F DENGAN GANGGUAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II
Dosen Pengampu: Ibu Shella Febrita Utomo, S. Kep., Ners., MNS
Disusun oleh:
Kelompok 7
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang membahas “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. F
Dengan Gangguan Resiko Perilaku Kekerasan”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
serta dalam pembuatan makalah ini terutama kepada Dosen Pembimbing yaitu Ibu
Shella Febrita Utomo.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis
dapat memperbaiki makalah ini.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
TINJAUAN KONSEP TEORI
A. Skizofrenia
1. Definisi Skizofernia
Skizofrenia merupakan penyakit kronik dari gangguan jiwa yang umum
terjadi. Hal yang mendasari mekanisme psikopatologi skizofrenia sulit untuk
dipahami. Hal ini dapat disebabkan karena penyebab skizofrenia yang belum
jelas. Skizofrenia adalah berupa gangguan mental yang serius yang ditandai
dengan gangguan dalam proses pemikiran yang mempengaruhi perilaku
(Rubesa, Gudelj, dan Kubinska, 2011).
2. Tanda dan Gejala
Gejala serangan skizofernia dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Gejala positif
Meliputi halusinasi, gaduh gelisah, waham, yang meliputi kurangnya
minat dan semangat, kurang inisiatif, dan emosi datar.
b. Gejala Negatif
Mencakup delusi, halusinasi, kekacauan kongnitif, disorganisasi
bicara, dan perilaku katatonik seperti perasaan gaduh gelisah. Berupa efek
datar, hilangnya kemauan, merasa tidak nyaman, dan menarik diri dari
masyarakat. Gejala negatif pada skizofrenia juga tampak dari menurunnya
motivasi, hilangnya kemauan melakukan aktivitas sehari-hari,
ketidakmampuan merawat diri sendiri, tidak mampu mengekspresikan
perasaan, serta hilangnya spontanitas dan rasa ingin.
1
2
a. Respon Adaptif.
1). Asertif, adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa
tidak senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.
2) Frustasi, adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya seseorang
dalam mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak dapat menerima
atau menunda sementara sambil menunggu kesempatan yang
memungkinkan. Selanjutnya individu merasa tidak mampu dalam
mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.
b. Respon transisi
Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu
untuk mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-
haknya. Klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa
kurang mampu, rendah diri atau kurang menghargai dirinya.
c. Respon maladaptive
1) Agresif, adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah, merupakan
dorongan mental untuk bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi) dan
masih terkontrol. Perilaku agresif dapat dibedakan dalam 2 kelompok,
yaitu pasif agresif dan aktif agresif.
5
2) Faktor Psikologis
a) Teori Agresif Frustasi (Frustassion Aggresion theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan indiidu
untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat
mendorong indiidu untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi
akan bekurang melalui perilaku kekerasan.
b) Teori Perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat
dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung.
Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan sering
menimbulkan kekerasan didalam maupun diluar rumah.
c) Teori Eksistensi (Existential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai
perilaku. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku
konstruktif, maka indiidu akan memenuhi kebutuhannya melalui
perilaku destruktif.
3) Faktor soisal budaya
Menurut Iyus Yosep (2011), Social-Learning Theory, Teori yang
dikembangkan oleh Bundara (1977) ini mengemukakan bahwa agresi
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa
internal dan eksternal. Contoh internal: orang yang mengalami
keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif
dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut; seorang anak
yang marah karena tidak boleh beli es kemudian ibunya memberinya es
agar si anak berhenti marah, anak tersebut akan belajar bahwa bila ia
marah maka ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh
eksternal: seorang anak menunjukkan perilaku agresif setelah melihat
7
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/ orang lain
6. Mekanisme Koping Peilaku Kekerasan
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa marah.
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
10
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain, maupun llingkungan.
Proses terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram berikut:
Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)
Stress
Cemas
Marah
Marah berkepanjangan
Depresi Agresi
e. Mengimplementasikan perencanaan
f. Mencegah perilaku agresif dan kekerasan dengan terapi milleu.
Bila klien dianggap hendak melakukan kekerasan, maka perawat harus:
a. Melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk melindungi klien dan
tenaga kesehatan
b. Beritahu ketua tim
c. Bila perlu, minta bantuan keamanan
d. Kaji lingkungan dan buat perubahan yang perlu
e. Beritahu dokter dan kaji PRN untuk pemberian obat.
