Anda di halaman 1dari 9

LATAR BE;LAKANG

Deklarasi Innocen􀆟 tahun 1990 di Florence Italia mengamanatkan pen􀆟ngnya


mengkampanyekan Air Susu Ibu (ASI) sebagai bagian
pen􀆟ng dari upaya “perlindungan, promosi dan dukungan menyusui”.
Se􀆟ap minggu pertama bulan Agustus se􀆟ap tahun dijadikan sebagai
“Pekan ASI”, yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran semua
pihak tentang pen􀆟ngnya ASI bagi bayi dan diperlukannya dukungan
bagi ibu dalam mencapai keberhasilan menyusui bayinya.
Menurut WHO/UNICEF, standar emas pemberian makan pada bayi dan
anak adalah 1) mulai segera menyusui dalam 1 jam setelah lahir 2)
menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan,
dan 3) mulai umur 6 bulan bayi mendapat Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya
dan 4) meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan atau lebih.
ASI Eksklusif memiliki kontribusi yang besar terhadap tumbuh kembang
dan daya tahan tubuh anak. Anak yang diberi ASI Eksklusif akan tumbuh
dan berkembang secara op􀆟mal dan 􀆟dak mudah sakit. Hal tersebut
sesuai dengan beberapa kajian dan fakta global. Kajian global “The
Lancet Breastfeeding Series, 2016 telah membuk􀆟kan 1) Menyusui
Eksklusif menurunkan angka kema􀆟an karena infeksi sebanyak 88%
pada bayi berusia kurang dari 3 bulan, 2) Sebanyak 31,36% (82%) dari
37,94% anak sakit, karena 􀆟dak menerima ASI Ekslusif. Investasi dalam
pencegahan BBLR, Stun􀆟ng dan meningkatkan IMD dan ASI Eksklusif
berkontribusi dalam menurunkan risiko obesitasdan penyakit kronis
(Patal, 2013). Tidak menyusui berhubungan dengan kehilangan nilai
ekonomi sekitar $302 milyar se􀆟ap tahunnya atau sebesar 0-49% dari

4.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka rekomendasi untuk implementasi
program pemberian ASI eksklusif di Kota Salatiga yaitu :
1. Perlu segera dilakukan sosialisasi dan advokasi program pemberian ASI eksklusif pada sarana
umum milik swasta dengan mengundang pengelola sarana umum milik swasta;
2. Perlu menambah jumlah konselor ASI dengan memperhatikan sebarannya agar konselor ASI
dapat tersebar merata diseluruh fasilitas kesehatan, tempat kerja, dan sarana umum yang
membutuhkan;
3. Rujuk ibu setelah melahirkan ke Kelompok Pendukung (KP) ASI yaitu AIMI (Asosiasi Ibu
Menyusui Indonesia) Kota Salatiga;
4. Bentuk KP ASI berupa Ayah ASI yang beranggotakan para suami guna meningkatkan peran
dan pengetahuan suami dalam pemberian ASI eksklusif;
5. Penyediaan akses terhadap informasi dan edukasi mengenai ASI eksklusif berupa penyuluhan,
sosialisasi, dan/atau konseling maupun melalui penyediaan leaflet, brosur, standing banner, dan
lainnya harus dilakukan secara terus-menerus tidak hanya sekali, karena sasaran program yang
selalu berganti setiap waktu;
6. Dinas Kesehatan harus melakukan pengawasan terhadap produsen dan distributor susu formula
dengan melakukan penyeliaan fasilitatif ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan setahun sekali agar
tidak lagi terdapat Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menjual dan/atau merekomendasikan susu
formula; dan
7. Tujuan program pemberian ASI eksklusif perlu disosialisasikan pada seluruh tenaga kesehatan
agar betul-betul dimengerti sehingga pelaksanaan program pemberian ASI eksklusif di Kota
Salatiga dapat mencapai tujuan program tersebut.

Faktor yang mempengaruhi seorang ibu akan memberikan ASI eksklusif, seperti perilaku menyusui
yang kurang dapat dukungan, pemberian makanan dan minuman sebelum ASI keluar, ibu kurang
percaya diri kalau ASI-nya cukup untuk bayi, ibu kembali bekerja, dan gencarnya promosi susu
formula. Selain itu, sikap petugas kesehatan yang kurang mendukung, lemahnya perencanaan
terpadu PP-ASI, dan seringnya tejadi pergantian personil yang berdampak terhadap program PP-ASI.
Lagipula, lemahnya sanksi pelaksanaan Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB) berdampak hanya 25% yang
masih RSSB, kurangnya integrasi dalam kurikulum tenaga kesehatan dan lintas sektor mnyebabkan
kendala dalam program PP-ASI.5 Hal ini memperihatkan kegagalan pemerintah menjamin kesehatan
dan kesejahteraan penduduk yang termaktub dalam pasal 28 UUD 1945 khususnya pasal 28 B ayat 2
yang menyatakan “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Disamping itu, UU No. 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak yang mengacu pada konvensi hak-hak anak menyebutkan ”setiap anak
berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Didasari hal tersebut perlu dikaji kebijakan pemerintah yang ada dalam rangka pemenuhan hak anak
terhadap ASI segera dan eksklusif. Apakah nilai yang ada saat ini tentang ASI hak semua bayi sudah
memenuhi trias kebijakan yaitu equity, efisien dan efektif.6-8

