Anda di halaman 1dari 27

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Remaja


1. Pengertian Remaja
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada
usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja
adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia
remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan
yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja
relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan
ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan
remaja yang diperpendek.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini
sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh
Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada
saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan
(storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis
identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan
oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas
diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium,
foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001,
Monks, dkk, 2000, Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang
berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan
masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat
menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi.

1
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan
petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab
pertentangan-pertentangan dengan orang tua.
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak
sanggup memenuhi semuanya.
7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan
berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa
saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan
fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan,
2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik,
namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi
psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang
muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada
pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama
yang dialami oleh remaja.
Permasalahan Fisik dan Kesehatan
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja
awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah
selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik
yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka
terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan
fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan
fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka.
Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya
diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja

2
perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian
tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha.
Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini
mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski &
Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya
dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan,
depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang
maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut,
ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal
munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy &
Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit
kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan
makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa
kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah
karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.
2. Psikologi Remaja
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini
mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian
di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984)
menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk
berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara
orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama.
Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali
dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan
sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah
dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah
psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja
mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-
awareness). .

3
Tetapi statement yang timbul akibat pernyataan yang stereotype dengan
pernyataan diatas, membuat remaja pun merasa bahwa apa yang terjadi,
apa yang mereka lakukan adalah suatu hal yang biasa dan wajar.Mereka
sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap
bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka
seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri.
Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan
citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk
menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan
mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri
akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang
akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan
membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik
dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan
berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia
nyata.
Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain ternyata
memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi
atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu
diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat
inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk
menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan. Para
remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga
seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan
mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka
tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek
atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk
mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi
orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu
bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah
yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jatidiri positif pada

4
remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri
dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang
lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana
menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai
nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan
membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk
menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan
menjadi sangat penting bagi remaja Dari beberapa dimensi perubahan
yang terjadi pada remaja seperti yang telah dijelaskan diatas maka
terdapat kemungkinan – kemungkinan perilaku yang bisa terjadi pada
masa ini. Diantaranya adalah perilaku yang mengundang resiko dan
berdampak negative pada remaja.
Perilaku yang mengundang resiko pada masa remaja misalnya
seperti penggunaan alcohol, tembakau dan zat lainnya; aktivitas sosial
yang berganti – ganti pasangan dan perilaku menentang bahaya seperti
balapan, selancar udara, dan layang gantung (Kaplan dan Sadock, 1997).
Alasan perilaku yang mengundang resiko adalah bermacam – macam
dan berhubungan dengan dinamika fobia balik ( conterphobic dynamic
), rasa takut dianggap tidak cakap, perlu untuk menegaskan identitas
maskulin dan dinamika kelompok seperti tekanan teman sebaya.
Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh
kembang yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar
kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan
orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya
berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng.
Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga
disebut peer group.
Demi kawan yang menjadi anggota kelompok ini, remaja bisa
melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan, Solidaritas.
Geng, menjadi suatu wadah yang luar biasa apabila bisa mengarah
terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang solidaritas menjadi hal yang

5
bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada akhirnya merusak arti dari
solidaritas itu sendiri.
Demi alasan solidaritas, sebuah geng sering kali memberikan
tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya (peer
pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial
yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan
narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks, melakukan
penodongan, bolos sekolah, tawuran, merokok, corat-coret tembok, dan
masih banyak lagi.
3. Karakteristik Remaja
Memerinci karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja,
yang terbagi ke dalam bagian dua kelompok yaitu remaja awal (11-13
s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s.d. 18-20 tahun) meliputi
aspek : fisik, psikomotor, bahasa, kognitif, sosial, moralitas, keagamaan,
konatif, emosi afektif dan kepribadian, sebagai berikut:

6
Remaja Awal Remaja Akhir
(11-13 Th s.d.14-15 Th) (14-16 Th.s.d.18-20 Th)
Fisik
Laju perkembangan secara umum Laju perkembangan secara umum
berlangsung pesat kembali menurun, sangat lambat
Proporsi ukuran tinggi dan berat badan
Proporsi ukuran tinggi dan berat
lebih seimbang mendekati kekuatan
badan sering- kali kurang seimbang
orang dewasa
Munculnya ciri-ciri sekunder
(tumbul bulu pada pubic region, otot
mengembang pada bagian – bagian
Siap berfungsinya organ-organ
tertentu), disertai mulai aktifnya
reproduktif seperti pada orang dewasa
sekresi kelenjar jenis kelamin
(menstruasi pada wanita dan day
dreaming pada laki-laki
Psikomotor
Gerak – gerik tampak canggung dan
Gerak gerik mulai mantap
kurang terkoordinasikan
Jenis dan jumlah cabang permainan
Aktif dalam berbagai jenis cabang lebih selektif dan terbatas pada
permainan keterampilan yang menunjang kepada
persiapan kerja
Bahasa
Berkembangnya penggunaan bahasa
Lebih memantapkan diri pada bahasa
sandi dan mulai tertarik mempelajari
asing tertentu yang dipilihnya
bahasa asing
Menggemari literatur yang Menggemari literatur yang
bernafaskan dan mengandung segi bernafaskan dan mengandung nilai-
erotik, fantastik dan estetik nilai filosofis, ethis, religius
Perilaku Kognitif
Proses berfikir sudah mampu Sudah mampu meng-operasikan
mengoperasikan kaidah-kaidah kaidah-kaidah logika formal disertai
logika formal (asosiasi, diferen-siasi, kemampuan membuat generalisasi
komparasi, kausalitas) yang bersifat yang lebih bersifat konklusif dan
abstrak, meskipun relatif terbatas komprehensif
Tercapainya titik puncak kedewasaan
Kecakapan dasar intelektual
bahkan mungkin mapan (plateau) yang
menjalani laju perkembangan yang
suatu saat (usia 50-60) menjadi
terpesat
deklinasi
Kecakapan dasar khusus (bakat) Kecenderungan bakat tertentu
mulai menujukkan kecenderungan- mencapai titik puncak dan
kecende- rungan yang lebih jelas kemantapannya
Perilaku Sosial
Diawali dengan kecenderungan
ambivalensi keinginan menyendiri Bergaul dengan jumlah teman yang
dan keinginan bergaul dengan lebih terbatas dan selektif dan lebih
banyak teman tetapi bersifat lama (teman dekat)
temporer
Adanya kebergantungan yang kuat
Kebergantungan kepada kelompok
kepada kelompok sebaya disertai
sebaya berangsur fleksibel, kecuali
semangat konformitas yang tinggi

7
dengan teman dekat pilihannya yang
banyak memiliki kesamaan minat
Moralitas
Sudah dapat memisahkan antara sistem
Adanya ambivalensi antara
nilai – nilai atau normatif yang
keinginan bebas dari dominasi
universal dari para pendukungnya
pengaruh orang tua dengan
yang mungkin dapat ber-buat keliru
kebutuhan dan bantuan dari orang tua
atau kesalahan
Dengan sikapnya dan cara Sudah berangsur dapat menentukan
berfikirnya yang kritis mulai menguji dan menilai tindakannya sendiri atas
kaidah-kaidah atau sistem nilai etis norma atau sistem nilai yang dipilih
dengan kenyataannya dalam perilaku dan dianutnya sesuai dengan hati
sehari-hari oleh para pendukungnya nuraninya
Mulai dapat memelihara jarak dan
Mengidentifikasi dengan tokoh
batas-batas kebebasan- nya mana yang
moralitas yang dipandang tepat
harus dirundingkan dengan orang
dengan tipe idolanya
tuanya
Perilaku Keagamaan
Mengenai eksistensi dan sifat Eksistensi dan sifat kemurah-an dan
kemurahan dan keadilan Tuhan keadilan Tuhan mulai dipahamkan dan
mulai dipertanyakan secara kritis dan dihayati menurut sistem kepercayaan
skeptis atau agama yang dianutnya
Penghayatan kehidupan keagamaan
Penghayatan kehidupan keagamaan
sehari-hari dilakukan atas
sehari-hari mulai dilakukan atas dasar
pertimbangan adanya semacam
kesadaran dan pertimbangan hati
tuntutan yang memaksa dari luar
nuraninya sendiri secara tulus ikhlas
dirinya
Masih mencari dan mencoba
Mulai menemukan pegangan hidup
menemukan pegangan hidup
Konatif, Emosi, Afektif dan Kepribadian
Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa Sudah menunjukkan arah
aman, kasih sayang, harga diri dan
kecenderungan tertentu yang akan
aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah
kecenderungannya mewarnai pola dasar kepribadiannya
Reaksi-reaksi dan ekspresi
emosionalnya masih labil dan belum
Reaksi-reaksi dan ekspresi
terkendali seperti pernya-taan marah,
emosinalnya tampak mulai terkendali
gembira atau kesedihannya masih
dan dapat menguasai dirinya
dapat berubah-ubah dan silih
berganti dalam yang cepat
Kecenderungan titik berat ke arah
Kecenderungan-kecenderungan arah
sikap nilai tertentu sudah mulai jelas
sikap nilai mulai tampak (teoritis,
seperti yang akan ditunjukkan oleh
ekonomis, estetis, sosial, politis, dan
kecenderungan minat dan pilihan

8
religius), meski masih dalam taraf karier atau pendidikan lanjutannya;
eksplorasi dan mencoba-coba yang juga akan memberi warna kepada
tipe kepribadiannya
Kalau kondisi psikososialnya
Merupakan masa kritis dalam rangka
menunjang secara positif maka mulai
meng-hadapi krisis identitasnya yang
tampak dan ditemukan identitas
sangat dipengaruhi oleh kondisi
kepriba-diannya yang relatif definitif
psiko-sosialnya, yang akan
yang akan mewarnai hidupnya sampai
membentuk kepribadiannnya
masa dewasa