Perilaku yang berhubungan dengan agresi:
a. Agitasi motoric: bergerak cepat, tidak mampu duduk diam, memukul
dengan tinju kuat, mengapit kuat, respirasi meningkat, membentuk aktivitas
motoric tiba-tiba (katatonia).
b. Verbal: mengancam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta
perhatian, bicara keras-keras, menunjukkan adanya delusi atau pikiran
paranoid.
c. Afek: marah, permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah terangsang,
euphoria tidak sesuai atau berlebihan, afek labil.
d. Tingkat kesadaran: bingung, status mental berubah tiba-tiba, disorientasi,
kerusakan memori, tidak mampu dialihkan.
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk
mencegah dan memenej perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang
intervensi keperawatan.
klien tertarik. Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan
masalah, maka energi yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang.
Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus terus menerus
meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervise dengan
memisahkan antara masalah pribadi dan masalah klien.
2. Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cra berkomunikasi dan cara
mengekspresikan marah tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitan
mengekspresikan perasaannya, kebutuhan, Hasrat, dan bahkan kesulitan
mengkomunikasian semua ini kepada orang lain. Jadi dengan perawat
berkomunikasi diharapkan agar klien mau mengekspresikan perasaannya,
lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan klien adaptif atau
maladaptive.
3. Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat:
a. Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang
b. Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan
c. Sanggup melakukan complain
d. Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
4. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif:
a. Bersikap tenang
b. Bicara lembut
c. Bicara tidak dengan cara menghakimi
d. bicara netral dan dengan cara yang konkrit
e. tunjukkan respek pada klien
f. hindari intensitas kontak mata langsung
g. fasilitasi pembicaraan klien
h. dengarkan klien
i. jangan terburu-buru menginterpretasikan
j. jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati.
14
5. Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti:
membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien yang tidak
sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.
6. Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang
dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, konsekuensi yang dapat bila
kontrak dilanggar, dan apa saja kontribusi perawat selama perawatan.
7. Psikofarmakologi
a. Antianxiety dan sedative-Hipnotics. Obat-obatan ini dapatmengendalikan
agitasi yang akut. Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam,
sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenagkan
perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomandasikan untuk
penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan
dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simpthom depresi.
Selanjutnya, pada beberapa klien yang mengalami disinhibitingeffect dari
benzodiazepines, dapat mengkaibatkan peningkatan perilaku kekerasan
yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan
menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengancedera kepala,
demensia, dan develop-mental disability.
b. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol implusif dan
perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, efektif untuk menghilangkan agresivitas
yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organic.
c. Mood Stabilizers, penelitian menujukkan bahwa pemberia Lithium efektif
untuk agresif karena manik. Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk
menurunkan perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain seperti
RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan kepribadian. Pada klien
dengan epilepsi lobus temporal, bisa meningkatkan perilaku agresif.
d. Pemberian Carbamazepines dapat mengendalikan perilaku agresifpada
klien dengan kelainan EEGs (elelctroencephalograms).
15
4) Hukuman.
9. Penatalaksanaan dari perilaku kekerasan
a. Farmakoterapi
1) Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
2) Obat anti depresi, amitriptyline
3) Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
4) Obat anti insomnia, phneobarbital
b. Terapi modalitas
1) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian:
a) BHSP
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan
pendapat
e) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
f) Mendengarkan keluhan klien
g) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
h) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
i) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
a) Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
b) Hindari benda tajam
c) Lakukan fiksasi sementara
d) Rujuk ke pelayanan kesehatan
2) Terapi kelompok : Berfokus pada dukungan dan perkembangan,
ketrampilan social atau aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3) Terapi musik : Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk
mengembalikan.
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
Tn. F berusia 24 tahun dibawa ke RSJ menurut keluarga, 3 hari yang lalu
Tn. F mengamuk dan mencekik ayahnya. Saat dilakukan pengkajian oleh perawat,
klien mengatakan tidak merasakan apapun hanya merasa batuk dan malas. Klien
mengatakan kecewa dan kesal dengan keluarganya karena sudah membohongi
klien, yang berjanji akan membawa klien berjalan – jalan malah membawa klien
ke RSJ. Tampak tatapan mata tajam dan tangan mengepal.
Klien mengatakan saat SMA klien pernah melakukan tindakan tawuran
bersama teman-teman gengnya, dan Tn. F sempat mengalami luka ringan di
bagian kepala akibat terkena lemparan batu.
Ketika dikaji, Tn. F mengatakan bahwa dirinya tidak sakit jiwa, hanya
mengatakan beberapa waktu yang lalu klien pernah dirawat disini di ruang yang
sama. Dokter mendiagnosa Tn. F schizophrenia hebrefenik.
