KAJIAN PUSTAKA
Bab ini terdiri dari dua bagian yaitu dasar teori geologi regional yang akan
membahas mengenai tatanan tektonik yang menjadi kontrol atas stratigrafi dan struktur
yang berkembang di daerah penelitian,lalu stratigrafi regional yang akan membahas urutan
pembentukan batuan dari daerah penelitian dan struktur geologi yang akan membahas
kondisi struktur serta pengaruh kontrol tegasan utama terhadap kondisi daerah penelitian
dan dasar teori studi khusus yang akan membahas tentang densitas kelurusan.
Gambar 2. 2 Peta Tektonik dan sebaran struktur Cekungan Sumatra Selatan (Bishop, 2001)
2.1.2 Stratigrafi Regional
Stratigrafi daerah penelitian dapat dibagi berdasarkan beberapa kelompok.Menurut
umur geologinya dapat dibagi menjadi dua yaitu stratigrafi Pra-tersier dan tersier.Kemudian
berdasakan litostratigrafinya stratigrafi daerah penelitian merupakan peralihan dari batuan
metamorf dan metasedimen menjadi batuan sedimen yang dibatasi oleh hiatus selama Jura
awal dan Paleosen (Kusnama et al., 1992) .
Terdapat Dua formasi batuan Pra-tersier yang menjadi yang menjadi basement di
daerah penelitian yaitu, Formasi Asai (Ja) yang berumur Jura dan Formasi Peneta (Kjp)
yang juga berumur Jura.
-Formasi Asai (Ja)
Merupakan batuan sedimen pada daerah pemelitian yang berumur Jura. Dengan
variasi litologi berupa batupasir malih, filit, batulanau terkersikkan, grewake, sisipan
batugamping, setempat batupasir kuarsa, argilit, sekir, gneiss, batutanduk,kuarsit (Suwarna,
1992) yang menunjukan hubungan kontak selaras dengan formasi yang berada diatasnya.
Barber (2005) menyimpulkan bahwa formasi ini terendapkan pada forearc basin, yang
dibuktikan dengan adanya peralihan dari endapan klastik ke karbonat pada bagian atas
formasi.
-Formasi Peneta (Kjp)
Formasi ini terdiri dari batusabak,batuserpuh,batulanau,batupasir, dengan sisipan
batugamping mengandung fosil Clodocoropsis mirabilis. Formasi ini juga memiliki satu
anggota yaitu formasi Peneta anggota Mersip yang terdiri dari batugamping kristalin kelabu
muda-tua(Suwarna, 1992) yang terendapkan secara selaras dengan formasi Asai yang
berada dibawahnya. Formasi ini terendapkan dilingkungan laut dangkal pada foreland dari
Sundaland, Barber (2003) menginterpretasikan kondisi paelogeografi dari formasi Peneta
menunjukan pengendapan transisi hinga laut dangkal dan menerus hinga oceanic crust pada
bagia selatan formasi (gambar 2.3).
Gambar 2. 3 Kondisi Palegogeografi Sumatra bagian selatan selama pratersier (Barber, 2003)
Pada zaman Tersier proses pengendapan terjadi akibat gaya ekstensi. menyebabkan
penurunan dasar cekungan sehinga mengakhiri masa hiatus yang terjadi pada zaman Kapur.
Ditandai dengan Pengendapan formasi Papanbetupang(Tomp) dan formasi Kasiro(Tmk).
-Formasi Papanbetupang (Tomp)
formasi Papanbetupang terdiri dari konglomerat anaeka bahan, batupasir,
batulempung, batulanau, berksi, sisipan batupasir dan batulempung tuffan, batubara
(suwarna 1992). Formasi ini terbentuk selama Oligosen-Miosen. (Moos, 1996) lingkungan
pengendapan diinterpretasikan sebagai daerah fluvial.
-Formasi Kasiro(Tmk)
Formasi Kasiro merupakan formasi termuda pada daerah penelitian. Terendapkan
selama Miosen awal, tersusun atas serpih, batulempung dan batulanau, umumnya
tuffan(suwarna 1992). mengandung droplets oil dengan zona belum matang hingga matang
awal (Hermianto, 2006)
-Formasi Air Benakat (Tma)
Formasi ini terdiri atas perselingan batupasir dan batulempung, sisipan
batugamping, batubara, batulanau dan napal (Suwarna 1992). Yang terendapkan secara
selaras dengan formasi Muara Enim diatasnya dan secara tiadak selaras dengan formasi
Peneta dibawahnya. Ketebalan formasi ini bervariasi mulai dari 1000-1500 km dan didapati
fosil Globrotalia mayeri dan Globigerinoides yang menunjukan rentang umur Miosen
tengah(Rudd et al., 2013).
-Formasi Muara Enim
Formasi ini terendapkan selama Miosen akhir saat cekungan memasuki fase
kompresi mengakibatkan terjadinya penggangkatan sehinga kondisi yang awalnya laut
dangkal berubah menjadi delta, sehinga terjadi regresi akibat ruang akomodasi sedimen
berkurang. Formasi Muara Enim tersusun atas batupasir, batulempung, dan lapisan batubara
(Suwarna, 1992). terendapkan secara selaras dengan formasi Air Benakat dibawahnya dan
tidak selaras formasi Kasai diatasnya.
-Formasi Kasai
Terendapkan pada plio-plistosen bersamaan dengan fase vulkanik yang aktif akibat
inversi tektonik(Barber et al., 2005). Hal tersebut tergambar dari tuf dengan sisipan
batupasir tufan dan batulempung tufan, dengan kayu terkeriskan setempat (suwarna, 1992).
Sehinga dari uraian diatas dapat disumpulkan bahwa stratigrafi regional daerah
penelitian dimulai sejak jaman Jura dengan formasi Asai(Ja) dan formasi Penenta(Kjp)
sebagai batuan alas atau basement kemudian terjadi hiatus, lalu prosesn pengendapan
dimulai kembali pada masa Tersier akibat gaya ekstensi yang ditandai dengan pengendapan
formasi Papanbetupang(Tomp) selaras dengan formasi Kasiro(Tmk) secara lokal. Secara
regional formasi Air Benakat(Tma) yang selaras terhadap formasi Muara Enim(Tmpm)
kemudian dilanjutkan pengendapan formasi Kasai(Tmk) selaras dengan formasi Muara
Enim. Lalu secara tidak selaras terendapkan Aluvial (Qa) diatas formasi Kasai (Qtk)
(gambar 2.4) yang terdiri atas endapan sedimen berupa pasir, lempung, dan lanau yang tidak
terkonsolidasi secara sempurna.
.
Gambar 2. 4 Koslom stratigrafi Regional daerah penelitian(Suwarna, 1992; Barber et al., 2005; Firmanysah,
2007; Kusnama dan Mangga, 2007) dengan modifikasi.
Gambar 2. 6 Fase ke2 perkembangan sruktur pada daerah penelitian arah NE-SW (purwaningsih, 2006)
Kemudian Purwaningsih (2006) menyebutkan Fase kedua dari pembentukan
struktur geologi regional terjadi selama Eosen-Oligosen pada daerah Setiti Tembesi. Terjadi
rotasi akibat gayaekstensional besar-besaran, sehinga terjadi rotasi yang menyebabkan aras
utama menjadi WSW-ENE (gambar 2.7).
Gambar 2. 7 Akhir fase ke-2 Struktur geologi daerah penelitian menunjukan arah NW-SE (Purwaningsih 2006)
Lalu pada Plio-plestosen, kecepatan subduksi lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia
bertambah sehinga menyebapkan terjadi proses vulkanisme yang intesif. Hal ini terlihat
dari pola sebaran struktur yang mulai dominan pada NW-SE disebagian besar cekungan
dengan arah utama yang semula NNE-SSW menjadi NE-SW (gambar 2.8). Pada fase ke
empat ini pula struktur pada fase-fase sebelumnya kembali aktif dan menunjukan
kenampakan arah dominan yang berbeda-beda, seperti pada Sub-Cekungan Jambi
menunjukan arah NE-SW(Purwaningsih 2006).
Kemudian pada masa Kuarter, struktur-struktur yang terbentuk masih mengikuti
mekanisme selama plio-plestosen yang membentuk Antiklinorium disebagian besar
cekungan yang menjadi jebakan-jebakan hidrokarbon.
Gambar 2. 8 Fase terakhir pembentukan struktur geologi daerah penelitian menunjukan arah utama N-S
(Purwaningsih 2006)
Bagian ini akan menjelaskan mengenai tahapan yang perlu dilakukan untuk
melakukan tugas akhir pemetaan geologi. Secara umum ada dua tahapan yang perlu
dilakukan untuk melaksanakan pemetaan geologi yaitu tahap pra-penelitian tugas
akhir dan tahap penelitian tugas akhir.
Metode yang digunakan dalam studi khusus ini merupakan metode ekstraksi
linement secara semi-otomatis dan kemudian di interpretasi secara kualitatif
mengunakan konsep Thanoun (2013) (gambar 3.7)
P
e
n
e
l
i
t
i
a
n
Tahap Pemetaan Geologi
O
b
s
e
r
v
a
s
i
L
a
p
a
n
g
a
n
Tahap Analisa Laboratorium
A
n
a
l
i
s
a
P
e
t
r
o
g
r
a
f
i
A
n
a
l
i
s
a
M
i
k
r
o
p
a
l
e
o
n
t
o
l
o
g
i
A
n
a
l
i
s
a
S
t
u
d
i
o
Tahap Interpretasi ,Hasil dan Penulisan Laporan
P
e
m
b
u
a
t
a
n
P
e
t
a
T
e
m
a
t
i
k
I
n
t
e
r
p
r
e
t
a
s
i
P
e
t
a
T
e
m
a
t
i
k
I
n
t
e
r
p
r
e
t
a
s
i
D
a
t
a
d
a
n
H
a
s
i
l
P
e
n
y
e
l
e
s
a
i
a
n
L
a
p
o
r
a
n
Publikasi dan sidang
P
u
b
l
i
k
a
s
i
k
a
r
y
a
t
u
l
i
s
S
e
m
i
n
a
r
H
a
s
i
l
S
i
d
a
n
g
s
a
r
j
a
n
a