Anda di halaman 1dari 44

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Kata Pengantar

Proses Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah


Inisiatif DPRD DIY Tetang Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah
Perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta melalui berbagai tahap pekerjaan
yang disediakan dalam bentuk laporan berupa Laporan Pendahuluan,
Laporan Antara, Laporan Akhir, dan Draft Naskah Raperda. Tahap-tahap
laporan ini perlu disiapkan dengan baik sehingga hasilnya sesuai dengan
tujuan pekerjaan. Maka, pada bagian ini dilaporkan hasil deskripsi Laporan
Pendahuluan sebagai tahap awal pekerjaan.
Laporan Pendahuluan merupakan penjabaran dari Kerangka Acuan
Kerja (KAK) yang berisikan tentang sistematika dan metodologi penyusunan
sebuah kajian. Pada penyusunan ini akan menghasilakan sebuah produk
berupa Naskah Akademik dan Naskah Raperda. Naskah Akademik.
Penyusunan Naskah Akademik dilakukan melalui studi pustaka dan studi
lapangan. Studi pustaka bertujuan untuk mengkaji berbagai berbagai
sumber yang valid seperti buku, jurnal, disertasi, tesis, skripsi dan
sebagainya. Selain itu, sumber data pustaka dapat diperoleh dari dokumen-
dokumen yang ada di berbagai OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang
ada di Pemerintah DIY.
Tim Penyusun

i
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................ i


Daftar Isi .................................................................................................... ii
Daftar Tabel dan Gambar ........................................................................... iii

BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................ 4
1. Tujuan .............................................................................................. 4
2. Kegunaan .......................................................................................... 4
C. Tafsiran Kerangka Acuan Kerja ............................................................... 6

BAB II
METODOLOGI DAN RENCANA KERJA ................................................... 13
A. Umum.................................................................................................. 13
1. Kajian Hukum Normatif .................................................................. 13
2. Kajian Hukum Empiris .................................................................... 16
B. Metodologi Pelaksanaan Kegiatan ...................................................... 16
C. Kerangka dan Arah Pemikiran Naskah Akademik ................................. 21
1. Kerangka Dasar Pemikiran .............................................................. 21
2. Alur Pikir ........................................................................................ 22
D.Ruang Lingkup Analisis ....................................................................... 23
1. Cakupan Survei .............................................................................. 24
2. Metode Pengelolaan dan Analisa Data .......................................... 25

BAB III
HASIL OBSERVASI AWAL ......................................................................... 28
A. Pelaksanaan Kegiatan ........................................................................... 28
1. Pemetaan Area Survey ..................................................................... 28
2. Kuisioner ........................................................................................ 30
3. Observasi Wilayah Perbatasan dan Pilar Batas ................................ 31
4. Kompilasi Awal Data Sekunder........................................................ 32

BAB IV
PENUTUP.................................................................................................. 38

Lampiran .................................................................................................. 39

ii
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Daftar Tabel dan Gambar

Gambar 1 Bagan Alur Penyusunan Naskah Akademing Rancangan Peraturan .... 12


Gambar 2 Skema problematika Perbatasan ........................................................ 21
Gambar 3 Skema Alur Pemikiran Penyusunan Naskah Akademik ....................... 22
Gambar 4 Skema Tahapan Pekerjaan dan Kegiatan Penyusuna NA dan Raperda . 27
Gambar 5 Grafik IPM perbatasan per.Kecamatan ............................................... 34

Tabel 1 Area Survey dan Observasi .................................................................... 29


Tabel 2 Jumlah penduduk wilayah pebatasan DIY per.kecamatan ...................... 33
Tabel 3 Jumlah fasilitas pendidikan di kecamatan - kecamatan perbatasan ........ 35
Tabel 4 Jumlah siswa per.kecamatan berdasar jenjang pendidikan ..................... 36
Tabel 5 Jumlah fasilitas kesehatan di perbatasan Per. Kecamatan ...................... 37

iii
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah telah membagi urusan pemerintahan konkuren. Bidang-bidang
urusan pemerintahan konkuren mencakup urusan pemerintahan wajib
yang berkenaan dengan pelayanan dasar dan tidak berkenaan dengan
pelayanan dasar, serta urusan pemerintahan pilihan. Melalui sistem
pemerintahan yang terdesentralisasi ini, negara hendak mewujudkan
pelayanan yang lebih optimal kepada masyarakat. Selain itu, Otonomi
daerah mensyaratkan batas wilayah/daerah yang pasti sebagai dasar
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah
setempat.
Batas daerah antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Provinsi
Jawa Tengah telah ditetapkan dalam Permendagri Nomor 19 Tahun
2006 tentang Batas Daerah antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
Provinsi Jawa Tengah. Permendagri tersebut telah menjadi penjamin
kepastian hukum bagi batas wilayah administratif Daerah Istimewa
Yogyakarta, sehingga diharapkan tidak ada konflik mengenai batas
wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah bisa lebih fokum
pada pembangunan dan menyediakan layanan publik secara merata.
Sebagian besar wilayah perbatasan masih merupakan daerah
tertinggal dengan sarana-prasarana sosial dan ekonomi yang masih
sangat terbatas. Bahkan, wilayah perbatasan di beberapa daerah
menjadi tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan.
Wilayah perbatasan merupakan wilayah pertemuan antara dua
wilayah administrasi, namun sumberdaya alam (natural resources) dan
masyarakatnya bisa menjadi bagian komplementer pada satu satuan
sistem fungsional bagi pengembangan wilayah yang didukung oleh
sistem prasarana wilayah bersama. Wilayah itu bertumbuh dengan
karakter yang khas. Proses panjang membentuk tipologi kawasan
tersebut.

1
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Batas daerah antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Provinsi


Jawa Tengah telah ditetapkan dalam Permendagri Nomor 19 Tahun
2006 tentang Batas Daerah antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
Provinsi Jawa Tengah. Permendagri tersebut dilampiri dengan Peta
Batas Wilayah skala 1 : 100.000 yang memuat kecamatan dan desa di
sepanjang garis batas daerah. Kecamatan dan desa tersebut selanjutnya
masuk kategori wilayah perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta –
Provinsi Jawa Tengah. Secara akumulatif, terdapat sebanyak 18
kecamatan dan 48 desa di Daerah Istimewa Yogyakarta, serta 19
kecamatan dan 79 desa di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang berada di
wilayah perbatasan.
Pelayanan publik di wilayah perbatasan Daerah Istimewa
Yogyakarta–Provinsi Jawa Tengah masih belum optimal. Masyarakat
wilayah perbatasan belum dapat mengakses layanan dasar seperti
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur (konteks urusan pekerjaan
umum) dengan memadai. Salah satu indikatornya dilihat dari angka
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan (pendapatan,
kesehatan, pendidikan, dan sebagainya). Data dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 menampilkan IPM per
kecamatan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikombinasikan dengan
reduksi shortfall atau tingkat akselerasi pembangunan manusianya
selama tiga tahun terakhir (2010-2013). Terdapat sebanyak 14
kecamatan di wilayah perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta yang IPM
relatif rendah sekaligus akselerasi pembangunan manusianya juga
rendah.
Kondisi tersebut di atas belum dianggap oleh Pemerintah Daerah
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai hal yang mendesak dan menjadi
prioritas untuk segera ditangani. RPJMD Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2012-2017 meski disusun dengan memasukkan isu ketimpangan
pembangunan antar wilayah, namun tidak melihat wilayah perbatasan
sebagai area prioritas dalam pembangunan daerah. Wilayah perbatasan
baru disinggung pada sektor transportasi, kesehatan dan penanaman