DAFUS

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang


pemberian ASI secara Eksklusif pada bayi di Indonesia
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota
Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan Nomor 48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, dan
1177/MENKES/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja
di Tempat Kerja
Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 56 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pemberian ASI di
Provinsi Jawa Tengah
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 3 Tahun 2010 tentang
Penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM)
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Daftar Pustaka 1. Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan. Survei demografi dan
kesehatan Indonesia 2002-2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2003. 2. Prasetyo S. Pekan air susu
ibu (ASI) sedunia campur tangan suami, hasilkan ASI lebih banyak. Jakarta: Sinar Harapan; 2003 [edisi
2003]. Diunduh dari: http://www.sinarharapan.co.id. 3. Sistem Informasi Kesehatan Kota Blitar.
Hanya 3.7% bayi memperoleh ASI [edisi 2007]. Diunduh dari: http://www.sikonline.net. 4. Redaksi.
Turun, jumlah bayi yang dapat ASI eksklusif [edisi 2007]. Diakses dari:
http://www.keluargasehat.com. 5. Departemen Kesehatan RI. Strategi nasional PP-ASI [edisi 2007].
Diunduh dari: http://www.gizi.net/kebijakan-gizi/download/starnas%0final.doc 6. Sekretariat
Jendral MPR RI, Undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945. Jakarta: Perum
Percetakan Negara; 2002. 7. Makhamah Konstitusi RI, Undang-undang dasar negara republik
Indonesia tahun 1945. Jakarta: Perum Percetakan Negara; 2006. 8. WHO, UNIKCEF, dan IDAI.
Rekomendasi pemberian makan bayi pada situasi darurat. Jakarta: WHO, UNIKCEF, dan IDAI; 2005.
9. Utami, R. Mengenal ASI eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya; 2000. 10. Suradi R. Menejemen
laktasi perkumpulan perinatologi Indonesia. Jakarta; 2007. 11. Hak bayi dirampok pengusaha susu
formula [edisi 22 Agustus 2003]. Diunduh dari: www.suarapembaruan.com. 12. State of Illinois.
Governor Blagojevich signs right to breastfeed act new law allows for breastfeeding in public places
[edisi 2007]. Diunduh dari: http://www.paho.org. 13. Baldwin EN. A look at enacting breastfeeding
legislation [edisi 2006]. Diunduh dari: http://www.lalecheleague.org/law/lawenact.html. 14.
Johnsons TD. Massachusets ban on formula samples supports breastfeeding. Washington: The
Nation’s Health; 2006 [edisi Mei 2006]. Diunduh dari: http://www.proquest.umi.com. 15. Arias DC.
Massachusets will allow formula bags. Washington: The Nation’s Health; 2006 [edisi Agustus 2006].
Diunduh dari: http://www.proquest.umi.com 16. Zimmerman R. Baby goody bags may be on the
way out; some hospitals, cities bow to breast-feeding camp, irking formula markers. Wall Street
Journal. Februari 2007 [edisi Februari 2007]. Diunduh dari: http://www.proqust.umi.com. 17.
Masshachusetts Breastfeeding Coalition. Organization that have made statements opposing
hospital-based distribution of free commercial formula discharge bags. Petitions fact sheet [edisi
2007]. Diunduh dari: http://massbfc.org/leadingOrgs.html. 18. Tesorio J. Filipina : pemerintah vs
perusahaan susu formula. [edisi April 2007]. Diunduh dari: http://www.asiacalling.kbr68h.com.i
ndex.php/archives/. 19. Redaksi. 3.869 ibu di Filipina susui bayi secara serentak. Republika online
[edisi 06 Mei 2007]. Diunduh dari: http://www.republika.co.id. 20. AP. Japan scaps plan to urge
breast-feeding. Diunduh dari: http://www.wtopnews.com. 21. Bartington S et all. Are breastfeeding
rates higher among mother delivering in baby friendly accredited maternity units in the UK. Int.
Journal of Epidemiology. 2006; 35: 1178 - 86. 22. Tri. RDPU komisi VII DPR dengan PERSAGI, PERGIZI
PANGAN, PDGMI, dan BKPP-ASI. [edisi 2004]. Diunduh dari: http://www.gizi.net/egi-bin. 23. KCM.
Turun, jumlah bayi yang dapat ASI eksklusif. Keluarga sehat.com 2007. [edisi 2007]. Diunduh dari:
http://www.keluargasehat.com/keluarga. 24. Menkokesra. Mandek, pembahasan pengaturan
pemasaran susu formula. Jakarta: Menkokesra; 2007 [edisi 2007]. Diunduh dari:
http://www.menkokesra.go.id. 25. Tri. Rekomendasi pemasaran PASI diabaikan. Jakarta: Harian
Kompas; 2003 [edisi 2003]. Diunduh dari: http://www.kompas.com.
PP 15 2013

