Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PROSES PERADANGAN

Disusun Oleh :

Tingkat 2/Reguler 3
Kelompok 3

Candrika Kemala Putri (1814401107)


Dini novitri (1814401110)
Astia ningsih (1814401109)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
PRODI D3 KEPERAWATAN
2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat mengerjakan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul
“Proses Peradangan“
Kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari harapan, oleh karena itu saran dan
kritik yang konstruktif dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk menghasilkan makalah
yang lebih baik untuk masa mendatang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua.

Bandar Lampung, 03 Agustus 2019

Penyusun kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3


A. Pengertian Peradangan ............................................................................. 3
B. Tanda-Tanda Terjadinya Peradangan Akut .............................................. 3
C. Perubahan Vaskuler pada Peradangan akut ............................................. 5
D. Aspek Seluler pada Peradangan ............................................................... 8
E. Jenis dan Fungsi Leukosit ........................................................................ 10
F. Bentuk-Bentuk Peradangan ..................................................................... 11
G. Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan ................... 12
H. Aspek Sistematik dari Proses Peradangan .............................................. 12

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 13


A. Kesimpulan ............................................................................................... 13
B. Saran .......................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, yang
hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis,
dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Sifat
menguntungkan dari reaksi peradangan secara drmatis diperlihatkan dengan apa yang terjadi jika
penderita tidak dapat menimbulkan reaksi peradangan yang dibutuhkan. Misalnya, jika
diperlukan memberikan dosis tinggi obat-obatan yang mempunyai efek samping yang menekan
reaksi peradangan. Dalam hal ini, ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat,
penyabaran yang cepat atau infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang
terkoodinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan,
maka jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika
jaringan yang nekrosis luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan ditengah jaringan, tetapi pada
tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan hidupdengan sirkulasi yang utuh. Juga jika cidera
yang langsung mematikan hospes, maka tidak ada petunjuk adanya reaksi peradangan, karena
untuk timbulnya reaksi peradangan diperlukan waktu. Sebab-sebab peradangan banyak sekali
dan beraneka ragam, dan penting sekali untuk diketahui bahwa peradangan dan infeksi itu tidak
bersinonim. Dengan demikian, maka infeksi (adanya mikrooganisme hidup dalam jaringan)
hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Peradangan dapat terjadi denagan mudah
steril sempurna, seperti waktu sebagian jaringan mati karena hilangnya suplai darah. Karena
banyaknya keadaan yang mengakibatkan peradangan, maka pemahaman proses ini merupakan
dasar bagi ilmu biologi dan kesehatan. Walaupun ada banyak sekali penyebab peradangan dan
ada berbagai keadaan dimana dapat timbulnya peradangan, kejadiannya secara garis besar
cenderung sama, hanya saja pada pada berbagai jenis peradangan terdapat perbedaan secara
kuanntitatif. Oleh karena itu, reaksi peradangan dapat dipelajari sebagai gejala umum dan
memperlakukan perbedaan kuantitatif secara sekunder.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari peradangan itu?
2. Bagaimana tanda-tanda pada peradangan akut?
3. Bagaimana perubahan vaskuler pada peradangan akut?
4. Apa saja aspek seluler dari peradangan?
5. Apa saja jenis dan fungsi leukosit?
6. Apa saja bentuk-bentuk dari peradangan?
7. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi peradangan dan penyembuhan?
8. Bagaimana aspek sistemik dari proses peradangan?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian peradangan
2. Mengetahui tanda-tanda pada peradangan akut
3. Mengetahui perubahan vaskuler pada peradangan akut
4. Mengetahui aspek seluler dari peradangan
5. Mengetahui jenis dan fungsi leukosit
6. Mengetahui bentuk-bentuk peradangan
7. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peradangan dan penyembuhan
8. Mengetahui aspek sistemik dari proses peradangan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradangan
Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cidera atau mati, selama hospes tetap hidup,
ada respon yang mencolok pada jaringan hidup disekitarnya, respon tersebut itulah yang
dinamakan dengan peradangan. Secara khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang
hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut pada sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstisial pada daerah cidera atau nekrosis.

B. Tanda-tanda Terjadinya Peradangan Akut


Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cidera atau kematian sel.
Gambaran mikroskopis peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau dan masih dikenal
sebagai tanda-tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri
(dolor), dan pembengkakan (tumor). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad
sekarang ini, yaitu perubahan fungsi (function laesa).

1. Rubor (kemerahan)
Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai daerah
daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih bannyak darah mengalir kedalam
mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang
meregang dengan cepat akan terisi oleh darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau
kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada
permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh, baik secara neurogenik maupun secara kimia,
melalui pengeluaran zat seperti histamine.

2. Kalor (panas)
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya
panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit

3
menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 370 C) yang disalurkan tubuh ke
permukaan daerah yang terkena lebih lebih banyak dari pada yang disalurkan kedaerah normal.
Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh didalam
tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 370 C dan hyperemia tidak
menimbulkan perubahan.

3. Dolor (nyeri)
Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya, bahan pH
lokal atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat
kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat merangsang sel-sel
saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat mengakibatkan penigkatan
tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi juga dapat menimbulkan nyeri.

4. Tumor (pembengkakan)
Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal
(tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah
kejaringan-jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun paada daerah
peradangan disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi peradangan , sebagian besar eksudat
adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian
sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliaran darah dan tertimbun sebagai bagian dari
eksudat.

5. Function laesa (perubahan fungsi)


Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah dimengerti, mengapa
bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang
abnormal, berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara
mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu.

4
C. Perubahan Vaskuler pada Radang Akut

Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang didesain untuk
mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan berbagai mikroba yang
menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan nekrotik. Terdapat 2 komponen utama
dalam proses radang akut, yaitu perubahan penampang (perubahan vaskular) dan struktural dari
pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit (perubahan selular). Perubahan penampang
pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan
struktural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit
meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan
emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran, 2003).

Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat dan sementara (beberapa detik). Hal ini mengakibatkan peningkatan aliran
darah dan penyumbatan lokal (hiperemia) pada aliran darah selanjutnya. Pelebaran pembuluh
darah ini merupakan penyebab timbulnya warnamerah (eritema) dan hangat yang secara khas
terlihat pada inflamasi akut (Mitchel & Cotran, 2003). Sfingter prakapiler membuka dengan
akibat aliran darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman
kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi
darah yang mengalir deras (Gambar 1). Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas
melebar dan berisi darah terbendung (Robbins & Kumar, 1995).

5
Gambar 1. (A) Pada pembuluh darah yang normal. (B) Manifestasi utama pada radang akut. (1)
dilatasi pembuluh darah menyebabkan eritema dangan hangat, (2) ekstravasasi cairan plasma dan
protein (edema), dan (3) emigrasi dan akumulasi leukosit di tempat jejas. Sumber: Porth, 2003

Pada jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal
akan disusul oleh perlambatan aliran darah (stasis), perubahan tekanan intravaskular dan
perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya.
Mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel, mengakibatkan masuknya cairan kaya protein ke
jaringan ekstravaskular. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi
dengan baik sehingga meningkatkan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi. Secara
mikroskopik perubahan ini digambarkan oleh dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecil yang
dipadati oleh eritrosi (Mitchel & Cotran, 2003). Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi
waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa
menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit (Robbins & Kumar,
1995).

Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah
putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut.
Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis
endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput
basalis yang berkesinambungan (Robbins & Kumar, 1995).

6
Gambar 2. Pembentukan transudat dan eksudat (A) Tekanan hidrostatik normal (B) Transudat
terbentuk akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik. Sumber:
Kumar et al., 2010

Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan keluar ke
dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi (Gambar 2). Hal ini berakibat
meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid bertambah
besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut
akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan
melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai
berat jenis 10.000 dalton (Robbins & Kumar, 1995).

7
Gambar 3. Pembentukan eksudat akibat peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terbentuk
ruang interendotelial. Sumber: Kumar et al., 2010

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas 1.020) dan
seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi.
Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan
protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik
intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa
rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya (Gambar 3) (Robbins & Kumar, 1995).

D. Aspek Seluler pada Peradangan


1. Marginal dan Emigrasi
Pada awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran darah radang bertambah,
namun sifat aliran darah segera berubah. Hal ini disebabkan karena cairan bocor keluar dari
mikrosirkulasi yang permeabilitasnya bertambah. Sejumlah besar dari eritrosit, trombosit dan
leukosit ditinggalkan, dan viskositas naik, sirkulasi didaerah yang terkena radang menjadi
lambat. Hal menyebabkan leukosit akan mengalami marginasi, yaitu bergerak kebagian arus
perifer sepanjang aliran pembulh darah, dan mulai melekat pada endotel. Akibatnya pembuluh
darah tampak seperti jalan berbatu, peristiwa ini disebut dengan emigrasi.

8
2. Kemotaksis
Pergerakan leukosit pada interstisial dari jaringan yang meradang, waktu mereka sudah
beremigrasi, merupakan gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan adanya sinyal kimia.
Fenomena ini disebut dengan kemotaksis.

3. Mediator peradangan
Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen, yang dikenal dengan substansi dari
peradangan.
Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:
· Amina vasoaktif
· Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma
· Metabolit asam arakhidona
· Berbagai macam produk sel

4. Histamine
Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin, yang mampu menghasilkan
vasodilatasi dan penigkatan permeabilitas vaskuler. Sebagian besar histamin disimpan dalam sel
mast yang tersebar luas dalam tubuh.

5. Factok-faktor plasma
Plasma darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah mediator penting. Agen utama
yang mengatur sistem ini adalah faktor Hageman (faktor XII), yang berada dalam plasma, dalam
bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai cidera.

6. Metabolit asam arakhidonat


Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika fosfolipid diaktifkan oleh cidera atau
mediator lain. Asam arakhidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yaitu
jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase, menghasilkan sejumlah prostaglandin, trombokson
dan leukotrin.

9
E. Jenis dan Fungsi Leukosit
a. Granulosit
Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masing-masing memiliki granula
dalam sitoplasma. Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar didalam eksudat adalah
netrofil. Netrofil mampu bergerak aktif seperti amoeba dan mampu menelan berbagai zat
(fagositosis). Eosinofil memberikan respon terhadap rangsangan kemotaktik khas tertentu pada
reksi alergi dan mengandung zat-zat yang toksik terhadap parasi-parasit tertentu dan zat-zat yang
memperantarai peradangan. Basofil berasal dari sumsum tulang seperti granulosit lainnya.
Basofil darah dan sel mast jaringan dirangsang untuk melepaskan kandungan granulanya
kedalam lingkungan sekitarnya pada berbagai keadaan cidera, baik rekasi imunologis maupun
reaksi nonspesifik.

b. Monosit
Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit, karena susunan morfologi
intinya dan sift sitoplasmanya yang relatif agranular. Sel yang sama, yang terdapat dalam
pembuluh darah disebut juga dengan monosit, dan jika terdapat dalam eksudat, disebut dengan
makrofag. Makrofag mempunyai fungsi yang sama dengan fungsi netrofil polimorfonuklear,
dimana makrofag adalah sel yang bergerak aktif yang memberi respon terhadap rangsang
kemotaksis, fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencerna berbagai agen.

c. Limfosit
Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil, dalam waktu yang
cukup lama, yaitu sampai reaksi peradangan menjadi kronik.
Leukosit yang telah dimobilisasi tidak hanya menangkap mikroba yang menyerbu, tetapi juga
menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat dimulai.

10
F. Bentuk Peradangan
1. Eksudat nonseluler
 Eksudat serosa
Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa, yang pada
dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah saat radang.
Contoh eksudat serosa adalah cairan luka melepuh. Pengumpulan yang disebabkan oleh
tekanan hidrostatik, bukan disebabkan oleh peradangan, disebut dengan transudat.

 Eksudat fibrinosa
Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada
daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Eksudat fibrinosa sering
dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang. Contoh : karditis rheumatic akut.

 Eksudat misinosa
Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membrane mukosa, dimana
terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat ini merupakan sekresi sel, bukan
dari bahan yang keluar dari pembuluh darah. Contoh eksudat ini adalah pilek yang
disertai berbagai infeksi pernapasan bagian atas.

2. Eksudat seluler
 Eksudat netrofilik
Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi bakteri. Infeksi bakteri
sering menyebabkan konsentrasi netrofil yang luar biasa tingginya didalam jaringan,
banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat
kesekitarnya.
 Eksudat campuran
Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai dengan
campurannya. Misalnya, eksudat fibrinopurulen terdiri dari fibrin dan netrofil
polimorfonuklear.

11
3. Peradangan granulamatosa
Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam jumlah besar dan
pengelompokannya menjadi gumpalan nodular yang disebut granuloma.

G. Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan


Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh kedaerah yang terkena.
Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka proses peradangannya sangat
lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan yang jelek. Banyak faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka atau daerah cidera atau daerah peradangan lainnya, salah satunya adalah
bergantung pada poliferasi sel dan aktivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai
darah lokal dan juga peka terhadap keadaan gizi penderita. Penyembuhan juga dihambat oleh
adanya benda asing atau jaringan nekrotik dalam luka, oleh adanya infeksi luka dan immobilisasi
yang tidak sempurna. Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses
penyembuhan luka. Jaringan parut mempunyai sifat alami untuk memendek dan menjadi lebih
padat, dan kompak setelah beberapa lama. Akibatnya adalah kontraktur yang dapat membuat
dareah menjadi cacat dan pembatasan gerak pada persendian.
Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah amputasi atau neuroma
traumatik, yang secara sederhana merupakan poliferasi regeneratif dari serabut-serabut saraf
kedalam daerah penyembuhan dimana mereka terjerat pada jaringan parut yang padat.

H. Aspek Sistemik dari Peradangan


Demam adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar dengan proses peradangan
lokal, yang manular maupun yang tidak manular. Penyebab demam adalah dilepaskannya
pirogen endogendari netrofil dan makrofag. Zat-zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu
dihipotalamus. Hal lain yang mencolok yang mengikuti proses peradangan lokal adalah
perubahan-perubahan hematologis yang biasa ditemukan. Rangsangan yang berasal dari pusat
peradangan yang mempengaruhi proses pendewasaan (maturasi) dan pengeluaran leukosit dari
sumsum tulang yang mengakibatkan kenaikan jumlah suatu leukosit, kenaikan ini disebut dengan
leukositas. Pada cidera yang hebat, gejala berupa malaise, anoreksia dan ketidakmampuan
melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda, bahkan sampai tidak berdaya melakukan
apapun.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa radang bukanlah suatu penyakit, melainkan manifestasi dari
suatu penyakit. Dimana radang merupakan respon fisiologis lokal terhadap cidera jaringan.
Radang dapat pula mempunyai pengaruh yang menguntungkan, selain berfungsi sebagai
penghancuran mikroorganisme yang masuk dan pembuatan dinding pada rongga akses, radang
juga dapat mencegah penyebaran infeksi. Tetapi ada juga pengaruh yang merugikan dari radang,
karena secara seimbang radang juga memproduksi penyakit. Misalnya, abses otak dan
mengakibatkan terjadinya distori jaringan yang permanen dan menyebabkan gangguan fungsi.

B. Saran
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan membaca
dan mempelajari isi makalah ini, diharapkan pengetahuan pembaca tentang radang dapat
bertambah, serta mengerti tentang akibat dan pengaruh yang disebabkan oleh radang itu sendiri.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum sempurna dan masih banyak terdapat
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
perbaikan penulisan yang akan datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Price, sylvia A dan Wilson Lorraine M. 1995. Potofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 4, Buku 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Tambayong, dr. Jan.2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
J. Corwin, Elisabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
http://www.wikipidia.org/wiki/radang
www.multiply.com

14

Anda mungkin juga menyukai