Anda di halaman 1dari 9

P]endahuluan

Kota Langsa adalah salah satu kota di Aceh, Indonesia. Terletak di wilayah timur Provinsi Aceh, Kota
Langsa berada kurang lebih 430 km dari kota Banda Aceh. Kota Langsa sebelumnya berstatus Kota
Administratif sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 1991 tentang Pembentukan Kota
Administratif Langsa. Kota Administratif Langsa diangkat statusnya menjadi Kota Langsa berdasarkan
Undang-Undang Nomor 3 tanggal 21 Juni 2001. Hari jadi Kota Langsa ditetapkan pada tanggal 17
Oktober 2001. Pada awal terbentuknya Kota Langsa terdiri dari 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Langsa
Barat, Kecamatan Langsa Kota dan Kecamatan Langsa Timur dengan Jumlah Desa Sebanyak 45 Desa
(Gampong) dan 6 Kelurahan. Kemudian dimekarkan menjadi 5 Kecamatan Berdasarkan Qanun Kota
Langsa No 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Langsa lama dan Langsa Baro.

Sejarah Kota Langsa


Sampai saat ini, belum ada referensi kuat mengenai sejarah Kota Langsa. Beberapa versi sejarah
mengenai awal mula berdirinya Kota Langsa telah saya rangkum dibawah ini.

1. Versi Pertama
Diceritakan oleh dr. Alwi, salah satu keturunan generasi ketujuh Raja Langsa, bahwa Langsa sudah berdiri
sejak abad ke-15. Pada abad tersebut, ada salah seorang pangeran dari Kerajaan Pagaruyung, Sumatera
Barat yang berlayar ke daerah ini melalui Selat Malaka dan berlabuh di daerah Titi Kembar (sekarang Gp.
Baroh Langsa Lama, Kec. Langsa Lama). Pangeran tersebut membuka hutan belantara di daerah ini
untuk dijadikan lahan. Konon saat itulah, datang seekor burung elang besar yang berputar-putar di wilayah
tersebut. Secara harfiah, kata Langsa berasal dari gabungan kata Elang dan kata Sa (bahasa Aceh untuk
kata satu) menjadi Elangsa. Jika kata Elangsa diucapkan secara cepat, maka akan terdengar
menjadi Langsa.

2. Versi Kedua
Versi kedua ini berasal dari mulut ke mulut. Dikatakan bahwa, konon pada masa dahulu, ada dua buah
kerajaan burung di sekitar Langsa. Yaitu Kerajaan Elang di sekitar Kuala Idi, dan Kerajaan Angsa di
wilayah Aceh Tamiang. Pada saat itu, makanan di wilayah kedua kerajaan ini menipis, memaksa mereka
untuk mencari makanan di wilayah lain. Sumber makanan yang mereka temukan berada di sekitar Kuala
Langsa (sekarang Gp. Kuala Langsa, Kec. Langsa Barat). Terjadi peperangan dalam memperebutkan
wilayah dan sumber makanan ini. Setelah peperangan, kedua pemimpin kerajaan ini sepakat untuk
membagi wilayah ini, lima hari untuk Kerajaan Angsa dan dua hari untuk Kerajaan Elang. Mereka sepakat
untuk menamakan wilayah baru ini dengan sebutan Langsa.

3. Versi Ketiga
Versi ketiga ini berasal dari opini Ponidi Sanjaya di salah satu media sosial. Menurut beliau, dikatakan
bahwa di sekitar Langsa terdapat dua alur/sungai kecil, yaitu Lueng Sa (sekarang Gp. Sungai Lueng,
Kec. Langsa Timur) dan Lueng Dua (sekarang Gp. Alur Dua, Kec. Langsa Baro). Pada masa tersebut,
Langsa hanyalah sebuah kerajaan kecil dan dengan persetujuan ulee balang, Belanda membuka lahan
perkebunan karet di wilayah Langsa, Julok, Pulau Tiga (kedua terakhir berada di wilayah Kab. Aceh
Timur dan wilayah Kab. Aceh Tamiang). Dengan dibukanya lahan pertanian, Belanda mengirimkan
transmigran dari Pulau Jawa untuk bekerja di perusahaan karet ini. Kemungkinan dengan masuknya suku
Jawa dan perubahan dialek ke wilayah ini, pengucapan kata Lueng Sa perlahan berubah menjadi
Langsar lalu menjadi Langsa. Perkebunan karet ini sekarang telah menjadi PT. Perkebunan Nusantara
Iyang berkantor pusat di Kota Langsa

