Anda di halaman 1dari 50

ARSITEKTUR KRISTEN AWAL

Oleh Kelompok V
210406086 Arya Jordanta Ginting
210406087 Nimrod Pieter Tampubolon
210406088 Dea Putri Azhari Hasibuan
210406089 M Alliful Haq Syahrin Pasaribu
210406090 Carla Tantheo
210406091 Najwa Az-zahra
210406092 Jesselyn Yap

SEJARAH DAN TEORI ARSITEKTUR


PRA MODERN
ARSITEKTUR KRISTEN AWAL
Geografis, Geologis dan Iklim

Agama kristen lahir dan berkembang di Wilayah timur, dibawa Santo


Petrus dan santo Paulus ke Roma yang kemudian menjadi pusatnya (sir
Banister fletcherA History of architecture, The Athlone Press. London.
1975.h.345.) Wilayah kekaisaran Roma mencangkup seluruh wilayah di
sekeliling Laut Mediterania, termasuk Syria, Asia Minor dan Afrika Utara.
Pada wilayah itulah berkembang Arsitektur yang mempunyai ciri khas,
pada jaman Kristen Awal (313-800).

Aspek Geologis berpengaruh pada Arsitektur Kristen Awal pada bahan


bangunan khususnya bahan galian. Iklim berpengaruh pada sistem
penghawaan dan pencahayaan alami. Pada wilayah yang lebih panas,
biasanya lebih banyak membuat jendela.
Pengaruh Arsitektur Romawi
Pada arsitektur Kristen Awal yang merupakan perkembangan dari gaya
Romawi, dekorasi lebih banyak dari sebelumnya, antara lain dengan
mozaik dan lukisan dinding.
Pengaruh Arsitektur Yunani

Pengaruh Yunani pada Arsitektur Romawi dan Kristen Awal masih sangat
jelas terlihat pada order yaitu konstruksi terdiri dari kolom dan balok yang
dihias (entablature). Yang paling banyak digunakan adalah order korintien.
Hiasan geometrik, juga mulai dikembangkan pada jaman ini antara lain
pada lantai, dinding, ukiran pada pintu dan jendela.
MASA KRISTEN AWAL
Masa Kristen Awal
Perkembangan arsitektur dimulai pada tahun 313 M ketika Kristen menajdi
agama yang legal oleh Kaisar Konstantin dengan meluluskan Edict of
Toleration yang memungkinkan penyebarluasan Kristen. Sehingga mulai dari
kegiatan pemerintahan, ilmu pengetahuan, seni hingga arsitektur abad
pertengahan dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen dan dimanfaatkan untuk
kepentingan religi.
Pada awalnya tempat peribadatan berupa gereja-gereja dibuat menggunakan
desain yang disebut dengan Basilika. Merupakan bangunan arsitektur
peninggalan Romawi kuno yang ketika itu berfungsi sebagai pengadilan.
Bentuk dasar denah Basilika adalah segaris “linier” yang berbasis pada tiga
ruang yaitu tengah “nave” dan diapit oleh kedua sisi “aisles” serta dipisahkan
oleh kolom-kolom. Sehingga dapat disimpulkan bahwa awal arsitektur Kristen
adalah perakitan arsitektur Romawi.
KRISTEN AWAL (ABAD 3-7)
Seni pada masa ini merupakan kelanjutan dari
seni rupa kuno, romawi dan byzantium. Pada
awalnya, Kristen menolak adanya
penggambaran pola-pola dekoratif yang
menggambarkan hal-hal yang bersifat agamis
dan spiritualis. Setelah abad ke empat, dibawah
pengaruh imperialisme, awal arsitektural
Kristen sangat dipengaruhi oleh gaya kerajaan
Romawi, yaitu bangunan berskala
monumental. Gedung-gedung gereja dibagi
menjadi dua tipe; hall yang berbentuk
longitudinal-Bassilica; bangunan terpusat-
mausoleum atau tempat pembaptisan.
Ciri-ciri Arsitektur pada masa kristen awal
temboknya tebal, bangunannya tidak terlalu
tinggi,atapnya melengkung membentuk
kubah setengah lingkaran,ruang- ruangnya
gelap dan pada dindingnya ada sedikit
ukiran. Ukiran itu berupa gambar- gambar
binatang, gambar dedaunan, malaikat dan
orang- orang suci.
ukiran gaya fresco yang sangat sederhana.
Pilar- pilarnya sangat besar.
Bentuk-bentuk denahnya sangat terikat oleh
dalil-dalil yang sistematik, yaitu bentuk
simetris, jelas dan teratur dengan teknik
konstruksi yang bersahaja.
arsitektur ditangani dengan menggunakan
daya nalaratau pikiran yang rasional.
Sejarah Perkembangan Masa Kristen
Awal
Secara keseluruhan, masa perkembangan Kristen
Awal terbagi menjadi 3
periode, antara lain:
a. Periode Pengerjaran (0-285 M)
b. Periode Pengakuan (285 M-395M)
c. Perpecahan Kekaisaran Romawi (395 M)

