Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.

F DENGAN GANGGUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
Dosen Pengampu: Ibu Shella Febrita Utomo, S. Kep., Ners., MNS

Disusun oleh:
Kelompok 7

Anggi Aprilia Hayati ( 302017004 )


Desih Fira Wibowo ( 302017021 )
Eliza Ayunda Putri ( 302017030 )
Gina Padilah ( 302017035 )
Hesti Kartika Dewi ( 302017037 )

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG
2019-2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang membahas “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. F
Dengan Gangguan Resiko Perilaku Kekerasan”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
serta dalam pembuatan makalah ini terutama kepada Dosen Pembimbing yaitu Ibu
Shella Febrita Utomo.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis
dapat memperbaiki makalah ini.

Bandung, Oktober 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I TINJAUAN KONSEP TEORI ................................................................. 1
A. Skizofrenia .................................................................................................................1
1. Definisi Skizofernia ........................................................................................ 1
2. Tanda dan Gejala ............................................................................................ 1
3. Faktor Yang Mempengaruhi Skizofrenia ....................................................... 1
4. Jenis-jenis Skizofrenia .................................................................................... 2
B. Perilaku Kekerasan .................................................................................................3
1. Definisi Perilaku Kekerasan ........................................................................... 3
2. Rentan Respon Perilaku Kekerasan ............................................................... 4
3. Pengkajian Perilaku Kekerasan ...................................................................... 5
4. Faktor Risiko Perilaku Kekerasan .................................................................. 7
5. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan............................................................ 8
6. Mekanisme Koping Peilaku Kekerasan ......................................................... 9
7. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan ......................................................... 10
8. Peran Perawat dalam Perilaku Kekerasan .................................................... 11
9. Penatalaksanaan dari perilaku kekerasan ..................................................... 17
BAB II PEMBAHASAN KASUS ....................................................................... 18
A. Pengkajian .................................................................................................................18
B. Analisa Data..............................................................................................................30
C. Intervensi sesuai SAK..............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
TINJAUAN KONSEP TEORI
A. Skizofrenia
1. Definisi Skizofernia
Skizofrenia merupakan penyakit kronik dari gangguan jiwa yang umum
terjadi. Hal yang mendasari mekanisme psikopatologi skizofrenia sulit untuk
dipahami. Hal ini dapat disebabkan karena penyebab skizofrenia yang belum
jelas. Skizofrenia adalah berupa gangguan mental yang serius yang ditandai
dengan gangguan dalam proses pemikiran yang mempengaruhi perilaku
(Rubesa, Gudelj, dan Kubinska, 2011).
2. Tanda dan Gejala
Gejala serangan skizofernia dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Gejala positif
Meliputi halusinasi, gaduh gelisah, waham, yang meliputi kurangnya
minat dan semangat, kurang inisiatif, dan emosi datar.
b. Gejala Negatif
Mencakup delusi, halusinasi, kekacauan kongnitif, disorganisasi
bicara, dan perilaku katatonik seperti perasaan gaduh gelisah. Berupa efek
datar, hilangnya kemauan, merasa tidak nyaman, dan menarik diri dari
masyarakat. Gejala negatif pada skizofrenia juga tampak dari menurunnya
motivasi, hilangnya kemauan melakukan aktivitas sehari-hari,
ketidakmampuan merawat diri sendiri, tidak mampu mengekspresikan
perasaan, serta hilangnya spontanitas dan rasa ingin.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Skizofrenia


a. Faktor Genetik
Faktor genetik terhadap skizofrenia, diikuti adanya abnormalitas
perkembangan neurotransmiter, sehingga mengalami disfungsi otak. Hal ini
menyebabkan munculnya gejala psikosis yang menunjukkan ciri khas dari
skizofrenia. Ada beberapa virus yang berperan terjadinya skizofrenia
(misalnya toxoplasma gondii, rubella, herpes simplex virus tipe 2). Bahwa
virus atau mikroorganisme secara tidak langsung dapat menyebabkan

1
2

seseorang menderita skizofrenia. Maka dapat disimpulkan bahwa ketika


individu sakit dan perawatan kesehatannya kurang maksimal yang
menyebabkan sakitnya tidak sembuh sempurna, maka individu tersebut
beresiko mengalami skizofrenia (Scharko, 2011).
b. Faktor Biologis
Penyalahgunaan NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA dapat
menyebabkan munculnya gejala psikotik diantaranya halusinasi dan waham.
Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Pahlasari (2013) menunjukkan
73,38% pengguna NAPZA mengalami gejala psikotik yaitu gejala
halusinasi (45,8%) dan waham (45,8%). NAPZA menyebabkan susunan
saraf pusat (SSP) mengalami depresi yang mengakibatkan munculnya gejala
psikotik (Taylor & Stuart, 2016).
c. Faktor Psikososial
Secara umum skizofrenia disebabkan oleh stres yang dialami individu.
Hubungan antar stres dan gejala psikotik dapat merupakan dampak dari
suatu kerentanan yang mendasarinya. Stres akibat dari kejadian dalam
kehidupan dapat berupa kematian orang terdekat, konflik dengan orang di
rumah dan tetangga, tidak ada pekerjaan, kurangnya penghasil, hidup
sendirian. Stres yang dialami individu pada kondisi kritis dalam
kehidupannya merupakan faktor kritikal dalam perkembangan disfungsi
otak terhadap kerentanan psikosis, sedangkan stres saja merupakan faktor
pencetus ekpresi kerentanan biologi terhadap psikosis (Green, Girshkin,
Teroganova, & Quide, 2014). Stres meningkat kadar neurotransmiter
dopamine. Dopamin bersifat merangsang aksi pada sel terutama mengontrol
pergerakan, motivasi, kognisi, dan pengaturan respon emosional (Shives,
2012).
4. Jenis-jenis Skizofrenia
Ada beberapa Jenis-jenis skizofrenia Menurut Sadock (2010) yaitu:
a. Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia paranoid biasanya ditandai dengan adanya waham,
perasaan menjadi korban yang dimata-matai atau waham kebesaran,
3

