piyungan
4. Estimasi kebutuhan dana investasi baik dari sisi Capital expenditure dan
Operational Expenditure serta analisa kelayakan ekonomi yaitu
menghitung proyeksi arus kas, proyeksi laba rugi, Return on invesment
(ROI), Net Present Value (NPV), Payback Period (PP), Benefit Cost Ratio
(BCR) dan Internal Rate of Return (IRR). Dengan menghitung kelayakan
pemelitian dari sisi ekonomi maka akan diketahui apakah penelitian ini
dapat dilanjutkan atau tidak.

52
Sampah kota (MSW

Prediksi jumlah timbulan sampah


yang masuk ke TPST

Jumlah penduduk Prediksi jumlah

Proyeksi penduduk Teknologi desain


sampai 25 tahun RDF dan BSF

Pengolahan sampah Dimensi dan jumlah unit


yang dibutuhkan pengolahan RDF

Biaya

Capex Opex
Proyeksi nilai penjualan

Unit operasi Biaya operasi


capex

Kelayakan finansial
Proyeksi arus, proyeksi laba rugi, ROI, NPV, PP,

Gambar 14. Kerangka Pemikiran Penelitian

53
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)


Piyungan, Dusun Ngablak, Kelurahan Sitimulyo, Kecamatan Piyungan Kabupaten
Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Gambar 15. Lokasi Penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan Oktober 2022 sampai dengan


Desember 2022. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan ini
melayani 3 (Tiga) Kabupaten Kota yaitu Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten
Sleman dan Kabupaten Bantul yang masuk dalam wilayah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian yang dilakukan pada karya tulis ini adalah mendesain


kebutuhan pengolahan sampah menggunakan fasilitas Refused Derived Fuel
(RDF) dan Black Soldier Fly (BSF) serta analisis kelayakan ekonomi dari estimasi
kebutuhan investasi sesuai dengan pedoman SNI yang diterbitkan oleh pemerintah

54
Indonesia maupun literatur-literatur yang telah ada. . Alat dan bahan yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Alat tulis yang berfungsi untuk mencatat serta melaporkan hasil pengamatan
dan pengukuran dilokasi penelitian.
2. Kamera berfungsi untuk mengambil dokumentasi setiap tahapan penelitian.
3. Global Positioning System (GPS) berfungsi untuk mengetahui koordinat titik
lokasi;
4. Peta Rupa Bumi / Google Earth yang berfungsi untuk menyesuaikan titik
koordinat yang telah didapat dari GPS.
5. Komputer Notebook (Laptop) yang berfungsi untuk menulis, menyalin dan
menganalisa hasil data dilapangan baik berupa perhitungan maupun penulisan
karya tulis.
6. Printer yang berfungsi untuk mencetak hasil tulisan karya tulis.

3.3. Metode Pengumpulan Data


1. Data Primer
Data primer yang akan dilakukan dalam penulisan karya tulis ini adalah
sebagai berikut :
- Rencana lokasi investasi Fasilitas RDF dan BSF di TPST Piyungan
berdasarkan peta lokasi dan titik koordinat
- Rencana desain dan kebutuhan Fasilitas RDF dan BSF
- Rencana anggaran biaya investasi Fasilitas RDF dan BSF
- Mendapatkan data timbulan sampah yang masuk ke TPST Piyungan
berdasarkan hasil timbangan yang masuk.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang didapatkan dalam literatur adalah sebagai berikut:
- Peraturan-peraturan Standart Nasional Indonesia (SNI) tentang
perhitungan timbulan sampah
- Komposisi Sampah sesuai jenisnya berdasarkan estimasi perhitungan
jumlah sampah di tiap Kabupaten/Kota yang masuk ke TPST Piyungan.

55
- Standart desain RDF dan BSF di TPA/TPST yang sudah dilakukan di
Indonesia
- Literatur yang berupa jurnal dan buku yang berkaitan dengan
pengolahan sampah menjadi RDF dan BSF yang sudah ada.
- Peraturan-peraturan Standart Nasional Indonesia (SNI) tentang
perhitungan Kelayakan Estimasi Biaya Investasi melalui Study
Kelayakan Investasi.