Masa Kristen Awal terjadi pada abad pertengahan.

Segera setelah memasuki tahun-tahun pertama Masehi,


sekte baru yang disebut “kristen” mulai mendatangkan
masalah bagi otoritas Romawi. Sekte ini menolak untuk
menjadikan Kaisar sebagai salah satu dewa sembahan
dan hanya mau mengakui satu “dewa” saja dalam
pandangan Romawi. Kaisar mulai bersikap represif pada
kepercayaan baru ini.
Selain menangkapi orang-
orangnya, juga dengan
mengadakan atas mereka
hukuman yang kejam. Ada yang
disalibkan, ada pula yang
diumpankan ke binatang buas
dalam tontonan umum yang brutal.
Kaisar Nero membakar Kota Roma
untuk ego pribadinya lantas
kemudian menimpakan
kesalahannya kepada orang-orang
Kristen yang mengakibatkan
mereka makin dikejar-kejar oleh
tentara dan otoritas. Orang Kristen
kemudian melarikan diri ke tempat
manapun yang dianggap aman.
Salah satu tempat pelarian yang paling aman adalah katakombe, kuburan bawah tanah dengan ruang pertemuan, laci-laci
atau relung untuk menyimpan jenazah. Banyak katakombe ini sudah dilupakan orang karena berasal dari beberapa
generasi sebelumnya sehingga orang Kristen leluasa untuk beraktivitas di dalamnya tanpa tercium oleh otoritas Romawi.
Lambat laun, yang tadinya hanya berupa pertemuan-pertemuan gelap menjadi meningkat ke kehidupan keseharian. Orang
Kristen berasimilasi menciptakan suatu living space, arsitektur bawah tanah yang pertama. Arsitektur di bawah tanah yang
nantinya aplikasinya masih akan terlihat di dunia modern.
Karakteristik Arsitektur Gereja Kristen
Lama
Bentuk dasar Arsitektur gereja Kristen Lama mengacu
dari bentuk arsitektur Romawi, dimana arsitektur
Kristen Lama mengalami evaluasi dalam beberapa
tahap. Pengaruh lain secara umum adalah pemakaian
altar, yang digunakan sebagai tempat untuk
persembahan pada para dewa Romawi, pada masa
Kristen lama juga dipakai untuk persembahan suci.

