Anda di halaman 1dari 10

SISTEM PEMBAYARAN

Sistem Pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme
yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang
timbul dari suatu kegiatan ekonomi.

Komponen SP: alat pembayaran, mekanisme kliring hingga penyelesaian akhir (settlement),
lembaga yang terlibat dalam menyelenggarakan sistem pembayaran, termasuk dalam hal ini
adalah bank, lembaga keuangan selain bank, lembaga bukan bank penyelenggara transfer dana,
perusahaan switching bahkan hingga bank sentral.

Evolusi Alat Pembayaran


Awal mula alat pembayaran dikenal dengan sistem barter antarbarang yang diperjualbelikan.
Dalam perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang
lebih dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran
utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya alat pembayaran terus berkembang dari alat
pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non cash) seperti alat pembayaran
berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu dikenal juga alat
pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card-
based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar).

Alat Pembayaran Tunai


Alat pembayaran tunai lebih banyak menggunakan uang kartal (uang kertas dan logam).
Namun patut diketahui bahwa pemakaian uang kartal memiliki kendala dalam hal efisiensi.
Hal itu bisa terjadi karena biaya pengadaan dan pengelolaan (cash handling) terbilang mahal. Hal
itu belum lagi memperhitungkan inefisiensi dalam waktu pembayaran. Misalnya, ketika Anda
menunggu melakukan pembayaran di loket pembayaran yang relatif memakan waktu cukup lama
karena antrian yang panjang. Sementara itu, bila melakukan transaksi dalam jumlah besar juga
mengundang risiko seperti pencurian, perampokan dan pemalsuan uang.
Menyadari ketidak-nyamanan dan in-efisien memakai uang kartal, BI berinisiatif dan akan
terus mendorong untuk membangun masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran
nontunai atau Less Cash Society (LCS).

Alat Pembayaran Nontunai


Alat pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Jasa
pembayaran nontunai yang dilakukan bank maupun lembaga selain bank (LSB), baik dalam
proses pengiriman dana, penyelenggara kliring maupun sistem penyelesaian akhir (settlement)
sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai
besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement)
dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI-RTGS adalah muara seluruh penyelesaian
transaksi keuangan di Indonesia.
Melihat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran nasional, sudah barang
tentu harus dijaga kontinuitas dan stabilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS ini ngadat atau
mengalami gangguan jelas akan sangat menganggu kelancaran dan stabilitas sistem keuangan di
dalam negeri. Untuk itulah BI sangat peduli menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan
sebagai Systemically Important Payment System (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses
transaksi pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent) dengan mengelola risiko,
desain, kehandalan teknologi, jaringan pendukung dan aturan main dalam SIPS. Selain SIPS
dikenal pula System Wide Important Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan
oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini. BI juga
peduli dengan SWIPS karena sifat sistem yang digunakan secara luas oleh masyarakat.
Apabila terjadi gangguan maka kepentingan masyarakat untuk melakukan pembayaran akan
terganggu pula, termasuk kepercayaan terhadap sistem dan alat-alat pembayaran yang diproses
dalam sistem.
KEBIJAKAN MONETER

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil oleh bank sentral atau Bank Indonesia
dengan tujuan memelihara dan mencapai stabilitas nilai mata uang yang dapat dilakukan antara
lain dengan pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat dan penetapan suku bunga.
Tujuan kebijakan moneter tidak statis, namun bersifat dinamis karena selalu disesuaikan
dengan kebutuhan perekonomian suatu negara. Akan tetapi, kebanyakan negara menetapkan
empat hal yang menjadi tujuan dari kebijakan moneter, yaitu:
1. Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.
2. Kesempatan kerja.
3. Kestabilan harga.
4. Keseimbangan neraca pembayaran.