Menurut keluarganya, Tn. F memiliki riwayat menggunakan sabu, pil, gele
sudah sejak SMP dan memiliki kebiasaan minum-minuman keras. Ibunya
mengatakan jika ayahnya sering mendidik Tn. F sempat dirawat di RSJ dengan
keluhan yang sama yakni mengamuk. Lalu, 3 bulan yang lalu menurut keluarga
Tn. F menolak minum obat karena malas dan bosan jika harus terus meminum
obat yang diberikan dari rumah sakit ini.
18
19
A. Pengkajian
1. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. F ( L/P )
Umur : 24 Th
RM No. : 20192009
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Status Marital : Belum Menikah
Tanggal Pengkajian : 20 Oktober 2019
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB (Informan)
Nama : Ny.S
Umur : 45 Th
Hubungan dengan klien: Ibu
2. ALASAN MASUK
KU: saat dilakukan pengkajian oleh perawat,klien mengatakan tidak merasakan
apapun hanya merasa batuk dan malas. Klien mengatakan kecewa dan kesal
dengan keluarganya karena sudah membohongi klien, yang berjanji akan
membawa klien berjalan-jalan malah membawa klien ke RSJ. Tampak mata
tajam dan tangan mengepal. Ketika dikaji, Tn.F mengatakan bahwa dirinya
tidak sakit jiwa, hanya mengatakan beberapa waktu yang lalu juga klien pernah
di rawat di sini dan di ruang yang sama..
SMRS: 3 hari yang lalu klien mengamuk dan mencekik ayahnya tanpa sebab.
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu : tidak Ya √
(tahun : sejak 1 th yang lalu )
b. Presipitasi
Biologis (traumatic) Psikologis Social Budaya, Agama
- sejak SMA klien - Klien dididik oleh - pola asuh ayahnya yang
pernah melakukan ayahnya dengan kekerasan, mendidik Tn.F dengan
tawuran Bersama jika ada hal yang tidak kekerasan.
teman-teman sesuai dengan keinginan
gengnya dan ayahnya.
sempat mengalami
luka ringan
dibagian kepala
akibat terkena
lemparan batu.
3) Peran
Klien merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga
4) Ideal diri
klien mengatakan tidak mau lagi dibawa ke RSJ dan tidak mau lagi
minum obat
5) Harga diri
Klien mengatakan kalau dirinya tidak sakit jiwa
Masalah Keperawatan: risiko harga diri rendah situasional
b. Hubungan sosial
1) Orang yang berarti: kedua orang tuanya
2) Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat: tidak ada
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: tidak ada hambatan
Masalah Keperawatan:tidak terkaji
c. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan: tidak terkaji
2) Kegiatan ibadah: .Tidak terkaji
Masalah Keperawatan: .tidak terkaji
a. Penampilan
Tidak rapi Penggunaan
pakaian tidak sesuai
Jelaskan: karena klien menganggap dirinya tidak sakit jiwa dan klien diurus
oleh kedua orangtuanya .
Masalah Keperawatan: tidak terkaji
b. Pembicaraan
Cepat Gelisah Apatis
23
Masalah Keperawatan: -
c. Aktivitas motorik
Lesu Tegang Gelisah
Jelaskan: kecewa dan kesal karena sudah membohongi klien yang berjanji akan
membawa klien berjalan-jalan tetapi malah membawa klien ke RSJ.
Masalah Keperawatan: -
e. Afek
Datar Tumpul Labil Sesuai Tidak Sesuai
Jelaskan: -
Masalah Keperawatan: -
f. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif mudah
tersinggung
24
Jelaskan: .karena jawaban klien sesuai dengan apa yang ditanyakan perawat..
Masalah Keperawatan:-
g. Persepsi
√ Auditori (suara) Taktil (sentuhan) Ilusi
Olfakori
(penciuman)
Jelaskan: -
Masalah keperawatan:-
i. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Waham: Sesuai
25
Jelaskan: -
Masalah keperawatan : -
j. Tingkat kesadaran
Mudah beralih tidak mampu berkonsentrasi
Jelaskan: karena klien masih ingat bahwa klien pernah dirawat di RSJ di
ruangan yang sama
Masalah Keperawatan: -
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Mudah beralih Tidak mampu Tidak mampu mampu
√
konsentrasi berhitung berkonsentrasi
sederhana
Jelaskan: karena klien pada saat dilakukan pengkajian klien langsung
menjawab
Masalah keperawatan: -
26
m. Kemampuan penilaian
√ Gangguan ringan Gangguan bermakna
c. Mandi
Bantuan minimal Bantuan Total
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
d. Berpakaian/Berhias
Bantuan minimal Bantuan Total
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
27
e. Istirahat tidur
Tidur siang lama: - s/d -
Tidur malam lama: -. s/d -
Kegiatan sebelum dan sesudah tidur
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -
f. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantuan Total
√
g. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjut √ Ya Tidak
√
Perawatan pendukung Ya Tidak
Transportasi Ya Tidak
Jelaskan: -
Masalah keperawatan: -
Adaptif Maladaptif
√
Berbicara dengan orang Minum alqohol
lain
Lainnya:
o. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Pohon masalah
Perilaku kekerasan
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
✓ Mengontrol PK secara:
1. Fisik
2. Sosial/ verbal
3. Spiritual
4. Terapi
Psikofarmako (patuh
obat)
34
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
pelaksanaan aktivitas
yang dapat dilakukan
pasien.
- susun bersama pasien
aktifitas atau kegiatan
sehari-hari.
✓ Nilai kemampuan pertama
yang telah dipilih
- diskusikan dengan pasien
untuk menetapkan urutan
kegiatan(yang sudah
dipilih pasien) yang akan
dilatihkan
41
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
aktifitas/kegiatan yang
dapat dilakukan pasien
setiap hari
- tingkatkan kegiatan
sesuai dengan
perubahan sikap pasien
- susun daftar aktifitas
yang sudah ilatihkan
bersama pasien dan
keluarga
berikan kesempatan
mengungkapkan perasaanya
setelah pelaksanaan kegiatan.
yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktifitas yang
dilakukan pasien.
43
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
SP2 -
✓ Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1)
✓ Pilih kemampuan ke 2
yang dapat dilakukan
✓ latih kemampuan yang dipilih
Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
SP3 -
✓ Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1 & 2)
✓ Pilih kemampuan ke 3
yang dapat dilakukan
Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
44
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
melakukan kegiatan -
✓ Memuji pasien
saat pasien dapat
melakukan
kegiatan
✓ membantu
melatih pasien
✓ Membantu
menyusun
jadwal kegiatan
pasien
✓ membantu
perkembangan pasien
46
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
SP2 -
✓ Evaluasi kegiatan yang lalu
(SP1)
✓ Latih keluarga langsung ke
pasien
Menyusun RTL keluarga/ jadwal
keluarga untuk merawat pasien
SP3 -
✓ Evaluasi kemampuan keluarga
✓ Evaluasi kemampuan pasien
RTL keluarga: Follow Up dan
rujukan
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi
oleh seseorang yang ditunjukkan dengan perilaku kekerasan baik pada diri sendiri
atau orang lain dan lingkungan baik secara verbal maupun non verbal. Perilaku
kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan dalam melakukan koping terhadap
stres, ketidakpahaman terhadap situasi sosial, tidak mampu untuk
mengidentifikasi stimulus yang dihadapi, dan tidak mampu mengontrol dorongan
untuk melakukan perilaku kekerasan.
Rentang respons pada perilaku kekerasan diantaranya; asertif, frustasi, pasif,
agresif dan perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan bisa disertai dengan amuk,
yang bisa melukai dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
B. Saran
Diharapkan setelah diberikan materi, mahasiwa dapat mengerti dan
memahami mengenai gangguan resiko perilaku kekerasan
47
DAFTAR PUSTAKA
Rubesa, G., Gudelj, L., & Kubinska, N. (2011). Etiology of schizophrenia and
therapeutic options. Psychiatria Danubina, 23(3), 308-315.
Scharko, A. M. (2011). The infection hypothesis of schizophrenia: a systematic
review. Journal of Behavioral and Brain Science, 1, 47- 56. doi:
10.4236/jbbs.2011.12007.
Shives, L. R. (2012). Basic concepts of psychiatric-mental health nursing (8th
ed.). Philadelphia, PA: Wolters Kluwer Health and Lippincott Williams &
Wilkins.
Sutejo. (2017). Kepeawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi . Jakarta: EGC
Taylor, D. L. & Stuart, G. W. (2016). Respons terhadap bahan kimia dan
gangguan terkait penyalahgunaan obat. Dalam G. W. Stuart (Eds.). Prinsip
dan praktik keperawatan kesehatan jiwa. Singapore: Elsevier.
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.