3.4. Metode Pengolahan Data


Metode Pengolahan data dalam karya ilmian yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan desain kapasitas kebutuhan RDF dan BSF berdasarkan
perhitungan proyeksi jumlah penduduk untuk kebutuhan sampai 30 tahun
mendatang.
2. Menghitung estimasi kelayakan ekonomi dengan menghitung Capital
expenditure (Capex) dan Operational Expenditure (Opex) serta analisa
kelayakan ekonomi yaitu menghitung sumber pendapatan, proyeksi arus kas,
proyeksi laba dan rugi, Return on invesment (ROI), Net Present Value (NPV),
Payback Period (PP), Benefit Cost Ratio (B/C R) dan Internal Rate of Return
(IRR). Dengan menghitung kelayakan pemelitian dari sisi ekonomi maka akan
diketahui apakah penelitian ini dapat dilanjutkan atau tidak.
3. Memberikan Kesimpulan & Saran

Diagram alir penelitian merupakan kerangka yang digunakan untuk


mempermudah dalam pelaksanaan penelitian, dapat dilihat pada Gambar berikut
ini:

56
Gambar 16. Diagram Alir Penelitian

3.5. Ikhtisar Metodologi Jadwal Penelitian

Penelitian karya tulis ini akan dilakukan sesuai dengan jadwal rencana
kegiatan penelitian. Penentuan rencana kegiatan penelitian karya tulis akan
disesuaikan dengan kemampuan penulis dalam melakukan kegiatan. Rencana
kegiatan akan dimulai dari bulan November 2022 hingga bulan Januari 2023.
Rencana penelitian ini diharapkan mampu menyelesaikan peneltian sesuai dengan
waktu yang telah direncanakan. Rencana kegiatan penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel dibawah ini.

57
Tabel 7. Rencana Kegiatan Penelitian
Tahun Tahun
NO KEGIATAN 2022 2023
Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Pembimbing Proposal Penelitian
2 Penyusunan Proposal Penelitian

3 Bimbingan Proposal Penelitian

4 Seminar Proposal Penelitian


5 Pelaksanaan Penelitian

6 Pengolahan Data
7 Analisis Data

8 Seminar Hasil
9 Revisi Seminar Hasil dan Penyusunan Tesis
10 Pendadaran

58
Tabel 8. ikhtisar Penelitian
No Gugus Tujuan Sumber Data Metode Luaran
Analisa Perhitungan Data Primer: - Wawancara di Lokasi - Data volume timbulan sampah
Timbulan & Komposisi - Menghitung jumlah timbangan terkait kebutuhan data TPST Piyungan
sampah Kotamadya masuk di TPST Piyungan. - Studi Literatur sesuai - Data Komposisi Jenis Sampah di
Yogyakarta, Kabupaten - Menghitung komposisi jumlah kebutuhan data Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten
Sleman dan Kabupaten sampah organik dan anorganik Sleman dan Kabupaten Bantul
Bantul yang masuk ke TPST Piyungan
dengan metode sampling.
Data Skunder
- Menghitung timbulan sampah
dari Jumlah Penduduk di 3
wilayah Kotamadya dan
Kabupaten (Kotamadya
Yogayakarta, Kabupaten
Sleman dan Kabupaten Bantul)
sebagai penghasil sampah lalu
di konversikan melalui
pengurangan sampah di 3
wilayah tersebut.

59
Membuat - Standart desain RDF dan Studi Literatur sesuai - Desain unit RDF dan BSF
desain/rancangan unit pengelolaan BSF di Indonesia kebutuhan data - Gambar denah dan tampak TPST
RDF dan BSF TPST - Desain unit RDF dan Layout RDF dan BSF
Piyungan Yogyakarta BSF

Menghitung Estimasi - SNI perhitungan gedung yang - Studi Literatur sesuai - Estimasi biaya pembangunan
Kebutuhan Investasi dikeluarkan KemenPUPR RI kebutuhan data infastruktur (Capex dan Opex)
(AHSP Provinsi DIY) - Analisa Kelayakan ekonomi
- Data Gambar Denah, Tampak dengan menghitung Return on
& Detail desain/ rancangan invesment (ROI), Net Present
bangunan Value (NPV), Payback Period
- Data kebutuhan Operasional (PP), Benefit Cost Ratio (BCR) dan
Pengoperasian RDF dan BSF Internal Rate of Return (IRR).