B. Tinjauan Tentang Alexithymia


1. Pengertian Alexithymia
Alexithymia pertama kali diperkenalkan oleh Sifneos sebagai
konstruk psikologis pada tahun 1972. Alexithymia berasal dari bahasa
Yunani, a yang berarti kurangnya, lexis yang berarti kata, dan tymos
yang berarti emosi (Sifneos, 1973). Nemiah, Freybeerger, dan Sifneos
(dalam Hamidi dkk, 2010) mendeskripsikan alexithymia sebagai
kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengkomunikasikan perasaan,
kesulitan dalam membedakan perasaan dan sensasi tubuh dari dorongan
emosi, rendahnya fantasi dan imajinasi, serta berkaitan dengan
pemikiran yang berorientasi eksternal.
Alexithymia dikonseptualisasikan sebagai trait kepribadian yang
tersebar secara normal dalam populasi umum (Taylor & Bagby, 1997).
Alexithymia mempunyai ciri utama adanya kerusakan pada fungsi
afektif dan kognitif seseorang sehingga menurunkan kemampuan
mengelola emosi dengan baik dan menyebabkan defisiensi empati
(Thompson, 2009). Berdasarkan pengertian yang dikemukakan
beberapa para ahli maka dapat disimpulkan bahwa alexithymia
merupakan kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengkomunikasikan
perasaan, kesulitan dalam membedakan perasaan dan sensasi somatic
dari dorongan emosi, rendahnya fantasi dan imajinasi, serta berkaitan
dengan pemikiran yang berorientasi eksternal.
2. Karakteristik Alexithymia

9
Menurut Taylor, Bagby, dan Parker (1997) menjelaskan beberapa fitur
alexitymia, yaitu :
a. Kesulitan mengenali perasaan
Individu dengan alexithymia mengalami kesulitan dalam
mengenali dan mengidentifikasi keadaan emosi yang sedang
mereka alami. Mereka mungkin merasakan pengalaman emosi
yang kuat, seperti kesedihan yang mendalam atau kemarahan
yang besar, namun mereka tidak mampu menggambarkan alasan
dibalik emosi tersebut (Thompson, 2009). Individu akan sulit
membedakan perasaan mereka dengan sensasi tubuh mereka
saat mengalami dorongan emosional ( Nemiah, Freyberger, dan
Sifneos dalam Taylor & Bagby, 2013). Contohnya , “seringkali
saya tidak memahami emosi yang sedang saya rasakan”.
b. Kesulitan mendeskripsikan perasaan melalui kata-kata
Individu dengan Alexithymia juga kesulitan dalam
mengungkapkan perasaan mereka kepada orang lain. Ketika
mereka merasakan perasaan tidak nyaman mengenai sesuatu
yang berubah di dalam tubuh mereka,peningkatan detak jantung,
merona atau merasakan perasaan yang menggebu-gebu, mereka
tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat saat diminta
menjelaskan mengenai perasaan atau emosi yang mereka alami
(Thompson, 2009). Contohnya, “saya sulit menemukan istilah
yang tepat bagi perasaan saya”.
c. Keterbatasan proses imajinasi
Imajinasi adalah fenomena kompleks yang merupakan
kemampuan individu untuk menciptakan gambaran secara
mental di dalam pikiran berdasarkan pengalaman konkret-
sensori (Thompson, 2009). Individu dengan alexithymia
memiliki keterbatasan dalam proses imajinasi. Thompson
(2009) menjelaskan proses imajinasi memiliki fungsi penting
sebagai kemampuan untuk membayangkan emosi, harapan,

10
keinginan, kebutuhan dan bagaimana individu memenuhi hal
tersebut, berperan dalam meregulasi intesitas dan ekspresi
emosi; serta kemampuan untuk menempatkan, membayangkan
diri sebagai orang lain yang merupakan kemampuan dasar
empati. Taylor, Bagby, & Parker (1997) menyebutkan
kekurangan bahkan tidak adanya fantasi mengenai perasaan dan
dorongan merupakan bukti keterbatasan proses imajinasi yang
dialami individu dengan level alexithymia tinggi. Proses
imajinasi penting di dalam pengaturan emosi, pencarian solusi
terhadap konflik yang dialami serta meningkatkan kemampuan
dalam berinteraksi yang tercermin dalam kemampuan berempati
(Thompson, 2009). Salah satu contonya adalah, “saya cenderung
mudah menganalisa suatu masalah daripada
menggambarkannya”.
d. Externally oriented cognitive style
Individu dengan level alexithymia tinggi memiliki cognitive
style yang berfokus pada detail-detail kejadian-kejadian
eksternal. Dua karakteristik alexithymia (keterbatasan fantasi
dan externally oriented thinking style) yang disebutkan Nemiah,
Freyberger & Sifneos sesuai dengan istilah “la pensée
opératoire” (dalam Taylor & Bagby, 2013). Marty dan de
M’Uzan mencetuskan istilah “la pensée opératoire” yang berarti
pemikiran operasional (Guttman & Laporte, 2002). Pemikiran
berorientasi eksternal melibatkan prioritas untuk memunculkan
hal-hal dan peristiwa ke pemahaman di luar individu daripada
pemahaman pikiran dan perasaan yang ada di dalam diri
individu. Individu dengan level alexithymia tinggi cenderung
memiliki fokus bicara pada fakta eksternal dan fakta objektif
dibanding melakukan instrospeksi perasaan mereka atau
perasaann yang orang lain alami (Guttman & Laporte, 2002).
Salah satu contonya adalah, “saya cenderung mudah

11
menganalisa (menguraikan/menelaah) suatu masalah daripada
menggambarkannya (membayangkan/menceritakan kembali)”.
Menurut Timoney dan Holder (2013) konstruk alexithymia
mencakup empat fitur utama berikut :
a. Kesulitan mengidentifikasi dan menggambarkan perasaan
subjektif
Orang dengan alexithymia mengalami kesulitan dalam
mengenali emosi mereka, contohnya ketika mereka sedang
marah, senang, sedih, maupun kecewa mereka tidak tahu
pasti emosi apa yang sedang mereka rasakan.
b. Kesulitan membedakan antara perasaan dan sensasi tubuh
dari gairah emosional
Orang dengan alexithymia mengalami kesulitan
membedakan sensasi tubuh mereka dengan perasaan yang
mereka rasakan, contohnya mereka merasa cemas atau
tertekan, mereka berkata bahwa mereka mengalami sakit
perut, tapi ketika ditanyakan mereka tidak yakin apakah
mereka sakit perut karna cemas atau tidak.
c. Proses imajinasi terbatas
Individu dengan alexithymia mengalami keterbatasan dalam
berimajinasi yang berfungsi sebagai kemampuan untuk
membayangkan emosi, harapan, keinginan, dan
membayangkan diri menjadi orang lain.
d. Gaya kognitif yang berorientasi eksternal
Individu dengan level alexithymia tinggi cenderung
memiliki fokus bicara pada fakta eksternal dan fakta objektif
disbanding melakukan instrospeksi perasaan mereka atau
perasaann yang orang lain alami (Guttman & Laporte, 2002).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fitur
alexithymia meliputi kesulitan mengidentifikasi
(menentukan/menetapkan) perasaan dan kesulitan

12
mengenali (mengetahui ciri-ciri atau tanda-tanda
munculnya) perasaan, kesulitan mendeskripsikan perasaan
melalui kata-kata, keterbatasan proses imajinasi, externally
oriented cognitive style, kesulitan mengidentifikasi dan
menggambarkan perasaan subjektif, kesulitan membedakan
perasaan dengan sensasi tubuh dari gairah emosional.
Berdasarkan uraian di atas dalam penelitian ini peneliti akan
menggunakan karakteristik dari teori Taylor, Bagby, &
Parker (1997), yaitu kesulitan mengenali perasaan dan
membedakan perasaan dengan sensasi tubuh, kesulitan
mendeskripsikan perasaan melalu kata-kata, keterbatasan
proses imajinasi,dan externally oriented cognitive style yang
lebih detail menggambarkan keadaan alexithymia.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Alexithymia
Faktor-faktor yang mempengaruhi alexithymia adalah :
a. Kecerdasan emosi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parker, Taylor, dan
Bagby (2001) menunjukkan hasil bahwa alexithymia terkait erat
dengan kecerdasan emosi, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
kecerdasan emosi memiliki hubungan yang negatif dengan
alexitymia. Menurut Steiner (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan
emosi adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri
sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri
sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai
kekuatan pribadi.
b. Attachment Style
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Usaci & Puscasu,
(2015) menunjukkan adanya hubungan antara gaya kelekatan
dengan alexithymia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa adanya
hubungan yang negatif antara secure attachment style dengan
alexithymia, dan adanya hubungan yang positif antara fearful dan

13
preoccupied attachment style dengan alexithymia. Santrock (2014)
menerangkan beberapa pengertian kelekatan (attachment) dalam
bahasa sehari-hari, attachment mengacu pada suatu relasi antara dua
orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan
melakukan banyak hal bersama untuk melanjutkan relasi itu.
Attachement merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang
dikembangkan individu melalu interaksinya dengan orang yang
mempunyai arti khusus dalam kehidupannya (Cartney & Dearing,
2002). Gaya-gaya yang berbeda pada awalnya dibangun pada saat
masih bayi, tetapi perbedaan dalam kelekatan akan mempengaruhi
perilaku interpersonal sepanjang hidup (Baron & Byrne, 2005).
Gaya kelekatan ini memiliki peranan penting pengembangan
alexithymia terkait dengan hubungan dengan pengasuh, seperti
pengabaian emosi, respon afeksi yang buruk dalam komunikasi,
kurangnya kesempatan pengungkapan emosi anak, bahkan
berdampak pada kapasitas regulasi emosi.
c. Post Traumatic Stress Disorder
Menurut Thompson (2009) trauma merupakan salah satu
penyebab terjadinya alexithymia pada seseorang. Dalam Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders, (DSM-IVTR), PTSD
didefinisikan sebagai suatu kejadian atau beberapa kejadian trauma
yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa
kematian atau ancaman kematian, cidera serius, ancaman terhadap
integritas fisik atas diri seseorang. PTSD ini menyebabkan
gangguan dalam kekurangan kapasitas untuk membentuk symbol
imajinatif, keurangnya kapasitas dalam mengungkapkan perasaan,
ketidakmampuan untuk mencari kesenangan (anhedonia) dan
kurangnya toleransi terhadap kondisi emosi. Berdasarkan beberapa
hasil penelitian yang peneliti temukan terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi alexithymia yaitu, kecerdasan emosi, attachment
style, dan post traumatic stress disorder.

14
Berdasarkan beberapa faktor yang telah dijelaskan maka peneliti
mengambil kecerdasan emosional sebagai factor yang mempengaruhi
alexithymia. Alasan pemilihan kecerdasan emosional sebagai faktor yang
mempengaruhi alexithymia karena individu dengan kecerdasan emosi yang
tinggi cenderung dapat mengenali emosi secara akurat yang tidak terdapat
pada individu dengan alexithymia (Felatoni dkk, 2012).

C. Tinjauan Tentang Depresi


1. Pengertian Depresi
Depresi adalah suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang
disertai gejala-gejala psikologik lainnya, gangguan somatic maupun
gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan digolongkan
kedalam gangguan afektif. Depresi dalam penggunaan istilah sehari-hari
biasanya dikaitkan dengan perasaan sedih, murung, putus asa, merana
dan tidak bahagia. Depresi dapat juga berupa sekumpulan gejala atau
sindroma (disertai perubahan kognitif, psikomotor dan vegetatif) atau
merupakan kesatuan penyakit (dengan gambaran klinis yang khas, dasar
riwayatnya dan hubungan dengan keadaan biologisnya) (Ardhana dalam
Soetjiningsih, 2007).
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah
masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang dapat
jatuh ke fase depresi. Menurut Rathus (dalam Lubis, 2009) orang yang
mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi
keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan gerakan tingkah laku serta
kognisi. Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati (afek) yang
ditandai dengan afek distorik atau kehilangan minat atau kegembiraan
dalam aktivitas sehari-hari disertai dengan temuan temuan lain seperti
gangguan tidur dan perubahan selera makan (Mengel & Schwiebert,
2001).
Depresi terkait dengan situasi yang meliputi diantaranya perasaan
sedih, murung, putus asa, tidak percaya diri, dan menyalahkan diri

15
sendiri secara berlebihan. Seseorang yang mengalami depresi akan
cenderung meninterprestasikan pemikiran negatif dari apa yang terjadi
dalam keadaan kondisi yang tertekan pada saat seseorang mengalami
depresi. Menurut Beck (Nevid, 2005) seseorang yang mengalami
depresi perasaan dan perilakunya diakibatkan oleh persepsi negative
mereka dan verbalisme mereka. Penelusuran literatur yang dilakukan
oleh Beck menentukan konsistensi yang menarik perhatian mengenai
depresi, seperti adanya penurunan mood, kesedihan, pesimisme tentang
masa depan, retardasi dan agitasi, sulit berkonsentrasi, menyalahkan diri
sendiri, lamban dalam berpikir serta serangkaian tanda vegetative
seperti gangguan dalam nafsu makan maupun gangguan dalam hal
tidur.
Depresi merupakan perasaan murung, kehilangan gairah untuk
melakukan hal-hal yang biasa dilakukannya dan tidak dapat
mengekspresikan kegembiraan. Biasanya terjadi pada awal sampai
pertengahan usia dewasa. Dapat terjadi sekali, dapat terjadi sering kali,
dapat sebentar, dapat selama hidup, dapat bertahap, dan dapat mendadak
berat (Sarwono, 2010).
Menurut kriteria DSM-IV-TR (2000)depresi berat adalah suasana
perasaan ekstrem dan berlangsung paling tidak dua minggu, meliputi
gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti)
dan fungsi fisik yang terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan
nafsu makan dan berat badan yang signifikan, atau kehilangan banyak
energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang paling ringan
sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar. Depresi adalah
gangguan mood di mana seseorang merasa tidak bahagia, tidak
bersemangat, memandang rendah diri sendiri, dan merasa sangat bosan.
Individu merasa selalu tidak enak badan, gampang kehilangan stamina,
selera makan yang buruk, tidak bersemangat, dan tidak memiliki
motivasi (Santrock, 2007). Di dalam skala klinis dan validitas pada
Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI-2), menyatakan

16
depresi merupakan penolakan terhadap kebahagiaan dan perasaan
berharga, keterlambatan psikomotor dan penarikan diri, kehilangan
minat terhadap lingkungan sekitar, keluhan somatis, khawatir atau
tegang, penolakan terhadap kemarahan, kesulitan mengendalikan proses
berpikir (Halgin & Whitbourne, 2010).
Berdasarkan uraian yang dipaparkan sebelumnya maka disimpulkan
bahwa depresi yang merupakan gangguan suasana hati ditandai dengan
kehilangan minat atau tidak percaya diri dalam menjalani aktifitas
sehari-hari yang disertai perasaan sedih, putus asa, menyalahkan diri
sendiri, menyendiri, dan memandang rendah diri sendiri, serta melihat
lingkungan secara negatif.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Depresi
Model psikodinamika terbaru lebih terfokus pada isu-isu yang
berhubungan dengan perasaan individual akan self-worth atau self-
esteem. Suatu model, yang disebut model self-focusing,
mempertimbangkan bagaimana mengalokasikan proses atensi
seseorang setelah suatu kehilangan (kematian orang yang dicintai,
kegagalan personal, dan lain lain). Menurut model psikodinamika,
orang yang mudah terkena depresi mengalami suatu periode self-
examination (self-focusing) yang intens setelah terjadinya suatu
kehilangan atau kekecewaan yang besar. Seseorang menjadi terpaku
pada pikiran-pikiran mengenai objek atau tujuan penting yang hilang
dan tetaap tidak dapat merelakan harapan akan entah bagaimana cara
mendapatkannya kembali (Nevid, 2005). Menurut teori psikodinamika
klasik mengenai depresi yang dikemukakan Freud dan para pengikutnya
meyakini kemarahan orang yang ditinggalkan kepada orang yang
meninggalkannya terus-menerus dipendam, berkembang menjadi
proses menyalahkan diri sendiri, menyiksa diri sendiri, dan depresi yang
berkelanjutan. Orang-orang yang sangat tidak mandiri diyakini sangat
rentan terhadap proses tersebut. Teori psikodinamika klasik merupakan
dasar pandangan psikodinamika yang diterima secara luas yang

17
menganggap depresi sebagai kemarahan terpendam yang berbalik
menyerang diri sendiri (Davison, 2010).
Menurut Beck, salah satu faktor penyebab depresi adalah proses
berfikir, seseorang yang depresi memiliki pemikiran menyimpang
dalam bentuk interpretasi negatif. Seseorang depresi akan
mengembangkan skema negatif, skema yang salah dapat membuat
seseorang yang depresi mengharapkan kegagalan sepanjang waktu,
skema yang menyalahkan diri sendiri membebani seseorang dengan
tanggung jawab atas semua ketidakberuntungan dan skema yang
mengevaluasi diri sendiri secara negatif terus-menerus mengingatkan
seseorang tentang ketidakberartian dirinya. Skema negatif bersama
dengan penyimpangan kognisi, membentuk apa yang disebut dengan
triad. Triad depresi merujuk pada penilaian seseorang bahwa tidak dapat
menghadapi tuntutan lingkungan (Beck dalam Davidson 2006).
Pendekatan kognitif pada depresi memusatkan perhatian tidak pada
apa yang dikerjakan individu akantetapi bagaimana pada individu
memandang diri dan dunia sekitarnya. Salah satu teori kognitif
berpendapat bahwa individu yang mudah terkena depresi telah
mengembangkan sikap umum untuk menilai peristiwa dari segi negatif
dan kritik diri (Beck, dalam Akitson dkk, 1999). Depresi menurut Beck
berfokus pada peran berfikir negatif atau depresi, seseorang yang rentan
mengalami depresi memegang keyakinan yang negatif terhadap dirinya
sendiri, lingkungan, dan masa depan. Segitiga kognitif dari depresi ini
menghasilkan kesalahan tertentu dalam berfikir atau distorsi kognitif,
dalam merespon pada peristiwa negatif, yang pada giliranya akan
menyebabkan depresi (Nevid dkk, 2005).
Faktor penyebab timbulnya depresi yang dikemukakan Lubis (2009)
yaitu:

18
a. Faktor Fisik
1) Faktor Genetik
Seseorang yang dalam keluarganya diketahui
menderita depresi berat memiliki risiko lebih besar
menderita gangguan depresi dari pada masyarakat pada
umumnya.
2) Susunan Kimia Otak dan Tubuh
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh
memegang peranan yangbesar dalam mengendalikan
emosi kita. Pada orang yang depresi ditemukan adanya
perubahan akibat pengaruh bahan kimia seperti
mengkonsumsi obat-obatan, minum-minuman yang
beralkohol, dan merokok.
3) Faktor Usia
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa
golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih
banyak terkena depresi. Namun sekarang ini usia rata-
rata penderita depresi semakin menurun yang
menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak semakin
banyak terkena depresi.
4) Gender
Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita
depresi dari pada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah
terserang depresi, karena wanita lebih sering mengakui
adanya depresi dari pada pria dan dokter lebih dapat
mengenali depresi pada wanita.
5) Gaya Hidup
Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat
berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung
juga dapat memicu kecemasan dan depresi.
6) Penyakit Fisik

19
Penyakit fisik dapat menyebabkan penyakit.
Perasaan terkejut karena mengetahui seseorang memiliki
penyakit serius dapat mengarahkan pada hilangnya
kepercayaan diri dan penghargaan diri (self-esteem),
juga depresi.
7) Obat-obatanTerlarang
Obat-obatan terlarang telah terbukti dapat
menyebabkan depresi karena mempengaruhi kimia
dalam otak dan menimbulkan ketergantungan
8) Kurangnya Cahaya Matahari
Kebanyakan dari seseorang merasa lebih baik di
bawah sinar matahari dari pada hari mendung, tetapi hal
ini sangat berpengaruh pada beberapa individu. Mereka
baik-baik saja ketika musim panas tetapi menjadi depresi
ketika musim dingin. Mereka disebut menderita seasonal
affective disorder (SAD).
b. Faktor Psikologis
1) Kepribadian
Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi
tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan
terhadap depresi. Ada narapidana yang lebih rentan
terhadap depresi, yaitu yang mempunyai konsep diri
serta pola pikir yang negatif, pesimis, juga tipe
kepribadian introvert salah satu aspek kepribadian itu
adalah penyesuaian diri. Penyesuaian diri adalah suatu
proses yang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik berasal
dari diri seseorang seperti keluarga, masyarakat, dan luar
diri individu seperti lingkungan sosial, antara lain
melalui gambaran diri yang positif, hubungan
interpersonal yang baik dengan keluarga dan lingkungan

20
sosial, kemampuan mengontrol emosi dan rasa percaya
diri.
2) Pola Pikir
Pada tahun 1967 psikiatri Amerika Aaron Beck
menggambarkan pola pemikiran yang umum pada
depresi dan dipercaya membuat seseorang rentan terkena
depresi. Secara singkat, dia percaya bahwa seseorang
yang merasa negatif mengenai diri sendiri rentan terkena
depresi
3) Harga Diri (self-esteem)
Harga diri yang rendah akan berpengaruh negatif
pada seseorang yang bersangkutan dan mengakibatkan
seseorang tersebut akan menjadi stres dan depresi.
4) Stres
Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan,
pindah rumah, atau stres berat yang lain dianggap dapat
menyebabkan depresi. Reaksi terhadap stres sering kali
di tangguhkan dan depresi dapat terjadi beberapa bulan
sesudah peristiwa itu terjadi.
5) Lingkungan Keluarga
Ada tiga hal seseorang menjadi depresi di dalam
lingkungan keluarga yaitu dikarenakan kehilangan
orangtua ketika masih anak-anak, jenis pengasuhan yang
kurang kasih saying ketika kecil, dan penyiksaan fisik
dan seksual ketika kecil.
6) Penyakit Jangka Panjang
Ketidaknyamanan, ketidakmampuan, ketergantungan,
dan ketidakamanan dapat membuat seseorang cenderung
menjadi depresi.
Berdasarkan faktor-faktor penyebab depresi yang dipaparkan
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang

21
mempengaruhi depresi dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor
fisik dan faktor psikologis. Semua faktor depresi ini pada umumnya
dikarenakan stres yang berkepanjangan, sehingga menimbulkan depresi
dengan faktor yang berbeda-beda.
3. Gejala Depresi
Beck (dalam Lubis, 2009) mengemukakan kategori gejala depresi
menjadi empat bagian, yaitu simtom emosional, kognitif, motivasional,
dan fisik.
a. Simtom Emosional
Simtom emosional terdiri dari perubahan perasaan atau tingkah
laku yang merupakan akibat langsung dari keadaaan emosi, dalam
penelitiannya, Beck menyebutkan sebagai gejala emosional yang
meliputi penurunan mood, padangan negative terhadap diri sendiri,
tidak lagi merasakan kepuasan, mengangis, hilangnya respons yang
menggembirakan.
b. Simtom Kognitif
Simtom kognitif menyebutkan gejala kognitifnya antara lain,
yakni penilaian diri sendiri yang rendah, harapan-harapan yang
negatif, menyalahkan serta mengkritik diri sendiri, tidak dapat
membuat keputusan, distorsibody image. Penilaian diri sendiri yang
rendah terhadap kemampuaninteligensi, penampilan, kesehatan,
daya tarik, po pularitas, atau penghasilannya. Harapan-harapan
negatif termasuk di dalamnya mengharapkan hal-hal yang terburuk
dan menolak kemungkinan adanya perbaikan dan perubahan menuju
hal yang lebih baik.
c. Simtom Motivasional
Penderita depresi memiliki masalah besar dalam memobilisasi
dirinya untuk menjalankan aktivitas-aktivitas yang paling dasar
seperti makan, minum, dan buang air. Simtom motivasional lainnya
yakni keinginan untuk menyimpang dari pola hidup sehari-hari,
keinginan untuk menghindar dari tugas, disamping itu cenderung

22
menunda kegiatan yang tidak memberikan kepuasan, lebih sering
melamun dari pada mengerjakan sesuatu. Seseorang lebih sering
tertarik pada kegiatan pasif, seperti menonton televisi, pergi ke
bioskop, ataupun hanya tidur-tiduran di kamar, simtom motivasional
berikutnya keinginan bunuh diri. Meskipun keinginan tersebut juga
dijumpai pada seseorang non depresi, namun frekuensinya lebih
sering dijumpai pada penderita depresi, simtom motivasional
berikutnya adalah, peningkatan dependensi sebagai keinginan untuk
memperoleh pertolongan, petunjuk, pengarahan ketimbang
melakukan proses aktual tersebut pada orang lain.
d. Simtom-simtom Fisik
Simtom fisik depresi adalah kehilangan nafsu makan, gangguan
tidur, mudah lelah dan kehilangan libido.
Gejala depresi menurut Diagnosis Gangguan Jiwa (Maslim, 1993)
yaitu:
a. Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat)
 Afek Depresi
 Kehilangan minat dan kegembiraan
 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah
kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
b. Gejala Lainnya
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur tergangggu
7. Nafsu makan berkurang

23
Gejala depresi ringan menurut Diagnosis Gangguan Jiwa,
pedoman diagnostiknya adalah:
a. Gejala depresi ringan harus memiliki dua dari tiga gejala
utama depresi dan ditambah sekurang-kurangnya dua dari
gejala lainnya.
b. Gejala depresi ringan tidak boleh memiliki tingkat gejala
depresi berat diantaranya.
c. Waktu lamanya seluruh episode depresi ringan berlangsung
sekurang kurangnnya sekitar dua minggu.
Gejala depresi ringan hanya memiliki sedikit kesulitan dalam
pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.
Gejala depresi sedang menurut Diagnosis Gangguan Jiwa(Maslim,
1993) adalah:
a. Gejala depresi terdiri dari dua dari tiga gejala utama depresi
seperti pada episode depresi ringan, dan ditambah sekurang-
kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) dari gejala lainnya.
b. Lamanya berlangsung minimum sekitar dua minggu.
c. Menghadapi depresi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
Gejala depresi berat menurut Diagnosis Gangguan Jiwa
(Maslim,1993) adalah:
a. Pada gejala depresi harus memiliki tiga gejala utama depresi,
serta ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya,
dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat.
b. Apabila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi
psikomotor) yang mencolok, maka pasien sering tidak mau atau
tidak mampu untuk melaporkan gejalanya secara rinci. Dalam
hal tersebut, penilaian secara menyeluruh terhadap depresi berat
masih dapat dibenarkan.
c. Depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya dua
minggu, tetapi jika gejala sangat berat dan meningkat sangat

24
cepat, maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam
kurun waktu kurang dari dua minggu.
d. Pada depresi berat, sangat tidak mungkin pasien akan mampu
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah
tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Berdasarkan gejala diatas, gejala depresi menjadi empat
bagian, yaitu simtom emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.
Menurut Diagnosis Gangguan Jiwa tiga tingkat gejala depresi, yaitu
gejala depresi ringan, sedang dan berat. Pada tingkat gejala depresi
ringan dan sedang, penderita masih dapat melaksanakan kegiatan
sosial dan pekerjaan, meskipun hal ini berat untuk dilaksanakan,
sedangkan untuk penderita gejala depresi berat, penderita sudah
tidak dapat menjalankan kegiatan sosialnya dan pekerjaannya.
Diagnosis tingkat gejala depresi dapat dilakukan sekurang-
kurangnya dalam dua minggu, jika memang amat berat maka
diagnosis dapat dilakukan kurang dalam dua minggu.

25
DAFTAR PUSTAKA

Hubungan Antara Depresi dengan Perilaku Merokok pada Remaja. (t.thn.).


Dipetik November 8, 2019, dari eprints ums:
http://eprints.ums.ac.id/12635/2/BAB_I.pdf

Definisi Depresi dalam Psikolgi Menurut Rice PL:1992. (2019). Dipetik November
8, 2019, dari Pengertian Menurut Para Ahli:
https://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-depresi-menurut-
psikologi/

detikHealth. (2012, January 17). Alexithymia, Jika Hidup Terlalu Logis dan Tak
Pakai Perasaan. Dipetik November 8, 2019, dari detik Health:
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-1818166/alexithymia-jika-
hidup-terlalu-logis-dan-tak-pakai-
perasaan?_ga=2.74200594.1871821980.1573183510-
1684815544.1572189662

Handayani, M. (2013, December 8). Pengembangan Kemampuan Membina


Hubungan Dengan Orang Lain. Dipetik November 8, 2019, dari
mellyhandayanicyrus:
https://mellyhandayanicyrus.wordpress.com/2013/12/08/397/

Hartono, S. S. (2017). BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dipetik November 8, 2019, dari


Doc Player: https://docplayer.info/54804612-Bab-ii-kajian-pustaka.html

26
Maxmanroe. (t.thn.). Pengertian Depresi, Jenis, Gejala, dan Penyebab Depresi.
Dipetik November 8, 2019, dari Maxmanroe:
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/depresi-adalah.html

Octavia, d. N. (2019, May 01). Ini Dia, Alexithymia, Penyebab Emosi Datar. Dipetik
November 8, 2019, dari Klik Dokter: https://www.klikdokter.com/info-
sehat/read/3496289/ini-dia-alexithymia-penyebab-emosi-datar

Online, K. (t.thn.). Unek-unek. Dipetik November 8, 2019, dari typoonline:


https://typoonline.com/kbbi/unek-unek

Sirait, V. D. (2019, May 29). Hubungan antara Alexithymia dan Fleksibilitas


Kognitif pada Mahasiswa Psikologi. Skripsi, hal. 35-37. Dipetik November
8, 2019, dari http://repository.usd.ac.id/35033/2/139114163_full.pdf

Wikipedia. (2019, Juny 02). Depresi (psikologi). Dipetik November 8, 2019, dari
Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Pembicaraan:Depresi_(psikologi)

Willy, d. T. (2019, March 11). Depresi. Dipetik November 8, 2019, dari Alo Dokter:
https://www.alodokter.com/depresi

Gunarsa, S. D. (1989). Psikologi Perkembangan: Anak dan Remaja. Jakarta: BPK.


Gunung Mulia.

Hurlock, E.B. (1991). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta :
Penerbit Erlangga.

Atkinson (1999). Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

27

Anda mungkin juga menyukai