Anda di halaman 1dari 5

BIG CASTLE

Prologue
Kompleks perumahan elit di sebuah pinggiran kota, disanalah
kehidupan orang-orang bergengsi dimulai. Wanita-wanita disana
adalah istri dari seorang dokter, hakim, jaksa, profesor yang ingin
agar anak-anak mereka masuk ke universitas paling ternama di
Indonesia maupun luar negeri.
Hana, menikah dengan seorang ahli bedah ortopedi. Mereka
memiliki dua anak yakni Aisha dan Mia. Aisha adalah murid terbaik
di sekolahnya. Hampir seluruh mata pelajarannya mendapatkan nilai
sempurna. Namun disamping keluarga yang dipandang sempurna, ada
beberapa hal tersembunyi dalam keluarga ini.
Namira menikah dengan seorang profesor hukum. Mereka
memiliki seorang putri dan dua orang putra kembar. Suaminya
menekankan agar ketiga anaknya memiliki nilai yang bagus di antara
teman-temannya.
Humaira berasal dari keluarga kaya. Ayahnya pemilik perumahan
elit. Ia adalah seorang penulis. Humaira membenci Hana karena ia
menganggap Hana terlalu sombong mengenai kekayaan yang
dimilikinya dan keluarganya.
Erina dan suaminya yang seorang ahli bedah saraf adalah
penghuni baru di perumahan elit ‘BIG Castle’ bersama dengan
putranya Zaidan. Erina dan suaminya tidak pernah menuntut putranya
untuk menjadi nomor satu di sekolahnya. Namun untuk membuat
kedua orang tuanya bangga, Zaidan selalu berusaha yang terbaik.
First Place
Di jemputnya seorang siswi SMP di depan pintu gerbang
sekolahnya. Siswi itu ternyata Aisha. Selama dalam mobil kegiatan
yang dilakukannya hanyalah membaca buku.
Kursi pengemudi rupanya sudah diisi oleh ibu Aisha, Hana.
Selama mengemudi Hana asik berbincang di telepon dengan
tetangganya agar datang tepat waktu di pesta nanti malam.

‘Ini sudah pukul 16.00. Segeralah percantik dirimu agar nanti


kamu tidak terlambat, Tsamara.’ Ingat Hana.

‘Ah ya, hampir saja lupa. Aku harus mengenakan gaun apa nanti,
ya?’ Tanya Tsamara.

‘Gunakan gaun terbaikmu. Ini hari bahagia bagi Gavita’ Ujar


Hana sambil tersenyum bahagia.

Tsamara mengerti dan kemudian Hana mengakhiri panggilannya.

Sementara di salah satu kediaman, Namira memberitahu


suaminya, kalau tetangganya mengadakan sebuah pesta. Pesta
untuk kelulusan putra Gavita. Melihat wajah suaminya yang mulai
memanas membuat Namira menjadi gelisah. Ia berusaha
menjelaskan bahwa lupa untuk memberitahu Tn. Ahmad mengenai
pesta.

Aisha dan ibunya telah sampai di kediaman mereka. Hana


mengingatkan Aisha agar memastikan Mia mengenakan dress saat
pesta nanti. Setelah itu, ia mengingatkan suaminya agar
mengenakan pakaian yang telah ia siapkan di kamar.
“Kenapa kamu sangat bersemangat sekali dalam pesta ini?”
Tanya Tn. Malik yang terheran-heran.

“Haidar, dia masuk jurusan kedokteran UB. Aku harus tahu


bagaimana dia bisa mendapatka nilai bagus dan tutor mana yang
bisa membuatnya lolos. Aku harus tahu.”

“Hanya demi itu kau sampai sebahagia ini?” Tn. Malik masih
terheran.

“Ibumu igin agar cucunya bisa masuk ke jurusan kedokteran


seperti ayah dan kakeknya. Aku sudah berjanji akan memenuhi
keinginannya. Aisha harus melakukan sesuatu agar bisa masuk
jurusan kedokteran.”

“Dia bahkan belum duduk dibangku SMA.” Hana tak


menghiraukan perkataan suaminya dan langsung pergi begitu saja.

Malam hari pun tiba. Hana sudah lebih dulu datang ke pesta
lalu disusul dengan keluarga Namira. Tn. Malik dan Mia baru saja
datang dengan mengenakan kaos dan jaket begitupun putrinya.
Hana kesal dengan penampilan suami dan putrinya.

“Mia, kenapa kamu tidak mengenakan gaun yang ibu siapkan?”


Tegur Hana.

“Jika aku mengenakan gaun, ayah akan dipermalukan.” Karena


nantinya hanya ayahnya saja yang tidak memakai pakaian formal
“Sungguh, aku telah melahirkan anak yang sangat berbakti.”
Sindiran halus Hana baru saja keluar dari mulutnya.

“Dimana kakakmu?”

“Mungkin akan terlambat. Dia masih sibuk berdandan.”


Hana kesal dengan sikap Mia. Namun, kekesalannya sirna
saat melihat Aisha muncul dengan gaunnya yang cantik. Ibu dan
anak itu kemudian masuk kedalam ruangan.
Tak lama kemudian, keluarga Gavita datang. Semua orang
bersorak ria menyambut kedatangan keluarga bahagia itu. Satu
persatu dari mereka mulai memberi selamat pada keluarga Gavita
atas keberhasilan Haidar masuk UB. Semua juga memuji mengenai
keluarga yang tinggal di ‘BIG Castle’, tempat para elit dan tempat
yang tepat untuk mendidik anak-anak. Semua orang sibuk
menyombongkan diri, kecuali Humaira. Gelengan kepalanya
menandakan bahwa ia kesal dengan kesombongan para penghuni
perumahan milik ayahnya.
Hana menyaksikan kebosanan Humaira. Detik kemudian ia
menyuruh Aisha untuk mengobrol bersama Humaira.
“Aisha, ajaklah nona Humaira berbincang-bincang. Bukankah dia
pernah berkuliah di Oxford? Tanyakan padanya rahasia agar
lolos tes masuk Oxford.” Perintah Hana.
Aisha mengangguk sambil tersenyum lalu ia menghampiri
meja Humaira.

Anda mungkin juga menyukai