60
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Candra, Sukandarrumidi, and Djoko Wintolo. 2005. “Dampak Limbah Cair
Hasil Pengolahan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Dan Cara Mengurangi
Dampak Dengan Menggunakan Zeolit: Studi Kasus Penambangan Emas
Tradisional Di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri Provinsi
Jawa Tengah.” Manusia Dan Lingkungan 12 (1): 13–19.
Alexander, Maxmilian Antonius. n.d. “NERACA MASA DAN NERACA
ENERGI PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU – PENUJAH
KABUPATEN TEGAL” 8 (3).
Ariyani, Safira Firda, Hijrah Purnama Putra, and Kasam. 2018. Evaluasi
Pengelolaan Sampah Di TPA Piyungan, Kabupaten Bantul. DSpace UII. Vol.
1. https://media.neliti.com/media/publications/142475-ID-estimasi-sebaran-
dan-analisis-risiko-tsp.pdf.
Aryastana, Putu, I Made Ardantha, Anak Agung Sagung Dewi Rahadiani, and
Kadek Windy Candrayana. 2018. “Deteksi Perubahan Garis Pantai Di
Kabupaten Karangasem Dengan Penginderaan Jauh.” Jurnal Fondasi 7 (2):
94–104. https://doi.org/10.36055/jft.v7i2.4079.
Caturwati, Caturwati, Mekro Mekro, and Angga Angga. 2015. “Studi Arval
Pengolahan Sampah Kota Sebagai Energi Baru Terbarukan Dengan
Anaerobic Biodigester.” Teknika: Jurnal Sains Dan Teknologi 11 (2): 91.
https://doi.org/10.36055/tjst.v11i2.6649.
Diener, S, C Lalander, C Zurbruegg, and B Vinnerås. n.d. “MEDIUM-SCALE
ORGANIC WASTE TREATMENT WITH FLY LARVAE COMPOSTING,”
no. October 2015.
Kweku, Darkwah, Odum Bismark, Addae Maxwell, Koomson Desmond, Kwakye
Danso, Ewurabena Oti-Mensah, Asenso Quachie, and Buanya Adormaa.
2018. “Greenhouse Effect: Greenhouse Gases and Their Impact on Global
Warming.” Journal of Scientific Research and Reports 17 (6): 1–9.
https://doi.org/10.9734/jsrr/2017/39630.
Lishan, Xiao, Huang Sha, Ye Zhilong, Zhang Ouwen, and Lin Tao. 2021.
“Identifying Multiple Stakeholders’ Roles and Network in Urban Waste
Separation Management-a Case Study in Xiamen, China.” Journal of
Cleaner Production 278: 123569.
https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2020.123569.
Lutfi, Saundra Rosallina, Wignyanto Wignyanto, and Evi Kurniati. 2018.
“Bioremediasi Merkuri Menggunakan Bakteri Indigenous Dari Limbah
Penambangan Emas Di Tumpang Pitu, Banyuwangi.” Jurnal Teknologi
Pertanian 19 (1): 15–24. https://doi.org/10.21776/ub.jtp.2018.019.01.2.
Masyarakat, Edukasi, and Pengabdian Bakti. 2022. “Jurnal Empati” 3 (1): 34–37.