halusinasi dan terkadang terdapat waham agama berlebihan (Fokus waham


agama) atau prilaku agresif dan bermusuhan.
b. Skizofrenia hebrefenik gejala khas ditandai dengan prilaku, pembicaran
yang kacau serta tidak logis.
c. Skizofrenia Katatonik
Gejala khas sering diawali dengan stress emosional, sehingga terjadi
gelisah katatonik atau stupor katatonik. Adapun gejala psikomotorik yaitu
wajah seperti topeng, kaku, tidak bergerak dalam waktu lama.
d. Skizofrenia Simplex
Sering timbul pada awal pertama pubertas. Gejala utama pada jenis
simplex adanya kadangkala emosi dan kemunduran kemauan. Waham dan
halusinasi jarang ditemukan.
e. Skizofrenia Residual
Keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya 1 periode
psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang kearah negative yang
lebih menonjol. Gejala negatifnya terdiri dari keterlambatan psikomotorik,
penurunan aktifitas, ekspresi non verbal menurun, serta buruknya perawatan
diri.
B. Perilaku Kekerasan
1. Definisi Perilaku Kekerasan
Risiko Perilaku Kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau
lingkungan baik secara fisik,emosional,seksual dan erbal (NANDA,2016).
Risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu risiko perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan risiko perilaku
kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence). NANDA
(2016) menyatakan bahwa risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
merupakan perilaku yang rentan dimana seseorang indiidu bisa menunjukkan
atau mendemonstrasikan tindakan yang membahayakan dirinya sendiri, baik
secara fisik, emosional, maupun seksual. Hal yang sama juga berlaku untuk
risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain, hanya saja ditujukan langsung
kepada orang lain.
4

Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai suatu keadaan hilangnya


kendala perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri,
untuk membunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri.
Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk
melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat
berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting dan semua yang
ada dilingkungan.
2. Rentang Respon Perilaku Kekerasan
Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

a. Respon Adaptif.
1). Asertif, adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa
tidak senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.
2) Frustasi, adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya seseorang
dalam mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak dapat menerima
atau menunda sementara sambil menunggu kesempatan yang
memungkinkan. Selanjutnya individu merasa tidak mampu dalam
mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.
b. Respon transisi
Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu
untuk mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-
haknya. Klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa
kurang mampu, rendah diri atau kurang menghargai dirinya.
c. Respon maladaptive
1) Agresif, adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah, merupakan
dorongan mental untuk bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi) dan
masih terkontrol. Perilaku agresif dapat dibedakan dalam 2 kelompok,
yaitu pasif agresif dan aktif agresif.
5

2) Pasif agresif, adalah perilaku yang tampak dapat berupa pendendam,


bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan bermalas-malasan.
3) Aktif agresif, adalah sikap menentang, suka membantah, bicara keras,
cenderung menu0ntut secara terus menerus, bertingkah laku kasar
disertai kekerasan.
4) Amuk, adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain
atau lingkungan. (Stuart and Sudeen, 2007).
3. Pengkajian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan
dapat dilakukan secara verbal yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
llingkungan. Perilaku kekerasan mengacu pada dua bentuk, yaitu perilaku
kekerasan saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat
perilaku kekerasan).
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan
oleh adanya faktor predisposisi (faktor yang melatarbelakangi) munculnya
masalah dan faktor presipitasi (faktor yang memicu adanya masalah).
Didalam faktor predisposisi, terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan tejadinya masalah perilaku kekerasan, seperti faktor biologis,
psikologis dan sosiokultural.
1) Faktor Biologis
a) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
b) Teori psikomatik (Psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respons psikologi
terhadap stimulus eksternal maupun intenal. Sehingga, sistem limbik
memiliki peran sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah.
6

2) Faktor Psikologis
a) Teori Agresif Frustasi (Frustassion Aggresion theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan indiidu
untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat
mendorong indiidu untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi
akan bekurang melalui perilaku kekerasan.
b) Teori Perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat
dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung.
Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan sering
menimbulkan kekerasan didalam maupun diluar rumah.
c) Teori Eksistensi (Existential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai
perilaku. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku
konstruktif, maka indiidu akan memenuhi kebutuhannya melalui
perilaku destruktif.
3) Faktor soisal budaya
Menurut Iyus Yosep (2011), Social-Learning Theory, Teori yang
dikembangkan oleh Bundara (1977) ini mengemukakan bahwa agresi
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa
internal dan eksternal. Contoh internal: orang yang mengalami
keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif
dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut; seorang anak
yang marah karena tidak boleh beli es kemudian ibunya memberinya es
agar si anak berhenti marah, anak tersebut akan belajar bahwa bila ia
marah maka ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh
eksternal: seorang anak menunjukkan perilaku agresif setelah melihat
7

seorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif


terhadap sebuah boneka.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu
untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stressor yang
mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap indiidu. Stresor dapat
disebabkan dari luar maupun dari dalam. Stresor yang berasal dari luar
dapat berupa serangan fisik, kehilangan, kematian, dan lain-lain. Stresor
yang berasal dari dalam dapat berupa, kehilangan keluarga atau sahabat
yang dicintai, ketakutan terhadap penyakit fisik, penyakit dalam, dan lain-
lain. Selain itu, lingkungan yang kurang kondusif, seperti penuh
penghinaan, tindak kekerasan, dapat memicu perilaku kekerasan.
4. Faktor Risiko Perilaku Kekerasan
NANDA (2016) menyatakan faktor-faktor risiko dari risiko perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self directed violence) dan risiko
perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence).
a. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed
violence)
1) Usia ≥ 45 tahun
2) Usia 15-19 tahun
3) Isyarat tingkah laku (menulis catatan cinta yang sedih, menyatakan pesan
bernada kemarahan kepada orang tertentu yang telah menolak individu
tersebut,dll)
4) Konflik mengenai orientasi seksual
5) Konflik dalam hubungan interpersonal
6) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah pekerjaan)
7) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotik
8) Sumber daya personal yang tidak memadai
9) Status perkawinan (sendiri, menjanda, bercerai)
8

10) Isu kesehatan mental (depresi, psikosis, gangguan kepribadian)


11) Pekerjaan (profesional, eksekutif, administrator atau pemilik bisnis,dll)
12) Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat bunuh diri, sesuatu yang bersifat
kekerasan atau konfliktual)
13) Gangguan psikologis
14) Isolasi sosial
15) Rencana bunuh diri
16) Isyarat verbal (membicarakan kematian, menanyakan tentang dosis
mematikan suatu obat,dll)
2. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed
violence)
a. Akses atau ketersediaan senjata
b. Alterasi (gangguan) fungsi kognitif
c. Perlakuan kejam terhadap binatang
d. Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik, psikologis maupun
seksual
e. Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
f. Gangguan neurologis (trauma kepala, gangguan rangsangan, kejang,dll)
g. Pola perilaku kekerasan terhadap orang lain (menendang, upaya
perkosaan, memperkosa, pelecehan seksual,mengencingi orang lain,
memukul,dll)
h. Pola ancaman kekerasan (ancaman secara verbal terhadap objek atu
orang lain, menyumpah serapah, ancaman seksual,dll)
i. Pola perilaku kekerasan anti sosial (mencuri, meminjam dengan maksa,
penolakan terhadap medikasi,dll)
5. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
a. Data subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/ melukai
b. Data objektif
1) Wajah memerah dan tegang
9

2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/ orang lain
6. Mekanisme Koping Peilaku Kekerasan
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa marah.
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
10

d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,


dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya (Stuart,
Gail W. 2007)
7. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan
Menurut Iyus Yosep (2009. Klien dengan gangguan perilaku kekerasan
memiliki beberapa perilaku yang perlu diperhatikan. Perilaku klien dengan
gangguan perilaku kekerasan dapat membahayakan bagi dirinya sendiri, orang
lain, maupun lingkungan sekitar. Adapun perilaku yang harus dikenali dari
klien gangguan perilaku kekerasan,antara lain:
a. Menyerang atau menghindari
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatanb sistem
syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, peristaltik gaster menurun, takikardi, wajah
memerah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, pengeluaran urine
dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat, tangan
mengepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya, yaitu perilaku pasif, agresif, dan asertif. Perilaku asertif
merupakan cara terbaik individu untuk mengekspresikan rasa marahnya
tanpa menyakiti orang lain secaar fisik maupun psikologis. Dengan perilaku
tersebut, individu juga dapat mengembangkan diri.
c. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik
perilaku untuk menarik perhatian orang lain.
11

d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain, maupun llingkungan.
Proses terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram berikut:

Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)

Stress

Cemas

Marah

Diungkapkan secara tepat/asertif Mengingkari marah/merasa kuat

Masalah teratasi Marah tidak terungkap

Marah berkepanjangan

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain

Depresi Agresi

8. Peran Perawat dalam Perilaku Kekerasan


Menurut Iyus Yosep (2011), peran perawat dalam perilaku kekerasan
yaitu sebagai seorang perawat yang harus berjaga-jaga terhadap adanya
peningkatan agitasi pada klien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan.
Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek yang berhubungan dengan
perilaku agresif.
a. Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat:
b. Membangun hubungan yang terapeutik dengan klien
c. Mengkaji perilaku klien yang berpotensial kekerasan
d. Mengembangkan suatu perencanaan
12

e. Mengimplementasikan perencanaan
f. Mencegah perilaku agresif dan kekerasan dengan terapi milleu.
Bila klien dianggap hendak melakukan kekerasan, maka perawat harus:
a. Melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk melindungi klien dan
tenaga kesehatan
b. Beritahu ketua tim
c. Bila perlu, minta bantuan keamanan
d. Kaji lingkungan dan buat perubahan yang perlu
e. Beritahu dokter dan kaji PRN untuk pemberian obat.
Perilaku yang berhubungan dengan agresi:
a. Agitasi motoric: bergerak cepat, tidak mampu duduk diam, memukul
dengan tinju kuat, mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas
motoric tiba-tiba (katatonia).
b. Verbal: mengancam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta
perhatian, bicara keras-keras, menunjukkan adanya delusi atau pikiran
paranoid.
c. Afek: marah, permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah terangsang,
euphoria tidak sesuai atau berlebihan, afek labil.
d. Tingkat kesadaran: bingung, status mental berubah tiba-tiba, disorientasi,
kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk
mencegah dan memenej perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang
intervensi keperawatan.

Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan

Kesadaran diri Komunikasi Manajemen krisis


1. Kesadaran
Pendidikan diri
klien Perubahan lingkungan Seclusion
Latihan asertif Tindakan perilaku restrains
psikofarmakologi

Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapinya dapat


memperngaruhi komunikasinya dengan klien. Bila perawat tersebut merasa
letih, cemas, marah, atau apatis makaakan sulit baginya untuk membuat
13

klien tertarik. Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan
masalah, maka energi yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang.
Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus terus menerus
meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervise dengan
memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien.
2. Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cra berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitan
mengekspresikan perasaannya, kebutuhan, Hasrat, dan bahkan kesulitan
mengkomunikasian semua ini kepada orang lain. Jadi dengan perawat
berkomunikasi diharapkan agar klien mau mengekspresikan perasaannya,
lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan klien adaptif atau
maladaptive.
3. Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat:
a. Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang
b. Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan
c. Sanggup melakukan complain
d. Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
4. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif:
a. Bersikap tenang
b. Bicara lembut
c. Bicara tidak dengan cara menghakimi
d. bicara netral dan dengan cara yang konkrit
e. tunjukkan respek pada klien
f. hindari intensitas kontak mata langsung
g. fasilitasi pembicaraan klien
h. dengarkan klien
i. jangan terburu-buru menginterpretasikan
j. jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati.
14

5. Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti:
membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak
sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.
6. Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang
dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang dapat bila
kontrak dilanggar, dan apa saja kontribusi perawat selama perawatan.
7. Psikofarmakologi
a. Antianxiety dan sedative-Hipnotics. Obat-obatan ini dapatmengendalikan
agitasi yang akut. Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam,
sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenagkan
perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomandasikan untuk
penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan
dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simpthom depresi.
Selanjutnya, pada beberapa klien yang mengalami disinhibitingeffect dari
benzodiazepines, dapat mengkaibatkan peningkatan perilaku kekerasan
yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan
menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengancedera kepala,
demensia, dan develop-mental disability.
b. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol implusif dan
perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk menghilangkan agresivitas
yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organic.
c. Mood Stabilizers, penelitian menujukkan bahwa pemberia Lithium efektif
untuk agresif karena manik. Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk
menurunkan perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain seperti
RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan kepribadian. Pada klien
dengan epilepsi lobus temporal, bisa meningkatkan perilaku agresif.
d. Pemberian Carbamazepines dapat mengendalikan perilaku agresifpada
klien dengan kelainan EEGs (elelctroencephalograms).
15

e. Antipsychotic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk perawatan


perilaku agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi, atau
psikotik lainnya, maka pemberian obat ini dapat membantu, namun
diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya dirasakan.
f. Medikasi lainnya, banyak kasus menunjukkan bahwa pemberian
Naltrexone (antagonis opiate), dapat menurunkan perilaku mencederai
diri. Betablockers seperti propranolol dapat menurunkan perilaku
kekerasan pada anak da pada klien dengan gangguan mental organic.
g. Manajemen Krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan
intervensi yang lebih aktif. Prosedur penanganan kedaruratan psikiatrik:
1) Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang
bertanggung jawab selama 24 jam.
2) Bentuk tim krisis. Meliputi, dokter, perawat, dan konselor.
3) Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan
apa saja yang menjadi tugasnya selama penanganan klien.
4) Jauhkan klien lain dari lingkungan.
5) Lakukan pengekangan, jika memungkinkan.
6) Pikirkan suatu rencana penanganan krisis dan beritahu tim.
7) Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien.
8) Pengekangan klien jika diminta oleh ketua tim krisis. Ketua tim harus
segera mengkaji situasi lingkungan sekitas untuk tetap melindungi
keselamatan klien dan timnya.
9) Berikan obat jika di intruksikan.
10) Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien.
11) Tinjau kembali intervensi penanganan krisis dengan tim krisi.
12) Secara bertahap mengintegrasikan kembali kien dengan lingkungan.
h. Seclusion
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam,
pengekangan fisik secara mekanik (menggunakan manset, sprei
pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam suatu ruangan
dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri).
16

Jenis pengekangan mekanik:


1) Camisoles (jaket pengekang)
2) Manset untuk pergelagan tangan
3) Manset untuk pergelangan kaki
4) Manggunakan sprei
Indikasi pengekangan:
1) Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri atau orang lain
2) Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
3) Ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan
penolakan klien untuk beristirahat, makan, dan minum.
4) Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal. Pastikan
tindakan ini telah dikaji dan berindikasi terapeutik.
i. Restain
Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain
mekanik atau restrain manual terhadap pergerakan klien. Dapatkan ijin
dokter bila diharuskan karena kebijakan institusi.
j. Isolasi
Adalah menempatkan klien dalam suatu ruanagn dimana klien
tidka dapat keluar atau kemauannya sendiri. Tingkatan pengisolasian
dapat berkisar dari penempatan dalam ruangan yang tertutup tapi tidak
terkunci sampai pada penempatan dalam ruang terkunci dengan Kasur
tanpa sprei di lantai.
Indikasi penggunaan:
1) Pengendalian perilaku amuk yang potensial membahayakan klien atau
oranglain dan tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan
intervensi pengendalian yang longgar, seperti kontak interpersonal
atau pengobatan
2) Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh klien
Kontraindikasi:
1) Kebutuhan untuk pengamatan maslah medik
2) Risiko tinggi untuk bunuh diri
3) Potensial tiak dapat mentoleransi deprivasi sensori
17

4) Hukuman.
9. Penatalaksanaan dari perilaku kekerasan
a. Farmakoterapi
1) Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
2) Obat anti depresi, amitriptyline
3) Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
4) Obat anti insomnia, phneobarbital
b. Terapi modalitas
1) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian:
a) BHSP
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan
pendapat
e) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
f) Mendengarkan keluhan klien
g) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
h) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
i) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
a) Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
b) Hindari benda tajam
c) Lakukan fiksasi sementara
d) Rujuk ke pelayanan kesehatan
2) Terapi kelompok : Berfokus pada dukungan dan perkembangan,
ketrampilan social atau aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3) Terapi musik : Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk
mengembalikan.
BAB II
PEMBAHASAN KASUS

Tn. F berusia 24 tahun dibawa ke RSJ menurut keluarga, 3 hari yang lalu
Tn. F mengamuk dan mencekik ayahnya. Saat dilakukan pengkajian oleh perawat,
klien mengatakan tidak merasakan apapun hanya merasa batuk dan malas. Klien
mengatakan kecewa dan kesal dengan keluarganya karena sudah membohongi
klien, yang berjanji akan membawa klien berjalan – jalan malah membawa klien
ke RSJ. Tampak tatapan mata tajam dan tangan mengepal.
Klien mengatakan saat SMA klien pernah melakukan tindakan tawuran
bersama teman-teman gengnya, dan Tn. F sempat mengalami luka ringan di
bagian kepala akibat terkena lemparan batu.
Ketika dikaji, Tn. F mengatakan bahwa dirinya tidak sakit jiwa, hanya
mengatakan beberapa waktu yang lalu klien pernah dirawat disini di ruang yang
sama. Dokter mendiagnosa Tn. F schizophrenia hebrefenik.
Menurut keluarganya, Tn. F memiliki riwayat menggunakan sabu, pil, gele
sudah sejak SMP dan memiliki kebiasaan minum-minuman keras. Ibunya
mengatakan jika ayahnya sering mendidik Tn. F sempat dirawat di RSJ dengan
keluhan yang sama yakni mengamuk. Lalu, 3 bulan yang lalu menurut keluarga
Tn. F menolak minum obat karena malas dan bosan jika harus terus meminum
obat yang diberikan dari rumah sakit ini.

18
19

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN STATUS MENTAL


KESEHATAN JIWA
STIKES AISYIYAH BANDUNG
RUANG RAWAT : Halimun TANGGAL DIRAWAT : 20 Sep 2019

A. Pengkajian
1. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. F ( L/P )
Umur : 24 Th
RM No. : 20192009
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Status Marital : Belum Menikah
Tanggal Pengkajian : 20 Oktober 2019
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB (Informan)
Nama : Ny.S
Umur : 45 Th
Hubungan dengan klien: Ibu
2. ALASAN MASUK
KU: saat dilakukan pengkajian oleh perawat,klien mengatakan tidak merasakan
apapun hanya merasa batuk dan malas. Klien mengatakan kecewa dan kesal
dengan keluarganya karena sudah membohongi klien, yang berjanji akan
membawa klien berjalan-jalan malah membawa klien ke RSJ. Tampak mata
tajam dan tangan mengepal. Ketika dikaji, Tn.F mengatakan bahwa dirinya
tidak sakit jiwa, hanya mengatakan beberapa waktu yang lalu juga klien pernah
di rawat di sini dan di ruang yang sama..
SMRS: 3 hari yang lalu klien mengamuk dan mencekik ayahnya tanpa sebab.
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu : tidak Ya √
(tahun : sejak 1 th yang lalu )

2. Pengobatan sebelumnya Berhasil √ kurang berhasil tidak


berhasil
Alasannya : karena Tn.F malas dan bosan jika harus terus meminum obat.
20

Faktor predisposis dan presipitasi


a. Predisposisi
Neurobiologis Psikologis Sosial Budaya

- klien sering mengamuk


secara tiba-tiba.

b. Presipitasi
Biologis (traumatic) Psikologis Social Budaya, Agama

- sejak SMA klien - Klien dididik oleh - pola asuh ayahnya yang
pernah melakukan ayahnya dengan kekerasan, mendidik Tn.F dengan
tawuran Bersama jika ada hal yang tidak kekerasan.
teman-teman sesuai dengan keinginan
gengnya dan ayahnya.
sempat mengalami
luka ringan
dibagian kepala
akibat terkena
lemparan batu.

Masalah Keperawatan : resiko perilaku kekerasan


21

4. Anggota keluarga yang gangguan jiwa

 Ada √ Tidak ada


Jika ada (siapa)/ Hub. dengan keluarga : -

Gejala : tidak terkaji

Riwayat Pengobatan : tidak terkaji

Masalah keperawatan: tidak terkaji

Genogram (minimal tiga generasi) Klien, orang tua, nenek / kakek:

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:


a.Kehilangan : klien merasa tidak kehilangan
b. Kegagalan : klien tidak merasakan ke gagalan
Masalah Keperawatan: tidak terkaji
6. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Tanda Vital: TD: 120/80 mmHg, N:.85 x/mnt, S: 36., R: 16 x/mnt
b. Atopometrik : BB 65 Kg, TB: 155 cm
c. Keluhan Fisik ada / tidak, jelaskan : pada saat dikaji klien mengeluh batuk
Masalah Keperawatan: tidak terkaji
7. Psikososial
a. Konsep diri
1) Gambaran diri
Klien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang tidak disukainya
2) Identitas diri
Klien merasa puas dengan identitasnya sebagai laki-laki.
22

3) Peran
Klien merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga
4) Ideal diri
klien mengatakan tidak mau lagi dibawa ke RSJ dan tidak mau lagi
minum obat
5) Harga diri
Klien mengatakan kalau dirinya tidak sakit jiwa
Masalah Keperawatan: risiko harga diri rendah situasional
b. Hubungan sosial
1) Orang yang berarti: kedua orang tuanya
2) Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat: tidak ada
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: tidak ada hambatan
Masalah Keperawatan:tidak terkaji
c. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan: tidak terkaji
2) Kegiatan ibadah: .Tidak terkaji
Masalah Keperawatan: .tidak terkaji

8. Pengkajian Status Mental (Berilah tanda √ pada kolom yang sesuai)

a. Penampilan
Tidak rapi Penggunaan
pakaian tidak sesuai

Berpakaian tidak √ Sesuai


seperti biasanya

Jelaskan: karena klien menganggap dirinya tidak sakit jiwa dan klien diurus
oleh kedua orangtuanya .
Masalah Keperawatan: tidak terkaji
b. Pembicaraan
Cepat Gelisah Apatis
23

Keras Inkoheren tidak mampu memulai pembicaraan

Lambat Membisu √ Sesuai

Jelaskan : karena pada saat dilakukan pengkajian klien mampu menjawab


pertanyaan perawat

Masalah Keperawatan: -

c. Aktivitas motorik
Lesu Tegang Gelisah

Agitasi Apatis Grimasen

Tremor Kompulsif Sesuai

Jelaskan: karena klien mengatakan kalau dirinya malas


Masalah Keperawatan: -
d. Suasana hati:
Sedih Ketakutan Putus asa

Khawatir Gembira berlebihan Sesuai

Jelaskan: kecewa dan kesal karena sudah membohongi klien yang berjanji akan
membawa klien berjalan-jalan tetapi malah membawa klien ke RSJ.
Masalah Keperawatan: -
e. Afek
Datar Tumpul Labil Sesuai Tidak Sesuai

Jelaskan: -
Masalah Keperawatan: -
f. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif mudah
tersinggung
24

Kontak mata Defensive Curiga


kurang
Seduktif Berhati-hati √ Kooperatif

Jelaskan: .karena jawaban klien sesuai dengan apa yang ditanyakan perawat..
Masalah Keperawatan:-
g. Persepsi
√ Auditori (suara) Taktil (sentuhan) Ilusi

Visual (penglihatan) Gustatori Sesuai


(pengecapan)

Olfakori
(penciuman)

Jelaskan: klien mengatakan kalau dirinya tidak sakit jiwa


Masalah Keperawatan: -
h. Proses berfikir
Sirkumtansial Tangensial Kehilangan Inkoheresn
asosiasi
Flight of idea Blocking Perseverasi Neologisme

Irelevansi Verbigerasi Word salad Sesuai

Jelaskan: -
Masalah keperawatan:-
i. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria

Defersonalisasi Ide yang terkait Pikiran


magis

Waham: Sesuai
25

Agama Somatik Kebesaran Curiga

Nihilistik Siar pikir Sisip pikir Kontrol pikir

Jelaskan: -

Masalah keperawatan : -

j. Tingkat kesadaran
Mudah beralih tidak mampu berkonsentrasi

tidak mampu berhitung sederhana √ mampu berkonsentrasi

Jelaskan: klien mampu diajak bicara


Masalah Keperawatan: -
k. Memori
Gangguan daya ingat

√ jangka panjang jangka pendek

saat ini Konfabulasi Sesuai

Jelaskan: karena klien masih ingat bahwa klien pernah dirawat di RSJ di
ruangan yang sama
Masalah Keperawatan: -
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
 Mudah beralih  Tidak mampu  Tidak mampu mampu

konsentrasi berhitung berkonsentrasi
sederhana
Jelaskan: karena klien pada saat dilakukan pengkajian klien langsung
menjawab

Masalah keperawatan: -
26

m. Kemampuan penilaian
√ Gangguan ringan  Gangguan bermakna

 Tidak ada gangguan 


Jelaskan: klien menganggap dirinya tidak sakit jiwa
Masalah Keperawatan: -
n. Daya tilik diri

√ Mengingkari penyakit yang  Menyalahkan hal hal diluar


diderita dirinya

 Memahami sakit yang di


deritanya
Jelaskan: karena klien menganggap dirinya tidak sakit jiwa
Masalah keperawatan: -
9. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan

√ Bantuan minimal  Bantuan Total


Jelaskan : karena klien masih mampu untuk melakukan makan
sendiri
Masalah Keperawatan : -
b. BAB/BAK
 Bantuan minimal  Bantuan Total
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -

c. Mandi
 Bantuan minimal  Bantuan Total
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -

d. Berpakaian/Berhias
 Bantuan minimal  Bantuan Total
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
27

e. Istirahat tidur
Tidur siang lama: - s/d -
Tidur malam lama: -. s/d -
Kegiatan sebelum dan sesudah tidur
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -

f. Penggunaan obat
 Bantuan minimal Bantuan Total

Jelaskan : karena klien menolak minum obat, karena malas dan


bosan
Masalah Keperawatan : -

g. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjut √ Ya  Tidak


Perawatan pendukung  Ya Tidak

Jelaskan : karena klien harus dibantu dalam meminum obatnya


agar tidak malas dan tidak bosan
Masalah Keperawatan : -

h. Kegiatan di dalam rumah


Mempersiapkan Makan √ Ya  Tidak

Menjaga kerapihan √ Ya  Tidak


rumah

Mencuci pakaian Ya  Tidak

Pengaturan keuangan  Ya Tidak

Jelaskan : karena klien harus mulai belajar mandiri


Masalah Keperawatan : -
28

i. Kegiatan di luar rumah


Belanja  Ya  Tidak

Transportasi  Ya  Tidak

Lain lain  Ya  Tidak

Jelaskan: -

Masalah keperawatan: -

10. Mekanisme koping

Adaptif Maladaptif


Berbicara dengan orang  Minum alqohol
lain

 Mampu menyelesaikan  Reaksi lambat/berlebihan


masalah
 Tekhnik relaksasi  Bekerja berlebihan
 Aktifitas Konstruktif  Menghindar
 Olah raga  Mencederai diri
 Lainnya  Lainnya : sering mengamuk
Jelaskan: klien sering mengamuk secara tibak – tiba
Masalah Keperawatan: resiko perilaku kekerasan
11. Masalah psikososial dan lingkungan

 Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik: tidak terkaji


 Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik : tidak
terkaji
 Masalah dengan pendidikan, spesifik : sejak SMP klien sering
meminum alkohol dan sejak SMA klien sering melakukan
tawuran dan menggunakan narkotika
 Masalah dengan pekerjaan, spesifik : tidak terkaji
 Masalah dengan perumahan, spesifik : tidak terkaji
 Masalah dengan ekonomi, spesifik : tidak terkaji
29

Masalah Keperawatan: perilaku kekerasan

12. Pengetahuan kurang tentang

√ Penyakit jiwa  Sistem pendukung

 Faktor presipitasi  Penyakit fisik


 Koping √ Obat obatan

 Lainnya:

Masalah Keperawatan: defisiensi pengetahuan

13. Aspek medik

Diagnosis Medik: Skizofrenia Hebefrenik

Terapi Modalitas (farmako dan Non-farmako): -

14. Daftar masalah keperawatan :


a. resiko perilaku kekerasan
b. resiko harga diri rendah situasional
c. defiensi pengetahuan
30

o. Analisa Data
Data Etiologi Masalah

DS: keluarga mengatakan 3 Ancaman, lingkungan, Resiko Perilaku


hari yang lalu klien mengamuk genetic kekerasan terhadap
dan mencekik ayahnya ↓ orang lain
Ketidak mampuan
DO: tampak mata tajam dan
menghadapi stressor
tangan mengepal

Koping individu tidak
efektif

Marah berkepanjangan

Muncul rasa marah pada
orang lain/lingkungan

Agresif/ mengamuk

Perilaku kekerasan
terhadap orang lain
DS: klien mengatakan kalau Ancaman, lingkungan, Resiko harga diri rendah
dirinya tidak sakit jiwa genetic situasional

DO:
Ketidak mampuan
menghadapi stressor

Koping individu tidak
efektif

resiko harga diri rendah
situasional
31

Pohon masalah

Resiko mencederai orang lain/lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan harga diri : harga diri rendah


1. Daftar diagnosa keperawatan
a. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
b. Resiko harga diri rendah situasional
32

p. Intervensi sesuai SAK


Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Resiko Pasien mampu: Setelah …. pertemuan SP1 - untuk mengetahui terkait


Perilaku ✓ Mengidentifikasi pasien mampu : ✓ Identifikasi penyebab, bagaimana klien melakukan
Kekerasan penyebab dan ✓ Menyebutkan tanda, gejala dan akibat prilaku kekerasan
terhadap tanda perilaku penyebab, tanda, PK - latihan tarik nafas dalam
orang lain kekerasan gejala dan akibat ✓ Latih cara fisik 1: dapat membantu meredakan
✓ Menyebutkan jenis PK - Tarik nafas dalam emosi klien
perilaku kekerasan ✓ Memperagakan - masukkan dalam - agar latihan tarik nafas ini
yang pernah cara fisik 1 untuk jadwal harian pasien dapat dilakukan setiap atau
dilakukan mengontrol PK ketika pasien sudah tidak
✓ Menyebutkan akibat bisa mampu menahan
dari perilaku emosinya
kekerasan yang
dilakukan
✓ Menyebutkan
cara mengontrol
33

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

✓ Mengontrol PK secara:
1. Fisik
2. Sosial/ verbal
3. Spiritual
4. Terapi
Psikofarmako (patuh
obat)
34

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Setelah …. pertemuan SP2 - untuk melihat bagaimana


pasien mampu : ✓ Evaluasi kegiatan yang kemajuan latihan yang sudah
✓ Menyebutkan lalu (SP1) dilakukan klien apakah
kegiatan yang ✓ Latih cara fisik 2: mampu mengurangi emosi
sudah dilakukan - Pukul kasur/ bantal klien atau tidak
✓ Memperagakan cara - masukkan dalam - memukul objek lain tanpa
fisik untuk jadwal harian pasien melukainya dapat
mengontrol memberikan kepuasan
keekrasan tersendiri atau agar emosi
klien terluapkan tetapi tanpa
mencederai dirinya sendiri,
orang lain ataupun lingkungan
- agar latihan ini dapat
dilakukan setiap atau ketika
pasien sudah tidak bisa
mampu menahan emosinya
35

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Setelah …. pertemuan SP3 - untuk melihat bagaimana


pasien mampu : ✓ Evaluasi kegiatan yang lalu kemajuan latihan yang sudah
✓ Menyebutkan (SP1 & 2) dilakukan klien apakah
kegiatan yang ✓ Latih secara social/ verbal: mampu mengurangi emosi
sudah dilakukan - menolak dengan baik klien atau tidak
✓ Memperagakan - meminta dengan baik - agar kemampuan sosial klien
cara social/ verbal - Mengungkapkan terlatih dan klien mampu
untuk mengontrol dengan baik mengungkapkan perasaan
keekrasan - Masukan dalam atau keinginannya secara
jadwal harian pasien halus terhadap orang lain
- agar latihan ini dapat
dilakukan setiap atau ketika
pasien sudah tidak bisa
mampu menahan emosinya
36

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Setelah …. pertemuan SP4 - untuk melihat bagaimana


pasien mampu : ✓ Evaluasi kegiatan yang lalu kemajuan latihan yang sudah
✓ menyebutkan (SP1, 2 & 3) dilakukan klien apakah
kegiatan yang ✓ Latih secara spiritual: mampu mengurangi emosi
sudah dilakukan - berdoa klien atau tidak
✓ Memperagakan - sholat - latihan secara spiritual dapat
cara spiritual ✓ Masukan dalam jadwal menenangkan emosi klien
kegiatan pasien sehingga emosi klien dapat
lebih terkontrol lagi dan dapat
mendekatkan diri klien
terhadap Allah.
- agar latihan ini dapat
dilakukan setiap atau ketika
pasien sudah tidak bisa
mampu menahan emosinya
37

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Gangguan Pasien mampu: Setelah …. pertemuan SP1 -


Konsep Diri: ✓ Mengidentifikasi pasien mampu : ✓ Identifikasi kemampuan
harga diri kemampuan dan ✓ Mengidentifikas dan aspek positif yang
rendah aspek positif yang i kemampuan dimiliki
dimiliki dan aspek - Diskusikan bahwa pasien
✓ Menilai kemampuan positif yang masih memiliki sejumlah
yang dapat digunakan dimiliki kemampuan dan aspek
✓ Menetapkan/ ✓ memiliki positif seperti kegiatan
memilih kegiatan kemampuan yang pasien dirumah adanya
yamg sesuai dengan dapat digunakan keluarga dan lingkungan
kemampuan. ✓ melakukan terdekat pasien
✓ Melatih kegiatan yang kegiatan yang - beri pujian yang realistis
sudah dipilih, sesuai sudah dipilih dan hindarkan penialaian
dengan kemampuan Merencanakan negative setiap kali
Merencanakan kegiatan kegiatan yang sudah di bertemu dengan pasien
yang sudah di latihnya latih ✓ Nilai kemampuan yang dapat
38