2
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

modal, namun masih bersifat makro. Akibatnya, program dan kegiatan


beserta alokasi anggaran pembangunan oleh Pemerintah Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta ke wilayah perbatasan Daerah Istimewa
Yogyakarta-Provinsi Jawa Tengah masih relatif minim. Wilayah
perbatasan masih menjadi halaman belakang yang tertinggal dari sisi
pembangunan fisik dan pelayanan publik.
Di sisi lain, kebijakan yang cukup kontras diambil oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah dalam RPJMD Tahun 2013-2018. Pengembangan
wilayah (termasuk di dalamnya wilayah perbatasan) menjadi strategi dan
arah kebijakan untuk mewujudkan tujuan serta sasaran pembangunan
daerah. Misalnya guna mengentaskan kemiskinan dan pembangunan
kualitas hidup masyarakat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
mengambil kebijakan untuk meningkatkan sarana kesehatan dan
pendidikan di wilayah perdesaan, wilayah tertinggal, dan wilayah
perbatasan. Kemudian guna mendorong percepatan pembangunan
wilayah tertinggal dan kawasan perbatasan, Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah mengambil kebijakan untuk mensinergikan pengembangan
kawasan perbatasan melalui peningkatan keselarasan penyediaan
infrastruktur dasar dan infrastruktur lainnya, meningkatkan
keselarasan regulasi dan implementasi kebijakan pembangunan, serta
meningkatkan keselarasan pembangunan sosial ekonomi masyarakat di
kawasan perbatasan.
Pelayanan publik bagi masyarakat di wilayah perbatasan semestinya
tidak kaku. Masyarakat wilayah perbatasan sebaiknya tidak dibebani
dengan persoalan administratif karena perbedaan kebijakan antar
daerah otonom. Paradigma desentralisasi telah menumbuhkan kepekaan
masyarakat untuk menuntut kualitas pelayanan publik yang sederhana,
cepat dan murah pada pemerintah. Oleh karena itu, fungsi penyediaan
layanan publik oleh pemerintah daerah perlu ditingkatkan, salah
satunya melalui perjanjian kerjasama antar daerah. Dalam hal ini,
Kesepakatan Bersama antara Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten
Purworejo Tahun 2015 patut menjadi contoh. Untuk peningkatan
layanan kesehatan, warga di Kabupaten Kulon Progo dapat berobat

3
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

gratis ke fasilitas kesehatan Kabupaten Purworejo dan sebaliknya. Biaya


pengobatan selanjutnya diklaim lewat masing-masing Dinas Kesehatan
kabupaten. Sebuah bentuk pelayanan publik di wilayah perbatasan yang
luwes dan tidak tersegmentasi oleh batas daerah administrasi
pemerintahan.

B. Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik dan Draf
Raperda Inisiatif DPRD DIY Tentang Pengelolaan dan Pembangunan
Wilayah Perbatasan DIY, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran
2018 ini adalah :

1. Tujuan
a) Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara
mengatasi permasalahan tersebut.
b) Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah sebagai dasar hokum penyelesaian atau solusi
permasalahan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.
c) Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah.
d) Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah. Sementara
itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan
atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-
Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.

2. Kegunaan
a. Menyusun landasan ilmiah, memberikan arah dan

4
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

menetapkan ruang lingkup bagi penyusunan draf Raperda


tentang Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan
Daerah Istimewa Yogyakarta
b. Menyusun konsep (draf) rancangan Peraturan Daerah
Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan Daerah
Istimewa Yogyakarta yang setidaknya memuat pengaturan
tentang:
1) Peningkatan akses masyarakat di wilayah perbatasan
terhadap pelayanan publik dasar.
2) Fasilitasi (termasuk di dalamnya koordinasi, dan
monitoring) terhadap pembangunan wilayah perbatasan
DIY.
3) Penyelarasan Perencanaan Pembangunan wilayah
perbatasan.
4) Penyelarasan Penganggaran Pembangunan wilayah
perbatasan.
5) Organisasi Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab
mengkoordinir pembangunan wilayah perbatasan.
6) Kerjasama antara DIY dan Provinsi Jawa Tengah serta
Kerjasama antara kabupaten di DIY dengan kabupaten
di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan.
7) Peran serta masyarakat dan dunia usaha.
8) pengelolaan pilar batas DIY termasuk sistem informasi
dan peta terkait pilar batas.
9) Menjadikan tanda batas wilayah (tetenger) di perbatasan
DIY dengan Provinsi Jateng menjadi halaman depan
yang baik.
10) Lain-lain yang bisa memecahkan masalah yang
diungkap dalam Naskah Akademik sesuai hasil kajian
penyusun.

5
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

C. Tafsiran Kerangka Acuan Kerja


Setelah mempelajari dengan seksama terhadap seluruh isi Dokumen
Kerangka Acuan Kerja (KAK) berikut Berita Acara Penjelasan Pekerjaan
Penyusunan Naskah Akademik dan Draf Raperda Inisiatif DPRD DIY
Tentang Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY. Namun
demikian dalam beberapa hal masih perlu diurai lebih detail sehingga
beberapa aspek dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) akan menjadi lebih
jelas dan mencapai sasarannya. Pada bagian ini, kami akan menguraikan
Tanggapan Kami akan Kerangka Acuan Kerja Pekerjaan ini.
Pelaksanaan pekerjaan mengacu pada Kerangka Acuan Kerja (KAK)
selainitu juga mengacu pada pedoman teknis penyusunan Naskah
Akademik dimana hasil akhir dari pekerjaan ini adalah laporan
Rancangan Peraturan Daerah yang memiliki kemampuan untuk
mengangkat kesejahteraan masyarakat dan pengelolaan serta
pembangunan pada kawasan dan daerah sekitar perbatasan antar
propinsi.
Dalam bahasa Inggris, kata perbatasan atau border mempunyai arti
sebagai pembatasan suatu wilayah politik dan wilayah pergerakan.
Sedangkan wilayah perbatasan (border regions) lebih dikenal sebagai
suatu area terpencil yang memegang peranan penting dalam kompetisi
politik antara dua negara yang berbeda. Menurut Guo (1996), arti wilayah
perbatasan yang sebenarnya tidak hanya terbatas pada dua atau lebih
negara yang berbeda, namun wilayah perbatasan ini dapat juga ditemui
di dalam suatu negara, contohnya : suatu kota atau desa yang berada di
bawah dua yuridiksi yang berbeda, wilayah perbatasan antara desa dan
kota atau wilayah perbatasan ini dapat juga berupa koridor jalan yang
memisahkan antara distrik yang berbeda. Pada intinya wilayah
perbatasan adalah suatu area (dapat berupa kota, jalan atau wilayah)
yang membatasi antara dua kepentingan, yuridiksi atau distrik yang
berbeda.
Merujuk pada kebijakan Pemerintah Pusat untuk mengelola kawasan
perbatasan, Pemerintah telah membentuk Badan Nasional Pengelola
Perbatasan (BNPP) pada tanggal 28 Januari 2010 melalui Peraturan

6
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Presiden (Perpres) No. 12 Tahun 2010, dan ditindaklanjuti dengan


Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 31 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja BNPP. Ini merupakan tindaklanjut dari
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang
mengamanatkan bahwa untuk mengelola batas wilayah negara dan
mengelola kawasan perbatasan pada tingkat pusat dan daerah,
pemerintah nasional dan pemerintah daerah membentuk Badan
Pengelola Nasional dan Badan Pengelola Daerah.
Kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah di kawasan
perbatasan lebih cenderung menjadikan kawasan perbatasan hanya
difungsikan sebagai sabuk keamanan (security belt). Kondisi demikian
menyebabkan sebagian besar desa di sepanjang perbatasan sulit
dijangkau (terisolir) dan secara umum memiliki infrastruktur dasar yang
sangat terbatas. Arah kebijakan pengembangan kawasan perbatasan
sendiri sebenarnya sudah dirumuskan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025, yang bisa diadaptasi ada
pengelolaan dan pembangunan wilayah perbatasan di Derah Istimewa
Yogyakarta adalah bahwa wilayah-wilayah perbatasan akan
dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang
selama ini cenderung berorientasi ke dalam (inward-looking) menjadi
berorientasi keluar (outward-looking) sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara
tetangga.
Ada dua hal yang mendasar yang coba diatasi dalam problematika ini
yakni pada tata kelola administrasi perbatasan dan percepatan
pembangunan yang berkait pada pelayanan dasar dan peningkatan
kegiatan ekonomi yang keduanya bermuara pada kesejateraan
masyarakat di perbatasan.
Tata kelola administrasi perbatasan ini berkait dengan aspek ruang di
perbatasan. Persolan garis batas, pilar batas dan penegasan garis batas
merupakan sesuatu yang haris dipastikan secara yuridis dan teknis.
Perkembangan teknologi dapat dimaksimalkan sebagai pendekatan
dalam menjamin tertib administrasi di perbatasan. Tertib Administrasi