61
Monita, Lena, Surjono Hadi Sutjahjo, Akhmad Arif Amin, and Melta Rini Fahmi.
2017. “PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK PERKOTAAN
MENGGUNAKAN LARVA BLACK SOLDIER FLY (Hermetia Illucens).”
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of
Natural Resources and Environmental Management) 7 (3): 227–34.
https://doi.org/10.29244/jpsl.7.3.227-234.
Mufti, Aulia. 2021. “Analisis Metode Pengolahan Sampah Organik Menggunakan
Larva Black Soldier Fly.” Sustainable Environmental and Optimizing
Industry Journal 3 (1): 27–32. https://doi.org/10.36441/seoi.v3i1.330.
Newton, Larry, Gary Burtle, and Jeffery Tomberlin. 2005. “T HE B LACK S
OLDIER F LY , H ERMETIA ILLUCENS , AS A M ANURE M
ANAGEMENT / R ESOURCE R ECOVERY T OOL,” no. January.
Novita, Dian Marya, and Enri Damanhuri. 2010. “Jurnal Teknik Lingkungan.”
Jurnal Tehnik Lingkungan 16 (2): 103–15.
https://doi.org/10.5614/jtl.2010.16.2.1.
Puspitawati, Yuni, and Mardwi Rahdriawan. 2012. “Kajian Pengelolaan Sampah
Berbasis Masyarakat Dengan Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) Di
Kelurahan Larangan Kota Cirebon.” Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota 8
(4): 349. https://doi.org/10.14710/pwk.v8i4.6490.
Rania, Mutiara Fadila, I Gede Eka Lesmana, and Eka Maulana. 2019. “Analisis
Potensi Refuse Derived Fuel (Rdf) Dari Sampah Pada Tempat Pembuangan
Akhir (Tpa) Di Kabupaten Tegal Sebagai Bahan Bakar Incinerator
Pirolisis.” SINTEK JURNAL: Jurnal Ilmiah Teknik Mesin 13 (1): 51.
https://doi.org/10.24853/sintek.13.1.51-59.
Setia Ritma Pamungkas, Helmi, Hasroel Thyaib, and Inswiasri. 2015. “Di Desa
Cisungsang , Kabupaten Lebak , Banten Potential Distribution Pattern of
Artisanal Gold Mining ’ S Mercury Waste in Cisungsang Village , Lebak
District , Banten.” Jurnal Ekologi Kesehatan 14 (13): 195–205.
Soldier, Black, and F L Y Hermetia. 2019. “PENGOLAHAN SAMPAH
ORGANIK PERKOTAAN MENGGUNAKAN LARVA PENGOLAHAN
SAMPAH ORGANIK PERKOTAAN MENGGUNAKAN LARVA BLACK
SOLDIER FLY ( Hermetia Illucens ) Municipal Organic Waste
Recycling Using Black Soldier Fly Larvae ( Hermetia Illucens ),” no.
January. https://doi.org/10.29244/jpsl.7.3.227-234.
Suciati, Rizkia, and Hilman Faruq. 2017. “EFEKTIFITAS MEDIA
PERTUMBUHAN MAGGOTS Hermetia Illucens (Lalat Tentara Hitam)
SEBAGAI SOLUSI PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK.” BIOSFER :
Jurnal Biologi Dan Pendidikan Biologi 2 (1): 0–5.
https://doi.org/10.23969/biosfer.v2i1.356.
Vasconcelos, Kaio, Maycon Farinha, Luciana Bernardo, Vinicius do N. Lampert,
Miguelangelo Gianezini, Jaqueline Severino da Costa, Adelsom Soares Filho,

62
Teresa Cristina Moraes Genro, and Clandio Favarini Ruviaro. 2018.
“Livestock-Derived Greenhouse Gas Emissions in a Diversified Grazing
System in the Endangered Pampa Biome, Southern Brazil.” Land Use Policy.
https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2018.03.056.
Wardhana, April Hari. 2016. “Black Soldier Fly (Hermetia Illucens) Sebagai
Sumber Protein Alternatif Untuk Pakan Ternak.” Jurnal Wartazoa 26 (2):
69–78.
Wathoni, Mahbubul, and Abdul Malik Maulidan. n.d. “Pembuatan Alur Distribusi
Sampah Rumah Tangga Menuju Tempat Pembuangan Akhir.”
Widayat, Prama, Sri Maryanti, Nurhayani Lubis, and Safrul Rajab. 2022.
“Feasibility Study For The Development of TPS3R Waste Bank.”
ADPEBI International Journal of Business and Social Science 2 (1): 29–
38. https://doi.org/10.54099/aijbs.v2i1.112.
Zan, Feixiang, Asad Iqbal, Xiejuan Lu, Xiaohui Wu, and Guanghao Chen. 2022.
“‘Food Waste-Wastewater-Energy/Resource’ Nexus: Integrating Food Waste
Management with Wastewater Treatment towards Urban Sustainability.”
Water Research 211 (January): 118089.
https://doi.org/10.1016/j.watres.2022.118089.

63

Anda mungkin juga menyukai