Teks editorial atau teks opini ini biasanya rutin ada di surat kabar, dimana pengungkapan ini
harus dilengkapi dengan bukti, fakta, atau alasan yang logis agar pembaca ataupun pendengar
dapat menerimanya.
b. Manfaat
a) Memberi informasi pada masyarakat
b) Untuk merangsang pemikiran
c) Dapat menggerakan penbaca untuk mengambil tindakan
a. Pernyataan pendapat
Pernyataan pendapat atau tesis adalah bagian yang berisi tentang pandangan atau sudut
pandang penulis pada permasalahan yang dibahas. Biasanya ini mengacu pada bentuk
pernyataan atau teori yang diperkuat dengan argumen.
b. Argumentasi
Argumentasi adalah bentuk bukti atau alasan yang dapat digunakan untuk memperkuat
pernyataan dalam sebuah tesis, walaupun begitu argumentasi juga dapat digunakan untuk
menolak sebuah pendapat. Argumentasi dapat berupa generalisasi atau pernyataan umum,
data hasil pernyataan, pernyataan para ahli ataupun fakta yang didasari oleh referensi yang
terpercaya.
Pernyataan/penegasan ulang pendapat atau Reiteration adalah bagian teks editorial yang
berisi tentang penguatan kembali pendapat yang sudah di tunjang oleh fakta dalam
argumentasi. Pernyataan ulang pendapat terdapat pada bagian akhir teks.
Adverbia, ditujukan agar pembaca meyakini teks yang dibahas dengan menggunakan
kata keterangan seperti selalu, sering, biasanya, kadang-kadang, jarang dan lain
sebagainya.
Konjungsi yaitu kata penghubung pada teks, seperti bahkan dan lain sebagainya.
Verba material yaitu verba yang menunjukan perbuatan fisik atau peristiwa.
Verba rasional yaitu verba yang menunjukan hubungan intensitas(Pengertian B adalah
C) dan milik (Mengandung pengertian B memiliki C)
Verba mental yaitu verba yang menunjukan persepsi (melihat, dan lainnya), afeksi
(khawatir dan lainnya), dan kognisi (mengerti dan lainnya). Pada verba mental ada
partisi[am pengindra dan fenomena.
Sebagai konsekuensi dari pembatasan penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi, kelangkaan
solar, dan premium mulai dirasakan di sejumlah daerah. Belum jelas tindakan apa yang akan
ditempuh pemerintah agar kelangkaan yang kian meluas ini tak sampai memunculkan
keresahan dan gejolak di masyarakat. Yng pasti, tidak bisa dengan dalih kuota tak boleh di
langgar, barang yang begitu vital bagi masyarakat dibiarkan menghilang dari pasaran.
Argumentasi:
Tanggung jawab pemerintah untuk menjamin BBM tetap ada di pasar. Kita juga
mempertanyakan pernyataan pihak Pertamina yang menyebutkan, karena pembatasan
dilakukan dalam rangka mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar tak melebihi kuota,
ada kemungkinan kondisi ini diperkirakan berlangsung hingga akhir tahun. Kita memahami
Pertamina dihadapkan pada dilema pelik menjaga BBM bersubdi agar cukup hingga
Desember 2014. Sebagai bagian upaya dari menekan defisit APBN, kuota BBM bersubsidi
dipangkas dari 48 juta kl menjadi 46 juta kl pada APBN Perubahan 2014. Untuk penyaluran
BBM bersubsidi di atas angka itu, pemerintah tak akan membayarkan subsudinya kepada
Pertamina. Maka yang coba dilakukan Pertamina adalah membatasi penyaluran BBM
bersubsidi secara prorata dengan menetapkan kuota harian dan mengurangi jatah SPBU.
Persoalannya, dampak yang diakibatkan oleh pembatasan ini dirasakan bukan hanya oleh
pihak pemilik kendaraan pribadi. Warga kesulitan mendapatkan BBM. Aktivitas ekonomi,
termasuk distribusi logistik, juga lumpuh atau terganggu. Petani dan nelayan kecil yang perlu
solar serta premium untuk irigasi dan melaut juga terkena imbasnya. Di sejumlah daerah,
kelangkaan bahkan bukan hanya terjadi pada BBM bersubsidi, melainkan juga nonsubsidi.
Artinya, langkah pembatasan kembali membebani secara tak adil pada masyarakat kecil yang
bukan hanya dihadapkan pada kenaikan BBM, melainkan juga kelangkaan. Aktifitas
ekonomi, temasuk distribusi logistik, juga lumpuh atau terganggu, Petani dan nelayan kecil
yang perlu solar serta premium untuk irigasi dan melaut juga terkena imbasnya.
Pengalaman selama ini, pembatasan yang mekanismenya tak disiapkan dengan baik hanya
memunculkan persoalan baru. Akrobat pemerintah dengan subsidi energi mencapai Rp300
triliun lebih tahun 2014 dan diperkirakan Rp500 triliun tahun 2015 tak semestinya terjadi
seandanya pemerintah dari awal tak menunda menempuh langkah berani untuk memangkas
ke depanm opsi pembatasan saja tak cukup. Bangsa kita harus disadarkan, era minyak murah
telah lama berlalu dan kita tak mau terus tersandera subsidi.