Anda di halaman 1dari 7

MODEL-MODEL TENTANG EFEK KOMUNIKASI MASSA

‘’ Makalah ini di ajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi
Komunikasi”

Dosen Pengampu:

Ninuk Riswandari, M.Si

Oleh

Irnawati Rosidah(201869090008)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2019
MODEL-MODEL TENTANG EFEK KOMUNIKASI MASSA
Berikut ini dikemukakan model-model proses komunikasi massa :

A. Model Efek Tidak Terbatas (unlimited effect)

Teori peluru (Bullet Theory Model) merupakan teori pertama tentang pengaruh
atau efek komunikasi massa terhadap khalayaknya. Teori peluru ini pertama kali
dikemukakan oleh Wilbur Schramm dan memiliki beberapa macam istilah yang masing-
masing dicetuskan oleh sebagian para pakar teori komunikasi. Istilah itu di antaranya:

1) Teori Jarum Suntik (Hypodermic needle theory) yang dikemukakan oleh David K.
Berlo

Istilah model jarum hipodermik dalam komunikasi massa diartikan


sebagai media massa yang dapat menimbulkan efek yang kuat, langsung,
terarah,dan segera. jarum hipodermik mengansumsikan bahwa media memiliki
kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-
apa. Teori ini mengansumsikan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan
peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif)

Model jarum suntik pada dasarnya adalah aliran satu tahap (one step flow),
yaitu media massa langsung kepada khalayak sebagai mass audiance. Model ini
mengasumsikan media massa secara langsung, cepat, dan mempunyai efek yang
amat kuat atas mass audiance.

2) Teori Stimulus-Respons oleh DeFleur dan Ball-Rokeach.

Teori stimulus-respons ini pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar


yang sederhana, dimana efek merupakan suatu reaksi terhadap stimulus tertentu.
Dengan demikian, seseorang dapat menjelaskan suatu kaitan erat antara pesan-
pesan media dan reaksi audience.

Dalam masyarakat massa, dimana prinsip atimulus-respons


mengasumsikan bahwa pesan informasi dipersiapkan oleh media dan
didistribusikan secara sistematis dan dalam skala yang luas. Sehingga secara
serempak pesan tersebut dapat diterima oleh sejumlah besar individu, bukan pada
perorangan. elemen-elemen utama pada teori ini diantaranya ialah

a) Pesan(stimulus)
b) Seseorang Penerima atau Receiver (Organisme)
c) Efek (respons)
B. Model Efek Terbatas (limited effects model)

Model ini muncul sekitar tahun 1940, ketika para ilmuwan sosial menjadi tertarik
oleh efek-efek langsung dan kuat yang ditimbulkan oleh media massa atas individu-
individu. Sejak saat itu, mulai dilakukan penelitian-penelitian ilmiah, yang semuanya
menunjukkan kesimpulan yang sama. Diantara Teori komunikasi massa dengan model
terbatas ini diantaranya :

1) Komunikasi Dua Tahap (two step flow) dikemukakan oleh Paul F. Lazarfeld.
Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet (1940)
yang menyatakan, pesan-pesan media tidak seluruhnya mencapai mass
audience secara langsung, sebagian besar malahan berlangsung secara bertahap
(Bungin, 2006). Teori komunikasi dua tahap memiliki asumsi-asumsisebagai
berikut :
https://ade-nuraini.blogspot.com/2012/04/model-komunikasi-satu-dan-dua-
tahap.html
a) Warga masyarakat pada dasarnya tidak hidup secara terisolasi, melainkan
aktif berinteraksi satu sama lainnya dan menjadi anggota dari satu atau
beberapa kalompok social
b) Tanggapan dan reaksi terhadap pesan-pesan media massa tidak terjadi
secara langsung dan segera, tetapi melalui perantara yakni hubungan-
hubungan social
c) Para pemuka pendapat umumnya merupakan sekumpulan orang yang aktif
yang menggunakan media massa serta berperan sebagai sumber dan
rujukan informasi yang berpengaruh.

Menurut model ini, komunikasi massa hanya akan efektif, khususnya dalam
mengubah sikap dan perilaku (behaviour change), apabila ia dikombinasikan
penggunaannya dengan komunikasi antarpribadi (interpersonal communication).