4. Versi Keempat
Menurut cerita, Kota Langsa awalnya direncanakan Kolonial Belanda untuk dibangun dengan
memakai master plan pendirian Kota Bogor, sehingga kota ini merupakan satu-satunya kota dengan
bentuk tata ruang awal yang relatif sangat baik di daerah Aceh. Kota Bogor memiliki Kebun Raya Bogor
dan telah menjadi trademark kota tersebut, demikian juga di Kota Langsa dimana site plan dimasa awal
berdirinya telah diperuntukkan suatu lahan di Gp. Paya Bujuk Seuleumak untuk dijadikan suatu kawasan
seperti Kebun Raya Bogor, yang sekarang dinamakan Hutan Kota Langsa (disebut juga Hutan Lindung).
Tim Peneliti sejarah dan silsilah raja Langsa menemukan makam raja pertama
Kenegerian Langsa yakni Datuk Alam Malelo (1700 M-1780 M), dan Teuku Chik Banang
atau Datuk Bana (Keujruen Chik Ulee Balang Langsa Pertama yang memerintah pada
tahun 1760 Masihe hingga 1781 Masihe di Desa Gampong Baroh Lama, Kecamatan
Langsa Lama, Kota Langsa.
Penemuan makam silsilah keluarga Ulee Balang Chik Negeri Langsa ini dipastikan akan
sangat mendukung penelitian yang sedang dilkukan dalam rangka penulisan buku
sejarah Kota Langsa yang digagas oleh Wali Kota Langsa, Usman Abdullah SE. Pun
demikian, masyarakat diharapkan dapat ikut memberikan sumbangsih untuk objek
sejarah makam silsilah raja Langsa tersebut yang masih dalam tahap pengkajian
anggota tim penelitian.
Ketua Tim Penelitian, Iskandar kepada Serambinews.com, Selasa (2/4/2013)
mengatakan, tim peneliti sudah berziarah ke makam yang diyakini sebagai makam
Datuk Alam Malelo yang memerintah pada masa 1700 M hingga 1780 M, dan Teuku
Chik Banang (Keujruen Chik Ulee Balang Langsa Pertama yang memerintah pada
tahun 1760 M-1781 M). Dari beberapa catatan awal, kata Iskandar, pihaknya
menyimpulkan bahwa penemuan ketiga makam dan yang satu lagi diyakni makam
Teuku Dayang (masih tahap pengkajian) adalah benar silsilah raja Langsa.
Mayoritas Penduduk
Mayoritas penduduk Kota Langsa adalah suku Aceh, suku Melayu, suku Jawa, suku
Tionghoa, dan suku Batak. Bahasa Aceh digunakan oleh mayoritas masyarakat Kota
Langsa, namun bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa utama.
Agama Islam adalah agama mayoritas masyarakat Kota Langsa dan rakyat Aceh
umumnya. Hukum Syariat Islam menjadi aturan dasar dalam kehidupan masyarakat
Kota Langsa. Agama Kristen juga menjadi bagian dari populasi,
sementara Buddhabanyak diadopsi oleh komunitas warga Tionghoa (China). Kota
Langsa merupakan kota yang kaya akan perbedaan etnis dan penduduk tetap hidup
dalam damai serta memiliki toleransi beragama yang kuat. Lokasi Kota Langsa sangat
dekat dengan Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara, sehingga menempatkan Kota
Langsa sebagai kota yang strategis dan ramai imigran.
POTENSI KOTA LANGSA
POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA LANGSA MELALUI SEKTOR
PARIWISATA

Oleh :

Mariah Ulfa/ 101201035

Student, at Faculty of Forestry, Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Kota Langsa terbentuk secara definitif pada tanggal 21 Juni 2001, berdasarkan Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2001. Kota yang terletak di pesisir pantai timur Provinsi Aceh ini merupakan
hasil pemekaran wilayah dari Kabupaten Aceh Timur. Sebagai kota yang sedang tumbuh dan
berkembang di Aceh, Kota Langsa berbatasan langsung dengan 2 kabupaten, yaitu Aceh Timur dan
Aceh Tamiang. Di sebelah utara, Kota Langsa berbatasan dengan wilayah Kabupaten Aceh Timur dan
Selat Malaka, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang, dan
bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur, serta pada sisi selatan berbatasan langsung
dengan Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Tamiang.