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

dilakukan saat ini:


- Diskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih
digunakan saat ini
- Bantu pasien
menyebutkannya dan
memberi penguatan
terhadap kemampuan diri
yang diungkapkan pasien
- perlihatkan respon yang
konndusif dan menjadi
pendengar yang aktif
✓ Pilih kemampuan yang akan
dilatih
a. diskusikan dengan pasien
beberapa aktifitas yang
39

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

dapat dilakukan dan


dipilih sebagai kegiatan
yang akan pasien lakukan
sehari-hari
b. bantu pasien menetapkan
aktifitas mana yang dapat
pasien lakukan secara
mandiri.
- aktifitas yang
memerlukan bantuan
minimal dari keluarga
- aktifitas apa saja yang perlu
bantuan penuh dari
keluarga atau lingkungan
terdekat pasien
- beri contoh cara
40

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

pelaksanaan aktivitas
yang dapat dilakukan
pasien.
- susun bersama pasien
aktifitas atau kegiatan
sehari-hari.
✓ Nilai kemampuan pertama
yang telah dipilih
- diskusikan dengan pasien
untuk menetapkan urutan
kegiatan(yang sudah
dipilih pasien) yang akan
dilatihkan
41

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

- bersama pasien dan -


keluarga
memperagakan
beberapa kegiatan
yang akan dilakukan
pasien
- berikan dukungan dan
pujian yang nyata sesuai
kemajuan yang
diperlihatkan pasien
✓ masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
- beri kesempatan
pada pasien untuk
mencoba kegiatan
- beri pujian atas
42

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

aktifitas/kegiatan yang
dapat dilakukan pasien
setiap hari
- tingkatkan kegiatan
sesuai dengan
perubahan sikap pasien
- susun daftar aktifitas
yang sudah ilatihkan
bersama pasien dan
keluarga
berikan kesempatan
mengungkapkan perasaanya
setelah pelaksanaan kegiatan.
yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktifitas yang
dilakukan pasien.
43

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

SP2 -
✓ Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1)
✓ Pilih kemampuan ke 2
yang dapat dilakukan
✓ latih kemampuan yang dipilih
Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
SP3 -
✓ Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1 & 2)
✓ Pilih kemampuan ke 3
yang dapat dilakukan
Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
44

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Keluarga mampu: Setelah … pertemuan, SP1 -


Merawat pasien dengan keluarga mampu: ✓ Identifikasi masalah yang
harga diri rendah di rumah ✓ Mengidentifikas dirasakan keluarga dalam
dn menjadi system i kemampuan merawat pasien
pendukung yang efektif dan aspek ✓ jelaskan tentang proses
bagi pasien positif yang terjadinya HDR:
dimiliki ✓ jelaskan tentang cara merawat
✓ Menyediakan pasien
fasilitas untuk ✓ main peran dalam
pasien melakukan merawat pasien HDR
kegiatan RTL keluarga/ jadwal keluarga
mendorong pasien untuk merawat pasien
45

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

melakukan kegiatan -
✓ Memuji pasien
saat pasien dapat
melakukan
kegiatan
✓ membantu
melatih pasien
✓ Membantu
menyusun
jadwal kegiatan
pasien
✓ membantu
perkembangan pasien
46

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

SP2 -
✓ Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1)
✓ Latih keluarga langsung ke
pasien
Menyusun RTL keluarga/ jadwal
keluarga untuk merawat pasien
SP3 -
✓ Evaluasi kemampuan keluarga
✓ Evaluasi kemampuan pasien
RTL keluarga: Follow Up dan
rujukan
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi
oleh seseorang yang ditunjukkan dengan perilaku kekerasan baik pada diri sendiri
atau orang lain dan lingkungan baik secara verbal maupun non verbal. Perilaku
kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan dalam melakukan koping terhadap
stres, ketidakpahaman terhadap situasi sosial, tidak mampu untuk
mengidentifikasi stimulus yang dihadapi, dan tidak mampu mengontrol dorongan
untuk melakukan perilaku kekerasan.
Rentang respons pada perilaku kekerasan diantaranya; asertif, frustasi, pasif,
agresif dan perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan bisa disertai dengan amuk,
yang bisa melukai dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
B. Saran
Diharapkan setelah diberikan materi, mahasiwa dapat mengerti dan
memahami mengenai gangguan resiko perilaku kekerasan

47
DAFTAR PUSTAKA

Rubesa, G., Gudelj, L., & Kubinska, N. (2011). Etiology of schizophrenia and
therapeutic options. Psychiatria Danubina, 23(3), 308-315.
Scharko, A. M. (2011). The infection hypothesis of schizophrenia: a systematic
review. Journal of Behavioral and Brain Science, 1, 47- 56. doi:
10.4236/jbbs.2011.12007.
Shives, L. R. (2012). Basic concepts of psychiatric-mental health nursing (8th
ed.). Philadelphia, PA: Wolters Kluwer Health and Lippincott Williams &
Wilkins.
Sutejo. (2017). Kepeawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi . Jakarta: EGC
Taylor, D. L. & Stuart, G. W. (2016). Respons terhadap bahan kimia dan
gangguan terkait penyalahgunaan obat. Dalam G. W. Stuart (Eds.). Prinsip
dan praktik keperawatan kesehatan jiwa. Singapore: Elsevier.
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai