Anda di halaman 1dari 12

A.

B. KRAKSAAN SEBAGAI IBU KOTA KABUPATEN PROBOLINGGO


Kraksaan adalah sebuah kecamatan sekaligus kota kecil yang juga merupakan pusat
administrasi Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Saat ini
Kraksaan sudah menjadi ibukota kabupaten Probolinggo yang disahkan negara melalui
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 02 tahun 2010 [1]tertanggal 5 Januari 2010. Kraksaan
berjarak 27 km ke arah timur Kota Probolinggo. Pengembangan ekonomi, pendidikan,
dan tata ruang mulai dilaksanakan dengan memindahkan hampir semua gedung
pemerintahan dari Kota Probolinggo dan Kec. Dringu ke Kec. Kraksaan.
Nama Kraksaan sebetulnya tidak lepas dari asal usul Kabupaten Probolinggo. Menurut
cerita masyarakat, Kraksaan sebetulnya merupakan perubahan ucap dari "Krasan" yang
artinya betah, di mana pada waktu Hayam Wuruk merasa betah selama beristirahat di
wilayah ini. Semenjak saat itu, wilayah ini disebut Krasan, Kraksan, dan beralih ucap
menjadi "Kraksaan". Pada tahun 1800-an, Kraksaan merupakan sebuah kabupaten yang
membawahi beberapa wilayah mulai dari Dringu sampai Paiton yang dibuktikan
adanya peta kuno zaman Hindia Belanda. Seiring perubahan pemerintahan, Kabupaten
Kraksaan dilebur menjadi Kabupaten Probolinggo karena pusat pemerintahan
dipindah ke Kota Probolinggo.

Sejak digulirkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,


maka perkembangan di Probolinggo semakin cepat dan pesat, dimana Kota
Probolinggo telah mampu berdiri sebagai Kota Madya dengan Ibu Kota Probolinggo,
sedangkan Kabupaten Probolinggo yang semula ikon ibu kotanya adalah Probolinggo,
kini harus bergeser dengan membentuk ibu kota sendiri yakni Kraksaan sebagai ibu
kota kabupatennya.
Secara astronomis Kabupaten Probolinggo berada pada posisi 7′ 40′ sampai 8′ 10′
lintang selatan dan 111′ 50′ sampai 113′ 30′ bujur timur yang terbentang dari daerah
barat keselatan mulai Kecamatan Tongas sampai Kecamatan Lumbang dan sebelah
timur mulai Kecamatan Paiton hingga Kecamatan Tiris serta Kecamatan Krucil diposisi
arah tenggara yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Situbondo dan Jember,
sedangkan wilayah kota madya terletak dibagian tengah sebelah utara. Luas wilayah
Kabupaten Probolinggo (daerah pedesaan/rural area) 1.397,50 Km2 dan luas wilayah
Kota Madya Probolinggo (daerah perkotaan/urban area) 56,67 Km2.
Dengan bentang alam yang cukup luas ini, maka tidak salah apabila Kraksaan dipilih
sebagai tempat Ibu Kota Kabupaten Probolinggo, sehingga terpisah dengan Ibu Kota
Kota Madya Probolinggo. Sebenarnya antara kabupaten dan kota madya berada pada
jenjang yang sama. Perbedaan status daerah kabupaten dan kota dimaksudkan untuk
memberikan penekanan pada kondisi masyarakat atau kawasan setempat. Daerah
kabupaten dimaksudkan bagi masyarakat atau kawasan pedesaan (rural area) dan
daerah kota dimaksudkan bagi masyarakat atau kawasan perkotaan atau urban area
(Muluk, 2005:140).
Dengan adanya penekanan yang berpola pada perbedaan kawasan tersebut, maka
dengan dipilihnya Kraksaan sebagai Ibu Kota Kabupaten Probolinggo secara
psikologis, akan memberikan dampak positif bagi seluruh warga masyarakat
kabupaten, karena ibu kota merupakan lambang kebanggaan tentang keberadaan suatu
wilayah, dan sekaligus sebagai cermin bagi keberhasilan suatu pemerintahan.
Dipilihnya Kraksaan sebagai Ibu Kota Kabupaten Probolinggo ini tentunya secara
internal beradasarkan pada pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial
budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lainnya,
sedangkan secara eksternal untuk perubahan nama ibu kota dan pemindahan ibu kota
daerah ditetapkan dengan perturan pemerintah, maka dengan demikian apa bila kedua
faktor internal dan eksternal tersebut disatukan, Kraksaan akan lebih mampu dan
berdiri sebagai sosok Ibu Kota Kabupaten Probolinggo yang baru dan sekaligus akan
memberi harapan baru bagi warga Kota Kraksaan khususnya dan warga masyarakat
Kabupaten Probolinggo pada umumnya dalam upayanya ikut membangun bangsa dan
negara.
1. B. Tinjauan Historis
Sebenarnya bila disimak lebih jauh lagi, sejak pemerintah kolonial Belanda berkuasa,
Krasaan telah menjadi ibu kota. Hal ini dapat dilihat dari kedua peneliti sejarah
(Pigeaud dan Niermeyer) saat mengidentifikasi letak dan keberadaan Mandala Segaran
yang dikunjungi Raja Hayam Wuruk pada tahun 1339, yang oleh Vanstein Callenfells
diidentifikasikan dengan Candi Kedaton (Soetjiatingsih, 1981:51). Dalam perjalanannya
ketimur ini (ke Mandala Sagaran) adalah tidak hanya sekedar ingin tahu saja, tetapi
mungkin juga karena ia membutuhkan bimbingan spiritual yang belum pernah
diberikan oleh para pendeta kraton, sehingga Raja atau Prabu Hayam Wuruk harus
datang jauh-jauh ketengah rimba belantara mencari letak Mandala Sagaran atau
Asrama Kasreyan yang merupakan suatu masyarakat terpelajar atau semacam sekolah
(a community of scholarly) seperti yang ditulis oleh Empu Prapanca dalam buku Negara
Kertagama Pupuh 32 sampai Pupuh 35 (Soetjiatingsih,1980:49-50). Kemudian sebagai
rasa terima kasih atas kedatangan Raja atau Prabu Hayam Wuruk ke Mandala Sagaran
(Ranu Segaran Duwes) di sekitar Andung Biru Kecamatan Tiris, maka di bangunlah
suatu tanda kehormatan atas kedatangan Raja atau Prabu Hayam Wuruk yang dikenal
dengan sebutan Candi Kedaton. Karena kedatangan raja atau prabu hanya sebentar
(Numpang duduk) maka disebut Prabulinggih yang akhirnya menjadi nama cikal
bakal Probolinggo. Kemudian dengan menyikapi perbedaan kedua ahli tersebut,
tentang keberadaan mandala sagara, nama kraksaan telah disebut-sebut sebagai ibu
kota kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa kraksaan sebenarnya pada masa
pemerintahan kolonial belanda telah menjadi ibu kota.
Sementara itu kolonial Belanda yang berasal dari Eropa barat dalam membangun Kota
Kraksaan sebagai Ibu Kota Kabupaten Probolinggo tentunya tidak meninggalkan ciri
khas kenegeriannya (Eropa Barat pada abad sebelum pertengahan) yaitu, mengikuti
persyaratan kriteria sebuah kota sebagaimana yang ditegaskan Max Weber (1958),
bahwa kriteria tersebut adalah adanya pertahanan kota, pasar, mahkamah pengadilan,
struktur politik lokal dan otonomi yang besar (Asyari, 1990:43).
Berpijak dari pendapat diatas maka tidak heran apabila di Kraksaan telah ada
struktural politik lokal seperti bangunan pemerintahan, rumah dinas para pejabat kota
yang berada disekitar Wisma Rengganis dan didepan Bank Jatim dahulu, tepatnya
disebelah timur gedung bioskop Kraksaan Teater, kemudian juga ada bangunan
penjara (lembaga permasyarakatan) dan mahkamah pengadilan (kejaksaan) serta
sarana penting lainnya ialah Pasar Semampir yang berada di selatan jalur utama (jalan
arteri) dengan maksud agar tidak mengganggu jalur utama pantura. Hal ini
dimaksudkan bagi setiap kota diperlukan adanya kemudahan yang maksimal bagi
penyesuaian warga kota atau penduduknya (Asyari,1990:38). Oleh karena itu Masjid
besar dan alun-alun selalu dibangun saling berhadapan untuk memudahkan
aksesbilitas struktural sosial dan politik hingga sampai saat ini.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa Kraksaan sebenarnya sejak masa
pemerintahan kolonial Belanda telah menjadi kota kabupaten, maka tidak heran dan
memang selayaknya apabila sekarang ini Kabupaten Probolinggo beribu kota di
Kraksaan.
1. C. Tinjauan Geografis
A. 1. Letak Fisiografis
i. Sebelah Utara
Secara fisik wilayah Kraksaan sebelah utara dibatasi oleh Selat Madura (Laut Jawa).
Kondisi laut yang berada diantara Pulau Madura dan Pulau Jawa ini menyebabkan
ombak atau gelombang pasang tidak terlalu tinggi sehingga sangat bermanfaat dan
aman bagi jalur pelayaran bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang
berbatasan dengan laut yang terbuka dan cukup luas. Dengan dimilikinya wilayah laut
(maritim teritorial) sangat berpotensi untuk berbagai kepentingan termasuk untuk
pelabuhan yang merupakan tempat penghubung maupun transit barang dan
perdagangan lainnya, selain itu untuk pengelolaan sumber daya laut, kewenagann
daerah kabupaten/kota sama dengan kewenangan daerah provensi namun sebatas
sepertiga dari luas wilayah kewenangan provinsi. Kewenangan tersebut meliputi
eksplorasi, eksplotasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; pengaturan
administratif; pengaturan tata ruang; penegakan hukum terhadap peraturan yang
dikeluarkan daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; ikut serta
dalam pemeliharaan keamanan; ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Kewenangan provensi untuk mengelola sumber daya diwilayah laut ini paling jauh 12
mil laut diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan kewenangan kabupaten adalah
sepertiga dari luas tersebut (Muluk, 2006:142). Bahkan dengan memiliki wilayah
kelautan, maka mempunyai keuntungan dan kemungkinan berkembang lebih maju
daripada yang terletak jauh dipedalaman tanpa dikelilingi/dibatasi oleh laut (Daljoeni,
1982:22).
Dengan batas sebelah utara yang terdiri dari lautan tersebut dan Kali Buntu sebagai
pelabuhan alamnya, maka transportasi laut akan menjadi sarana angkutan yang lebih
murah dan hemat karena tidak menimbulkan kemacetan jalan raya yang boros akan
bahan bakar fosil dan sumber polusi udara, serta usia atau keawetan jalan arteri lebih
terjaga. Sedangkan potensi ekonomi yang lain, daerah zona pantai tetap dipertahankan
sebagai daya dukung lingkungan dan kebutuhan masyarakat kota mulai dari hasil laut
termasuk rumput lautnya dan hasil tambak serta budi daya kelautan lainnya, sehingga
para nelayan tidak perlu harus menjual jauh kekota lainnya (luar kota) dengan
transportasi yang mahal sebagai penyebab rendahnya income perkapita pada
masyarakat nelayan dan sebaliknya warga Kota Kraksaan tentunya akan lebih mudah
dan cepat dalam mendapatkan ikan atau hasil laut yang masih segar dan penuh gizi.
1. Sebelah Timur
Batas wilayah timur Kota Kraksaan adalah Kecamatan Paiton, dimana wilayah ini
cukup dikenal sebagai daerah penghasil tembakau pada musim kemarau dan penghasil
beras pada musim penghujan serta industri listrik nasional yang mensuplay kebutuhan
listrik Jawa dan Bali yang tersambung secara interkoneksitas dengan jaringan
pembangkit listrik lainnya. Sedangkan di wilayah Kraksaan sendiri bagian timur selain
sudah terdapat kompleks perumahan (Setlement) Kebon Agung dan Sumber Lele juga
terdapat rumah sakit serta stadion olah raga dan pasar, serta masih banyak areal
persawahan yang lebih luas daripada wilayah Kraksaan barat, hal ini juga merupakan
daya dukung untuk kebutuhan pangan penduduk kota disamping harus
mendatangkan dari luar daerah.
1. Sebelah Selatan
Sejak awal bila dilihat setlement Kota Kraksaan bagian terpanjang dan berkelompok,
sebagian memang dari arah barat ke timur dan ke utara hingga daerah pantai, tetapi
yang masuk kearah selatan sangat sedikit hanya terbatas sampai Desa Bulu dan
Perumahan Bulu, sedangkan sisanya kearah selatan didominasi oleh areal persawahan
yang sangat luas, padahal kawasan ini juga cukup berpotensi untuk pengembangan
setlement penduduk karena kontur atau topografinya lebih tinggi daripada yang
berada dibagian utara jalan arteri, selain itu jarak antara permukaan Sungai Semampir
dengan daratan mempunyai penampang yang sangat dalam sehingga tidak rawan
banjir, asalkan sistem drainase dibenahi dan diperlancar serta tidak terbendung oleh
bantalan jalan arteri yang cukup tinggi. Hal ini penting karena perencaan penggunaan
lahan dan tata ruang penggunaan lokasi pemukiman perlu didasari atas persyaratan
dasar fisik seperti kondisi topograf/lereng, sumber alam, kondisi tanah, letak geografis,