7
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

perbatasan adalah awal dari terselenggaranya pelayanan administrasi


pembangunan.
Kemudian pada aspek kewenangangan, pada umumnya daerah
perbatasan belum mendapat perhatian yang proporsional. Ini
terindikasikan dengan kondisi masyarakat di sepanjang perbatasan
yang pada umumnya masih miskin dengan tingkat kesejahteraan
yang rendah jika dibandingkan dengan pembangunan di wilayah lain.
Keterbatasan ketersediaan sarana prasarana dasar di perbatasan,
seperti pendidikan, kesehatan, sarana prasarana transportasi,
ketersediaan listrik, air bersih, informasi, dan lain sebagainya,
ditengerai menjadi penghambat keberhasilan pembangunan daerah
perbatasan. Mereka senantiasa menjadi daerah miskin dan tertinggal.
Aksesbilitas yang sulit ditempuh ke daerah perbatasan juga
menyebabkan wilayah tersebut menjadi terisolir, sulit dijangkau.
Padahal potensi yang dimiliki oleh daerah perbatasan yang dapat
dikembangkan relatif banyak dan bahkan bernilai ekonomi tinggi,
terutama potensi Sumber Daya Alam (SDA), seperti hutan, tambang,
perikanan dan kelautan di sekitar perbatasan.
Namun potensi-potensi tersebut sampai saat ini masih belum
tergarap optimal untuk meningkatkan pertumbuhan dan
kesejahteraan rakyat di perbatasan, maupun untuk kemajuan daerah.
Masalah lain yang dihadapi di beberapa kawasan perbatasan adalah
adanya kesenjangan pembangunan dengan wilayah lainnya, termasuk
juga dengan negara tetangga. Amatan secara mendalam
memperlihatkan keterbatasan sarana prasarana dasar di perbatasan
berpengaruh terhadap minimnya kegiatan investasi, rendahnya
optimalisasi pemanfaatan SDA, rendahnya penciptaan lapangan kerja,
dan sulit berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi,
keterisolasian wilayah, ketergantungan masyarakat terhadap
pelayanan sosial ekonomi dari negara tetangga, tingginya biaya hidup
serta rendahnya kualitas SDM.
Mengacu pada permasalahan-permasalahan sosial ekonomi di atas
maka diperlukan upaya-upaya pengelolaan wilayah perbatasan yang

8
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

hendaknya mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi


peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di wilayah
perbatasan. Melalui pendekatan kesejahteraan ini, dalam pengelolaan
wilayah perbatasan tentunya akan diarahkan pada pemenuhan
berbagai kebutuhan dasar dan penunjang peningkatan kesejahteraan,
serta pengembangan SDM. Strategi yang dapat dikembangkan antara
lain dengan:
 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan
menggali potensi unggulan ekonomi, sosial dan budaya di setiap
daerah perbatasan, serta keuntungan lokasi geografis yang
sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.
 Mempercepat peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pembangunan sarana
prasarana, peningkatan pelayanan kesehatan, peningkatan
kapasitas SDM, pemberdayaan kapasitas aparatur pemerintah
dan kelembagaan, serta peningkatan mobilisasi pendanaan
untuk menggerakkan kegiatan ekonomi.
 Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di
perdesaan yang langsung berbatasan dengan daerah lain secara
selektif dan bertahap sesuai prioritas dan kebutuhan.

Untuk mengimplementasikan strategi pengembangan kawasan


perbatasan di atas agar tepat mencapai sasaran diperlukan upaya
dan komitmen sungguh- sungguh dari seluruh komponen bangsa,
mulai dari pemerintah, legislatif, dunia usaha, dan masyarakat. Dari
pihak pemerintah diperlukan kebijakan dan strategi pengembangan
dan investasi sarana dasar, seperti jalan, air bersih dan sebagainya.
Sementara dari pihak legislatif perlu mendukung setiap kebijakan
dan peraturan yang berkaitan dengan pengembangan kesejahteraan
sosial ekonomi daerah perbatasan. Dari pihak dunia usaha
diperlukan dukungan pendanaan, dan bagi masyarakat di sekitar
perbatasan perlu diberi ruang partisipasi yang luas bagi perwujudan
peran masyarakat sebagai pusat pelaku pembangunan di perbatasan

9
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

sehingga pengembangan daerah perbatasan dapat memberikan rasa


keadilan dan transparan.
Diperlukan pengkajian ulang terhadap Peraturan Bersama
Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 18 Tahun 1998. Hal tersebut
dikarenakan terdapat aspek yang belum dijadikan sebagai aspek
kerjasama seperti: pendidikan. Melihat perkembangan pendidikan yang
ada di wilayah perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta-Provinsi Jawa
Tengah maka, aspek pendidikan perlu dijadikan sebagai aspek kerjasama
selain itu, peraturan bersama tersebut juga belum mampu mendorong
kerjasama yang optimal antara Pemerintah Daerah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah.
Maka dari itu, penyusunan peraturan daerah terkait pengelolaan
kawasan perbatasan. Peraturan daerah tersebut digunakan sebagai
dasar untuk melakukan perubahan terkait pengelolaan kawasan
perbatasan sehingga ketimpangan wilayah antara wilayah perkotaan dan
perbatasan akan semakin berkurang.
Peraturan daerah terkait harus mampu mengatur tata kelola dan
koordinasi pemerintah pada urusan kawasan perbatasan. Program
kawasan perbatasan tidak akan berjalan lancar jika tidak ada
kewenangan yang memonitoring kawasan perbatasan. Unit khusus ini
harus memiliki dasar hukum yang kuat sehingga keberlanjutan unit
khusus dapat terjamin. Hal itu bisa dilihat pada upaya perencanaan
pembangunan perbatasan untuk semua aspek, baik aspek kesehatan,
pendidikan maupun infrastruktur pekerjaan umum. Pengembangan ini
harus melibatkan seluruh instansi pemerintah maupun swasta sehingga
program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di wilayah perbatasan
mampu mendorong peningkatan perekonomian masyarakat dan dapat
berdampak pada pengurangan ketimpangan wilayah.
Selain itu, harus ada upaya konkret pada pelayanan dasar.
Program dan kegiatan prioritas untuk wilayah perbatasan Daerah
Istimewa Yogyakarta-Provinsi Jawa Tengah berkait pelayanan dasar
meliputi:

10
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

a. Bidang Kesehatan
Kebijakan meningkatkan kualitas data dan informasi melalui
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan
melalui program penanggulangan penyakit menular kawasan
perbatasan, dengan sasaran melaksanakan kegiatan penginderaan
jauh pada survelans epidemologi sehingga membantu menentukan
waktu dan prioritas area pada pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan perubahan lingkungan.
b. Bidang Pendidikan
Kebijakan meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pendidikan
di wilayah perbatasan dilaksanakan melalui program wajib belajar
pendidikan dasar sembilan tahun, dengan sasaran meningkatnya
kesadaran masyarakat terkait pendidikan di wilayah perbatasan.
Peningkatan kesadaran masyarakat tidak selalu berkaitan dengan
ketersediaan sekolah. Wilayah perbatasan Daerah Istimewa
Yogyakarta-Provinsi Jawa Tengah memiliki jumlah SD/MI melebihi
standar dari Permendikas Nomor 24 Tahun 2007 namun,
masyarakat usia sekolah di wilayah perbatasan masih sedikit.
Adanya kelebihan jumlah SD/MI yang ada di wilayah perbatasan
mendorong perlu adanya rasionalisasi terhadap SD/MI yang ada.
c. Bidang Infrastruktur Pekerjaan Umum
Kebijakan peningkatan kualitas jalan dan jembatan dilaksanakan
melalui program-program sebagai berikut:
1) Program peningkatan jalan dan jembatan, dengan sasaran
meningkatnya aksesibilitas dan mobilitas di wilayah
perbatasan. Pembangunan jalan tidak dapat sejalan dengan
meningkatnya permintaan perjalanan, sehingga perlu adanya
perubahan pendekatan dari pendekatan mobilitas menjadi
pendekatan aksesibilitas.
2) Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan, dengan
sasaran meningkatnya kondisi kemantapan jalan agar tetap
dapat memberikan pelayanan yang optimal terhadap arus lalu

11
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

lintas yang melewatinya dalam batas repetisi beban standar


maupun struktur yang direncanakan.
3) Program pembangunan sarana pemenuhan air bersih.
Pembangunan infrastruktur air bersih berkorelasi erat dengan
derajat kesehatan dan pemukiman masyarakat. Ketersediaan
air yang layak harus memperhitungkan aspek linkungan hidup
dan koservasi alam.
Penyusunan Naskah Akademik dan Draf Rancangan Peraturan
Daerah Inisiatif DPRD DIY tentang Pengelolaan dan Pembangunan
Wilayah Perbatasan di DIY ini dapat kami gambarkan dalam bentuk alur
kerja yang merupakan pedoman teknis bagi kami konsultan dalam
menyelesaikan pekerjaan Penyusunan Naskah Akademik dan Draf
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan dan Pembangunan
Wilayah Perbatasan DIY.
Adapun gambar Alur Kerja tersebut adalah sebagai berikut :

Gambar 1 Bagan Alur Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan

12
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

BAB II
METODOLOGI DAN RENCANA KERJA

A. Umum
Metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini
adalah metode yuridis empiris. Kajian hukum memiliki cakupan yang luas
setidaknya secara umum meliputi substansi hukum (content of laws),
struktur pelaksana hukum (structure of laws), dan budaya hukum (culture
of laws). Sunaryati Hartono (1994:74), hukum dapat diartikan sebagai
suatu gejala masyarakat (social feit) yang mempunyai segi ganda yakni
kaidah/norma dan perilaku yang ajeg atau unik. Lebih jauh, Ibrahim
(2006:33) menyatakan dari sisi keilmuan, hukum merupakan objek
penyelidikan dan penelitian berbagai disiplin ilmu, sehingga hukum adalah
ilmu bersama (rechts is mede wetenschap). Definisi ini mengingatkan
bahwakajian hukum mendasarkan pada kedualan proses dialogis antara
tradisi deduktif dan induktif. Singkatnya, penelitian sosio-legal dan metoda
yuridis normative secara serentak diperlukan untuk menyusun naskah
akademik dan peraturan.

1. Kajian Hukum Normatif


Metode yuridis normatif dilakukan dengan melakukan kajian
pustaka terhadap peraturan perundangan terkait penataan ruang,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan oleh pemerintahan
daerah, lingkungan hidup dan pembangunan perkotaan, serta kajian
terhadap hasil penelitian dan referensi terkait lainnya.kajian hukum
harus menempatkan teks sebagai bahan kajian. Teks itu meliputi
naskah akademik, undang-undang, peraturan-peraturan dan
kebijakan yang terkait.Hal ini juga dapat diperluas dengan laporan-
laporan analisis, hasil penelitian dan kepustakaan referensi yang
diperlukan.Substansi, pelaksanaan dan budaya hukum menjadi
evaluasi terpenting terkait dengan tema kajian yang
dikerjakan.Sumber-sumber hukum ini sejalan dengan ketentuan

13
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

dalam Undang Undang Nomot 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan.
Hukum berlaku bukan karena secara empiris, faktual, atau pada
kenyataannya (das Sein) hukum tersebut berlaku di dalam masyarakat.
Empiri/fakta/realita bahwa hukum berlaku tidak menunjukkan bahwa
hukum itu seharusnya (das Sollen) berlaku. Hukum berlaku bukan
karena secara empiris, faktual, atau pada kenyataannya hukum
tersebut berlaku, melainkan karena terdapat hukum lain yang lebih
tinggi peringkatnya yang memberlakukan hukum tersebut. Pandangan
ini menghasilkan teori tentang hirarkhi peraturan perundang-
undangan.
Sebagaimana dianut oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang dalam
Pasal 7 memuat Hirarkhi Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia,
yaitu:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3) Peraturan Pemerintah;
4) Peraturan Presiden;
5) Peraturan Daerah.

Hirarkhi Peraturan Perundang-Undangan tersebut mengandung


makna bahwa semua peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah berlaku apabila bersumber, konsisten, dan tidak bertentangan
dengan semua peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dengan perkataan lain, keberlakuan sebuah peraturan perundang-
undangan ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang
memiliki peringkat lebih tinggi. Cara berpikir yang digunakan dalam
metode penelitian hukum normatif ini adalah cara berpikir deduktif.
Oleh karena itu, penyusunan naskah akademik dan rancangan
peraturan daerah ini harus bersumber, konsisten, dan tidak boleh
bertentangan dengan semua peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Metode penelitian hukum normatif dilakukan melalui studi

14
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

kepustakaan yang menelaah data sekunder, baik yang berupa


peraturan perundang-undangan maupun hasil penelitian, hasil
pengkajian, dan referensi lain.
Sejalan dengan ketentuan tersebut, Naskah akademik dan
Rancangan Peraturan Daeraj tentang “Pengelolaan dan Pembangunan
Wilayah Perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta” didasarkan pada
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
Dasar hukum dalam pelaksanaan kegiatan ini juga terkait dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059); Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012
tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5339); Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
Dibawah undang-undang tersebut, Terdapat sejumlah peraturan
pemerintah pusat dan daerah. Hal ini dapat disebutkan: (a) Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833); (b) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang. Peraturan daerah yang sejalan
dengan peraturan tersebut adalah Peraturan Daerah Provinsi DI

15
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Yogyakarta No. 2 Tahun 2010, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah


Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009-2029.
Metode ini dilandasi konsep hukum yang menyatakan bahwa
hukum yang baik adalah hukum yang berlandaskan juga pada
kenyataan yang ada di masyarakat, tidak saja ditentukan berdasarkan
kehendak pemerintah. Dalam hal ini pemahaman mengenai gambaran
kondisi pengendalian pemanfaatan ruang di DIY yang menjadi lokus
hukum yang diteliti menjadi sangat penting.

2. Kajian Hukum Empiris


Metode penelitian yang bersifat empiris ini dapat disimpulkan dari
ajaran Eugen Ehrlich yang menyatakan bahwa hukum yang hidup
(the living law) tidak ditemukan di dalam peraturan perundang-
undangan, melainkan tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat.Apabila hukum yang berlaku adalah hukum yang
tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, maka tidak seperti
Hans Kelsen yang menafikkan empirisisme/fakta/realita, justru
Eugen Ehrlich mengutamakan empirik/faktual/realita (das
Sein).Dengan perkataan lain, keberlakuan suatu peraturan
perundang-undangan bukan ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi peringkatnya, melainkan oleh
empiri/fakta/realita bahwa peraturan perundang-undangan tersebut
ditaati oleh masyarakat. Cara berpikir yang digunakan dalam metode
penelitian hukum sosiologis ini adalah cara berpikir induktif.Kajian
hukum harus memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi
masyarakat, khususnya masyarakat pengguna ruang dan atau
pelaksana pengaturan tata ruang (dalam hal ini pemerintah).

