Abstrak : Mitigasi bencana banjir akibat keruntuhan Bendungan Benel dimaksudkan untuk
mengurangi dampak resiko bencana yang terjadi dari aspek teknis maupun non teknis. Analisa
keruntuhan Bendungan Benel dilakukan dengan menggunakan program BOSS DAMBRK.
Program BOSS DAMBRK yang digunakan dapat membuat hidrograf banjir, kedalaman banjir,
kecepatan banjir serta peta daerah genangan banjir yang nantinya akan dijadikan acuan dalam
merencanakan daerah evakuasi. Dari studi ini diperoleh hasil Bendungan Benel termasuk kategori
bendungan dengan Tingkat Klasifikasi Bahaya 3 atau Klasifikasi Bahaya Agak Tinggi. Luas
daerah genangan akibat banjir kedalaman 0 m0,60 m adalah 664.507 ha, kedalaman 0,601,50 m
adalah 1305.056 ha dan kedalaman >1,50 m adalah 2233.773 ha. Sistem mitigasi banjir yang
dilaksanakan mencakup tiga tahap yaitu sebelum terjadi banjir, saat terjadi banjir dan setelah
terjadi banjir.
Kata Kunci : Analisa Keruntuhan Bendungan, Bendungan Benel, mitigasi banjir, Program
BOSS DAMBRK
Abstract : Mitigation of floods due to the collapse of the Benel dam is intended to reduce the
impact of disasters the risk of technical and non-technical aspects. Benel Dam collapse analysis
were performed using the BOSS DAMBRK. BOSS DAMBRK program can create flood
hydrograph, flood depth, speed of floods and flood inundation maps that will be used as a
reference in planning the evacuation area. From this research, its known that the category Benel
Dam is Level 3 of Hazard Classification Danger High Bit. The area of inundation depth of 0
m0,60 m is 664 507 ha, depth 0,60 m1,50 m is 1305,056 ha and a depth of >1.50 m is 2233,773
ha. System of flood mitigation undertaken includes three stages, before the flood, during and after
the floods.
Keywords : The collapse of the Benel dam, Benel dam, Mitigation of floods, BOSS DAMBRK
program
193
194 Jurnal Teknik Pengairan, Volume 7, Nomor 2, Desember 2016, hlm 193-204
Melaya dan Desa Brangbang, Kecamatan pertanian dan bangunan fasilitas umum,
Negara, Kabupaten Jembrana. misalnya jembatan, jalan raya, gedung sekolah,
Dalam studi ini akan dikaji lebih lanjut dan lain-lain, maka perlu dilakukan analisa
mengenai dampak adanya kegiatan pembuatan mengenai perilaku atau pergerakan banjir
Bendungan Benel di Kabupaten Jembrana. akibat runtuhnya bendungan ke arah hilir serta
Karena disatu sisi pembuatan bendungan upaya penyelamatan dini yaitu persiapan
mempunyai nilai manfaat yang besar akan daerah dan jalur evakuasi.
tetapi disisi yang lain juga menyimpan Dengan demikian maksud dan tujuan dari
berbagai potensi bahaya atau permasalahan penulisan tesis ini adalah mengetahui sebaran
yang besar mengingat sifatnya yang termasuk daerah bahaya banjir, waktu datang dan lama
kedalam heavy construction. Selain mengkaji genangan banjir, kecepatan aliran banjir dan
dampak yang terjadi akibat kegagalan kedalaman banjir serta mengetahui indikasi
bendungan dalam studi ini juga mengkaji terjadinya kegagalan bendungan dan rencana
upaya yang dilakukan dalam mengatisipasi daerah evakuasi banjir.
bencana atau sistem mitigasi (mitigation).