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang
sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7.
Kestabilan rupiah yang dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama kestabilan nilai
rupiah adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dari
perkembangan laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan perkembangan nilai
tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Dalam konteks perkembangan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain, Indonesia
menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat
penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia
juga menjalankan kebijakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar agar sesuai dengan nilai
fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.
Dalam upaya mencapai tujuan rersebut, Bank Indonesia sejak 1 Juli 2005 menerapkan
kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kebijakan tersebut
dipandang sesuai dengan mandat dan aspek kelembagaan yang diamanatkan oleh Undang-
Undang. Dalam kerangka ini, inflasi merupakan sasaran yang diutamakan (overriding objective).
Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan berbagai penyempurnaan kerangka kebijakan
moneter, sesuai dengan perubahan dinamika dan tantangan perekonomian yang terjadi, guna
memperkuat efektivitasnya.
Instrumen-instrumen yang biasa digunakan oleh pemerintah dalam pengambilan kebijakan
moneter adalah:
1. Kebijakan Operasi Pasar Terbuka
Operasi pasar terbuka adalah salah satu kebijakan yang diambil bank sentral untuk
mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan dengan cara menjual
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau membeli surat berharga di pasar modal.
2. Kebijakan Diskonto
Diskonto adalah pemerintah mengurangi atau menambah jumlah uang beredar dengan cara
mengubah diskonto bank umum. Jika bank sentral memperhitungkan jumlah uang beredar telah
melebihi kebutuhan (gejala inflasi), bank sentral mengeluarkan keputusan untuk menaikkan suku
bunga. Dengan menaikkan suku bunga akan merangsang keinginan orang untuk menabung.
3. Kebijakan Cadangan Kas
Bank sentral dapat membuat peraturan untuk menaikkan atau menurunkan cadangan kas
(cash ratio). Bank umum, menerima uang dari nasabah dalam bentuk giro, tabungan, deposito,
sertifikat deposito, dan jenis tabungan lainnya. Ada persentase tertentu dari uang yang disetorkan
nasabah dan tidak boleh dipinjamkan.
4. Kebijakan Kredit Ketat
Kredit tetap diberikan bank umum, tetapi pemberiannya harus benar-benar didasarkan pada
syarat 5C, yaitu Character, Capability, Collateral, Capital, dan Condition of Economy. Dengan
kebijakan kredit ketat, jumlah uang yang beredar dapat diawasi. Langkah kebijakan ini biasa
diambil pada saat ekonomi sedang mengalami gejala inflasi.
5. Kebijakan Dorongan Moral
Bank sentral dapat juga memengaruhi jumlah uang beredar dengan berbagai pengumuman,
pidato, dan edaran yang ditujukan pada bank umum dan pelaku moneter lainnya. Isi
pengumuman, pidato, dan edaran dapat berupa ajakan atau larangan untuk menahan pinjaman
tabungan atau pun melepaskan pinjaman.
Jenis Kebijakan Moneter

1. Kebijakan Ekspansif
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pasokan uang dalam perekonomian dengan
menurunkan suku bunga, membeli sekuritas pemerintah oleh bank-bank sentral, dan menurunkan
persyaratan cadangan untuk bank. Bersamaan dengan itu, kebijakan ekspansif juga akan
menurunkan tingkat pengangguran dan merangsang aktivitas bisnis dan kegiatan belanja
konsumen. Tujuan keseluruhan dari kebijakan moneter ekspansif adalah untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Namun resikonya, kebijakan ini dapat menyebabkan inflasi yang lebih
tinggi.
2. Kebijakan Kontraktif
Tujuan dari kebijakan moneter kontraktif adalah untuk mengurangi jumlah uang beredar
dalam perekonomian. Ini dapat dicapai dengan menaikkan suku bunga, menjual obligasi
pemerintah, dan meningkatkan persyaratan cadangan untuk bank. Kebijakan kontraksi digunakan
ketika pemerintah ingin mengendalikan tingkat inflasi.

Perbedaan Kebijakan Moneter Dengan Kebijakan Fiskal

Dasar Kebijakan Fiskal Kebijakan Moneter


Perbandingan
Pengertian Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Sebuah kebijakan yang
sebagai penerimaan dan pengeluaran digunakan oleh bank sentral
pajak untuk mempengaruhi ekonomi untuk mengatur jumlah uang
sebuah negara, beredar dalam pasar
Pelaksana Kementrian Keuangan Bank Indonesia
Sifat Kebijakan fiskal berubah setiap tahun. Perubahan dalam kebijakan
moneter tergantung pada
status ekonomi bangsa.
Berhubungan Pendapatan dan Pengeluaran Negara Bank & Kontrol Kredit
Dengan
Berfokus Pada Pertumbuhan ekonomi Stabilitas Ekonomi
Instrument Tarif pajak dan pengeluaran pemerintah Suku bunga dan rasio kredit
Kebijakan
Pengaruh Politik Ya Tidak
NERACA PEMBAYARAN

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) merupakan statistik yang mencatat transaksi ekonomi
antara penduduk Indonesia dengan bukan penduduk pada suatu periode tertentu. Transaksi NPI
terdiri dari transaksi berjalan, transaksi modal, dan transaksi finansial.
Neraca pembayaran suatu negara meliputi tiga jenis transaksi, yaitu transaksi berjalan,
transaksi modal, dan transaksi finansial atau keuangan. Transaksi berjalan akan mencakup
segala transaksi yang berasal dari perdagangan barang dan jasa serta pendapatan yang
berasal dari investasi asing.
Capital account atau transaksi modal adalah adalah bagian dari neraca pembayaran yang
mencatat hasil bersih dari kegiatan investasi dan pinjaman internasional publik dan swasta.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) juga mencakup transaksi finansial, yang mencatat
perubahan kepemilikan aset dan kewajiban finansial luar negeri Indonesia.