Pemakaian model catacombe, yaitu makam umat


Kristen yang terletak pada ceruk-ceruk bukit,
merupakan lorong-lorong panjang dan gelap (tempat
ini digunakan untuk tempat peribadahan). Pada waktu
agama Kristen masih dilarang model ini digunakan bila
membangun katedral, maka nama katedral tersebut
memakai nama orang yang disucikan dan dimakamkan
di situ, sedangkan diatas makam tersebut dibangun
altar
Ruang bawah tanah dengan relung-relungnya tersebut dimodifikasi menjadi ruang pertemuan, ruang
ibadah hingga lambat laun ruang untuk tinggal menetap. Katakombe ini jumlahnya cukup banyak dan
semakin banyak karena budaya ini bertahan beratus tahun. Dahulu letaknya di luar kota, namun dengan
perkembangan selanjutnya kadangkadang menjadi cukup dekat di tengah kota. Itulah sebabnya banyak
kota tua di Eropa menghindari pembangunan gedung tinggi di lokasi tengah kotanya karena struktur
tanah yang kurang stabil akibat adanya katakombe-katakombe yang terlupakan di bawah permukaan
tanahnya.
BASEMENT purbakala ini hampir selama 300 tahun difungsikan sebagai living space bagi
masyarakat yang direpresi oleh Romawi. Mereka belajar untuk beradaptasi dengan
kesukaran, seperti misalnya pencahayaan yang minim ataupun kebutuhan oksigen yang
tidak memungkinkan suplai dalam jumlah besar. Hidup dikelilingi jenazah juga menjadi
tantangan tersendiri, tapi justru itu sebabnya mengapa Pasukan Romawi tidak terpikir –
ataupun enggan- untuk mencari mereka di “negeri orang mati”. Basement sebagai living
space ini mulai ditinggalkan setelah era 313 Masehi, di mana melalui The Edict of Milan
Kaisar Konstantin akhirnya menghentikan tindakan-tindakan represif terhadap kekristenan
Arsitektur Byzantium
1. Sejarah singkat
Arsitektur Bizantium adalah gaya arsitektur khusus dari Kekaisaran Romawi Timur, yang lebih
dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium. Gaya arsitektur ini telah menandai pengaruh monumen-
monumen Yunani dan Romawi pada akhir milenium SM dan era modern awal. Gaya arsitektur ini
berasal ketika Constantine the Great membuat keputusan untuk sepenuhnya membangun kembali
kota Byzantium. Setelah merekonstruksi itu, namanya diubah menjadi Konstantinopel.
Fitur utama Arsitektur Byzantium :
1. Perencanaan terpusat : Gereja-gereja dengan kubah dan desain yang jauh lebih terpusat menjadi
lebih populer daripada yang telah digunakan untuk saat itu. Periode ini menandai pemisahan
arsitektur Bizantium dengan arsitektur Romawi yang terletak di bagian timur Kekaisaran, yang
masih dipengaruhi oleh Konstantinus.
2. Penggunaan pendentive : Di banyak bangunan Bizantium, lekukan-lekukan ini berfungsi sebagai
penopang bagi kubah dan memungkinkannya dinaikkan ke ketinggian yang jauh lebih tinggi
daripada struktur Romawi lainnya. Pada intinya, pendentive adalah kubah kecil tanpa bagian atas
yang digunakan untuk mendukung kubah lain yang lebih besar.
Arsitektur Byzantium

Gereja-gereja Bizantium asli berbentuk persegi dengan


denah lantai pusat. Mereka dirancang setelah salib Yunani
atau inti immissa quadrata bukannya Latin crux ordinaria
dari katedral Gothic. Gereja-gereja Bizantium awal
mungkin memiliki satu, kubah pusat dominan yang sangat
tinggi, naik dari dasar persegi pada pilar setengah-kubah
atau pendorong.

Bahan yang digunakan pada pada bangunan arsitektur


Bizantium adalah bata dan plester untuk keseluruhan
bangunan (termasuk kubah). Elemen estetika pada
bangunan menggunakan mosaic (bukan pahatan/ukiran).

Konsep utama dari Arsitektur Byzantium adalah


penggunaan atap berbentuk dome (kubah) dengan denah
berbentuk persegi atau segi banyak, terdapat unsur
melengkung dan menara.
Karakteristik Arsitektur Bizantium

Denah
Denah pada arsitektur Byzantium berbentuk
segiempat polygonal yang ditutup dengan atap
kubah. Kubah kecil tersusun mengelilingi kubah
utama, sehingga memiliki bentuk arsitektur
memusat/simetris.

Dinding dan Atap


Dinding menggunakan bahan bata dan interior
didalamnya dilapisi dengan mosaic yang terbuat
dari pualam warna-warni. Atap bangunan
berbahan batu atau beton.

Kolom bangunan
Kolom-kolomnya konstruktif, dengan kepala
tiang bergaya korintia/komposit.
Contoh penerapan Arsitektur Kristen Lama
(Byzantium)

1. Basilika San Vitale


"Basilika San Vitale" adalah gereja di Ravenna, Italia, dan salah
satu contoh paling penting dari seni dan arsitektur Byzantium
Kristen awal yang berdiri di Eropa.

Struktur dan Konstruksi Basilika San Vitale

Dinding berbahan bata dan dilapisi mosaic


Busur setengah lingkaran terdapat pada bukaan pintu dan
jendela
Jendela-jendela kecil mengelilingi dasar kubah (pendetive)
Atap berbahan beton
Lantai berbahan marmer dengan konsep geometris
Denah

1. Nave : Tempat ibadah para jemaat


2. Apse : Tempat pemimpin ibadah
3. Aisle : Ruang pengantar
4. Arthex : Tempat penyambut tamu
5. Sacristy : Bilik di gereja tempat menyimpan alat dan
Tampak dan Potongan pakaian upacara gereja.
Ukiran mosaic yang terdapat
pada Basilika San Vitale
Mosaiknya yang terkenal didasarkan pada tokoh-
tokoh Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama, yang
mewakili bagian-bagian dari perjalanan Kristus.

Justinian I Theodora
Tampak depan
Potongan

Basilika San Vitale

Dimensi Memusat
2. Gereja basilika Santo Petrus
Berlokasi di Vatikan, Roma.
Denah

Denahnya segi empat, terdiri dari bagian utama dan bagian peralihan
berupa atrium dikelilingi oleh portico , yang denah keseluruhan juga
segi empat.

Bentuk denah segi empat merupakan ciri khas paling utama dari
gereja-gereja tipe Basilika. Selain itu, gereja basilikan memiliki kolom-
kolom yang dipasang dengan jarak yang lebar menjaga entablaur
ataupun pelengkung untuk mendapatkan bentangan yang lebih lebar.
Pemasangan kolom-kolom ini hampir terdapat pada keseluruhan
bagian gereja, seperti pada di sepanjang portico dan narthex, serta
untuk pemisah antara nave dan aisle.
Denah :
Gereja-gereja Basilika memiliki denah berbentuk segi empat dengan pembagian ruangan menjadi dua
bagian bangunan, yaitu bagian utama dan bagian peralihan.
Bagian peralihan terdiri dari atrium, yang merupakan halaman depan gereja yang dikelilingi oleh
portico, yaitu semacam gang yang satu sisinya berupa deretan kolom yang terbuka ke arah atrium dan
sisi lainnya berupa dinding. Sebelum masuk ke bagian utama gereja, terdapat narthex, gang yang
menjadi perantara bagian peralihan dan bagian utama dari suatu gereja masa Kristen Awal. Selain itu,
di tengah-tengah atrium, terdapat air mancur (atau biasanya berupa bak pembersihan yang disebut
dengan cantharus, digunakan untuk upacara ritual pembersihan yang dilaksanakan di atrium suatu
gereja pada masa Kristen Awal. Sebelum masuk ke atrium, terdapat 2 menara kembar yang mengapit
pintu masuk. Gerbang masuk ini dapat dicapai dengan melalui tangga yang lebarnya hampir selebar
gereja.

Selain itu, pada bagian utama gereja, nave


selalu berada di tengah dan diapit aisle
baik di sebelah kiri, maupun sebelah kanan
dari nave. Namun, biasanya jumlah lajur
aisle yang mengapit nave berbeda pada
tiap-tiap gereja pada masa Kristen Awal.
Sebagai contoh, gereja Basilikan St. Peter
(313 M) memiliki aisle dengan dua lajur
pada sisi kiri dan kanan dari nave (380 M).
Bagian utama terdiri dari nave, yaitu ruang umat utama sebagai pusat sebuah gereja
yang memanjang dari narthex ke choir atau mimbar gereja dan biasanya diapit oleh
aisle. Aisle merupakan pembagian longitudinal sebuah gereja, yang mengapit nave
dan terpisahkan oleh barisan kolom atau pier. Setelah melalui nave, terdapat bema
yang menjadi pemisah antara nave dan apse. Apse sendiri merupakan proyeksi
setengah lingkaran atau polygonal sebuah bangunan yang biasanya berkubah,
biasanya apse terdapat pada rumah sakit atau ujung Timur sebuah gereja. Pada apse
terdapat tribun sebagai takhta uskup dan sanctuary yang merupakan tempat yang
dianggap suci karena terdapat altar, yang merupakan meja dalam gereja Kristen di
mana Eucharist (sakramen yang meperingati kematian Kristus) dirayakan.
Gambaran jelas denah
Basilika Santo Petrus
Potongan Gereja
Basilika Santo Petrus
Struktur dan Konstruksi (Gaya dan Ornamen) dengan 2 jalur aisle
Dinding kiri-kanan nave, tinggi, dan lebar ditumpu oleh
deretan kolom yang bercorak Korintien dan menyangga
pelengkung-pelengkung. Atap yang berada di atas nave
berupa kuda-kuda kayu ditutup atap yang bersisi miring dua.
Sementara atap yang berada di atas aisle merupakan
konstruksi setengah kuda-kuda, sehingga ditutupi atap bersisi
miring satu, serta letaknya berada di bawah atap yang
menutupi nave. Seluruh kuda-kuda kayu hasil konstruksi atap
untuk ruang dalam tidak ditutup dengan plafond sehingga
dianggap sebagai bagian dari dekorasi.