B. Metodologi Pelaksanaan Kegiatan


Proses mendapatkan data- data yang diperlukan dalam menyusun
Naskah Akademis dan Draft Raperda dilakukan dengan cara :

16
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

1. Data Sekunder
Metode Penelitian hukum sosiologis dilakukan dengan menganalisis
data sekunder yang dikumpulkan secara langsung dari data dinas dan
atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD), khususnya Bappeda,
Setda, Dinas perindustrian dan perdagangan, koperasi dan UMKM,
dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olah Raga serta Badan Pusat Statistik. Data
sekunder tersebut diperoleh dengan cara mengolah data sekunder,
membaca ulang riset-riset yang sudah ada.

2. Data Primer
Penggalian data primer dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Metode Survei Lapangan
Metode survey merupakan bagian dari paradigm positivisme
atau postpositivisme. Positivisme mengasumsikan realitas yang
diteliti sebagai hal yang nyata yang dinampakkan oleh ciri-ciri
objektif berupa keteraturan, keterukuran dan kepastian, hukum
sebab akibat, dan sebagainya (Guba dan Lincoln, 2000-195).
Pengetahuan berdasarkan paradigm ini disusun berdasarkan logika
deduktif dengan merangkai atau menempatkan teori-teori atau
pengetahuan sebelumnya sebagai landasan penyusunan hipotesis
dan melakukan pengujian terhadapnya berdasarkan prinsip dan
teknik kuantitatif. Hasil temuan dinilai sebagai fakta dan dapat
digeneralisasi. Posisi peneliti dalam konteks ini adalah sebagai
‘disinterested scientist’ yang tidak boleh memiliki keterlibatan
dengan obyek kajian karena dianggap berpotensi mengakibatkan
bias.
Peneliti harus mematuhi sejumlah kaidah. Pertama, peneliti
harus membangun jarak dengan penelitiannya untuk menghindari
bias. Kedua, kaidah yang menyangkut hasil penelitian. Hasil survey
umumnya digunakan untuk melakukan konfirmasi teoritik. Karena
itu, salah satu tahapan riset diawali dengan menyusun kerangka
teori dan kemudian diturunkan ke dalam variable-variabeld dan

17
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

kerangkan operasional untuk diuji. Ketiga, survey juga dicirikan oleh


tahapan riset yang terstruktur. Logika penelitian survey yang
bersifat hipothetico deductive memberikan gambaran yang jelas
tentang rancangannya. Dalam metode survey, sampel sudah
ditentukan dari awal, sebelum peneliti melakukan penelitian di
suatu daerah. Ke empat, kaidah yang terkait dengan pemaknaan
terhadap kebenaran. Dalam metode survey kebenaran dinilai relative
mutlak.
Tiga fungsi metode survei menurut de Vaus (1991:5-6): untuk
menggambarkan karakteristik data. Survei dapat digunakan untuk
memberikan gambaran tentang data dan kecenderungan yang ada.
Dalam hal ini, survei dapat menjelaskan berapa jumlah responden
yang terlibat dalam penelitian, bagaimana karakteristik mereka,
berapa porsen yang berpendidikan sarjana, dan sebagainya. Dalam
jajak pendapat, survey dapat menggambarkan kecenderungan sikap
public terhadap suatu isu tertentu.
Survei juga berperan menjelaskan adanya penyebab sebuah
gejala atau kecenderungan tertentu dari suatu fenomena. Survei
dapat dimanfaatkan untuk memahami penyebab sebuah gejala
melalui perbandingan kasus-kasus. Contoh: Peneliti dapat melihat
bagaimana kecenderungan pendidikan responden dengan
kemampuan mengakses internet, mengindentifikasi kecenderungan
sikap dengan latar belakang identitas responden.
Survei dapat juga mengesplorasi relasi antarvariabel. Survey
dapat digunakan untuk menganalisis relasi sebab akibat. Sebagai
contoh: survey dapat digunakan untuk membuat prediksi mengenai
pengaruh tingkat pendidikan pada kemampuan mengakses internet.
Namun, meski dapat mengeksplorasi relasi tersebut, survey memiliki
sejumlah keterbatasan, di antaranya tidak cukup mampu
menjelaskan kompleksitas fenomena relasi sebab akibat secara
komprehensif atau membahas secara kontekstual munculnya
problem tertentu.
De Vaus mengelompokkan survey menjadi dua macam yaitu:

18
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Pertama, descriptive survey: berfungsi untuk memperoleh gambaran


atau kecenderungan umum mengenai data atau sikap responden
mengenai suatu isu dalam hal ini kewirausahaan. Berger
mengungkapkan bahwa survey jenis ini mendesripsikan populasi
dengan menyajikan informasi mengenai aspek demografi-umur, jenis
kelamin, status perkawinan, pekerjaan, etnik, pendapatan, agama
dan menghubungkan informasi mengenai opini, kepercayaan, nilai,
perilaku terkait dengan kewirausahaan.
Analitically explanatory survey berfungsi untuk menjelaskan
hubungan kausal untuk menjelaskan mengapa keadaan tertentu
terjadi. Survei jenis ini umumnya dengan descriptive survey. Apabila
peneliti mengharapkan penjelasan yang lebih mendalam atau
menemukan alasan atau latar belakang sebuah keadaan, barulah
explanatory survey digunakan.

b. Mengisi Kuisioner
Kajian ini akan mengawali proses pengambilan data dengan
survei menggunakan panduan pertanyaan yang sudah disusun lebih
sistematis dan lebih banyak tertutup. Namun kajian juga
membutuhkan masukan secara langsung dari para responden untuk
mengakomodasi keragaman persoalan di masyarakat

c. Observasi atau Pengamatan


Melakukan pengamatan pada subyek yang akan diteliti
berkaitan dengan pola-pola dan kondisi umum yang sudah ada di
wilayah perbatasan. Guba dan Lincoln (1981) menjelaskan bahwa
teknik observasi diperlukan dalam penelitian disebabkan oleh
beberapa faktor: pertama, teknik observasi berdasarkan
pengalaman dapat dipergunakan untuk menguji sesuatu
kebenaran data; Kedua, memperhatikan dan mencatat perilaku dan
kejadian sebenarnya dari subjek; Ketiga, menentukan reliabiltas
data yang diungkapkan oleh subjek; Keempat, peneliti mampu
memahami situasi yang rumit; dan Kelima, observasi boleh menjadi

19
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

alat komunikasi yang penting, apabila teknik komunikasi lain tidak


mungkin dilakukan. Teknik observasi ini memungkinkan
pemahaman secara bersama (peneliti-subjek) yang bermanfaat
sekiranya dicatat atau direkam selama observasi dilakukan. Teknik
observasi dan observasi partisipan dipergunakan secara bergantian
dalam penelitian ini.

d. Wawancara
Kajian ini juga memandang penting untuk menyusun
pertanyaan yang lebih terbuka untuk mendapatkan gambaran
secara aktual. Metode wawancara merupakan salah satu metode
pengumpulan data yang umum digunakan untuk mendapatkan data
berupa keterangan lisan dari suatu narasumber atau responden
tertentu. Data yang dihasilkan dari wawancara dapat dikategorikan
sebagai sumber primer karena didapatkan langsung dari sumber
pertama. Proses wawancara dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan kepada narasumber atau responden tertentu.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara tersebut
biasanya telah terstruktur secara sistematis agar didapatkan hasil
wawancara yang lebih spesifik dan terperinci. Walaupun adakalanya
wawancara berlangsung tidak terstruktur atau terbuka sehingga
menjadi sebuah diskusi yang lebih bebas. Dalam kasus ini tujuan
pewawancara mungkin berkisar pada sekedar memfasilitasi
narasumber atau responden untuk berbicara (Blaxter et.al,2006:
258-259). Wawancara yang lebih terbuka sering kita lihat dalam
acara talkshow. Namun demikian, wawancara terstruktur tetap lebih
baik untuk mendapatkan data yang lebih spesifik. Oleh karena itu
kajian perlu menyusun pertanyaan panduan.