penggunaan lahan, iklim dan bencana alam (Hartono, 1998:80).
Sementara untuk kawasan industri lebih baik diarahkan dan dikumpulkan diarea yang
paling selatan dan jauh dari setlement penduduk, bukankah pada jangka panjang bila
dibangun jalan bebas hambatan (tol) yang menghubungkan Gempol-Banyuwangi
terlaksana, maka pintu masuk tol juga lewat jalur selatan, karena tidak mungkin
membangun jalan tol harus melewati kawasan padat penduduk yang sebagian besar
terdapat dikawasan utara. Begitupula untuk kawasan pusat PLTU Paiton, tidak
mungkin bila jalan raya arteri terlalu dekat dengan PLTU karena secara geopolitis hal
ini sangat membahayakan sarana dan prasarana kelistrikan milik perusahaan listrik
negara tersebut.
Dengan daya dukung lingkungan di wilayah selatan yang cukup luas, maka untuk
rencana pengembangan atau perluasan kota lebih luas tidak hanya sebatas Desa
Widoro saja, tapi untuk pengembangan ibukota masa depan kearah selatan bisa sampai
ke Desa Sumber Ketimohe dan Desa Kedung Calok atau lebih ke selatan lagi, dari pada
pengembangan kearah barat maupun kearah timur yang memang sudah ramai dan
padat serta relatif lebih sempit. Lebih dari itu daerah-daerah kawasan selatan Kraksaan
juga telah ada jalan alternatif yang dapat menghubungkan Kraksaan dengan daerah-
daerah lain pusat atau sentra produk pertanian dan hasil bumi lainnya, mulai dari
Kecamatan Leces, Tegal Siwalan, Banyu Anyar, Tiris, Krucil, Gading dan Pakuniran
serta Kota Anyar, ini semuanya merupakan jalur lingkar selatan (Ring of Road) yang
cukup potensial untuk daya dukung Kraksaan sebuah ibu kota kabupaten. Selain hal
tersebut di atas, secara klimatologis posisi geografis Kraksaan juga lebih aman dari
hempasan angin fohn yang bersifat kering dan panas, karena kraksaan dilindungi oleh
perbukitan yang tinggi dari lereng Pegunungan Argopuro yang bersifat menutup arah
dan celah angin monsun (muson) tenggara, sehingga Kraksaan lebih aman untuk
pemasangan papan-papan reklame yang besar, jembatan penyeberangan pejalan kaki
diatas jalur lalu lintas yang padat, tiang dan jaringan kabel telpon maupun listrik serta
tower dan pohon-pohon besar.
Arah angin fohn atau angin kering ini lebih cenderung melewati “celah” barat selatan
Pegunungan Argopuro yang berbatasan dengan celah timur Gunung Lamongan,
sehingga pusat angin fohn ini akan terkonsentrasi melalui wilayah Tiris barat dan
Gending (Angin Gending) serta “celah” barat Gunung Lamongan dengan Pegunungan
Tengger sebelah utara (Bayong, 1992:34). Maka dengan demikian daerah pegunungan
yang berada diselatan kawasan Kraksaan akan berfungsi sebagai daerah penyanggah
(Buffer Zone) terhadap kecepatan angin yang akan melewati kraksaan sebagai ibu kota
kabupaten.
1. Sebelah Barat
Untuk wilayah Kraksaan barat yang berbatasan dengan Kecamatan Pajarakan dengan
border line alam Sungai Semampir atau Kali Lopeti (Sungai Rondoningo), sungai ini
konturnya agak tinggi bila dibandingkan dengan kondisi topograf wilayah Kraksaan
utara, tetapi dengan tanggul (tangkis) sungai yang tinggi, wilayah Kraksaan barat ini
sangat aman karena penampang sungai sangat lebar sehingga air tidak meluap ke
setlement penduduk yang padat terutama yang berada disekitar timur sungai di
wilayah selatan kecuali ke utara karena konturnya lebih rendah.
Potensi sumber daya alam lain yang bisa dikembangkan, selain akses jalan raya kearah
selatan (Wangkal), Sungai Semampir/Kali Lopeti juga bisa dikembangkan sebagai
kawasan wisata air, tetapi harus tetap mempertimbangkan pasang surut air laut, karena
sungainya cukup besar otomatis pada saat surut arus yang bergerak kearah muara juga
cukup deras, tetapi meskipun demikian tidak pelu dikawatirkan karena pasang surut
Kali Lopeti sudah terjadwal mengikuti pasang surut air laut.
Sementara itu untuk pengembangan wilayah Kraksaan sebagai Ibu Kota Kabupaten
Probolinggo masa depan, mau atau tidak mau, Kecamatan Pajarakan bagian timur juga
harus dimasukkan ke wilayah ibu kota kabupaten karena jarak dengan Kraksaan
sangat cukup dekat, begitu pula dengan yang kearah timur Kraksaan hingga masuk
Desa Jabung Kecamatan Paiton sehingga dengan demikian master plan dan use plan,
termasuk tata ruang kota perlu direncanakan seideal mungkin agar semuanya
memudahkan aksesbilitas warga kota Kabupaten Probolinggo di Kraksaan dengan
desa-desa atau kecamatan-kecamatan lain disekitarnya, seakan-akan menjadi desa
satelit yang mengelilingi pusat Ibu Kota Kabupaten Probolinggo di Kraksaan.
2. Letak Sosiografis
Bidang Politik
Selama ini Kraksaan meskipun sebelum menjadi Ibu Kota Kabupaten Probolinggo, hal
ini sering kita lihat melalui kegiatan-kegiatan pemerintahan, seperti upacara-upacara
resmi yang dihadiri oleh kepala daerah dipusatkan di alun-alun Kraksaan, bahkan
kampanye-kampanye partai politik di wilayah Kabupaten Probolinggo pun sering pula
dilaksanakan di alun-alun Kraksaan dalam apel besarnya untuk menjaring opini
publik, bahkan dalam acara peringatan Hari Kemerdekaan Negara Republik Indonesia,
pawai kendaraan maupun karnaval sering pula dilaksakan di alun-alun Kraksaan
sebagai centra of power.

Selain hal-hal tersebut diatas, Kraksaan sebenarnya telah lama berperan sebagai ibukota
meskipun tidak lengkap, karena telah memiliki kriteria tertentu antara lain adalah :
Pertahanan kota, dalam hal ini tercermin melalui keberadaan penjara (Lembaga
Pemasyarakatan), pasar, Mahkamah Pengadilan, struktur politik lokal dan otonomi
yang besar (Asy’ari, 1980:43), maka dengan demikian tidak heran apabila di Kraksaan
juga terdapat penjara (Lembaga Pemasyarakatan), dan mahkamah pengadilan
(Kejaksaan) yang merupakan bagian dari payung hukum agar tidak terjadi homo
homini lupus (Kansil, 1989:485). Dan juga tempat berpartisipasi antara pejabat dengan
rakyat melalui upacara-upacara resmi, tempat kampanye partai politik, kantor
kejaksaan, perumahan dinas pejabat setempat, termasuk rumah dinas yang pernah ada
disebelah timur gedung bioskop depan Bank Jatim (utara jalan), kompleks instansi
pemerintah yang berada disebelah utara alun-alun termasuk Wisma Rengganis (Islamic
Centre), masjid besar lengkap dengan alun-alun disebelah timurnya yang merupakan
ciri khas pusat ibu kota model lama yang terdapat pada hampir semua daerah ibu kota
lainnya di Pulau Jawa.

Bidang Sosial dan Budaya


Untuk menumbuhkan Kraksaan sebagai Ibu Kota Kabupaten Probolinggo yang
memiliki prospek masa depan, tentunya secara fisiografis harus memiliki hubungan
sosial antara warga kota itu sendiri dengan warga diluar wilayah kota. Hal ini perlu
untuk dipahami karena kelak Ibu Kota Kabupaten Probolinggo di Kraksaan ini juga
akan terus dan berkembang seperti pada layaknya kota-kota lain, sehingga akan
menjadi sasaran para pendatang dari desa (urban) karena daya pendorong dari desa
dan daya tarik kota yang umumnya dipengaruhi faktor ekonomi. Di negara
berkembang, umumnya faktor pendorong mempunyai peran lebih besar bila dibanding
dengan faktor penarik (Salladin, 1985).

Dengan datangnya para urban ini, masyarakat yang harmonis bisa mengikuti
perubahan, dimana masyarakat berhasil menyesuaikan dengan lembaga-lembaga
kemasyarakatan dengan keadaan yang mengalami perubahan sosial dan kebudayaan
(Sukanto, 2003:331), sehingga dengan demikian warga kota Kraksaan akan menjadi
semakin terbuka dan sebagai akibatnya akan semakin mempercepat pertumbuhan
kraksaan sebagai ibu kota yang memiliki masa depan.

Dengan fenomena seperti diatas, tentunya dalam pengembangan dan pembuatan


rencana tata kota harus dipersiapkan lebih rinci dan mampu mengakses kebutuhan
warga kota dalam jangka panjang, sehingga kelak tidak begitu banyak menimbulkan
permasalahan-permasalahan sosial yang sangat kompleks. Kemudian secara internal,
sebagai warga kota juga perlu sarana dan prasarana umum, seperti tempat-tempat
ibadah, sarana hiburan untuk warga kota, ruang terbuka hijau sebagai tempat untuk
bermain (dahulu alun-alun) berfungsi sebagai tempat hiburan dan bermain serta
suplier oksigen sebagai paru-paru kota dan gedung bioskop juga sudah ada sejak
dahulu yang berada disebelah utara Bank Jatim (Kraksaan Teater) dan gedung bioskop
gembira yang berada dipertigaan arah Kali Buntu menyatu dengan pusat pertokoan.
Meskipun sekarang sudah tidak ada semua, tetapi sebagai gantinya telah ada gedung
bioskop baru yang dilengkapi dengan pusat perbelanjaan dan mainan anak berada
disebelah timur pusat pertokoan Kraksaan.

Sementara itu untuk fasilitas hiburan warga kota seperti taman wisata dan hutan kota
juga perlu disiapkan terutama untuk mengisi hari-hari libur warga dalam melakukan
kegiatan aksesbilitas sosialnya, pasar dan pusat-pusat perbelanjaan atau toko-toko
pecinan disepanjang jalan utama yang membentang dari timur ke barat dan
Perkampungan Arab (Kampung Arab) yang membentang dari utara keselatan, serta
penduduk pribumi dan pendatang lain yang tersebar diseluruh pelosok kota, begitu
pula pusat-pusat pendidikan serta pondok pesantren, merupakan ciri khas interaksi
sosial suatu kota yang harmonis, karena dengan adanya prasarana, menyebabkan suatu
kolektif manusia itu akan saling berinteraksi (Koentjoroningrat, 1990:144).

Bidang Ekonomi
Faktor penggerak sebuah kota dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonominya.
Untuk itu sarana dan prasarana pendukung perekonomian perlu dan mutlak harus
ada. Pasar merupakan indikator utama roda ekonomi masyarakat. Begitupula Pasar
Semampir di Kraksaan yang sudah tertata lebih modern ditempat yang baru
sebenarnya bukan lagi merupakan indikator dari Pasar Semampir atau Pasar Kandang
Jati, tetapi lebih mengacu dan mengerucut pada variabel sosok “Pasar Baru Kraksaan”
sebagai Ibu Kota Kabupaten Probolinggo. Dengan halaman parkir yang luas tidak
mengganggu aksesbilitas jalan raya, lampu penerangan yang cukup, toilet yang bersih,
kebersihan lingkungan dan keamanan yang baik, maka daya tarik pasar akan semakin
tinggi, apalagi jenis barang yang dijual sangat bervariasi dan beraneka macam yang
sebagian besar dari daerah sekitar Kraksaan dan daerah sentra produksi hasil bumi
seperti Krucil, Tiris, Pakuniran, Kota Anyar, serta Gading yang tidak telalu jauh dari
Kraksaan dan sarana transportasi yang baik mudah dan cepat serta aman, ini semua
akan semakin mendukung bahwa pasar baru Kraksaan akan menjadi icon utama,
bahkan menjadi suatu kebanggaan masyarakat. Bila ini bisa terlaksana, maka roda
perekonomian akan berjalan dengan lancar sehingga dapat meningkatkan income
masyarakat, pelaku bisnis dan kepuasan pelanggan, bahkan pendapatan retribusi pun
juga akan meningkat seperti halnya Pasar Hewan Maron yang menjadi kebanggaan
para belantik dan pedagang sapi atau kambing di Kabupaten Probolinggo, bahkan
sampai diluar Kabupaten Probolinggo, begitu pula halnya dengan pasar baru Kraksaan
(mungkin perkembangan selanjutnya) juga bisa menjadi pasar induk Kraksaan.
Kemudian disebelah baratnya juga telah terdapat pusat pertokoan atau pusat
perbelanjaan lama yang semakin hari semakin menjadi ramai, apalagi dengan adanya
dukungan fasilitas lain seperti BRI, BNI 46, Bank Jatim, BCA, Bank Mandiri, BPR, toko-
toko penjual otomotif, apotek dan toko obat, Rumah Sakit, usaha perbengkelan,
industri rokok dan tahu serta Stasiun Pemancar Radio (PMA) dan Radio Dakwah, PLN,
Telkom, Samsat, penginapan , Kantor Pos, Perpustakaan Umum, GOR Sasana Krida
dan pegadaian serta kedua pom bensin di Kraksaan timur dan sebelah barat Kraksaan
masuk wilayah Pajarakan serta kantor Polres yang hampir tersambung dengan pusat
pertokoan Pajarakan. Ini semua bisa menjadi locally raised revenue yang merupakan
sumber penghasilan utama bagi daerah.

Selain semua yang telah diuraikan diatas, Kraksaan juga memerlukan terminal induk
untuk jalur luar kota (antar kabupaten) serta sub terminal dengan jalur melingkar
kearah selatan sehingga tidak mengganggu jalur utama tengah kota, maka dengan
demikian kebebasan warga kota dalam lalu lintas tengah kota juga tidak akan
terganggu dan sebaliknya untuk penghubung kearah pusat terminal bisa diakses
dengan becak maupun angkutan kota khusus yang tentunya akan menambah lapangan
kerja bagi para tukang becak dan sopir angkot.

Dari berbagai uraian diatas, ini semuanya telah menunjukkan dan sekaligus telah
menjadikan Kraksaan lebih cepat dewasa sebagai Ibu Kota Kabupaten Probolinggo
yang baru, apalagi kalau kantor pusat pemerintahan yang ada di Dringu segera
dipindahkan di Kraksaan juga.

Anda mungkin juga menyukai