Pada dinding bagian atas nave (dinding yang tepat berada di


atas atap yang menaungi aisle), terdapat deretan jendela
yang masing-masing ambangnya lengkung. Bentuk
ambangnya yang lengkung merupakan ciri khas yang selalu
ditemui pada gereja-gereja yang ada di masa Kristen Awal
Material
Material yang digunakan untuk
membangun diambil dari berbagai
benda yang tersedia di sekitar
lingkungannya, seperti batu dan
marmer. Terdapat pula bahan-bahan
lain seperti mozaik dan patung
sebagai material penghias gereja.
Penggunaan kaca warna disertai
dengan mosaik banyak digunakan
sebagai lukisan yang dipasang pada
bagian dalam kubah.
Selain itu, material kayu juga
berperan penting khususnya dalam
konstruksi kuda-kuda. Pengerjaan
material kayu ini juga didukung oleh
teknologi yang dimiliki oleh bangsa
Romawi yang saat itu sudah
menerima dan meresmikan agama
Kristen sebagai agama negera.
Nekropolis Vatikan

Nekropolis Vatikan, terletak di bawah kota Vatikan, pada kedalaman


yang beragam, antara 5-12 meter di bawah Basilika Santo Petrus.
Vatikan mensponsori penggalian arkeologi di bawah Basilika pada
tahun 1940-1949 dan menemukan bagian dari Nekropolis yang
memiliki penanggalan sejak kerajaan Romawi.
Penggalian ini dilaksanakan karena permintaan dari Paus Pius XI
yang menginginkan untuk dikuburkan sedekat mungkin dengan
Simon Petrus. Nekropolis ini pada awalnya bukan bagian dari
Katakomba Roma tetapi merupakan pemakaman terbuka dengan
nisan dan mausolea.

Nekropolis Vatikan dibedakan dengan Gua Vatikan yang terbentuk


dari proses pembangunan Gereja Santo Petrus dan terletak di bagian
dasar Basilika Konstantin lama.
Nekropolis Vatikan pada awalnya merupakan
pemakaman yang dibangun pada lereng selatan Bukit
Vatikan, berdekatan dengan sirkus yang dibangun
oleh Caligula. Hukum Romawi melarang untuk
menguburkan orang yang telah meninggal dalam
lingkungan tembok kota. Karena alasan ini, lahan
pemakaman berkembang sepanjang beberapa jalan,
salah satu diantaranya adalah Via Cornelia, yang
mengarah menuju utara sepanjang bukit Vatikan

Kristus dengan atribut Sol Invictus. Diambil


dari mosaik yang terdapat di dalam
nekropolis dibawah Basilika St. Peter di Profil penampang melintang dibawah Basilika St. Petrus
Roma
Berdasarkan tradisi, Santo Petrus menjadi martir pada tahun 64 atau 67 dalam
masa pkepemimpinan Kaisar Nero. Petrus dikatakan dikuburkan di Nekropolis
karena letaknya yang dekat dengan Sirkus Nero, tempat di mana dia dimartirkan.
Kaisar Konstantin lalu memulai pembangunan Gereja Santo Petrus yang
pertama. Pada masa ini, Nekropolis Roma masih dipergunakan. Hal ini diketahui
karena ditemukannya sekeping uang yang terletak di dalam jambangan dengan
penanggalan 318 Masehi.