TINJAUAN PUSTAKA
Identifikasi Masalah
Perencanaan bendungan harus didukung Analisa Hidrologi
dengan adanya suatu Pedoman Rencana Salah satu input data hasil analisa hidrologi
Tindak Darurat (RTD) sebagai salah satu yang digunakan dalam analisa penelusuran
standar atau pedoman dalam pengamanan banjir akibat keruntuhan bendungan adalah
bendungan apabila terjadi kegagalan debit banjir desain yaitu debit banjir PMF
bendungan. (Probable Maximum Flood) sesuai dengan
Pedoman ini mengacu pada Peraturan curah hujan maksimum boleh jadi (Probable
Menteri Pekerjaan Umum No. 72/PRT/1997 Maximum Precipitation/PMP) yang terjadi
tentang Keamanan Bendungan dan Lampiran pada daerah studi. Kegiatan analisa hidrologi
Keputusan Dirjen Pengairan No. yang dilakukan meliputi :
94/KPTS/A/1998 tanggal 30 Juli 1998 tentang
Pedoman Penyiapan Rencana Tindak Darurat. 1. Analisa Frekuensi
Pedoman ini merupakan salah satu upaya Dalam hirdrologi, analisa tersebut dipakai
mitigasi bencana banjir yang berfungsi antara untuk menentukan besarnya curah hujan
lain : dan debit banjir rancangan dengan kala
1. Sebagai panduan atau petunjuk bagi ulang tertentu Metode analisa frekuensi
pemilik/pengelola bendungan dalam yang digunakan ditentukan berdasarkan
melakukan tindakan saat terjadi keadaan hasil analisa nilai parameter statistik
darurat bendungan, sehingga dapat koefisien kemencengan (skewness) atau Cs,
dicegah terjadinya keruntuhan bendungan. dan koefisien kepuncakan (kurtosis) atau
2. Sebagai panduan bagi instansi terkait Ck sesuai persyaratan statistik dari
untuk melaksanakan tindak darurat beberapa distribusi (Harto, 1993,245) :
maupun evakuasi atau pengungsian
penduduk yang terkena resiko bila terjadi a. Distribusi Normal : -0.05<Cs<0.05
keadaan darurat berupa penyelamatan 2.7<Ck<3.3
penduduk di bagian hilir bendungan yang b. Distribusi Gumbel : Cs > 1.1395
akan terkena banjir termasuk pemikiran Ck > 5.4
upaya mengurangi kerugian harta benda c. Distribusi Log Pearson : tidak ada
yang diakibatkan apabila bendungan batasan
mengalami keruntuhan.
3. Sebagai petunjuk arah evakuasi apabila 2. Curah Hujan Rancangan
terjadi kegagalan bendungan. Analisa curah hujan rancangan dengan
metode distribusi Gumbel dan Log Pearson
Maksud dan Tujuan Type III dilakukan menggunakan
Mengingat bencana yang mungkin terjadi persamaan distribusi frekuensi empiris
yang diakibatkan oleh runtuhnya Bendungan sebagai berikut (Soemarto, 1999) :
Benel dan situasi dibagian hilir bendungan,
dimana terdapat daerah pemukiman, daerah a. Distribusi Gumbel
Murdhianti,dkk. Mitigasi Bencana Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan Berdasarkan Dambreak Analysis 195
XT X
S
YT Yn 3. Probable Maximum Precipitation (PMP)
Curah hujan rancangan yang akan
Sn (1)
digunakan ditentukan berdasarkan curah
( Xi X )
2
hujan maksimum boleh jadi (PMP) dihitung
S dengan menggunakan metode Hersfield
n 1 (2)
sebagai berikut (RSNI T-02-2004)
XT = nilai hujan rencana dengan data XPMP = X + Km . S (7)
ukur T tahun. dimana:
X = nilai rata-rata hujan XPMP = curah hujan maximum boleh jadi
S = simpangan baku = nilai rata-rata curah hujan
YT = nilai reduksi variat ( reduced X
variate ) dari variabel yang Km = faktor koefisien Hersfield
diharapkan terjadi pada periode (berdasarkan durasi hujan dan
ulang T tahun hujan maksimum rata-rata
tahunan X
b. Distribusi Log Pearson III S = standard deviasi
Persamaan distribusi Log Pearson Tipe
III adalah mengubah data hujan Program DAMBRK
sebanyak n buah X1, X2, .... Xi menjadi Program DAMBRK dapat menirukan
log X1, X2, ..... log Xi (C.D. Soemarto, (mensimulasikan) keruntuhan bendungan,
1987). menghitung hidrograf aliran keluar (outflow
hydrograph) dan mensimulasikan gerakan
Nilai Rata – rata : gelombang banjir akibat keruntuhan
n bendungan (dam break flood) lewat lembah di
Log X
i=l
i
hilir bendungan. Hasil hitungan dengan
DAMBRK ini dapat dipakai untuk membuat
Log X = peta genangan yang potensial, menetapkan
n (3) waktu tempuh (travel time) dari berbagai
bagian dari gelombang banjir ke lokasi di hilir,
Standar Deviasi : dan mengevaluasi pengaruh hal-hal yang tidak
log X
n
2 menentu (uncertainties) dalam parameter
i log X keruntuhan bendungan.