Dalam menyediakan Ruang ASI, Pengurus Tempat Kerja dan Penyelenggara


Tempat Sarana Umum harus memperhatikan unsur-unsur:
a. perencanaan;
b. sarana dan prasarana;
c. ketenagaan; dan
d. pendanaan

Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk


mengetahui kebutuhan jumlah Ruang ASI yang harus disediakan, meliputi:
a. jumlah pekerja/buruh perempuan hamil dan menyusui
b. luas area kerja;
c. waktu/pengaturan jam kerja;
d. potensi bahaya di tempat kerja; dan
e. sarana dan prasarana;
Bagian Ketiga
Sarana dan Prasarana
Pasal 9
(1) Ruang ASI diselenggarakan pada bangunan yang permanen, dapat
merupakan ruang tersendiri atau merupakan bagian dari tempat pelayanan
kesehatan yang ada di Tempat Kerja dan Tempat Sarana Umum.
(2) Ruang ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan kesehatan.
(3) Setiap Tempat Kerja dan Tempat Sarana Tempat Umum harus menyediakan
sarana dan prasarana Ruang ASI sesuai dengan standar minimal dan sesuai
kebutuhan.

Pasal 10
Persyaratan kesehatan Ruang ASI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(2) paling sedikit meliputi:
a. tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 m2 dan/atau
disesuaikan dengan jumlah pekerja perempuan yang sedang menyusui;
b. ada pintu yang dapat dikunci, yang mudah dibuka/ditutup;
c. lantai keramik/semen/karpet;
d. memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup;
e. bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi;
f. lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan;
g. penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan;
h. kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%; dan
i. tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci
peralatan.

Peralatan Ruang ASI di Tempat Kerja sekurang-kurangnya terdiri dari


peralatan menyimpan ASI dan peralatan pendukung lainnya sesuai standar. (2)
Peralatan menyimpan ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
meliputi:

a. lemari pendingin (refrigerator) untuk menyimpan ASI;


b. gel pendingin (ice pack);
c. tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag); dan
d. sterilizer botol ASI. (3) Peralatan pendukung lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) antara lain meliputi:

a. meja tulis;
b. kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI;
c. konseling menyusui kit yang terdiri dari model payudara, boneka, cangkir
minum ASI, spuit 5cc, spuit 10 cc, dan spuit 20 cc;
d. media KIE tentang ASI dan inisiasi menyusui dini yang terdiri dari poster,
foto, leaflet, booklet, dan buku konseling menyusui);
e. lemari penyimpan alat;
f. dispenser dingin dan panas;
g. alat cuci botol;
h. tempat sampah dan penutup;
i. penyejuk ruangan (AC/Kipas angin);
j. nursing apron/kain pembatas/ pakai krey untuk memerah ASI;
k. waslap untuk kompres payudara;
l. tisu/lap tangan; dan
m. bantal untuk menopang saat menyusui.
Pasal 12
(1) Penyediaan Ruang ASI di Tempat Sarana Umum harus sesuai standar
untuk Ruang ASI.
(2) Standar untuk Ruang ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya meliputi:
a. kursi dan meja;
b. wastafel; dan
c. sabun cuci tangan.

Pelaksanaan:
1) Masukan:
Uraian tugas setiap pegawai Puskesmas;
Data capaian Puskesmas tahun sebelumnya;
Informasi tentang kebijakan, program dan konsep baru berkaitan dengan
Puskesmas;
Informasi tentang tatacara penyusunan RPK tahunan dan RPK bulanan
Puskesmas.
2) Proses:
Penggalangan tim dalam bentuk dinamika kelompok tentang peran,
tanggung jawab dan kewenangan setiap pegawai Puskesmas;
Inventarisasi kegiatan Puskesmas termasuk kegiatan lapangan/daerah
binaan;
Analisis beban kerja tiap pegawai;
Pembagian tugas baru termasuk pembagian tanggung jawab daerah binaan
(darbin);
Penyusunan RPK tahun berjalan berdasarkan RUK yang telah ditetapkan;
Penyusunan RPK bulanan berdasarkan RPK tahunan;

Anda mungkin juga menyukai