2) The Uses and Gratifications Approach dikemukakan oleh Elihu Katz, Jay G.
Blumler, Michael Gurevitch(1959)
Pendekatan tentang kebutuhan individu terhadap pesan-pesan media
berdasarkan asas manfaat dan kepuasan. Menurut pendekatan ini, komunikasi
massa mempunyai kapasitas menawarkan sejumlah pesan yang dapat
dimanfaatkan oleh komunikannya, sekaligus dapat memuaskan berbagai
kebutuhannya. Teori ini memiliki 5 asumsi dasar yaitu (Morissan, 2013) :
a) Audien aktif dan berorientasi pada tujuan ketika menggunakan media
b) Inisiatif untuk mendapatkan kepuasan media ditentukan audien
c) Media bersaing dengan kepuasan lain
d) Audien sadar sepenuhnya terhadap ketertarikan,motif, dan penggunaan
media
3) Teori Dependensi Media dikemukakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin
DeFleur(1976)
Teori dependensi media merupakan suatu pendekatan struktur sosial yang
berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern. Dibangun
berdasarkan gagasan bahwa semakin orang tergantung pada media massa untuk
memenuhi kebutuhannya maka peran media massa dalam hidup seseorang
dipandang menjadi sangat penting dan karena itu media massa akan memiliki
pengaruh yang besar terhadap orang tersebut.
Menurut teori dependensi media, media sadar akan kemampuannya
menciptakan hubungan ketergantungan dengan khalayak sasaran dan
menggunakan kekuatannya untuk mencapai tujuan. Hubungan ketergantungan ini
dibentuk melalui empat tahapan, yaitu :

a) Individu tertarik pada media yang menawarkan berbagai konten yang


dapat memenuhi kebutuhan mereka tentang pemahaman, informasi, dan
hiburan.
b) Hubungan ketergantungan dimulai dengan intensitas yang berbeda.
Semakin tinggi intensitasnya maka akan semakin kuat rangsangan kognitif
dan afektif. Rangsangan kognitif berfungsi untuk meningkatkan dan
mempertahankan tingkat perhatian individu sedangkan rangsangan afektif
berfungsi untuk meningkatkan tingkat kepuasan individu.
c) Kedua rangsangan ini kemudian mengaktifkan tingkat keterlibatan yang
lebih tinggi yang memungkinkan pemrosesan dan penghafalan informasi.
d) Keterlibatan yang besar memungkinkan semakin meningkatnya efek
media pada individu di tingkat kognitif, afektif, dan perilaku dalam jangka
panjang.

4) Teori Framing dikemukakan oleh Erving Goffman


Teori framing dibangun berdasarkan asumsi bagaimana sebuah isu yang
dicirikan dalam pelaporan berita dapat memiliki pengaruh terhadap bagaimana isu
tersebut dipahami oleh khalayak. Dengan kata lain, media mengarahkan
perhatian publik kepada tema tertentu pilihan jurnalis yang mengakibatkan
khalayak membuat keputusan apa yang dipikirkan. Asumsi ini berasal dari
pemikiran agenda setting. Jurnalis tidak hanya memilih topik yang akan
disampaikan kepada khalayak, melainkan juga terlibat dalam proses bagaimana
berita tersebut disuguhkan dan frames dimana berita tersebut disajikan.

Frame merujuk pada cara media dan penjaga pintu gerbang media atau
media gatekeeper mengatur dan menyajikan berbagai peristiwa serta isu-isu yang
mereka liput. Frame juga merujuk pada cara khalayak menafsirkan apa yang
disajikan oleh media. Frames merupakan gagasan abstrak yang berfungsi untuk
mengatur atau menyusun makna sosial. Frames mempengaruhi persepsi khalayak
terhadap berita. Framing tidak hanya mengatakan apa yang harus dipikirkan
melainkan bagiamana memikirkan hal tersebut.

Framing adalah sebuah proses dimana komunikator, secara sadar atau


tidak sadar, berperan untuk membentuk sebuah sudut pandang yang mendorong
berbagai realitas dari situasi yang diberikan untuk diinterpreatsikan oleh pihak
lain ke dalam beberapa cara. Frames bekerja dalam 4 (empat) macam cara yaitu :
a) Frames mendefinisikan masalah.
b) Frames mendiagnosa penyebab.
c) Frames membuat penilaian moral.
d) Frames menyarankan pengulangan

C. Model Efek Kumulatif Media

Periode ini meliputi hasil penelitian efek media yang berlangsung pada tahun
1960an. Pada periode ini kekuatan efek media massa menemukan kembali jati dirinya.
Berbagai model yang menggambarkan efek kumulatif media diantaranya adalah

1) The Information-Seeking Paradigm dikemukakan oleh Donohew dan Tipton (1973)


Menjelaskan tentang pencarian, pengindraan dan pemrosesan informasi,
disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tentang kesesuaian sikap. Salah
satu asumsi utamanya adalah bahwa orang cenderung untuk menghindari informasi
yang tidak sesuai dengan image of reality-nya karena informasi itu bisa saja
membahayakan (Bungin, 2006). Information seeking adalah proses atau kegiatan
yang mencoba untuk mendapatkan informasi dan teknologi baik dalam konteks
manusia

2) The Agenda-Setting Function dikemukakan oleh Maxwell E. McComb dan Donald L.