Komponen-Komponen Neraca Pembayaran


Neraca pembayaran pada dasarnya terdiri atas lima neraca bagian yang saling
berhubungan, kelima neraca itu adalah sebagai berikut.
1. Neraca Perdagangan (Balance of Trade)
Neraca perdagangan ialah daftar atau neraca yang berisi perbandingan antara besarnya nilai
ekspor dengan nilai impor suatu negara dalam dalam jangka waktu 1 tahun.
2. Neraca Jasa
Neraca jasa ialah neraca yang mencatat transaksi jasa yang diselenggarakan dan diterima
suatu negara terhadap negara lain selama jangka waktu 1 tahun. Misalnya jasa pengangkutan,
asuransi, pariwisata, jasa perdagangan, dan jasa perbankan.
3. Neraca Hasil Modal
Neraca hasil modal ialah sebuah neraca yang mencatat semua pembayaran dan penerimaan
bunga, deviden, upah tenaga asing, serta hadiah-hadiah dari luar negeri.
4. Neraca Lalu Lintas Modal (Capital Account)
Neraca lalu lintas modal ialah sebuah neraca yang mencatat segala kredit atau pinjaman
dari luar negeri dan segala kredit/pinjaman yang diberikan kepada negara lain. Dalam neraca ini
juga dicatat jual beli efek, penanaman modal asing, bantuan luar negeri, serta pembayaran utang
luar negeri.
5. Neraca Lalu Lintas Moneter (Monetery Account)
Neraca lalu lintas moneter ialah sebuah neraca yang mencatat dan memperlihatkan
perkembangan/perubahan cadangan devisa suatu negara. Cadangan tersebut terdiri dari emas dan
devisa.

Surplus dan Defisit Neraca Pembayaran


Surplus neraca pembayaran berarti suatu negara mempunyai ekspor yang lebih tinggi
daripada impornya. Selain itu, surplus juga menandakan bahwa mayoritas penduduk dan
pemerintah dari negara tersebut adalah penabung.
Dengan begitu, negara mempunyai modal yang cukup untuk membayar semua
produksi dalam negeri dan bahkan meminjamkan uangnya ke negara lain.
Sementara itu, defisit neraca pembayaran berarti negara tersebut mempunyai impor
yang lebih tinggi daripada ekspornya sehingga tabungan yang dimiliki relatif rendah. Ketika
defisit terjadi, negara lain cenderung akan meminjamkan dan menginvestasikan uangnya di
negara yang mengalami defisit.

Macam-Macam Neraca Pembayaran


1. Neraca Pembayaran Defisit, Neraca pembayaran defisit yaitu neraca pembayaran yang
menunjukkan jumlah transaksi pembayaran luar negeri (transaksi debet) lebih besar
dibandingkan transaksi penerimaan dari luar negeri (transaksi kredit).
2. Neraca Pembayaran Surplus, yaitu neraca pembayaran yang menunjukkan transaksi
debet lebih kecil
3. Neraca Pembayaran Seimbang, yaitu neraca pembayaran yang menunjukkan transaksi
debet sama dengan transaksi kredit.
KURS

Kurs (nilai tukar) secara umum adalah nilai atau harga mata uang sebuah negara yang
diukur atau dinyatakan dalam mata uang negara lain.
Definisi kurs (exchange rate) dapat juga diartikan sebagai sebuah perjanjian yang dikenal
dengan nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat sekarang atau di masa depan antara dua
mata uang negara yang berbeda.

Jenis-Jenis Kurs
1. Kurs Jual
Kurs jual adalah dimana bank atau pedagang valas membeli valuta asing. Termasuk juga
jika menukarkan valuta asing untuk ditukar dengan mata uang negara pemilik.
2. Kurs Beli
Kurs beli adalah dimana bank atau pedagang valas menjual valuta asing. Misalnya jika
Anda ingin menukarkan mata uang negara Indonesia (Rupiah) dengan mata uang negara
Amerika (Dollar).
3. Kurs Tengah
Kurs tengah adalah istilah yang digunakan untuk gabungan antara kurs jual dan beli. Jadi
kurs jual ditambah dengan kurs beli kemudian dibagi dua (rata-rata).

