Anda di halaman 1dari 32

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari dua bagian yaitu dasar teori geologi regional yang akan
membahas mengenai tatanan tektonik yang menjadi kontrol atas stratigrafi dan struktur
yang berkembang di daerah penelitian,lalu stratigrafi regional yang akan membahas urutan
pembentukan batuan dari daerah penelitian dan struktur geologi yang akan membahas
kondisi struktur serta pengaruh kontrol tegasan utama terhadap kondisi daerah penelitian
dan dasar teori studi khusus yang akan membahas tentang densitas kelurusan.

2.1 Geologi Regional


Pada sub-bab ini akan membahas tentang tatanan tektonik secara regional dan
implikasinya terhadap stratigrafi dan perkembangan struktur yang terbentuk di daerah
penelitian.
2.1.1 Tatanan Tektonik
Menurut Hal (2012) Sumatra termasuk kedalam bagian East malaya-indocina blok
sekitar 160 juta tahun yang lalu. Kemudian fragmen-fragmen benua yang kemudian
diidentifikasi sebagai Sumatra merupakan kombinasi dari tiga blok benua. Blok west
Sumatra yang terdislokasi dari fragmet Gondwana pada Devon, blok Sino ,Burma ,Malaya
,Sumatra (SIBUMASU) yang merupakan fragment dari Gondwana pada Paleozoic akhir,
dan West Sumatra yang terbentuk dari bagian Cathaysialand (Mecalfe, 2011).
Menurut Barber (2005) pada periode Jura terjadi subduksi dibagian barat
Sundaland. Hal tersebut menyebabkan blok west Sumatra membentuk sesar mendatar
mengiri, sehinga menyebabkan terbentuk cekungan-cekungan pada daerah pesisir barat dari
Sundaland, seiring dengan aktifnnya subduksi yang terjadi sesar-sesar tersebut meluas. Lalu
cekungan-cekungan tersebut meluas dan terisi material hasil erosi dari tingian disekitarnya.
Kemudian cekungan tadi terus terisi sehinga membentuk Asai-Rawas-Peneta Grup (gambar
2.1) namun proses tersebut terhenti pada zaman kapur. Pada kapur akhir subduksi indo-
australia menyebabkan oblique terhadap Sumatra sehinga menghasilkan kondisi tektonik rift
dan graben.
Gambar 2. 1 Tatanan Tektonik Daerah Penelitian (Barber et al., 2005)
Kemudian perkembangan tektonik pada daerah penelitian terus berlanjut saat zaman
Tersier. Menurut Firmansyah(2007) terjadi tiga fase tektonik selama Tersier didaerah
penelitian. Pertama half graben pada Paleogen-Miosen awal yang membentuk cekungan,
lalu pembebanan akibat material sedimen selama Oligonsen-Pliosen awal, dan terakhir fase
inversi Plio-Pleistosen (Gambar 2.2)

Gambar 2. 2 Peta Tektonik dan sebaran struktur Cekungan Sumatra Selatan (Bishop, 2001)
2.1.2 Stratigrafi Regional
Stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi berdasarkan beberapa kelompok.Menurut
umur geologinya dapat dibagi menjadi dua yaitu stratigrafi Pra-tersier dan tersier.Kemudian
berdasakan litostratigrafinya stratigrafi daerah penelitian merupakan peralihan dari batuan
metamorf dan metasedimen menjadi batuan sedimen yang dibatasi oleh hiatus selama Jura
awal dan Paleosen (Kusnama et al., 1992) .
Terdapat Dua formasi batuan Pra-tersier yang menjadi yang menjadi basement di
daerah penelitian yaitu, Formasi Asai (Ja) yang berumur Jura dan Formasi Peneta (Kjp)
yang juga berumur Jura.
-Formasi Asai (Ja)
Merupakan batuan sedimen pada daerah pemelitian yang berumur Jura. Dengan
variasi litologi berupa batupasir malih, filit, batulanau terkersikkan, grewake, sisipan
batugamping, setempat batupasir kuarsa, argilit, sekir, gneiss, batutanduk,kuarsit (Suwarna,
1992) yang menunjukan hubungan kontak selaras dengan formasi yang berada diatasnya.
Barber (2005) menyimpulkan bahwa formasi ini terendapkan pada forearc basin, yang
dibuktikan dengan adanya peralihan dari endapan klastik ke karbonat pada bagian atas
formasi.
-Formasi Peneta (Kjp)
Formasi ini terdiri dari batusabak,batuserpuh,batulanau,batupasir, dengan sisipan
batugamping mengandung fosil Clodocoropsis mirabilis. Formasi ini juga memiliki satu
anggota yaitu formasi Peneta anggota Mersip yang terdiri dari batugamping kristalin kelabu
muda-tua(Suwarna, 1992) yang terendapkan secara selaras dengan formasi Asai yang
berada dibawahnya. Formasi ini terendapkan dilingkungan laut dangkal pada foreland dari
Sundaland, Barber (2003) menginterpretasikan kondisi paelogeografi dari formasi Peneta
menunjukan pengendapan transisi hinga laut dangkal dan menerus hinga oceanic crust pada
bagia selatan formasi (gambar 2.3).
Gambar 2. 3 Kondisi Palegogeografi Sumatra bagian selatan selama pratersier (Barber, 2003)
Pada zaman Tersier proses pengendapan terjadi akibat gaya ekstensi. menyebabkan
penurunan dasar cekungan sehinga mengakhiri masa hiatus yang terjadi pada zaman Kapur.
Ditandai dengan Pengendapan formasi Papanbetupang(Tomp) dan formasi Kasiro(Tmk).
-Formasi Papanbetupang (Tomp)
formasi Papanbetupang terdiri dari konglomerat anaeka bahan, batupasir,
batulempung, batulanau, berksi, sisipan batupasir dan batulempung tuffan, batubara
(suwarna 1992). Formasi ini terbentuk selama Oligosen-Miosen. (Moos, 1996) lingkungan
pengendapan diinterpretasikan sebagai daerah fluvial.
-Formasi Kasiro(Tmk)
Formasi Kasiro merupakan formasi termuda pada daerah penelitian. Terendapkan
selama Miosen awal, tersusun atas serpih, batulempung dan batulanau, umumnya
tuffan(suwarna 1992). mengandung droplets oil dengan zona belum matang hingga matang
awal (Hermianto, 2006)
-Formasi Air Benakat (Tma)
Formasi ini terdiri atas perselingan batupasir dan batulempung, sisipan
batugamping, batubara, batulanau dan napal (Suwarna 1992). Yang terendapkan secara
selaras dengan formasi Muara Enim diatasnya dan secara tiadak selaras dengan formasi
Peneta dibawahnya. Ketebalan formasi ini bervariasi mulai dari 1000-1500 km dan didapati
fosil Globrotalia mayeri dan Globigerinoides yang menunjukan rentang umur Miosen
tengah(Rudd et al., 2013).
-Formasi Muara Enim
Formasi ini terendapkan selama Miosen akhir saat cekungan memasuki fase
kompresi mengakibatkan terjadinya penggangkatan sehinga kondisi yang awalnya laut
dangkal berubah menjadi delta, sehinga terjadi regresi akibat ruang akomodasi sedimen
berkurang. Formasi Muara Enim tersusun atas batupasir, batulempung, dan lapisan batubara
(Suwarna, 1992). terendapkan secara selaras dengan formasi Air Benakat dibawahnya dan
tidak selaras formasi Kasai diatasnya.
-Formasi Kasai
Terendapkan pada plio-plistosen bersamaan dengan fase vulkanik yang aktif akibat
inversi tektonik(Barber et al., 2005). Hal tersebut tergambar dari tuf dengan sisipan
batupasir tufan dan batulempung tufan, dengan kayu terkeriskan setempat (suwarna, 1992).
Sehinga dari uraian diatas dapat disumpulkan bahwa stratigrafi regional daerah
penelitian dimulai sejak jaman Jura dengan formasi Asai(Ja) dan formasi Penenta(Kjp)
sebagai batuan alas atau basement kemudian terjadi hiatus, lalu prosesn pengendapan
dimulai kembali pada masa Tersier akibat gaya ekstensi yang ditandai dengan pengendapan
formasi Papanbetupang(Tomp) selaras dengan formasi Kasiro(Tmk) secara lokal. Secara
regional formasi Air Benakat(Tma) yang selaras terhadap formasi Muara Enim(Tmpm)
kemudian dilanjutkan pengendapan formasi Kasai(Tmk) selaras dengan formasi Muara
Enim. Lalu secara tidak selaras terendapkan Aluvial (Qa) diatas formasi Kasai (Qtk)
(gambar 2.4) yang terdiri atas endapan sedimen berupa pasir, lempung, dan lanau yang tidak
terkonsolidasi secara sempurna.
.

Gambar 2. 4 Koslom stratigrafi Regional daerah penelitian(Suwarna, 1992; Barber et al., 2005; Firmanysah,
2007; Kusnama dan Mangga, 2007) dengan modifikasi.

2.1.3 Struktur Geologi


Struktur geologi pulau Sumatra sangat dipengaruhi oleh subduksi antara lempeng
Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Firmansyah (2007) menyimpulkan bahwa pola
struktur pulau Sumatra didominasi oleh tiga pola utama. Pola Sumatra dengan arah
NorthWest-SouthEast yang terbentuk Pada Jura awal- Kapur akibat subduksi Woyla arc dan
Sibumasu, Pola Jambi dengan arah NE-SW yang terbentuk akibat subduksi Indo-Australia
dan Eurasia selama Mesozoikum, dan pola Sunda berarah N-S Yang terbentuk pada Kapur
akhir –Tersier.
Dalam Perkembanganya Purwaningsih (2006) mambagi sutruktur geologi regional
menjadi 4 fase utama. Fase pertama berarah NE-SW. Akibat Perubahan gaya menjadi
ekstensi menyebabkan terbentuknya graben secara intensif.akibat depresi dari proses
subduksi pada bagian barat daya Sumatra yang menyebabkan terbentuknya gaya tensional
dengan arah NW-SE (gambar 2.5). menjadikan Batuan Pratesier sebagai batuan alas dari
cekungan Sumatra Selatan.
Gambar 2. 5 Fase pertama perkembangan struktur pada daerah penelitian (purwaningsih, 2006)
Fase kedua terjadi pada Eosen-Oligosen pada daerah Lematang, akibat
melambatnya proses ekstensional sehinga terjadi rotasi dari pulau Sumatra Yang
berlawanan dengan arah jarum jam,menyebabkan perubahan arah utama struktur yang
semula WNW-ESE bergerak menjadi NW-SE (gambar 2.6)

Gambar 2. 6 Fase ke2 perkembangan sruktur pada daerah penelitian arah NE-SW (purwaningsih, 2006)
Kemudian Purwaningsih (2006) menyebutkan Fase kedua dari pembentukan
struktur geologi regional terjadi selama Eosen-Oligosen pada daerah Setiti Tembesi. Terjadi
rotasi akibat gayaekstensional besar-besaran, sehinga terjadi rotasi yang menyebabkan aras
utama menjadi WSW-ENE (gambar 2.7).
Gambar 2. 7 Akhir fase ke-2 Struktur geologi daerah penelitian menunjukan arah NW-SE (Purwaningsih 2006)
Lalu pada Plio-plestosen, kecepatan subduksi lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia
bertambah sehinga menyebapkan terjadi proses vulkanisme yang intesif. Hal ini terlihat
dari pola sebaran struktur yang mulai dominan pada NW-SE disebagian besar cekungan
dengan arah utama yang semula NNE-SSW menjadi NE-SW (gambar 2.8). Pada fase ke
empat ini pula struktur pada fase-fase sebelumnya kembali aktif dan menunjukan
kenampakan arah dominan yang berbeda-beda, seperti pada Sub-Cekungan Jambi
menunjukan arah NE-SW(Purwaningsih 2006).
Kemudian pada masa Kuarter, struktur-struktur yang terbentuk masih mengikuti
mekanisme selama plio-plestosen yang membentuk Antiklinorium disebagian besar
cekungan yang menjadi jebakan-jebakan hidrokarbon.
Gambar 2. 8 Fase terakhir pembentukan struktur geologi daerah penelitian menunjukan arah utama N-S
(Purwaningsih 2006)

2.2. Dasar Teori Studi Khusus


Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai dasar teori studi khusus mengenai
densitas kelursan.
2.2.1 Densitas Kelurusan
kelurusan merupakan suatu bentukan permukaan bumi yang berbentuk
memanjang ataupun tepi-tepi yang dapat dipetakan. Hal-hal yang mempengaruhi
pembentukan kelurusan ialah, proses struktur geologi, fitur-fitur geomorfologi, perbedaan
kontras warna, serta aktifitas manusia. (Hung, 2013) kelurusan akibat struktur geologi di
sebabkan oleh zona-zona lemah yang dibentuk sesar dan kekar-kekar. Sementara fitur
geomorfologi yang membentuk kelurusan dapat berupa tebing,lembah, ataupun sungai.
Vegetasi dan komposisi batuan dapat memberikan kesan perbedaan kontras warna
sehinga memberi kesan kelurusan, dan aktivitas manusia berupa penambangan,
pembangunan jalan juga dapat memberikan kesan kelurusan.
Sedangkan densitas merupakan ialah ukuran kerapatan suatu objek, sehinga dapat
disimpulkan densitas kelurusan merupakan nilai kerapatan kelurusan-kelurusan geologi
yang dapat dipetakan serta diukur dengan satuan tertentu.
BAB III
METODE PENELITIAN

Bagian ini akan menjelaskan mengenai tahapan yang perlu dilakukan untuk
melakukan tugas akhir pemetaan geologi. Secara umum ada dua tahapan yang perlu
dilakukan untuk melaksanakan pemetaan geologi yaitu tahap pra-penelitian tugas
akhir dan tahap penelitian tugas akhir.

3.1 Tahap Pra-Penelitian Tugas Akhir


Tahap ini berisi langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melakukan
penelitian tugas akhir. Tahap ini merupakan suatu bagian yang penting dalam suati
penelitian karena dapat menjadi acuan sehinga penelitian dapat menjadi lebih mudah
dan terarah. Tahap pra-penelitian tugas ahir meliputi studi pustaka dari peneliti-
peneliti terdahulu yang berkaitan dengan regional daerah penelitian yang telah
dipublikasikan. Kemudian dilakukan studi literatur untuk memecahkan masalah-
masalah yang akan timbul dalam penelitian ini. Lalu intregasi antara studi pudtaka
dan studi literature digunakan sebagai acuan penulis untuk membuat proposal dan
perumusan studi khusus. Seluruh tahapan pra-penelitian akan dirangkum dalam
bentuk diagram (gambar 3.1) tahap-tahap pra penelitian tugas akhir dapat dijabarkan
sebagai berikut.

Gambar 3. 1 Diagram alir tahap pra-penelitian lapangan


3.1.1 Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan merupakan serangkaian kegiatan yang saling berkaitan
untuk mendapat gambaran mengenai kondisi geologi daerah penenlitian melalui
analisa data sekunder yang dikumpulkan dari penelitian terdahulu, badan informasi
geospasial, GoogleEarth, dan Pusat Survei Geologi. Pada tahap studi pendahuluan
dilakukan penentuan daerah penelitian, perumusan masalah, studi pustaka,analisa
pengindraan jauh, dan persiapan alat.
Penentuan daerah penelitian dilakukan untuk mentukan daerah penelitian
berdasahkan hasil diskusi dengan dosen pembimbing, dengan mempertimbangkan
aspek-aspek yang berkaitan dengan pemetaan geologi, maupun aspek potensi yang
dapat dikembangkan lebih lanjut. Didapatkan daerah Bhatin Pengambang dan
sekitarnya sebagai daerah penelitian tugas akhir. Selanjutnya dilakukan pembuatan
peta dasar pendahuluan.
Pembuatan peta dasar pendahulua9n daerah penelitian. Peta dasar
pendahuluan daerah penenlitian terdiri dari beberapa peta yaitu, peta topografi, pola
aliran, kemiringan lereng, dan peta geologi regional daerah penelitian. Peta
topografi (lampiran A) dibuat mengunakan data DEMNAS dari Badan Informasi
Geospasial dengan skala 1:25.000. peta pola pengaliran (lampiran B) dibuat dengan
data dari badan informasi geospasial, bertujuan untuk mengetahui pola aliran sungai
dan arah kelurusannya. Kemudian dibuat peta kemiringan lereng dengan klasifikasi
Widiatmanti (2016) (lampiran C) dari peta dasar yang telah dibuat.
Peta geologi pendahuluan (lampiran D) daerah penelitian merupakan turunan
dari peta geologi regional. Peta yang digunakan adalah Peta Geologi Lembar
Bangko-Sarolangun dengan skala 1:250.000 yang dibuat oleh Suwarna et al., (1992)
pada daerah penelitian didapatkan empat formasi yaitu Formasi Asai, Formasi
Peneta, Formasi Papan Betupang, dan Formasi Kasiro.
Kemudian peta-peta tersebut digunakan untuk mengidentifikasi daerah
peneltian melalui data sekundernya. Dari data sekunder tersebut dapat diketahui,
pola kemiringan lereng, pola aliran, sebaran batuan dan sebaran satuan geomorfik.
Hal ini dilakukan untuk memudahkan pekerjaan lapangan dan rancangan target
waktu penelitian. Hal ini dilakukan bersamaan dengan analisa pengindraan jauh
(remote sensing).
Pengindraan jauh dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi berbasis Sistem
Informasi Geografis (GIS) seperti Mapsource, Global Mapper, Arcgis, dan Google
Earth. Dengan data yang diperoleh dari Digital Elevation Model Nasional
(DEMNAS) untuk membantu mengetahui kondisi daerah penelitian meliputi
topografi, morfologi, dan pola sebaran strukturnya.
Selanjutnya dilakukan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan dengan
meninjau buku-buku, prosiding, jurnal, publikasi yang berkaitan dengan regional
daerah penelitian yang diterbitkan oleh ahli-ahli geologi guna mempelajari kondisi
regional daerah penelitian, hal ini dilakukan untuk membuat rencana pemetaan
geologi yang efisien dan efektif serta memperkirakan data-data apa saja yang akan
ditemukan dilapangan. Lalu dilakukan perumusan masalah dan studi khusus.
Tahapan perumusan masalah dan studi khusus bertujuan untuk
memperkirakan masalah geologi yang diduga akan timbul pada daerah penelitian,
tahapan ini tersusun dari penentuan tujuan, batasan masalah dan topik yang akan
dibahas berkaitan dengan struktur dan pengindraan jauh akan menjadi titik berat dari
penelitian.
Dilanjutkan dengan perumusan hipotesis, sebagai asumsi yang bersifat
tentatif dari permasalahan yang telah ditentukan yang dibuat dari intregrasi antara
studi pustaka dan kajian literatur. Hipotesis berguna sebagai pandangan awal
peneliti terhadap masalah yang telah dirumuskan. Lalu dilaksanakan penyiapan
peralatan.
Agar pemetaan dapat terlaksana secara efektif dan efisien perlu dilakukan
penyiapan alat-alat yang akan digunakan dalam pemetaan geologi untuk mengambil
dan mencatat data-data lapangan seperti GPS, kompas, palu geologi, meteran,
larutan HCL, lup, millimeter blok, clipboard, plastik sample, buku catatan lapangan,
referensi yang dibutuhkan dilapangan, komparator, alat tulis, peta dan surat izin,
serta perlengkapan pribadi seperti tas ransel dan obat-obatan pribadi.

3.1.2 Survei Awal


Survei awal dilaksanakan guna mengenali daerah penelitian dengan
melaksanakan pengamatan secara bird eye mengunakan GoogleEarth pada lokasi-
lokasi tertentu. untuk menentukan jalan utama dan jalan setapak yang dapat
digunakan untuk mengakses singkapan. Pada tahap ini juga dilakukan perizinan
kepada kepala desa, selain itu survey awal ini juga digunakan untuk validasi nama
desa dan kecamatan, penentuan basecamp, penyiapan logistik dan mengetahui
keberadaan singkapan.

3.1.3 Pembuatan Proposal


Pembuatan proposal tugas akhir merupakan syarat kelulusan mata kuliah
Kajian Pustaka yang menjadi prasyarat pengambilan mata kuliah Skirpsi pada
semester 8. Proposal terdiri dari lima bagian yaitu pendahuluan. Dasar teori,
metodologi, kerangka waktu dan rencana pembiayaan. Pembuatan proposal tugas
akhir merupakan bagian akhir dari tahap pra-penelitian tugas akhir. Setelah proposal
selesai maka dapat dilanjutkan ke tahap penelitian tugas akhir.

3.2 Tahap Penelitian Tugas Akhir


Tahap penelitian tugas akhir secara umum dibagi menjadi 5 tahapan yaitu,
pengambilan data lapangan, data studi khusus, analisa laboratorium. Analisa studio
dan pengerjaan laporan. Dirangkum dalam bentuk diagram berikut (gambar 3.2)
Gambar 3. 2 Diagram Alir Penelitian

3.2.1 Pengambilan Data Lapangan


Pengambilan data lapangan merupakan serangkaian kegiatan untuk
menghimpun data-data geologi yang tersingkap di permukaan. Awalnya lokasi
pengamatan ditandai di peta dasar kemudian dilakukan pengamatan baik
pengamatan serta dilakukan pengambilan data geomorfologi, stratigrafi dan struktur
geologi bila memungkinkan dilakukan juga pengambilan sampel batuan pada
beberapa tempat yang diangap kritis dan representatif.

3.2.1.1Pengambilan data geomorfologi


Penelitian geomorfologi merujuk kepada kalsifikasi yang dibuat oleh
Widiatmanti (2016) (table 1.1). Pengambilan data geomorfologi terdiri dari
pengambilan foto bentang alam, deskripsi litologi penyususn bentang alam,
pengukuran kemiringan lereng identifikasi struktur, pengamaatan lereng dan sungai.
Widiatmanti (2016) mengunakan klasifikasi dari data DEM, dalam
pengunaan data akan digunakan data DEMNAS. Satuan geomorfik daerah penelitian
diklasifikasikan berdasarkan aspek morfografi, morfometri, morfostruktur dan
morfodinamik. Parameter yang digunakan berupa kerelerngan, relief, dan kelurusan.
Dan pola aliran.
Tabel 1.1 klasifikasi kelas lereng menurut widiatmanti (2016)
Persenta Kelas
0–2%
seeeeeeeeeee Datar atau
3–7% hampir Lereng
rata sangat
8 – 13 % landai Miring
14 – 20 Agak curam
% 21 – 55 Agak curam
% 56 – 140 Curam
% >140 % Sangat curam

Kemudian dilakukan penentukan pola aliran sungai dengan melihat bentukan


pola pengaliran sungai di lapangan (Twidale 2004).

3.2.1.2 Pengambilan data stratigrafi


Data statigrafi diambil mengunakan metode pengamatan singkapan
melakukan metode rentang tali atau lebih dikenal dengan measuring section (MS)
(gambar 3.2) sehinga didapat ketebalan terukur, ketebalan terukur ini dapat
dikoreksi di camp dengan kalkulasi yang ada (gambar 3.4) Metode ini dilakukan
dengan merentangkan tali secara tegak lurus kemenerusan lapisan (strike) agar
ditemukan heterogenitas jenis lapisan batuan. Kemudian dilakukan pengukuran
azimuth rentangnan tali dan slope dengan kompas. Selanjutnya adalah pengukuran
kedudukan (strike/dip) dan deskripsi lapisan batuan beserta struktur sedimen yang
terdapat di dalamnya. Sehinga didapat penampang stratigrafi terukur. Menurut
Barnes (2004) penampang stratigrafi terukur dapat memperlihatkan ketebalan
batuan, hubungan antar lapisan, sikuen batuan dati tua ke muda, ketidak selarasan
atau pun putusnya lapisan batuan.
Gambar 3. 3Metode rentang tali atau measuring section (MS)

Gambar 3. 4 Metode koreksi ketebalan terukur

3.2.1.3Pengambilan Data Struktur


Pengambilan data struktur geologi dilakukan pada lokasi pengamatan yang
memiliki data struktur. analisa struktur digunakan untuk mengetahui arah tegasan
yang berhubungan dengan fenomena tektonik didaerah penelitian, analisa dilakukan
dengan metode sterionet yang kemudian direkonstruksi berdasarkan konsep dan
model yang dibangun ahli geologi terdahulu.
Data struktur geologi yang dihimpun berupa kekar, bidang sesar, breksiasi,
slickensides, kelurusan (alignment), sumbu lipatan dll. Dengan tujuan untuk
mengetahui arah dan gaya tektonik yang mengontrol daerah telitian dan dapat
membantu untuk melakukan interpretasi dan klasifikasi struktur sesar dan lipatan.
Metode yang digunakan untuk merekonstruksi mengunakan konsep harding
(1978). Untuk menunjukan hubungan antara kekar, sesar dan lipatan serta
hubungannya dengan arah dan gaya yang terjadi (Gambar 3.4).
Gambar 3. 5 Model hubungan struktur kekar, sesar, dan lipatan (Harding,
1973)
Kemudian determinasi fracture mengacu pada banyak ragam struktur
geologi seperti sesar, kekar, vein, bidang deformasi digunakan klasifikasi peacock
(2017) (gambar 3.5).

Gambar 3. 6 Klasifikasi hubungan antar fracture menurut peacock et al.,


(2017)
Lalu dilakukan analisa kinematika , deskripsi, rekonstruksi dan penamaan
struktur. Kinematika berkaitan dengan pergerakan batuan yang menjadi bukti dari
deformasi Akibat dari perubahan orientasi, bentuk dan arah yang dipengaruhi oleh
gaya tektonik menyebabkan perubahan pada titik elastisitas batuan tersebut.
pengolahan data struktur yang dihimpun dapat mengunakan aplikasi
Stereonet,WinTensor dan Dips. identifikasi dinamika digunakan untuk mengetahui
gaya yang dihasilkan stress yaitu gaya σ1, σ2, dan σ3 yang kemudian dikorelasikan
dengan morfologi untuk mendapat kemenerusan sesar pada daerah penelitian.
Penamaan dan penentuan jenis sesar dapat mengunakan klasifikasi Fosen
(2010) (gambar 3.6) dengan menggunakan hasil analisa yang telah didapatkan nilai
gaya utama dari analisa data lapangan berupa shear fracture, bidang sesar, gores-
garis serta fracture zone

Gambar 3. 7 Klasifikasi Penamaan Sesar Fosen (2010)

3.2.1.4 Pengambilan Sampel Batuan


pengambilan sampel batuan dilakukan guna merepesentasikan karakter
litologi batuan pada daerah penelitian, hal yang perlu menjadi perhatian dalam
pengambilan sampel ialah tingkat kesegaran batuan tersebut. supaya data yang
didapat tidak tergangu akibat sampel yang lapuk. ada beberapa metode yang dapat
digunakan unruk mengambil sample batuan yaitu:
1.Bulk sampling
Bulk sampling merupakan metode sampling dengan cara mengambil material
dalam jumlah (volume) yang besar.
2.Chip Sampling
Chip sampling (contoh tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan
cara mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui
suatu jalur yang memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu
atau pahat.
3.Grab Sampling
Grab sampling merupakan teknik sampling dengan cara mengambil sebagian
kecil dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan)
seukuran telapak tangan (handspacimen).
4.Channel Sampling
Channel Sampling adalah suatu cara pengambilan sampel dalam jumlah
yang sedikit. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan
menggunakan palu geologi atau pahat untuk mengambil ore body di dalam
channel tersebut.
5.Drilling Hole Sampling
Drilling hole sampling adalah cara pengambilan contoh dari hasil pemboran
(core).

3.2.2 Data Studi Khusus


Data yang digunakan dalam studi khusus merupakan data DEMNAS yang
dikeluarkan Oleh Badan Informasi Geospasial DEM Nasional dibangun dari
beberapa sumber data meliputi data IFSAR (resolusi 5m), TERRASAR-X (resolusi
5m) dan ALOS PALSAR (resolusi 11.25m), dengan menambahkan data Masspoint
hasil stereo-plotting. Resolusi spasial DEMNAS adalah 0.27-arcsecond, dengan
menggunakan datum vertikal EGM2008.
Dalam ekstraksi data kelurusan nilai dan panjang garis yang di ekstraksi
bergantung pada nilai yang dinput kedalam modul LINE dalam aplikasi PCI-
Geomatica. Algoritma yang digunakan terdiri dari tiga tahapan : deteksi tepi,
tresholding, dan ekstraksi garis kurva, tetapi, modul LINE mengekstrak garis
keturunan dari gambar dan mengubah fitur linier menggunakan enam parameter
opsional (RADI, GTHR, LTHR, FTHR, ATHR, dan DTHR) kedalam bentuk
vector. Berikut penjelasan parameter tersebut secara singkat Sahp (2005).
1. RADI (Filter Radius) Dengan rentang data 0-8192. Parameter ini
menentukan radius filter deteksi.
2. GTHR (Gradient Treshold) dengan rentang data 0-225 parameter ini
berguna untuk menentukan ambang batas minimum pixel untuk
menentukan citra biner
3. LTHR (Length Treshold) dengn rentang data 0-8192 parameter
parameter ini berguna untuk menentukan panjang mimal (dalam pixel)
yang diangap sebagai kurva lanjutan seperti menghubungkan dengan
kurva lain.
4. FTHR (Line Fitting Error Treshold) dengan rentang data 0-8192
parameter ini menentukan kesalahan maksimum yang diijinkan (dalam
pixel) nilai FTHR yang kecil memberikan segment yang lebih baik
namun menghasilkan polyline yang lebih pendek.
5. ATHR (Angular Difference Treshold) dengan rentang data 0-90
parameter ini menentukan sudut maksimum(dalam derajat) antar
polyline, agar dua vektor dapat dihubungkan.
6. DTHR (Linking Distance Treshold) dengan rentang data 0-8192
parameter ini digunakan untuk menentukan jarak minimum (dalam pixel)
untuk dapat dihubungkan
Pada Proses ekstraksi mengunakan aplikasi PCI-Geomatika, parameter yang
digunakan mengunakan parameter menurut Thanoun 2013. (Tabel.2)
Tabel 1.2 Nilai input pada masing-masing parameter AlgoritmaLINE (Thanoun R.G
2013)
RADI (Filter Radius) 5
GTHR (Gradient Treshold) 75
LTHR (Length Treshold) 10
FTHR (Line Fitting Error 2
Treshold)
ATHR (Angular Difference 20
Treshold)
DTHR (Linking Distance 1
Treshold)

Metode yang digunakan dalam studi khusus ini merupakan metode ekstraksi
linement secara semi-otomatis dan kemudian di interpretasi secara kualitatif
mengunakan konsep Thanoun (2013) (gambar 3.7)

Gambar 3. 8 alur proses analisa densitas kelurusan (Thanoun 2013)


3.2.3 Analisa laboratorium
Tahap analisa laboratorium dilakukan setelah tahap pengumpulan data
lapangan. Tahap ini dilakukan untuk mengimput dan memproses data-data lapangan
menjadi data yang dapat disajikan berupa peta geomorfologi, peta geologi, peta
lintasan dan pengamatan, kolom stratigrafi dan serta rekonstruksi penampang untuk
mendukung interpretasi dan rekonstruksi sejarah geologi.
Sampel di bagi menjadi dua. yaitu sampel untuk analisa petrografi dan
sampel untuk analisa palentologi. Untuk analisa petrologi dibutuhkan sampel dari
tiap jenis batuan sedimen, metamorf, dan beku dari masing-masing formasi yang
ditemukan pada daerah penelitian. Sementara itu untuk analisa paleontology sampel
yang dipilih merupakan sampel yang berekasi dengan HCL.
Analisa palentologi dilakukan untuk mengetahui jenis fosil yang terkandung
pada batuan. Analisa ini dilakukan dnegan cara menumbuk contoh batuan yang
memiliki fosil menjadi halus, kemudian dicuci dengan hydrogen peroksida agar fosil
menjadi bersih dari pengotor dan dapat dianalisa di bawah mikroskop, didaerah
penelitian terdapat formasi dengan lingkungan pengendapan laut sehinga dapat
dilakukan analisa mikrofosil sehinga dapat diketahui umur relatif batuan dan
kedalaman lingkungan pengendapan (batimetri) berdasarkan klasifikasi Barker
(1960) dan zonasi Blow (1969).
Analisa petrografi filakukan untuk mengetahui jenis-jenis mineral
penyususun batuan. Analisa ini dilakukan pada batuan sedimen klastik, non-klastik,
beku dan metamorf Penamaan batuan sedimen klastik digunakan menggunakan
klasifikasi yang dibuat oleh Pettijohn (1972) dan Gilbert (1982). Sedangkan
diagram USGS digunakan sebagai panduan untuk penaman batuan beku dan
metamorf.
Selanjutnya pengamatan paleontologi akan dilakukan di laboratorium
Paleontologi dan analisa petrografi akan dilakukan di Laboratorium Geologi
Dinamik dan Petrologi di Program Studi Teknik Geologi Universitas Sriwijaya.
3.2.4 Analisa Studio
Analisa studio dilakukan agar data-data geologi yang telah dihimpun dapat
divisualisikan dnegan baik agar dapat dengan mudah dipahami. Berikut analisa yang
dilakukan:
1. Pembuatan peta geologi dan geomorfologi (kemiringan lereng, pola aliran,
kelurusan) mengunakan aplikasi ArcGIS.
2. Pembuatan kolom stratigrafi mengunakan aplikasi SedLog
3. Analisis dan rekonstuksi struktur geologi mengunakan aplikasi Dips,
Stereonet, FaultKin dam WinTensor
4. Pembuatan penampang peta dan digitasi mengunakan aplikasi CorelDraw.
5. Pembuatan peta densitas kelurusan mengunakan aplikasi ENVI, PCI-
Geomatica, Arcgis,dan RockWork.

3.4 Penyusunan Laporan


Penyusunan laporan merupakan tahap akhir dari Penelitian. Laporan disusun
dari intregasi data-data yang telah dihimpun dan diolah dan dianalisa. Kemudian
digunakan untuk merekonstuksi sejarah geologi daerah penelitian keleluruhan dari
tahapan ini akan menghasilkan suatu kesimpulan mengenai kondisi geologi didaerah
penelitian..kemudian dituangkan dalam bentuk laporan, laporan ini disusun
berdasarkan prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan oleh Program Studi Teknik
Geologi.
BAB IV
KERANGKA WAKTU PENELITIAN DAN PEMBIAYAAN
Agar penelitian berjalan lancar maka disusun kerangka waktu penelitian
dan rencana pembiayaan. Penelitian ini terdiri dari bebrapa tahap mencakup
tahap pemetaan geologi, analisa laboratorium, interpretasi dan penulisan
laporan, serta publikasi dan sidang. Sedangkan rencana pembiayaan disusun
agar peneliti dapat memperkirakan biaya yang perlu dikeluarkan agar
penelitian dapat berjalan lancar.
4.1 Kerangka waktu Penelitian Tugas akhir
Secara garis besar penelitian Tugas akhir terdiri dari empat tahap utama
yaitu pemetaan geologi, analisa laboratorium, interpretasi dan penulisan
laporan serta publikasi dan sidang yang dirangkum dalam table 3
1 Tahap Pemetaan Geologi Juli –Juli 2019
Tahap pemetaan geologi berupa observasi lapangan. seperti penentuan
titik koordinat plotting pada peta dasar, deskripsi litologi, pengambilan data
struktur, pengukuran jurus dan kemiringan lapisan batuan, pengambilan contoh
batuan apada lokasi yang diangap kritis dan representatif
2. Tahap Analisa Laboratorium Agustus 2019
Tahap analisa laboratorium dilakukan setelah pemetaan geologi selesai
dilaksanakan. Pada tahap ini sampel batuan yang diambil pada pemetaan
geologi dikirim ke laboratorium untuk kemudian diolah dan dilakukana analisa.
Dengan tujuan agar hasil analisa dapat menjadi data pendukung interpretasi.
Tahap ini terdiri dari beberapak kegiatan yaitu analisa petrografi, analisa
mikropaleontologi dan analisa studio.
3. Tahap Interpretasi dan Penulisan Laporan September 2019
Tahap interpretasi dan penulisan laporan dapat dilaksanakan dengan
mengintregrasikan hasil pemetaan geologi dan analisa laboratorium. Sehinga
dapat ditarik kesimpulan sintesa mengenai perkembangan dan sejarah geologi
yang terjadi di daerah penelitian.penulisan laporan ini juga harus diiringi
diskusi bersama pembimbing agar hasil penulisan laporan sesuai dengan
standar yang berlaku di Universitas Sriwijaya.
4. Tahap Publikasi dan Sidang Oktober – November 2019
Merupakan tahap terakhir dari penelitian tugas akhir. Program Studi
Universitas Sriwijaya memiliki kebijakan untuk setiap mahahasiswa Strata 1
(S1) yang ingin menyelesaikan perkuliahannya wajib untuk mengikuti sidang
sarjana dengan sarat telah mempublikasikan hasil penelitian tugas akhir dan
mengikuti seminar hasil. Untuk publikasi diperlukan izin dari pembimbing
sedangkan untuk mengikuti seminar hasil diperlukan surat penerimaan
publikasi tugas akhir pada jurnal, konfensi atau pun seminar, baik nasional
ataupun internasional.

Tabel 3 Kerangka waktu Penelitian


2019
T Juni Juli Agust Septe Oktober November
a us mber
h 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
a
p

P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
Tahap Pemetaan Geologi
O
b
s
e
r
v
a
s
i

L
a
p
a
n
g
a
n
Tahap Analisa Laboratorium
A
n
a
l
i
s
a

P
e
t
r
o
g
r
a
f
i
A
n
a
l
i
s
a

M
i
k
r
o
p
a
l
e
o
n
t
o
l
o
g
i
A
n
a
l
i
s
a

S
t
u
d
i
o
Tahap Interpretasi ,Hasil dan Penulisan Laporan
P
e
m
b
u
a
t
a
n

P
e
t
a

T
e
m
a
t
i
k
I
n
t
e
r
p
r
e
t
a
s
i

P
e
t
a

T
e
m
a
t
i
k
I
n
t
e
r
p
r
e
t
a
s
i

D
a
t
a

d
a
n

H
a
s
i
l

P
e
n
y
e
l
e
s
a
i
a
n

L
a
p
o
r
a
n
Publikasi dan sidang
P
u
b
l
i
k
a
s
i

k
a
r
y
a

t
u
l
i
s
S
e
m
i
n
a
r

H
a
s
i
l
S
i
d
a
n
g

s
a
r
j
a
n
a

4.2 Rencana Biaya Penelitian Tugas Akhir


Rencana biaya penelitian tugas akhir merupakan rincian biaya apa saja
yang harus dikeluarkan selama melakukan penelitian tugas akhir hal ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar biaya yang harus dipersiapkan
selama melakukan kegiatan ini. Hal tersebut mencakup biaya kegiatan
lapangan, Peralatan dan analisa laboratorium (table 4).
Tabel 4 Rencana biaya penelitian tugas akhir.
N Kebutuhan Jumla Satuan Harga Total
o h Satuan
A Kegiatan Lapangan
1 Transportas 1 Kegiata Rp. Rp.700.000
i n 700.000
Palembang-
Banyumas (
Pulang –
Pergi )
2 Penginapan 30 Hari Rp.350.00 Rp.350.000
0
3 Konsumsi 120 Kegatan Rp.10.000 Rp
1.200.000
4 P3K 1 Unit Rp 50.000 Rp. 50.000
5 Kendaran 30 Hari Rp 25.000 Rp.750.000
selama
dilapangan
6 Honor 6 kegiatan Rp. 50.000 Rp.300.000
Penunjuk
Jalan
(insidentil)
B Peralatan
7 Plastik 100 Unit Rp.2.000 Rp.200.000
Sampel
8 Pahat 1 Unit Rp.25.000 Rp.25.000
9 Cetak A2 10 Unit Rp.15.000 Rp. 150.000
10 Cetak A3 20 Unit Rp.10.000 Rp.200.000
11 Kertas A4 3 rim Rp.60.000 Rp.180.000
80 Gram
12 Tinta 5 Unit Rp.30.000 Rp.150.000
Printer
13 Jilid 3 Unit Rp. 30.000 Rp.90.000
Laporan
akhir
C Analisis Laboratorium
14 Analisa 20 Unit Rp.50.000 Rp.1.000.00
Petrografi 0
15 Analisa 15 Unit Rp.30.000 Rp.450.000
Paleontolog
i
Total Rp
5.795.000

Anda mungkin juga menyukai