Sd i 1 Kemampuan model program DAMBRK yang
n 1 (4) lain, yaitu :
a. Kesanggupan untuk menangani suatu
Koefisien Skewness : deretan bendung yang hancur dalam sungai
n tunggal hanya dalam sekali proses
n ( log X - log X i )3 komputer.
b. Kesanggupan simulasi pengaruh alur sungai
i= l
Cs = meandering dalam dataran banjir yang lebar
(n - 1) (n - 2) . ( Sd ') 3 (5) c. Kesanggupan untuk simulasi aliran
dengan : subkritis dan superkritis dalam routing yang
Log X = nilai rata-rata sama
Log Xi = nilai varian ke i d. Kesanggupan untuk menelusur (routing)
n = banyaknya data hidrograf tertentu dengan menggunakan
Sd = standar deviasi dynamic routing
Cs = koefisien Skewness e. Kesanggupan simulasi pengaruh backwater
dari kehancuran bendungan yang merambat
Sehingga nilai X bagi setiap tingkat lewat pertemuan anak sungai dengan sungai
probabilitas dapat dihitung dari induknya.
persamaan :
Keterbatasan model program DAMBRK :
Log Xt = log X + G . Sd (6) a. Kehancuran bendungan di jaringan sungai
dendritik (dalam mana bendungannya tidak
196 Jurnal Teknik Pengairan, Volume 7, Nomor 2, Desember 2016, hlm 193-204
175
Elevasi ( m )
Luas ( Ha )
D
160 160
Br
155 155
150
El. Crest Spillway : El. + 171,50 m 150
h 1 6 3
2 h Vol. Tampungan : 1,61 x 10 m
h 145 145
h 140 140
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00
b Volume ( jt m³ )
hf Bendungan :
hb Tipe : Urugan batu dengan inti
b Elevasi puncak bendungan : 175.50 m
Tinggi bendungan : 37.50 m
Gambar 2. Pola rekahan bendungan
Panjang puncak bendungan : 211.00 m
akibat piping
Lebar puncak bendungan : 8.00 m
Murdhianti,dkk. Mitigasi Bencana Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan Berdasarkan Dambreak Analysis 197
b4 EL. (4)
b3 EL. (3)
b2 EL. (2)
EL. (1)
b1
Beton 0.012
Dasar tanah dengan pinggiran :
- beton 0.017
9. Parameter Rekahan
- batu mortar
- rip rap
0.020
0.023
Lebar rekahan yang terjadi pada waktu
Sungai alami :
Bersih, beralur lurus 0.030
bendungan mengalami keruntuhan,
Bersih, berkelok-kelok
Dataran banjir
0.040 maupun waktu terjadinya rekahan tersebut,
Padang rumput, tanpa semak, rumput lebat 0.003 ditetapkan sendiri dengan batasan-batasan
Lahan panen 0.003
Semak-semak padat 0.070 tertentu (User’s Manual Boss Dambrk,
Padat akan pohon 0.100
1991). Dimana batasan tersebut ditetapkan
Sumber : Chow, 1998
berdasarkan pengalaman dari pengamatan
198 Jurnal Teknik Pengairan, Volume 7, Nomor 2, Desember 2016, hlm 193-204
akan lebih besar daripada overtopping. Dengan Jumlah 5,115 1,281 1,281
demikian tinggi banjir akibat piping ini yang
Sumber : Hasil Perhitungan
akan digunakan untuk menyusun peta
genangan banjir. E. Sistem Evakuasi
Debit puncak banjir yang terjadi yang Sistem evakuasi ditentukan berdasarkan
menyebabkan terjadinya keruntuhan hasil analisis dari waktu tiba banjir. Sebagai
bendungan adalah : gambaran, waktu tiba banjir di Desa Mekarsari
a. Kondisi overtopping : 2880,0 m3/det Timur yang merupakan desa terdekat di hilir
b. Kondisi piping : 3658,0 m3/det Bendungan Benel dengan jarak sekitar 1 km
Murdhianti,dkk. Mitigasi Bencana Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan Berdasarkan Dambreak Analysis 201
adalah sekitar 1 jam 18 menit, sementara pada 1. Terbebas dari genangan air/banjir.
Desa Candikusuma, Kecamatan Malaya, 2. Desa terdekat .
Kabupaten Jembrana yang terletak paling jauh 3. Tidak menyeberang sungai.
dari Bendungan Benel dengan jarak sekitar 4. Ada jalan menuju pengungsian yang dapat
16,40 km adalah lebih kurang 3 jam 18 menit. dilalui kendaraan.
Berdasarkan kondisi tersebut dapat dilihat 5. Tidak menuju arah datangnya banjir.
bahwa waktu antara runtuhnya Bendungan 6. Kemudahan prasarana antara lain jalan
Benel dengan tibanya banjir pada lokasi masuk, air bersih, listrik dan MCK.
terkena banjir masih dapat dimanfaatkan untuk 7. Kemudahan memperoleh sarana antara lain
proses pengungsian. Berikut ini disajikan tabel tenda, tenaga medis, obat-obatan dan lain-
daerah terkena resiko banjir, waktu tiba banjir lain.
dan daerah evakuasi akibat keruntuhan Sedangkan sarana dan prasarana yang
bendungan : diperlukan selama proses evakuasi antara lain :
- Sarana transportasi
Tabel 11. Daerah Terkena Resiko dan Waktu a. Truk / Bus : 50 orang / unit
Tiba Banjir akibat Keruntuhan b. Pick Up : 10 orang / unit
Bendungan Benel c. Colt : 8 orang / unit
No.
Daerah Terkena Resiko Jarak Waktu Tiba Banjir d. Mini bus : 25 orang / unit
Kampung Desa dam Jam Menit
- Ruang berteduh (papan/tenda)
1 Mekarsari Timur Manistutu 1.00 1 18
- Bahan makanan
2 Munduk Kendung Utara Berangbang 2.40 1 30
3 Munduk Kendung Selatan Berangbang 3.80 1 30
- Air Bersih
4 Benel Utara Manistutu 4.60 1 30 - Obat-obatan
5 Lip lip Utara Kaliakah 4.60 1 30
6 Benel Selatan Manistutu 5.80 1 36
F. Sistem Siaga Bendungan
7 Pangkungbuluh Kangin Kaliakah 6.10 1 42
8 Katulampa Kelod & P.Manistutu Manistutu 6.60 1 42
Salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam
9 Pangkungbuluh Kauh Kaliakah 8.00 1 42 mengantisipasi bencana khususnya akibat
10 Pebuahan Banyubiru 12.50 2 18 kegagalan bendungan adalah menyiapkan
11 Mundukkranti Tukadaya 12.50 2 18
suatu pedoman siaga banjir yang disesuaikan
12 Mundukbayur Tuwed 15.60 3 0
13 Candikusuma Candikusuma 16.40 3 18
dengan karakteristik bendungan.
Jembrana. Keadaan di hilir sudah cukup 664.507 ha, pada DB II ( kedalaman 0,60 ~
layak untuk ditempati kembali, jika : 1,50 m) sebesar 1305.056 ha dan pada DB I
a. Air dari genangan waduk sudah tidak (kedalaman > 1,50 m) sebesat 2233.773 ha.
lagi mengeluarkan air dalam jumlah 5. Pengungsian hanya dilakukan dengan
yang cukup besar atau membahayakan, alasan yang sangat kuat karena adanya
dimana hal ini telah dinyatakan aman ancaman banjir akibat runtuhnya
oleh Balai Bendungan melalui Balai bendungan terutama terhadap Daerah
Wilayah Sungai Bali - Penida sebagai Bahaya 1 dan Daerah Bahaya 2.
pihak Pengelola Bendungan. 7. Sistem mitigasi bencana banjir yang
b. Air yang menggenang didaerah tersebut direncanakan akibat keruntuhan Bendungan
telah surut dengan kedalaman dibawah Benel adalah sebagai berikut :
0,60 m, dan telah dilakukan perbaikan a. Sebelum terjadi bencana
atau pembersihan sehingga sudah tidak - Melakukan monitoring instrumentasi
membahayakan lagi untuk dihuni. bendungan dan memeriksa bagian
Pengakhiran Keadaan Darurat ini bendungan atau pondasi yang rusak.
harus disepakati oleh Pihak Balai Wilayah - Melakukan analisis terhadap
Sungai Bali - Penida selaku Pengelola kerusakan dan anomali yang terjadi.
Bendungan, Bupati Jembrana selaku - Segera melakukan perbaikan atau
Pemerintah Kabupaten Jembrana, dan rehabilitasi pada setiap bagian tubuh
melibatkan Dinas Informasi dan bendungan yang kondisinya
Komunikasi Kabupaten Jembrana. Berita mengalami kerusakan.
ini harus disiarkan secara resmi kepada - Menentukan lokasi daerah evakuasi
masyarakat melalui media massa seperti dan melakukan sosialisasi rencana
radio, televisi ataupun media cetak. daerah evakuasi terhadap masyarakat
yang terkena dampak banjir.
KESIMPULAN DAN SARAN b. Saat terjadi bencana
Berdasarkan hasil perhitungan dan - Sebelum mengungsi ke daerah
analisa data yang telah dilakukan, maka dapat evakuasi mematikan aliran listrik
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : dalam rumah atau menghubungi PLN
1. Berdasarkan tinggi banjir hasil analisis untuk mematikan aliran listrik di
keruntuhan bendungan akibat overtopping wilayah yang terkena dampak banjir.
maupun piping, diketahui bahwa elevasi - Mengungsi ke lokasi daerah evakuasi
muka air banjir akibat piping lebih tinggi yang telah ditentukan mengikuti jalur
daripada akibat overtopping, sehingga evakuasi yang sudah direncanakan.
menyebabkan penduduk terkena resiko c. Setelah terjadi bencana
akibat piping akan lebih besar daripada - Secepatnya membersihkan rumah,
overtopping. Dengan demikian tinggi banjir terutama bagian lantai menggunakan
akibat piping ini yang akan digunakan antiseptik untuk membunuh kuman.
untuk menyusun peta genangan banjir. - Mewaspadai terjangkitnya virus atau
3. Analisa keruntuhan bendungan Benel yang kuman yang menyebabkan terjadinya
terjadi akibat piping dengan debit outflow wabah penyakit yang bisa saja terjadi
sebesar 3658,0 m3/dt pada km. 0 (nol). karena kondisi air yang tergenang
4. Klasifikasi Bahaya Bendungan Benel selama beberapa waktu.
diperhitungkan berdasarkan pada jumlah Berdasarkan kesimpulan yang telah
penduduk secara kumulatif yang bermukim dikemukakan tersebut diatas, berikut ini
di bagian hilir bendungan yang akan disampaikan beberapa saran yang terkait
terkena bencana. Estimasi jumlah penduduk dengan studi ini antara lain :
terkena resiko adalah sebesar 1281 KK, 1. Perlu dibangun sistem peramalan banjir dan
maka Bendungan Benel termasuk kategori peringatan dini (Flood Warning and
bendungan dengan Tingkat Klasifikasi Forcasting System) untuk Bendungan Benel
Bahaya 3 atau Bahaya Agak Tinggi. berupa pemasangan perangkat telemetry
Sedangkan luas daerah banjir yang terjadi warning system. Pembangunan telemetry
pada hilir Bendungan Benel sesuai dengan warning system Bendungan Benel
sistem klasifikasi bahaya banjir yaitu pada hendaknya dilengkapi dengan pemasangan
DB III (kedalaman 0 ~ 0,60 m) sebesar perangkat Automatic Water Level Record
204 Jurnal Teknik Pengairan, Volume 7, Nomor 2, Desember 2016, hlm 193-204