Faktor yang Mempengaruhi Nilai Kurs

I. Kebijakan Pemerintah
Berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah suatu negara akan berpengaruh pada nilai tukar
mata uang di negara tersebut.
2. Tingkat Inflasi
Dalam pasar valuta asing, yang menjadi dasar utama adalah perdagangan internasional,
baik berbentuk jasa maupun barang. Dengan begitu, perubahan harga dalam negeri yang relatif
terhadap harga luar negeri merupakan faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai mata uang
asing. Inflasi di suatu negara akan mengakibatkan menurunnya mata uang domestik, begitu juga
sebaliknya.
3. Perbedaan Tingkat Suku Bunga
Arus modal internasional dipengaruhi oleh perubahan tingkat suku bunga suatu negara.
Dengan kata lain, kenaikan suku bunga akan memancing masuknya modal asing. Tingkat suku
bunga akan mempengaruhi operasi pasar valuta asing dan pasar uang. Ketika terjadi aktivitas
transaksi, maka bank akan mempertimbangkan perbedaan suku bunga di pasar modal nasional
dan global dengan pandangan yang berasal dari keuntungan. Pihak Bank lebih memilih
mendapatkan pinjaman murah di pasar uang asing dengan tingkat bunga yang lebih rendah dan
tempat mata uang asing pada pasar kredit domestik jika tingkat bunganya yang lebih tinggi.
4. Aktivitas Neraca Pembayaran
Nilai tukar mata uang juga dipengaruhi oleh neraca pembayaran. Neraca pembayaran aktif
akan meningkatkan nilai mata uang domestik dengan meningkatnya jumlah debitur asing. Jika
saldo pembayaran pasif, hal ini akan mengakibatkan menurunnya nilai tukar mata uang domestik
sehingga debitur akan akan menjual semuanya dengan mata uang asing untuk membayar kembali
kewajiban eksternal mereka. Dampak dari neraca pembayaran diukur terhadap nilai tukar yang
sudah ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi. Pembatasan impor, perubahan tarif, kuota
perdagangan, dan subsidi akan mempengaruhi neraca perdagangan.
5. Tingkat Pendapatan Relatif
Laju pertumbuhan pendapatan terhadap harga-harga luar negeri merupakan faktor lain
yang mempengaruhi penawaran dan permintaan dalam pasar valuta asing. Kurs mata uang asing
akan melemah ketika laju pertumbuhan pendapatan domestik membaik.
6. Ekspektasi
Ekspektasi nilai tukar mata uang suatu negara di masa depan juga menjadi faktor yang
mempengaruhi nilai tukar valuta asing. Seperti halnya pasar keuangan lainnya, pasar valas akan
bereaksi cepat terhadap berbagai berita yang dianggap berdampak pada masa depan.

Pengaruh Kurs Terhadap Bisnis


1. Pengaruh Terhadap Importir
Jika Anda memiliki bisnis dibidang penjualan produk yang mengharuskan mengimpor
bahan baku dari luar negeri, tentu nilai kurs sangat menentukan keuntungan yang akan Anda
dapatkan.
Namun, dalam kondisi rupiah yang melemah terhadap mata uang asing yang umumnya dollar,
maka akan membuat perusahaan Anda mengeluarkan uang lebih banyak daripada biasanya. Jika
terjadi kondisi seperti ini, maka perusahaan Anda akan mengalami kerugian jika tidak
menaikkan harga jual produk.
2. Pengaruh Terhadap Eksportir
Perubahan nilai kurs lebih sering menguntungkan bagi pebisnis yang melakukan kegiatan
ekspor. Nilai tukar dollar yang sering menguat menyebabkan harga jual produknya yang di
ekspor keluar negeri akan semakin terjual dengan harga tinggi karena konsumen membayar
dengan dollar. Tentu hal ini sangat menguntungkan.
3. Pengaruh Terhadap Hutang Piutang
Jika nilai tukar rupiah terus melemah terhadap mata uang asing, ini akan merugikan
pengusaha yang memiliki utang luar negeri. Karena nilai utangnya akan semakin tinggi juga.
Jadi, sebaiknya bagi pebisnis muda menghindari utang piutang dengan luar negeri.
4. Pengaruh Terhadap Pemilik Dollar
Saat ini sudah banyak masyarakat kita yang mengumpulkan uang dollar. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan nilai tukar yang lebih tinggi daripada saat ia membeli dollar tersebut. Taktik
ini sebenarnya sah-sah saja dan bisa diterapkan sebagai uang deposito perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai