4.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka rekomendasi untuk implementasi
program pemberian ASI eksklusif di Kota Salatiga yaitu :
1. Perlu segera dilakukan sosialisasi dan advokasi program pemberian ASI eksklusif pada sarana
umum milik swasta dengan mengundang pengelola sarana umum milik swasta;
2. Perlu menambah jumlah konselor ASI dengan memperhatikan sebarannya agar konselor ASI
dapat tersebar merata diseluruh fasilitas kesehatan, tempat kerja, dan sarana umum yang
membutuhkan;
3. Rujuk ibu setelah melahirkan ke Kelompok Pendukung (KP) ASI yaitu AIMI (Asosiasi Ibu
Menyusui Indonesia) Kota Salatiga;
4. Bentuk KP ASI berupa Ayah ASI yang beranggotakan para suami guna meningkatkan peran
dan pengetahuan suami dalam pemberian ASI eksklusif;
5. Penyediaan akses terhadap informasi dan edukasi mengenai ASI eksklusif berupa penyuluhan,
sosialisasi, dan/atau konseling maupun melalui penyediaan leaflet, brosur, standing banner, dan
lainnya harus dilakukan secara terus-menerus tidak hanya sekali, karena sasaran program yang
selalu berganti setiap waktu;
6. Dinas Kesehatan harus melakukan pengawasan terhadap produsen dan distributor susu formula
dengan melakukan penyeliaan fasilitatif ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan setahun sekali agar
tidak lagi terdapat Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menjual dan/atau merekomendasikan susu
formula; dan
7. Tujuan program pemberian ASI eksklusif perlu disosialisasikan pada seluruh tenaga kesehatan
agar betul-betul dimengerti sehingga pelaksanaan program pemberian ASI eksklusif di Kota
Salatiga dapat mencapai tujuan program tersebut.
Faktor yang mempengaruhi seorang ibu akan memberikan ASI eksklusif, seperti perilaku menyusui
yang kurang dapat dukungan, pemberian makanan dan minuman sebelum ASI keluar, ibu kurang
percaya diri kalau ASI-nya cukup untuk bayi, ibu kembali bekerja, dan gencarnya promosi susu
formula. Selain itu, sikap petugas kesehatan yang kurang mendukung, lemahnya perencanaan
terpadu PP-ASI, dan seringnya tejadi pergantian personil yang berdampak terhadap program PP-ASI.
Lagipula, lemahnya sanksi pelaksanaan Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB) berdampak hanya 25% yang
masih RSSB, kurangnya integrasi dalam kurikulum tenaga kesehatan dan lintas sektor mnyebabkan
kendala dalam program PP-ASI.5 Hal ini memperihatkan kegagalan pemerintah menjamin kesehatan
dan kesejahteraan penduduk yang termaktub dalam pasal 28 UUD 1945 khususnya pasal 28 B ayat 2
yang menyatakan “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Disamping itu, UU No. 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak yang mengacu pada konvensi hak-hak anak menyebutkan ”setiap anak
berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Didasari hal tersebut perlu dikaji kebijakan pemerintah yang ada dalam rangka pemenuhan hak anak
terhadap ASI segera dan eksklusif. Apakah nilai yang ada saat ini tentang ASI hak semua bayi sudah
memenuhi trias kebijakan yaitu equity, efisien dan efektif.6-8
DAFUS
Pasal 10
Persyaratan kesehatan Ruang ASI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2) paling sedikit meliputi:
a. tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 m2 dan/atau
disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang sedang menyusui;
b. ada pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup;
c. lantai keramik/semen/karpet;
d. memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup;
e. bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi;
f. lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan;
g. penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan;
h. kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%; dan
i. tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci
peralatan.
a. meja tulis;
b. kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI;
c. konseling menyusui kit yang terdiri dari model payudara, boneka, cangkir
minum ASI, spuit 5cc, spuit 10 cc, dan spuit 20 cc;
d. media KIE tentang ASI dan inisiasi menyusui dini yang terdiri dari poster,
foto, leaflet, booklet, dan buku konseling menyusui);
e. lemari penyimpan alat;
f. dispenser dingin dan panas;
g. alat cuci botol;
h. tempat sampah dan penutup;
i. penyejuk ruangan (AC/Kipas angin);
j. nursing apron/kain pembatas/ pakai krey untuk memerah ASI;
k. waslap untuk kompres payudara;
l. tisu/lap tangan; dan
m. bantal untuk menopang saat menyusui.
Pasal 12
(1) Penyediaan Ruang ASI di Tempat Sarana Umum harus sesuai standar
untuk Ruang ASI.
(2) Standar untuk Ruang ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya meliputi:
a. kursi dan meja;
b. wastafel; dan
c. sabun cuci tangan.
Pelaksanaan:
1) Masukan:
Uraian tugas setiap pegawai Puskesmas;
Data capaian Puskesmas tahun sebelumnya;
Informasi tentang kebijakan, program dan konsep baru berkaitan dengan
Puskesmas;
Informasi tentang tatacara penyusunan RPK tahunan dan RPK bulanan
Puskesmas.
2) Proses:
Penggalangan tim dalam bentuk dinamika kelompok tentang peran,
tanggung jawab dan kewenangan setiap pegawai Puskesmas;
Inventarisasi kegiatan Puskesmas termasuk kegiatan lapangan/daerah
binaan;
Analisis beban kerja tiap pegawai;
Pembagian tugas baru termasuk pembagian tanggung jawab daerah binaan
(darbin);
Penyusunan RPK tahun berjalan berdasarkan RUK yang telah ditetapkan;
Penyusunan RPK bulanan berdasarkan RPK tahunan;