Kedudukan Kota Langsa yang berada di lintas jalan nasional di wilayah pantai Timur Aceh,
merupakan suatu nilai strategis sebagai potensi sekaligus peluang yang perlu dimanfaatkan secara
optimal. Dalam posisi tersebut, Kota Langsa semestinya dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi
terbesar di wilayah pantai timur Aceh, dengan memanfaatkan peluang strategis dari keberadaan
daerah hiterland di sekitarnya, terutama Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Tamiang. Dari
sisi lain, letak geografis Kota Langsa yang dikelilingi Selat Malaka, tepatnya pada bagian utara,
merupakan potensi dan peluang yang sangat besar
untuk mewujudkan arus perputaran orang, barang dan jasa melalui jalur laut, baik antar wilayah
di pantai timur Aceh, pulau Sumatera dan pulau-pulau lain di Indonesia, maupun kegiatan
perdagangan internasional (ekspor-impor) dengan negara-negara lain, seperti Malaysia dan lainnya.
Hal tersebut sangat memungkinkan untuk diwujudkan, mengingat saat ini Kota Langsa telah
memiliki fasilitas pelabuhan laut Kuala Langsa, berikut dengan sejumlah infrastruktur penunjang
yang relatif cukup memadai.
b. Permasalahan

Beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam makalah ini adalah :

1. Potensi wisata apa saja yang dapat dikembangkan di Kota Langsa ?

2. Bagaimana pengaruhnya terhadap sektor lain ?

3. Apa saja kendala dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sektor pariwisata di Kota
Langsa ?

c. Tujuan

Dari permasalahan diatas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah :

1. Menjelaskan potensi wisata yang dapat dikembangkan di Kota Langsa.

2. Menjelaskan pengaruhnya terhadap sektor lain.

3. Menjelaskan kendala dan tantangan yang dihadapi dalam proses pengembangannya.

BAB II

POTENSI PARIWISATA KOTA LANGSA

Saat ini di wilayah Kota Langsa, luas lahan non terbangun masih cukup
menonjol. Dari total luas wilayah Kota Langsa secara keseluruhan, seluas 18.984,8
Ha atau 72,35 persen di antaranya merupakan lahan non terbangun, yang semestinya harus
dapat dikelola dengan baik dan dijaga kelestariannya mengingat
kawasan ini akan berfungsi sebagai penyangga keberlanjutan
sumberdaya air dan kelestarian lingkungan Kota Langsa di masa mendatang.
Sesuai kondisi geografis dan topografi wilayah daerah ini, luas lahan non
terbangun tersebut berpotensi untuk diarahkan peruntukkannya bagi pengembangan kawasan
perkebunan dan hutan produksi, disamping juga untuk hutan lindung mangrove.

Selanjutnya berdasarkan data kondisi terakhir juga diketahui bahwa


penggunaan lahan di Kota Langsa paling dominan peruntukkannya adalah
kawasan perkebunan rakyat (20,99 persen), disusul kemudian untuk kawasan mangrove (18,21
persen), tambak (12,50 persen), dan perkebunan pemerintah/swasta (12,29 persen). Gambaran
terkait kondisi sebaran penggunaan lahan di Kota Langsa secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel
berikut.

Tabel 1. Sebaran Penggunaan Lahan di Kota Langsa Tahun 2012


Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat penggunaan lahan di Kota Langsa untuk kawasan mangrove
cukup luas dengan akses yang cukup fleksibel baik untuk wisatawan lokal maupun mancanegara. Hal
ini merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk menambah lapangan kerja dan penghasilan
masyarakat, serta memberikan masukan untuk daerah. Kawasan mangrove di daerah Kuala Langsa
dapat dijadikan kawasan wisata mangrove dengan berbagai pilihan paket menarik seperti langsung
turun ke lumpur dan mengenal jenis-jenis mangrove yang tumbuh di sekitar kawasan tersebut,
melihat langsung satwa-satwa yang ada, membuat kolam pancing, dan lain-lain (dapat dikondisikan
dengan kreativitas masyarakat). Selain itu, wisatawan juga dapat menikmati keindahan pantai dan
sunset dengan menyeberang ke Pulau Telaga Tujoh (Pulau Pusong) menggunakan boat (sekitar 30
menit).

Beberapa tahun terakhir, keindahan hutan mangrove dan keberadaan wisata kuliner di
kawasan Kuala Langsa ini telah menjadikannya sebagai salah satu tempat yang ramai dikunjungi oleh
masyarakat Langsa dan daerah luar sebagai salah satu sarana hiburan keluarga, terutama di hari
Sabtu dan Minggu. Wisatawan yang menyeberang ke Pulau Pusong juga mulai banyak. Kawasan
mangrove ini mulai dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar baik dengan menjual makanan ringan di
pinggir jalan lintas, menjual jagung bakar, serta wisata kuliner lainnya seperti cafe terapung yang
menyediakan berbagai menu makanan jenis seafood dan dibangun terapung di atas rawa dan
ditopang kayu bakau.

Selain itu, beberapa tempat wisata yang dapat dikembangkan adalah bangunan bersejarah
yang masih berdiri dengan kokoh (seperti taman bambu runcing dan beberapa bangunan
perkantoran Kota Langsa), lapangan merdeka, kawasan dengan viewyang menarik seperti
persawahan (dimanfaatkan dengan membuat tempat makan jagung bakar atau lainnya disekitar
pinggiran persawahan), dan lain-lain.
BAB III
ANALISA DARI SISI TEORI BASIS, INPUT-OUTPUT, LINKAGE, DAN MULIPLIER

Jika semua tempat wisata di Kota Langsa dikelola dengan baik, maka akan mendatangkan
para wisatawan lokal maupun wisatawan luar daerah Kota Langsa. Dengan banyaknya wisatawan
yang datang, maka secara otomatis akan menambah pendapatan daerah dan meningkatkan
perekonomian masyarakat sekitar dengan menambah lapangan kerja dan peluang usaha lain,
seperti: kuliner, paket wisata (wisata mangrove, pantai, kolam pancing, dll), toko-toko souvevir dan
oleh-oleh, dan perhotelan. Pelabuhan laut Kota Langsa juga akan berkembang dengan pengelolaan
transportasi air dan memanfaatkan akses yang mudah ke beberapa negara tetangga melalui Selat
Malaka yang merupakan salah satu jalur pelayaran Internasional.

Pelabuhan laut Kota Langsa ini juga merupakan suatu kelebihan yang tidak dimiliki daerah
tetangga seperti Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang. Wisatawan dapat menikmati
wisata mangrove, kuliner, penginapan, dan sekaligus penyeberangan ke Pulau Pusong dan ke
beberapa negara tetangga dengan mudah. Sehingga akan menjadikan Kota Langsa sebagai pusat
beberapa kegiatan perekonomian antara Aceh Timur, Kota Langsa, dan Aceh Tamiang serta
mendukung berkembangnya kegiatan basis dan non-basis Kota Langsa.

BAB IV

KENDALA DAN TANTANGAN

a. Kendala

Ada beberapa kendala dalam mengembangkan sektor pariwisata di Kota Langsa,


diantaranya :

1. Posisi ataupun letak geografis Kota Langsa yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka
di bagian utara, diperkirakan rawan ataupun memiliki potensi bencana tsunami.

2. Kesadaran akan pemeliharaan (bangunan-bangunan bersejarah) dan kebersihan masih sangat minim,
sehingga akan mengancam rusaknya lingkungan (termasuk eksistensi mangrove di kawasan
tersebut).

3. Pola pikir masyarakat dan pemerintah setempat yang masih keliru mengenai syariat islam yang
menjadi pembatas berkembangnya sektor pariwisata selama ini.

4. Kurangnya modal masyarakat dalam membangun usaha.

5. Sarana dan prasaranan yang masih minim.


6. Kreativitas dan penguasaan teknologi yang masih minim.

b. Tantangan

Dalam mengembangkan sektor pariwisata juga ada beberapa tantangan yang harus
dihadapi seperti: harus adanya kreativitas dan inovasi dalam pengembangannya sehingga mampu
bersaing dengan daerah lain. Teknologi yang mendukung juga akan sangat diperlukan agar sistem
yang berjalan mampu membuat pengelolaan pariwisata di Kota Langsa ideal dan membuat para
wisatawan puas dan nyaman serta berkeinginan kembali lagi ke Kota Langsa. Untuk itu, perlu
dilakukan beberapa kegiatan penunjang pengembangan SDM seperti pelatihan kreativitas, kompetisi
inovatif, dan penguasaan teknologi modern terbarukan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

a Kesimpulan

1. Masyarakat dan pemerintah harus saling bekerja sama dalam memelihara dan membangun kawasan
yang berpotensi untuk wisata di Kota Langsa.

2. Kesadaran akan kebersihan mutlak diperlukan dalam pengelolaan kawasan wisata.

3. Jika sektor pariwisata Kota Langsa dikelola dengan baik, maka akan dapat meningkatkan pendapatan
daerah dan masyarakat. Serta akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru pada berbagai sektor.

4. Pemerintah diharapkan dapat memberikan solusi untuk masyarakat yang mengalami kekurangan
modal untuk membuka usaha dalam rangka menyambut berkembangnya sektor pariwisata Kota
Langsa.

b Saran

Agar sektor pariwisata Kota Langsa dapat berkembang, maka perlu dilakukan beberapa hal
seperti :

1. Memelihara bangunan bersejarah dengan baik.

2. Melakukan penanaman dan pemeliharaan mangrove agar manfaat ekonomi dan ekologinya tetap
berkesinambungan.

3. Tidak menjadikan Syariat Islam sebagai suatu pembatas, melainkan menjadikannya sebagai
pendamping, identitas, dan sebuah sistem yang mendukung berkembangnya sektor pariwisata di
Kota Langsa.
4. Melakukan berbagai kegiatan promosi untuk menarik wisatawan dan investor.

Referensi :

Anda mungkin juga menyukai