Shaw (1972)
Model ini menunjuk pada kemampuan media massa untuk bertindak selaku
agenda (catatan harian) komunikan-komunikannya. Hal ini disebabkan media
memiliki kapasitas untuk memilih materi atau isi pesan bagi komunikannya. Materi
atau isi pesan ini diterima komunikan sebagai sesuatu yang penting yang dapat
mempengaruhi sikap dan perilakunya mengenai sesuatu hal (Bungin, 2006). Teori ini
memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut :
a) Masyarakat pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka
menyaring dan membentuk isu.
b) Konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk
ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting dari pada isu-isu lain.

3) Teori Kultivasi (George Gerbner, 1969)


Teori kultivasi atau disebut juga dengan analisis kultivasi adalah teori yang
memperkirakan dan menjelaskan pembentukan persepsi, pengertian dan
kepercayaanmengenai dunia sebagai hasil dari mengonsumsi pesan media, khususnya
tv, menyebabkan munculnya kepercayaan tertentu mengenai realitas yang dimiliki
bersama oleh konsumen media massa.
Penelitian Cultural Indicators yang diprakarsai oleh Gerbner memiliki lima
asumsi dasar yang merupakan respon terhadap asumsi yang dirumuskan oleh kaum
postpositivisme di awal tahun 1970an. Kelima asumsi dasar tersebut adalah sebagai
berikut :

a) Dikarenakan isi media televisi diproduksi secara masal dan berperan


penting dalam budaya Amerika, maka televisi dipandang memiliki
pengaruh yang besar dibandingkan dengan bentuk media massa lainnya.
b) Televisi tidak menyebabkan perilaku kekerasan, namun televisi berperan
dalam membentuk sikap dan kepercayaan tentang masyarakat dan orang
lain.
c) Televisi menanamkan nilai-nilai serta sikap yang telah ada dalam budaya.
Televisi memberikan pelayanan untuk memperkuat status quo bukan untuk
melawannya.
d) Menonton televisi selama lebih dari empat jam sehari dapat menyebabkan
mean world syndrome.
e) Televisi tidak merefleksikan realitas namun menciptakan realitas alternative

4) Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence) yang di kemukakan oleh Elisabeth


Noelle-Nuemann(1974)
Menurut teori ini, orang akan cenderung melakukan berbagai tindakan tersebut
ketika mereka menganggap orang lain akan memiliki pandangan serupa dengan
pesan-pesan yang kita kemukakan, sebaliknya orang akan menghindari tindakan
tersebut jika ia menilai banyak orang yang tidak sepandangan dengan pesan yang
akan kita sampaikan.
Teori sepiral keheningan (spiral of silence) menyandarkan gagasannya pada
tiga asumsi dasar yaitu :
a) Individu dengan pandangan menyimpang akan terancam terisolir dari
masyarakat
b) Kekhawatiran akan terisolir menyebabkan individu selalu mempertimbangkan
situasi iklim pendapat sepanjang waktu
c) Perilaku public dipengaruhi oleh penilaian terhadap opini public.

D. Pengaruh Media Dalam Lingkungan Media Baru

Berkembangnya internet sebagai media komunikasi sejak tahun 1990an serta


pengaruh media sosial dan efek media sosial yang ditimbulkan dari penggunaan media
komunikasi modern lainnya tidak luput dari minta para peneliti. Periode ini ditandai
dengan berbagai penelitian tentang efek komunikasi bermedia komputer terhadap
individu atau kelompok.
Periode ini meliputi hasil penelitian efek media yang berlangsung sekitaran tahun
1980an hingga kini. Berbagai model atau teori yang menggambarkan efek media dalam
lingkungan media baru diantaranya adalah

1) Teori Kekayaan Media

2) Teori Proses Infromasi Sosial

3) Model Identitas Sosial Efek Deindividuasi

Anda mungkin juga menyukai