e. Fokus Group Discussion


Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terarah
merupakan bentuk kegiatan pengumpulan data melalui wawancara
kelompok dan pembahasan dalam kelompok sebagai alat/media

20
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

paling umum digunakan dalam penyusunan naskah akademik


maupun raperda. FGD akan dilakukan sebanyak tiga kali, yakni:
Pertama, setelah penyusunan draft naskah akademik dibuat. Ini
dimaksudkan menerima masukan dari alat kelengkapan dewan
perwakilan rakyat daerah (DPRD) dan satuan kerja perangkat
daerah (SKPD). Masukan DPRD dan SKPD akan mempunyai arti
penting sebagai penyempurnaan naskah akademik dan raperda.
Kedua, setelah Penyusunan Draft Raperda. Ini berperan untuk
menyempurnakan peraturan daerah. FGD juga dilakukan bersama
DPRD dan SKPD. FGD terakhir akan dilakukan setelah Finalisasi
NA dan Raperda dengan melibatkan pemangku kepentingan lebih
luas.

C. Kerangka dan Arah Pemikiran Naskah Akademik


1. Kerangka Dasar Pemikiran

PROBLEMATIKA
PERBATASAN

Gambar 2. Skema problematika Perbatasan

Perbatasan merupakan konsep adiministratif yang mejadi faktor


pemisah (demarkasi) atar daerah. Perbatasan tersebut terbentuk dalam
proses yang panjang secara historis dan kultural. Kawasan perbatasan

21
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

dipahami secara empiris sebagai wilayah yang “sakral” sehingga tidak


dimasuki. Seperti pada permainan tradisional “gobag sodor.” Hal itu
bedampak pada “marginalisasi” terstruktur dalam pengelolaan kawasan
tersebut sehingga terjadi kesejangan dalam kesejahteraan.
Secara empiris bisa dilihat dalam perilaku spasial dalam masyarakat.
Cara pandang core-pheriphery (pusat-pinggiran; kota-desa) membuat
“kultur khas” daerah perbatasan. Habitus Institusi membentuk “ruang
kosong” di kawasan perbatasan sehingga muncul peminggiran akses dan
berbagai konflik di kawasan perbatasan.
Akses pada layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, keamanan
mendesak diatasai. Perlu upaya lintas sektor untuk mengatasi
problematika di kawasan perbatasan.

2. Alur Pikir

Gambar 3 Skema Alur Pemikiran Penyusunan Naskah Akademik

22
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Pengelolaan dan Pembangunan Perbatasan DIY dilakukan dengan


melihat upaya untuk mengatasi problematika di daerah
perbatasanUntuk itu perlu perspektif baru dalam melihat kawasan
perbatasan. Perspektif itu kurang lebih bahwa Perbatasan merupakan
halaman depan atau wajah DIY dan Kawasan perbatasan memiliki
potensi besar untuk dikembangkan. Selain itu, perlu pula pendekatan
dalam mengelola perbatasan. Pendekatan Kesejahteraan, Lingkungan
dan Budaya.
Pengeloaan kawasan perbatasan bisa dimulai dengan membangun
infrastruktur yang memadai dan memiliki nilai fungsional yang
menjawab kebutuhan setempat. Contoh infrastruktue funsional di tempo
lalu adalah pembangunan selokan mataram yang tidak hanya mampu
mengatasi problem irigasi di perbatasan tetapi juga berdampak pada
area yang lebih luas.
Perlu dibuat pemetaan potesi perbatasan sebagai landasan
pembentukan kawasan-kawasan perbatasan sebagai pusat pusat
ekonomi baru. Penguatan kerjasama lintas batas atar
Kabupaten/Provinsi untuk bersinergi melekukan percepatan
pembangunan. Sudah ada inisasi untuk ini semisal Pawonsari (pacitan-
Winogiri-Wonosari/Gn.Kidul) dalam pengelolaan Geopark Gunung Sewu
(Karst) tetapi belum terlihat efektivitasnya.
Untuk itu perlu Task Force/ satuan kerja di tingkat Provinsi untuk
mensinergikan kinerja institusi-institusi pemerintah dalam mengelola
kawasan perbatasan.Dalam proses tersebut kewenangan masing-masing
pihak perlu diatur dan tetap melibatan masyarakat setempat sebagai
subyek terpenting dalam pembangunan.

D. Ruang Lingkup Analisis


Responden Aktual Survei dalam lingkup wilayah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dalam rangka penyusunan naskah akademik dan
raperda ini, responden yang akan disurvei adalah:
1) Perangkat Desa di Perbatasan
2) Tokoh Masyarakat di Perbatasan

23
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

3) Sekolah di Perbatasan
4) Puskesmas di Perbatasan
Responden ini diwawancara dan dengan mengisi kuisioner untuk
mendapatkan persepsi masyarakat tentang pengelolaan dan
pembangunan wilayah perbatasan.

1. Cakupan Survei
Survei ini akan meliputi persoalan persepsi dan keadaan
perbatasan di DIY. Hal ini dipergunakan untuk mendapatkan masukan
untuk menyusun naskah akademik dan raperda. Persepsi masyarakat
tentang layanan dasar di perbatasan dan persolan lintas batas menjadi
acuan utama memahami praktek empiris perbatasan . Persepsi
Masyarakat tentang Pembangunan dan Layanan Dasar di wilayah
perbatasan.
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting
bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di
sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas,
menyangkut intern dan ekstern. Berbagai ahli telah memberikan
definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya
mengandung makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari
sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca
inderanya.
Sugihartono, dkk (2007: 8) mengemukakan bahwa persepsi
adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses
untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera
manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam
penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau
persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan
mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
Bimo Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa persepsi
merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian
terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu

24
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang


integrated dalam diri individu. Respon sebagaiakibat dari persepsi
dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus
mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada
perhatian individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut,
perasaan, kemampuan berfikir , pengalaman-
Pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam
mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda
antar individu satu dengan individu lain.
Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda
yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pengetahuan,
pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan
cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara
yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki,
kemudian berusaha untuk menafsirkannya.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat
bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari
penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri
individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam
lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.

2. Metode Pengelolaan dan Analisa Data


a. Teknik Analisa Data
Teknik analisis data adalah cara memudahkan pemberian makna
kepada data yang tersedia. Dalam kajian ini, teknik analisis terdiri
dari tiga tahap yaitu: pertama, teknik menampilkan data sekunder
untuk menganalisis kebijakan pembangunan wilayah perbatasan
daerah. Kedua, menampilkan data primer yang diperoleh dari
kuisioner dan didukung data-data kualitatif yang diperoleh dari
observasi dan wawancara mendalam. Ketiga, menganalisis faktor-
faktor yang menentukan problem mendasar pada pengelolaan dan
pembangunan wilayah perbatasan.

25
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

b. Analisis Data Sekunder


Metode analisis data sekunder (ADS) memiliki dua pengertian
dasar yakni analisis isi dan analisis data sekunder. Kedua jenis
penelitian tersebut hanya berbeda pada masalah sumber
datanya. Jika analisis isi, sumber datanya berupa media massa,
buku atau karya seni, maka analisis data sekunder
menggunakan data sekunder yang banyak disediakan di instansi
atau lembaga-lembaga milik pemerintah.
Hal yang perlu diperhatikan dalam memanfaatkan data sekunder
ini adalah pada masalah validitas dan reliabilitas data yang akan
digunakan. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam
proses penelitian menggunakan analisis data sekunder. Langkah
tersebut yaitu: merumuskan masalah; menentukan unit analisis;
menguji atau mengecek kembali ketersediaan data; melakukan
studi pustaka; mengumpulkan data; mengolah data sekunder;
menyajikan data dan memberikan interpretasi; dan menyusun
laporan hasil penelitian.
c. Proses Pengolahan Data
1) Analisis Deskriptif
Analisis data dilakukan dengan menggunakan seberan
frekuensi dari data deskriptif. Data kajian ini juga didukung
dengan data yang didapat dari pertanyaan terbuka dan
observasi lapangan. Berpanduan pada pengendalian mutu
data selama pengambilan data kerja lapangan, pengelohan dan
analisa data yang diperoleh dengan tepat diharapkan mampu
memberi informasi yang benar tentang para pelaku wisata
dalam meningkatkan ekonomi, sosial dan perbaikan alam.
2) Analisis Data Kualitatif
Analisis data merupakan teknik untuk memberi makna
kepada catatan, pernyataan dan perilaku subjek. Dengan kata
yang lebih tepat, analisis data ialah proses mengidentifikasi
tema dan menyusun gagasan yang ditampilkan oleh data
(Bogdan dan Taylor, 1984:137). Tahap ketiga analisis data ini

26
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

berdasar pada wawancara, dan observasi untuk memperkuat


hasil penelitian kuantiatif.

D. Program Kerja
Kegiatan kajian dan penyusunan naskah akademik dan rancangan
peraturan daerah ini akan meliputi tahapan kegiatan sebagai berikut

berikut:

Gambar 4 Skema Tahapan Pekerjaan dan Kegiatan Penyusuna NA dan Raperda

27
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

BAB III
HASIL OBSERVASI AWAL

A. Pelaksanaan Kegiatan
Berdasarkan rencana tahapan pekerjaan adapun realisasi
perencanaan kegiatan sebagai berikut :
1. Pemetaan Area Survey
Area survey lapangan melingkupi 3 Kabupaten (Kulon Progo, Sleman
dan Gunung Kidul) dengan 18 Kecamatan dam 48 Desa di wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara rinci pada tabel berikut:
Kecamatan Desa
Kabupaten Kulon Progo
1 Temon 1 Jangkaran
2 Sindutan
3 Karang Wuluh
2 Kokap 4 Hargomulyo
5 Kalirejo
6 Hargotirto
3 Girimulyo 7 Jatimulyo
8 Purwosari
4 Samigaluh 9 Pagerharjo
10 Kebonharjo
11 Ngargosari
12 Gerbosari
13 Sidoharjo
5 Kalibawang 14 Banjaroya
Kabupaten Sleman
6 Tempel 15 Banyurejo
16 Sumberrejo
17 Pondokrejo
18 Lumbungrejo

28
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

19 Merdikorejo
7 Turi 20 Wonokerto
21 Girikerto
8 Pakem 22 Hargobinangun
9 Cangkringan 23 Glagaharjo
24 Argomulyo
10 Ngemplak 25 Sindumartani
11 Kalasan 26 Tamanmartani
12 Prambanan 27 Bokoharjo
28 Sambirejo
29 Gayamharjo
Kabupaten Gunungkidul
13 Gedangsari 30 Serut
31 Sampang
32 Watugajah
33 Tegalrejo
14 Ngawen 34 Tancep
35 Sambirejo
15 Semin 36 Candirejo
37 Rejosari
38 Karangsari
39 Pundungan
16 Ponjong 40 Sawahan
41 Tambakromo
42 Kenteng
43 Karangasem
44 Bedoyo
17 Rongkop 45 Karangwuni
46 Melikan
18 Girisubo 47 Pucung
48 Songbanyu
Tabel 1 Area Survey dan Observasi

29
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

2. Kuisioner
Kuisioner Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY
Perangkat Desa

Nama Desa : _______________ Nama Kec.: ______________________


Kabupaten :_________________ Surveyor : ______________________

1. Apakah Anda mengetahui dan memahami berada di wilayah


perbatasan Provinsi ?

2. Apakah Anda merasa ada kesenjangan dalam pembangunan antara


wilayah perbatasan dengan wilayah lain ?

3. Pemerintah Desa mengetahui posisi Pilar Batas DIY ? Apakah sama


dengan batas desa ?
4.

5. Adakah akses ke luar provinsi dari desa ini ?

Jalan lingkungan ____________


Jalan Desa ______________
Jalan Kabupaten ______________
Jalan Provinsi _____________
Jalan Pusat _______________

6. Peristiwa atau kejadian apa yang berkait dengan problem perbatasan


provinsi/kabupaten di desa ini ?

30
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

7. Apakah Pemerintah Desa merasa perlu kebijakan khusus untuk


mengatur dan memberikan akses lebih (prioritas) bagi desa-desa di
wilayah perbatasan?

8. Prioritas apa yang di bidang apa?


9. 4 Potensi utama apa yang ada di desa ini ?
(Pertanian, Perkebunan, Pariwisata, ... )
10. Potensi Apa yang perlu dikembangkan ?
11. Apa harapan kepada Pemeritah DIY dan Kabupaten dalam
mempercepat pembangunan di desa ini ?

3. Observasi Wilayah Perbatasan dan Pilar Batas


Otonomi daerah mensyaratkan batas wilayah/daerah yang pasti
sebagai dasar penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah setempat. Batas daerah antara Daerah Istimewa Yogyakarta
dengan Provinsi Jawa Tengah telah ditetapkan dalam Permendagri
Nomor 19 Tahun 2006 tentang Batas Daerah antara Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan Provinsi Jawa Tengah. Permendagri tersebut telah
menjadi penjamin kepastian hukum bagi batas wilayah administratif
Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga diharapkan tidak ada konflik
mengenai batas wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga

31
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Pemerintah bisa lebih fokus pada pembangunan dan menyediakan


layanan publik secara adil dan merata.
Permendagri Nomor 19 Tahun 2006 tersebut menghindarkan
konflik atau sengketa batas baik antara Daerah Istimewa Yogyakarta
dengan Provinsi Jawa Tengah, maupun antara kabupaten – kabupaten
di wilayah perbatasan tersebut. Dalam Permendagri tersebut,
penegasan garis batas ditunjukkan dengan patokan di lapangan
berupa Pilar Batas Utama (PBU) sejumlah 17 pilar, Pilar Acuan Batas
Utama (PABU) ada 12 pilar, Pilar Batas Antara (PBA) sejumlah 122
pilar dan Pilar Acuan Batas Antara (PABA) sejumlah 62 Pilar yang
disertai titik koordinat.
Garis batas tersebut secara navigasi darat terbentang dalam
kurang lebih 215,24 Km yang melingkupi 3 Kabupaten (Kulon Progo,
Sleman dan Gunung Kidul) dengan 18 Kecamatan dam 48 Desa di
wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedang di Wilayah Provinsi Jawa
Tengah melingkupi 5 Kabupaten (Purworejo, Magelang, Klaten,
Sukoharjo dan Wonogiri), 20 Kecamatan, 79 Desa.
Walaupun Permendagri tersebut sudah memberi penegasan batas
wilayah antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah,
ternyata aturan tersebut belum mencukupi di dalam prakteknya.
Masih ada hal-hal strategis dalam aspek spasial yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan wilayah perbatasan yakni soal
penanda batas baik yang berupa pilar batas maupun bentuk tetenger
atau monumen yang lain indentitas daerah. Selain itu, soal informasi
dan sistem informasi yang memadai tentang garis batas juga menjadi
hal yang strategis. Untuk mengatasi hal tersebut sudah dilakukan
kerjasama baik soal perapatan pilar batas maupun hal-hal lain.

4. Kompilasi Awal Data Sekunder


a. Kependudukan
Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten
Sleman dan Kabupaten Gunungkidul tahun 201, maka jumlah
penduduk di wilayah perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta

32
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

adalah 691.291 jiwa (18,70% dari jumlah seluruh penduduk di


Daerah Istimewa Yogyakarta), dengan presentase penduduk laki-
laki 49,24% dan penduduk perempuan 50,76%. Jumlah penduduk
di wilayah perbatasan berdasarkan kecamatan menurut BPS tahun
2018 tersaji pada tabel berikut.

Tabel 2 jumlah penduduk wilayah pebatasan DIY per.kecamatan

Dengan luas wilayah perbatasan sebesar 1043,73 km2, maka


kepadatan penduduk di wilayah perbatasan adalah 662 jiwa per km2.
Banyaknya masyarakat yang berada di wilayah perbatasan Daerah
Istimewa Yogyakarta – Provinsi Jawa Tengah dapat dijadikan sebagai
salah satu asset dalam memajukan wilayah perbatasan. Hal tersebut
harus didukung dengan adanya fasilitas pelayanan publik yang
memadai. Adanya fasilitas pelayanan publik yang dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat dengan baik akan berpengaruh terhadap berbagai
sektor kehidupan masyarakat, baik sektor social maupun ekonomi.

33
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

b. Indeks Pembangunan Manusia dan Pelayanan Dasar


Pelayanan dasar di wilayah perbatasan Daerah Istimewa
Yogyakarta – Provinsi Jawa Tengah masih belum optimal. Masyarakat
wilayah perbatasan belum dapat mengakses layanan dasar seperti
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur (konteks urusan pekerjaan
umum) dengan memadai. Salah satu indikatornya dilihat dari angka
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan (pendapatan,
kesehatan, pendidikan, dan sebagainya). Data dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014
menampilkan IPM per kecamatan di Daerah Istimewa Yogyakarta
yang dikombinasikan dengan reduksi shortfall atau tingkat akselerasi
pembangunan manusianya selama tiga tahun terakhir (2010-2013).
Terdapat sebanyak 14 kecamatan di wilayah perbatasan Daerah
Istimewa Yogyakarta yang masuk kuadran III atau capaian IPM relatif
rendah sekaligus akselerasi pembangunan manusianya juga rendah.

Gambar 5 Grafik IPM perbatasan per.Kecamatan

Keempatbelas kecamatan tersebut mencakup : Temon (76.57),


Kokap (73.47), Girimulyo (74.64), Samigaluh (74.60), Kalibawang
(75.25), Turi (76.15), Cangkringan (76.48), Prambanan (73.81),
Gedangsari (68.58), Ngawen (70.29), Semin (71.50), Ponjong (71.32),
Rongkop (72.14) dan Girisubo (69.72). Girisubo dan Gedangsari
bahkan masuk kategori 10 kecamatan dengan capaian IPM terendah

34
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013. Bandingkan dengan


kecamatan yang memiliki capaian IPM tertinggi di Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 2013, yakni Depok (84,25), Ngaglik (81,89), dan
Gondokusuman (81,59). Sedangkan kecamatan lain yang berada di
wilayah perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta-Povinsi Jawa Tengah
yang memiliki nilai IPM lebih tinggi dibandingkan wilayah perbatasan
lainnya antara lain: Kecamatan Tempel (79.97), Pakem (77.77),
Ngemplak (80.26) dan Kalasan (81.17). Salah satu pendorong
tingginya angka IPM pada ketiga wilayah tersebut disebabkan karena
faktor perkembangan yang cepat untuk tempat tinggal dan
banyaknya fasilitas pendidikan atau kesehatan yang dapat diakses
oleh masyarakat.

Tabel 3 Jumlah fasilitas pendidikan di kecamatan - kecamatan


perbatasan

Sedikitnya fasilitas pendidikan menengah (SMP, SMA dan SMK)


di wilayah perbatasan akan menyulitkan masyarakat di wilayah
tersebut untuk memperoleh pendidikan. Masyarakat harus

35
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

menempuh perjalanan yang relatif jauh untuk dapat memperoleh


pendidikan bahkan keluar daerah. Bahkan di Kecamatan Rongkop
dan Girisubo tidak ada SMA. Hal tersebut akan mempengaruhi minat
masyarakat dalam melanjutkan pendidikannya karena semakin
banyak faktor penghambat dalam menempuh pendidikan maka akan
semakin sedikit masyarakat yang berminat untuk melanjutkan
pendidikannya.

Tabel 4 Jumlah siswa berdasar jenjang pendidikan di wilayah perbatasan

Di atas telah disajikan tabel mengenai jumlah murid/siswa di


setiap jenjang pendidikan, dimana jumlah siswa pada setiap
jenjang pendidikan akan menunjukkan partisipasi masyarakat di
suatu wilayah terhadap fasilitas pendidikan yang ada. Semakin
banyak masyarakat yang menempuh jenjang pendidikan tertentu
maka partisipasi masyarakat dalam jenjang pendidikan tersebut
juga semakin tinggi, dan sebaliknya, semakin sedikit masyarakat

36
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

pada jenjang pendidikan tertentu maka semakin rendah tingkat


partisipasi masyarakat dalam aspek pendidikannya.
Berikut ini disampaikan data fasilitas kesehatan
per.kecamatan di wilayah perbatasan DIY – Jawa Tengah.

Tabel 5 Jumlah fasilitas kesehatan di perbatasan Per. Kecamatan

Keterbatasan sarana kesehatan dapat mendorong suatu


wilayah untuk sulit berkembang. Hal tersebut dikarenakan
masyarakat sebagai agen pembangunan berada dalam kondisi yang
tidak baik sehingga proses pembangunannya pun akan terhambat.
Dalam mewujudkan pengembangan wilayah maka masyarakat
harus berada dalam kondisi yang sehat sehingga mampu
melaksanakan berbagai kegiatan/aktivitas untuk menunjang
proses pengembangan wilayahnya.

37
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

BAB IV
PENUTUP

Dalam laporan pendahuluan kajian ini, penyusun masih akan terus


berproses. Tim Penyusun sangat terbuka dengan masukan dan kritik dalam
proses penelitian ini.
Dalam proses ke depan, Tim Penyusun akan terus berpegang pada
kaidah akademik. Hal ini dilakukan agar harapan-harapan masyarakat di
wilayah perbatasan perlu mendapat perhatian serius dalam kajian
selanjutnya. Pada kajian selanjutnya harapan terbut akan diupayakan
dikaji lebih mendalam lagi. Selain itu, Tim Penyusun juga berpegang pada
kemungkinan – kemungkinan dalam kewenangan Pemerintah Daerah dan
Dewan Perwakilan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Demikianlah Laporan Pendahuluan kami susun. Segala kritik dan
saran terus kami nantikan dalam proses penyusunan Naskah Akademik ini.
Atas segala kerjasama dan kepercayaan kami ucapkan terimakasih.

38
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Lampiran
Foto – Foto Hasil Observasi di Lapangan

1 2

Foto 1. Dalam area terdapat 5 (lima) pilar batas (lokasi di perbatasan


Gunung Kidul, Klaten dan Sukoharjo)
Foto 2. Foto Pilar Batas yang tidak terawat, penuh dengan coretan
vandalisme (lokasi Kecamatan Kalibawang)
Foto 3. Pilar Batas di Kecamatan Cangkringan. Di belakang Pilar tersebut
masuk kabupaten Klaten dan sudah menjadi area penambangan

39
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Foto 4. Gapura Batas Gunung Kidul - Wonogiri

Foto 5. Gapura Perbatasan Purworejo – Kulon Progo (diambil dari sisi Jateng)

Foto 6. Jalan Desa di Kecamatan Turi yang berfungsi sebagai jalur evakuasi

40
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda Pengelolaan dan Pembangunan Wilayah Perbatasan DIY

Foto 7. Sarana Air Bersih di Kecamatan Semin

Foto 8. Jalan Desa tepat di garis batas di kecamatan Giri Subo

41

Anda mungkin juga menyukai