Pada waktu ini, Nekropolis dilindungi oleh hukum dan tidak dapat diganggu oleh masyarakat.
Bagaimanapun, Kaisar Konstantin I memutuskan untuk membangun basilika, yang terletak
persis diatas makam Santo Peter. Untuk mendapatkan jumlah lahan yang cukup untuk
rencana pembangunan, Kaisar Konstantin I menggali sebagian nekropolis di Bukit Vatikan,
yang dapat dilihat pada gambar. Hal ini menyebabkan nekropolis menjadi penuh dengan
tanah dan sisa bangunan, dengan pengecualian makam Santo Petrus yang terawetkan.
Potongan

Peta dan lokasi pemakaman yang terletak di bawah St. Petrus


3. Hagia Sophie (Church of The
Holy Wisdom)
Berlokasi di Istanbul, Turki.
Bangunan yang sekarang ini awalnya dibangun
sebagai sebuah gereja antara tahun 532-537
atas perintah Kaisar Romawi Timur Yustinianus
I . Pada 1453 M, Konstantinopel ditaklukkan oleh
Utsmani di bawah kepemimpinan Sultan
Mehmed II, yang kemudian memerintahkan
pengubahan gereja utama Kristen Ortodoks
menjadi masjid.

Denah
Denah berbentuk segiempat poligonal, memiliki
atap yang berbentuk kubah. Kubah-kubah kecil
mengelilingi kubah utama. Secara geometrikal,
berbentuk memusat/simetris.
Material Konstruksi
Interiornya dihiasi dengan mosaik, pilar marmer, dan penutup dengan
nilai artistik yang besar. Hagia Sophia menggunakan konstruksi batu.
Struktur ini memiliki sambungan batu bata dan mortir yang 1,5 kali
lebar batu bata. Sambungan mortar terdiri dari kombinasi pasir dan
potongan keramik menit yang didistribusikan secara merata di seluruh
sambungan mortar. Kombinasi pasir dan potsherds ini sering
digunakan dalam beton Romawi, pendahulu beton modern. Sejumlah
besar zat besi juga digunakan, dalam bentuk kram dan ikatan.

Lantai
Lantainya sebagian besar terdiri dari marmer Prokonnesia, digali di
Proconnesus (Pulau Marmara) di Propontis (Laut Marmara). Ini adalah
marmer putih utama yang digunakan di monumen Konstantinopel.
Bagian lain dari lantai, seperti Thessalian verd antik "marmer", digali di
Thessaly di Yunani Romawi.
StrukturAtap

Bahan bangunan utama untuk


Hagia Sophia asli adalah batu
bata dan mortir. Agregat bata
digunakan untuk membuat
atap lebih mudah dibangun.
Hagia Sophia

Ornamentasi Bangunan

Hiasannya diadaptasi dari seni hias Byzantium dengan


mengambil unsur-unsur organik/floral ditambah dengan
pengetahuan seni geometrikal yang matematis unggulan
ilmuwan-ilmuwan islam dan seni kaligrafi.
Tampak Depan
Bangunan Aristektur pada Kristen Awal tipe Alternatif (memusat)

Konsep arsitektur yang digunakan dalam gereja ini tergolong dalam jenis yang disebut dengan Tipe Alternatif atau
Tipe Memusat. Secara umum, gereja-gereja zaman Kristen Awal yang tidak menggunakan konsep dari Tipe
Basilika, menggunakan konsep ini dengan menentukan salah titik atau posisi dari keseluruhan gereja sebagai pusat
dari bangunan.

Jika diamati secara keseluruhan, konsep arsitektur pada masa Kristen Awal dibedakan lagi menjadi dua jenis, antara
lain :
a. Tipe Memusat Denah Melingkar atau Oktagonal
Gereja jenis ini, cederung menggunakan denah melingkar, sehingga pusat dari ruangan menjadi fokus dalam
pelaksanaan upacara keagamaan dan cenderung dikelilingi oleh ruang yang berupa sirkulasi melingkar yang
disebut ambulatory.

b. Tipe Memusat dengan Tonjolan Pentagon atau Bujur Sangkar


Tipe memusat denah melingkar/oktagonal
1. Gereja S. Stefano Rotondo
Di Roma, gereja S. Stefano Rotondo adalah salah satu gereja yang
terkenal dengan strukturnya yang memusat. Gereja ini tercatat
sebagai gereja berdenah lingkaran terbesar dengan diameter 64 M.
Sirkulasi lingkarannya terdiri atas lingkaran luar dan lingkaran
dalam. Lingkaran (ambulatory) dibagi menjadi 8 segmen, untuk
empat buah kapel (gereja kecil). Masing-masing kapel mempunyai
pintu langsung, denahnya radial, bagian dari lingkaran. Di setiap
kapel terdapat apse berdenah setengah lingkaran yang menonjol
keluar.

Denah
Pusat dari bangunan merupakan tempat diletakkannya altar
utama, tepatnya pada lingkaran dalam dengan diameter 23,17
M. Lingkaran ini dikelilingi 22 kolom silindris model Korintien
yang menyangga pelengkung dan entablature berbentuk cincin.
Di atas entablature terdapat tambour, dari sebuah atap yang
sangat tinggi, sekitar 23 M dati permukaan lantai. Pada bagian
atas terdapat deretan jendela yang ambang atasnya
melengkung. Atap lingkaran tengah dulunya berbentuk kubah,
namun sekrang menjadi bentuk kerucut yang tidak terlalu
runcing dengan konsturksi kuda-kuda kayu dan ditutup atap
genting.
Lingkaran pusat dikelilingi oleh gang melingkar (ambulatory) yang
dikelilingi deretan kolom silindris Korintien. Atap dari ambulatory
tersebut membentang melingkar dengan satu sisi miring. Atapnya
menggunakan konstruksi kuda-kuda kayu ditutup genting dan
posisinya lebih rendah dari atap kerucut yang menutupi lingkaran
pusat.

Potongan bangunan Santo Stefano Rotondo


Struktur dan Konstruksi
Eksterior dari bangunan ini menggunakan batu
bata dan atapnya disusun menggunakan kayu.
Pada awalnya interiornya dilapisi dengan batu-
batu marble, akan tetapi sekarang hanya berupa
plesteran putih polos
Interior dari dinding gereja dihiasi dengan banyak
fresko
Detail Bangunan
Rencana awal pembangunan gereja ini adalah
tiga lingkaran konsentris yang berpotongan
dengan empat lengan salib yunani
Lengan salib ini membagi lingkaran luar menjadi 8
bagian : empat kapel dan empat area tertutup
yang digunakan sebagai jalur sirkulasi masuk ke
dalam gereja dan lorong ke dalam kapel.
Makam dan Babtistery
Bangunan makam pada zaman Kristen awal lebih
banyak yang denahnya lingkaran atau polygonal.
Kemungkinan bentuk lingkaran cocok untuk makam
karena mempunyai titik focus, sehingga pada titik
itulah sangat tepat untuk meletakkan makam.

1. Makam St. Costanza


Salah satu contoh dari kecenderunagn ini
adalah makam St. Constanza di Roma,
dibangun pada 330 oleh Constantine untuk
makam adiknya Constantia. Pintu masuk
melalui sebuah porch, berdinding tanpa tiang
denga tiga pintu masuk, terbesar di tengah
diapit kembar di kiri kanan dengan pintu lebih
kecil. Ketiga pintu ambangnya melengkung,
khas Kristen Awal.
Denah
Ruang dalam terdiri dari bagian tengah berdenah lingkaran diameter 12.20 M,
dikelilingi oleh semacam nave tetapi melingkar lebarnya 5.00 M. Gang semcam nave
melingkar tersbut terbentuk oleh dinding luar dan deretan kolom granit posisinya pada
lingkaran, sebanyak 12 buah, masing – masing ganda dan kembar.

Potongan
Struktur dan Konstruksi
Penampang atap gang, berupa pelengkung setengah lingkaran. Kolom – kolom menjadi tumpuan
dari pelengkung, yang juga posisinya melingkar. Pada bagian atas diameter dinding mengecil,
menjadi tambur ( tambour ) atau drum, menumpu atap berbentuk kubah. Di sekeliling tambour
terdapat berderet jendela atas, ambang atasnya pelengkung setengah lingkaran, seperti jendela di
sebagian besar bangunan jaman Romawi. Identik dengan gereja disebut terakhir sebelum ini, kibah
ditutup oleh atap berbentuk pyramidal. Dengan demikian kontruksi kubah lebih berfungsi sebagai
plafond.
Material Konstruksi
Dibangun dari beton berlapis bata dan strukturnya pada
dasarnya adalah dua cincin yang didukung oleh kolom yang
ditempatkan di sekitar sumbu pusat vertikal. Apses/atap-atap
kubah dilapisi dengan mosaic.
Babtistery adalah bagian dari sebuah gereja
atau kapel, dapat juga berupa bangunan
khusus untuk upacara pembabtisan.

2. Babtistery Constantine/Baptistery Roma.


Denah
Denah bagian utama berbentuk oktagonal, terdiri dari lingkaran
dalam, dikelilingi oleh lingkaran luar dari sebuah ambulatory
jarak antara dua dinding pada sisi yang berhadapan 19,2 M. Dari
kedua lingkaran satu di dalam, lainnya di luar terbentuk oleh
delapan kolom pada setiap titik sudut segi delapan dalam, dan
dinding.
Struktur dan Konstruksi
Lantai dari lingkaran dalam turun tiga trap (seperti anak tangga) dari lantai lingkaran luar.
Kolom terbuat dari marmer dan menumpu entablature, berbentuk cincin dan di atasnya
terdapat kolom yang posisi dan bentuknya sama dengan yang di bawahnya yang juga
menumpu entablature berbentuk cincin, di atasnya lagi terdapat dinding pada setiap sisi.
Pada setiap dinding tersebut terdapat jendela atas yang berbentuk lingkaran yang disebut
dengan mata sapi (oculus/bull’s eye).

Bagian lantai yang berbentuk lingkaran ditutup oleh ceruk kubah yang berperan sebagai
plafond. Bentuk kubah tersebut bukan dari bentuk setengah bola, melainkan dari patah-
patahan delapan buah yang posisi dan jumlahnya disesuaikan denah hexagonal.
Atapnya piramida tumpul ditutup genting.
Tipe Memusat dengan Tonjolan Segi
Empat atau Pentagon
1. Makam Galla Placidia
Makam Galla Placidia, Ravenna (425) salah satu bangunan
masa Kristen Awal yang menggunakan konsep terpusat
pada denahnya, namun tidak menggunakan denah
berbentuk lingkaran ataupun oktagonal. Makam ini
menggunakan bentuk salib sebagai denahnya.
Denah
Pada kedua lengan salib, kepala, dan tengah-tengah yang
membentuk ruang segi empat terhadap makam. Pintu
masuk berada pada bagian kaki salib. Makam ini
mengggunakan atap pelana pada kedua lengan dan kepala
salib (dilihat dari denah). Ruang tengah (persilangan kedua
lengan, kepala, dan kaki salib) memiliki denah bujur sangkar
dengan dikelilingi oleh empat pelengkung. Ruang tengah
tersebut dindingnya tinggi beratap kubah , serta dilapisi oleh
atap piramidal. Karena denahnya bujur sangkar, maka
kubah tidak seutuhnya berbentuk setengah bola karena
setiap sisinya terpotong bidang vertikal dari dindingnya.
Material Konstruksi
Seluruh dinding merupakan hasil konstruksi batu-bata.
Pada sisi luar dihias dengan pelengkung mati. Hiasan
luar hanya berupa molding dan cornice yang
membentuk garis-garis tebal horisontal dan miring
mengikuti kemiringan atap. Pada dinding ruang tengah
yang tinggi, masing-masing terdapat jendela atas. Pada
ruang dalam terdapat banyak hiasan, antara lain
dekorasi pada pelengkung, termasuk lukisan dinding.

Anda mungkin juga menyukai