KATA PENGANTAR
Rasa Syukur Alhamdulillah yang sedalam - dalamnya kami panjatkan kehadirat Allah
Yang Maha Kuasa karena hanya dengan rahmat dan petunjuk-Nya lah kami dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini.
Menyadari akan keterbatasan kemampuan kami, maka dalam hal ini kami mengharap kritik
dan saran membangun.
Besar harapan kami semoga penulisan makalah ini dapat memenuhi syarat.
Mudah-mudahan hasil dari tugas makalah ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi
kita sekalian, Amin.
Bagu, januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Konsep Dasar
Keperawatan I, menambah wawasan tentang Konsep Caring di Sepanjang Rentang Kehidupan,
agar kami mahasiswa mengerti tentang bagaimana perilaku caring dalam proses dan praktik
keperawatan, dan sebagai salah satu sarana belajar mahasiswa
BAB II
PEMBAHASAN
Etika Pelayanan
Watson ( 1988 ) menyarankan agar caring sebagai suatu sikap moral yang ideal,
memberikan sikap pendirian terhadap pihak yang melakukan intervensi seperti perawat. Sikap
pendirian ini perlu untuk menjamin bahwa perawat bekerja sesuai standar etika untuk tujuan
dan motivasi yang baik. Kata etika merujuk pada kebiasaan yang benar dan yang salah. Dalam
setiap pertemuan dengan klien, perawat harus mengetahui kebiasaan apa yang sesuai secara
etika. Etika keperawatan bersikap unik, sehingga perawat tidak boleh membuat keputusan
hanya berdasarkan prinsip intelektual atau analisis.
Etika keperawatan berfokus pada hubungan antara individu dengan karakter dan sikap
perawat terhadap orang lain. Etika keperawatan menempatkan perawat sebagai penolong klien,
memecahkan dilema etis dengan cara menghadirkan hubungan dan memberikan prioritas
kepada klien dengan kepribadian khusus.
Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan, tetapi merupakan hasil dari kebudayaan,
nilai-nilai, pengalaman, dan dari hubungan dengan orang lain. Sikap keperawatan yang
berhubungan dengancaring adalah kehadiran, sentuhan kasih sayang, mendengarkan,
memahami klien, caring dalam spiritual, dan perawatan keluarga.
1. Kehadiran
Kehadiran adalah suatu pertemuan antara seseorang dengan seseorang lainnya yang merupakan
sarana untuk mendekatkan diri dan menyampaikan manfaat caring. Menurut Fredriksson
(1999), kehadiran berarti “ada di” dan “ada dengan”. “Ada di” berarti kehadiran tidak hanya
dalam bentuk fisik, melainkan juga komunikasi dan pengertian. Sedangkan “ada dengan”
berarti perawata selalu bersedia dan ada untuk klien (Pederson, 1993). Kehadiran seorang
perawat membantu menenangkan rasa cemas dan takut klien karena situasi tertekan.
2. Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu pendekatan yang menenangkan dimana perawat dapat
mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan dukungan. Ada dua jenis
sentuhan, yaitu sentuhan kontak dan sentuhan non-kontak. Sentuhan kontak merupakan
sentuhan langsung kullit dengan kulit. Sedangkan sentuhan non-kontak merupakan kontak
mata. Kedua jenis sentuhan ini digambarkn dalam tiga kategori :
a) Sentuhan Berorientasi-tugas
Saat melaksanakan tugas dan prosedur, perawat menggunakan sentuhan ini. Perlakuan yang
ramah dan cekatan ketika melaksanakan prosedur akan memberikan rasa aman kepada klien.
Prosedur dilakukan secara hati-hati dan atas pertimbangan kebutuhan klien.
b) Sentuhan Pelayanan (Caring)
Yang termasuk dalam sentuhan caring adalah memegang tangan klien, memijat punggung
klien, menempatkan klien dengan hati-hati, atau terlibat dalam pembicaraan (komunikasi non-
verbal). Sentuhan ini dapat mempengaruhi keamanan dan kenyamanan klien, meningkatkan
harga diri, dan memperbaiki orientasi tentang kanyataan (Boyek dan Watson, 1994).
c) Sentuhan Perlindungan
Sentuhan ini merupakan suatu bentuk sentuhan yang digunakan untuk melindungi perawat
dan/atau klien (fredriksson, 1999). Contoh dari sentuhan perlindungan adalah mencegah
terjadinya kecelakaan dengan cara menjaga dan mengingatkan klien agar tidak terjatuh.
Sentuhan dapat menimbulkan berbagai pesan, oleh karena itu harus digunakan secara
bijaksana.
3. Mendengarkan
Untuk lebih mengerti dan memahami kebutuhan klien, mendengarkan merupakan kunci,
sebab hal ini menunjukkan perhatian penuh dan ketertarikan perawat. Mendengarkan
membantu perawat dalam memahami dan mengerti maksud klien dan membantu menolong
klien mencari cara untuk mendapatkan kedamaian.
4. Memahami klien
Salah satu proses caring menurut Swanson (1991) adalah memahami klien. Memahami
klien sebagai inti suatu proses digunakan perawat dalam membuat keputusan klinis.
Memahami klien merupakan pemahaman perawat terhadap klien sebagai acuan melakukan
intervensi berikutnya (Radwin,1995). Pemahaman klien merupakan gerbang penentu
pelayanan sehingga, antara klien dan perawat terjalin suatu hubungan yang baik dan saling
memahami.
Seseorang yang menderita depresi memiliki kemungkinan lebih tinggi menderita penyakit
kronis seperti diabetes, penyakit jantung atau asma. Penyebab depresi itu sendiri kompleks,
terkait dengan lingkungan interaksi seseorang maupun kepribadiaannya sendiri. Beberapa
faktor penyebab umum adalah:
Berbagai jenis depresi memerlukan cara yang berbeda dalam jenis pengobatannya. Untuk
depresi ringan, dapat dianjurkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam kasus
depresi parah, dianjurkan untuk mengkonsumsi obat dan psikoterapi. Salah satu pendekatan
yang muncul menjadi lebih umum untuk segala bentuk depresi adalah manajemen diri.
Manajemen diri mengacu pada strategi orang menggunakan untuk berurusan dengan kondisi
mereka. Dimana seseorang melibatkan tindakan, sikap atau tujuan dalam mengambil atau
membuat keputusan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
Pengobatan terhadap penyakit kronik yang telah dilakukan di masyarakat saat ini amat
beragam. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pengobatan tradisional juga merupakan sub
unsur kebudayaan masyarakat sederhana yang telah dijadikan sebagai salah satu cara
pengobatan. Pengobatan inilah yang juga menjadi aplikasi dari transkultural dalam mengobati
suatu penyakit kronik. Pengobatan tradisional ini dilakukan berdasarkan budaya yang telah
diwariskan turun-temurun. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat negeri Pangean lebih memilih menggunakan ramuan dukun untuk
menyembuhkan penyakit TBC, yaitu daun waru yang diremas dan airnya dimasak sebanyak
setengah gelas.
2. Masyarakat di Papua percaya bahwa penyakit malaria dapat disembuhkan dengan cara
minta ampun kepada penguasa hutan lalu memetik daun untuk dibuat ramuan untuk diminum
dan dioleskan ke seluruh tubuh.
3. Masyarakat Jawa memakan pisang emas bersamaan dengan kutu kepala (Jawa: tuma) tiga kali
sehari untuk pengobatan penyakit kuning.
Pengobatan tradisional yang sering dipakai berupa pemanfaatan bahan-bahan herbal. Herba
sambiloto menjadi sebuah contoh yang khasiatnya dipercaya oleh masyarakat dapat mengobati
penyakit-penyakit kronik, seperti hepatitis, radang paru (pneumonia), radang saluran nafas
(bronchitis), radang ginjal (pielonefritis), radang telinga tengah (OMA), radang usus buntu,
kencing nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus). Daun lidah budaya dan tanaman
pare juga dijadikan sebagai pengobatan herbal. Tumbuhan tersebut berkhasiat menyebuhkan
diabetes melitus.
Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun masih ada negara yang meyakini bahwa
pengobatan medis bukan satu-satunya cara mengobati penyakit kronik. Misalnya, di Afrika,
penduduk Afrika masih memiliki keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit.
Mereka menganggap bahwa obat-obatan tradisional sudah cukup untuk mengganti produk yag
akan dibeli, bahkan mereka menggunakan dukun sebagai penyembuh tradisional. Hal seperti
ini juga terjadi di Amerika, Eropa, dan Asia.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan. Selanjutnya, definisi nyeri menurut keperawatan adalah
apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada
kapanpun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien nyeri adalah
bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya belum diketahui. Keberadaan nyeri
adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa nyeri itu ada.
Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik yang dilakukan oleh pasien
berdasarkan apa yang dipercaya olehnya atau yang dilakukan oleh perawat setelah melakukan
pengkajian tentang latar belakang budaya pasien adalah sebagai berikut:
a. Dengan membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami nyeri diharuskan
untuk tidak banyak bergerak karena jika banyak bergerak dapat memperparah dan
menyebabkan nyeri berlangsung lama. Menurut pandangan umat Islam, seseorang yang
menderita nyeri untuk mengurangi tau meredakannya dengan posisi istirahat atau tidur yang
benar yaitu badan lurus dan dimiringkan ke sebelah kanan. Hal ini menurut sunah rasul.
Dengan posisi tersebut diharapkan dapat meredakan nyeri karena peredaran darah yang lancer
akibat jantung yang tidak tertindih badan sehingga dapat bekerja maksimal.
b. Mengkonsumsi obat-obatan tradisional. Beberapa orang mempercayai bahwa ada beberapa
obat tradisional yang dapat meredakan nyeri bahkan lebih manjur dari obat yang diberikan oleh
dokter. Misalnya, obat urut dan tulang ‘Dapol Siburuk’ dari burung siburuk yang digunakan
oleh masyarakat Batak.
c. Dengan dipijat atau semacamnya. Kebanyakan orang mempercayai dengan dipijat atau
semacamnya dapat meredakan nyeri dengan waktu yang singkat. Namun, harus diperhatikan
bahwa apabila salah memijat akan menyebabkan bertambah nyeri atau hal-hal lain yang
merugikan penderita. Dalam budaya Jawa ada yang disebut dukun pijat yang sering didatangi
orang banyak apabila mengalami keluhan nyeri misalnya kaki terkilir.
Dalam menerapkan transkultural pada gangguan nyeri harus tetap mempertahankan
baik buruknya bagi si pasien. Semua aplikasi transkultural sebaiknya dikonsultasikan kepada
pihak medis agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan.
Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman. Shaman adalah
seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan mungkin ia adalah seorang wadam
atau homoseksual.namun apabila ketidakstabilan jiwanya secara budaya diarahkan pada
bentuk-bentuk konstruktif, maka individu tersebut dibedakan dari orang-orang lain yang
mungkin menunjukkan tingkahlaku serupa, namun digolongkan sebagai abnormal oleh para
warga masyarakatnya dan merupakan subyek dari upacara-upacara penyembuhan. Dalam
pengobatan, shaman biasanya berada dalam keadaan kesurupan (tidak sadar), dimana mereka
berhubungan dengan roh pembinanya untuk mendiagnosis penyakit. para penganut paham
kebudayaan relativisme yang ekstrim menggunakan contoh shamanisme sebagai hambatan
utama dalam arguentasi mereka bahwa apa yang disebut penyakit jiwa adalah sesuatu yang
bersifat kebudayaan.
Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang menunjukkan tingkahlaku abnormal
tetapi tidak bersifat galak maka sering diberi kebebasan gerak dalam masyarakat mereka,
kebutuhan mereka dipenuhi oleh anggota keluarga mereka. Namun, jika mereka mengganggu,
mereka akan dibawa ke sutu temapt di semak-semak untuk ikuci di kamrnya. Sebuah pintu
khusus (2 x 2 kaki) dibuat dalam rumah, cukup untuk meyodorkan makanan saja bagi mereka
dan sebuah pintu keluar untuk keluar masuk komunitinya.
Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan jiwa secara lintas-budaya
umumnya tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh kesulitan-kesulitan pada tahapan penelitian
untuk membongkar apa yang diperkirakan sebagai gejala primer dari gejala sekunder.
Misalnya, gejala-gejala primer yaitu yang menjadi dasar bagi depresi. Muncul lebih dulu dan
merupakan inti dari gangguan. Gejala-gejala sekunder dilihat sebagai reaksi individu terhadap
penyakitya ; gejala-gejala tersebut berkembang karena ia berusaha untuk menyesuaikan diri
dengan tingkahlakunya yang berubah (Murphy, Wittkower, dan Chance 1970 : 476).
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pelayanan esensial yang diberikan oleh perawat terhadap individu, keluarga , kelompok dan
masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dengan menggunakan proses keperawatan untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal. Keperwatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral
pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, social dan spiritual secara
komprehensif, ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit
mencakup siklus hidup manusia.
Asuhan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik maupun mental,
keterbatasan pengetahuan serta kurang kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan
kegiatan sehari-hari secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan dalam upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan
dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama (Primary Health care) untuk
memungkinkan setiap orang mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif.
3.2 SARAN
Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan seyogyanya memasukkan unsur
caring dalam setiap mata kuliah. Penekanan pada humansitik, kepedulian dan kepercayaan,
komitmen membantu orang lain dan berbagai unsur caring yang lain harus sudah dibangun
sejak perawat dalam masa pendidikan. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi konsep caring pada
perawat guna memberikan pemahaman yang mendalam tentang apa yang harus dilakukan
perawat agar bersikap caring dalam setiap kontak dengan pasien. Indikator-indikator caring
harus dikenal dan diaplikasikan dalam perawatan serta dievaluasi secara terus menerus
DAFTAR PUSTAKA
http://andaners.wordpress.com/2009/04/28/konsep-keperawatan-komunitas/
Watson, Jean. (2004). Theory of human Caring. Http: //www2.uchse.edu/son/caring
Meidiana Dwidiyanti. 2008. Keperawatan Dasar. Semarang. Hasani
http://usfinit-engky.blogspot.com/2011/12/makalah-konsep-caring.html
http://teguhyudi-teguhyudi.blogspot.com/2011/07/aplikasi-konsep-caring-dalam-
praktek.html