Oleh Suwardi
C. Struktur Drama
Sebagaimana karya prosa fiksi memiliki struktur, drama pun sebenarnya demikian.
Drama itu lakon yang ada aliran cerita. Aliran atau sering dinamakan lakon, mempunyai
struktur yang jelas. Inilah yang sering dinamakan struktur drama. Setiap orang bebas
memberikan nama tiap struktur. Namun, hampir semua struktur selalu bertalian satu sama
lain, membentuk kesatuan padu.
Drama adalah sebuah permainan yang penuh artistik. Drama selalu mengikuti
struktur alur yang tertata. Setiap penulis naskah, akan membayangkan ada perjalanan
cerita, ada tema, nilai yang ditanamkan dan sebagainya. Biarpun drama itu ditata dengan
cara flashback, tetap mewujudkan suatu struktur yang rapi. Melalui struktur, orang dapat
memahami keindahan drama. Sumarjo (1985) banyak memberikan perhatian pada struktur
drama. Menurut dia, drama dapat dibagi ke dalam babak-babak. Setiap babak masih dapat
dirinci ke dalam struktur yang lebih kecil. Pembagian ke dalam babak-babak itu tidak
dilakukan pengarang dengan semena-mena, melainkan bersandar pada alasan yang kuat.
Dengan kata lain, pengarang membagi-bagi naskahnya didorong oleh kebutuhan nyata.
Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pelaksanaan pementasan naskah tersebut.
Hampir setiap hari orang menonton drama lewat televisi. Setiap hari ada drama
untuk anak, remaja, dan dewasa. Penonton memang tidak terlalu memikirkan struktur.
Namun apabila ada struktur yang janggal, penonton bisa protes. Biasanya penonton akan
merasa kecewa dengan alur drama yang acak-acakan. Di dalam pementasan, peristiwa-
peristiwa yang dilukiskan tidak selamanya terjadi di suatu tempat pada suatu waktu.
Apalagi dalam televisi, potongan alur sering pindah-pindah, hingga penonton yang harus
merangkai ulang dalam benaknya. Bahkan sering terjadi peristiwa yang satu dengan yang
lain berjarak ribuan kilometer dan puluhan tahun. Dengan demikian, keadaan pentas
tempat peristiwa-peristiwa itu terjadi harus berbeda satu sama lain, agar penonton
mengetahui bahwa peristiwa-peristiwa yang mereka lihat terjadi di tempat yang berjauhan
dan pada waktu yang berlainan pula. Itu berarti bahwa para awak pementasan harus
mengubah berbagai perlengkapan dan letak perlengkapan itu di pentas. Di bawah ini ada
berbagai perlengkapan struktur baku sebuah drama.
Pertama, babak. Biasanya kalau dalam prosa ada yang disebut episode, drama
mengenal babak. Setiap babak akan membentuk keutuhan kisah kecil. Untuk memudahkan
pekerjaan para awak pentas, pengarang memberikan petunjuk kepada mereka, yaitu dengan
menyatukan semua peristiwa yang terjadi di satu tempat dan pada satu urutan waktu di
dalam satu babak. Dengan kata lain, suatu babak dalam naskah drama adalah bagian dari
naskah drama itu yang merangkum semua peristiwa yang terj adi di satu tempat pada
urutan waktu tertentu.
Kedua, adegan. Suatu babak biasanya dibagi-bagi lagi di dalam adegan-adegan.
Suatu adegan ialah bagian dari babak yang batasnya ditentukan oleh perubahan peristiwa
berhubung datangnya atau perginya seorang atau lebih tokoh cerita ke atas pentas. Sebagai
contoh, dalam suatu adegan tampak si A sedang berbicara dengan si B. Adegan ini selesai
dan cerita memasuki adegan baru kalau si C datang bergabung atau sebaliknya, yaitu kalau
si A atau si B meninggalkan pentas dan dengan demikian keadaan atau suasana berubah.
Ketiga, dialog. Bagian lain yang sangat penting dan secara lahiriah membedakan
sastra drama dari jenis fiksi lain ialah dialog. Dialog ialah bagian dari naskah drama yang
berupa percakapan antara satu tokoh dengan yang lain. Begitu pentingnya kedudukan
dialog di dalam sastra drama, sehingga tanpa kehadirannya, suatu karya sastra tidak dapat
digolongkan ke dalam karya sastra drama. Kekuatan dialog, terletak pada kecakapan
pemain yang selalu tanggap. Pemain yang lincah berdialog, penuh muatan filosofi, tentu
akan menarik penonton.
Namun jarang sekali naskah sastra drama yang hanya terdiri dari dialog, walaupun
bukannya tidak ada sama sekali. Dalam dialog ada yang disebut monolog, yaitu kata-kata
pelaku pada dirinya sendiri. Bahkan belakangan monolog ini telah berubah menjadi jenis
drama, yang disebut drama monolog. Umumnya naskah sastra drama mempunyai bagian
lain yang jarang tidak hadir, yaitu petunjuk pengarang. Petunjuk pengarang ialah bagian
naskah yang memberikan penjelasan kepada pembaca atau awak pementasan-misalnya
sutradara, pemeran, dan penata seni-mengenai keadaan, suasana, peristiwa atau perbuatan
dan sifat tokoh cerita.
Ada pula dialog yang disebut aside. Aside adalah dialog antara pelaku dengan
penonton. Penonton sebenarnya berada di luar drama, namun sering masuk ke dalam
dialog. Dialog penonton sering hanya sekedar menggoda, clemongan, suit-suit, yang
ketika dihiraukan pelaku akan menyebabkan suasana segar. Tanggapan pelaku
terhadap penonton itu, apabila dikembangkan akan menjadi aside. Misalkan pelaku
berkomunikasi dengan model sulap, dengan menggerakkan ular, memakan beling,
lalu bertanya pada penonton.
Keempat, prolog. Sebagaimana prosa, drama juga mengenal bagian awal, tengah,
dan solusi serta peleraian. Bagian naskah lainnya ialah prolog. Perlu diketahui, tidak
semua naskah memiliki prolog. Oleh karena itu, dibanding dengan petunjuk pengarang,
apalagi dengan dialog, prolog agak kurang penting kedudukannya. Walaupun demikian, di
tangan pengarang-pengarang yang baik, prolog dapat merupakan salah satu sarana
penyampai yang berdaya guna. Itulah sebabnya, pengetahuan yang memadai mengenai
prolog perlu dimiliki oleh mereka yang berhasrat menghayati dan menikmati karya-karya
sastra drama, baik sebagai sastra maupun sebagai pementasan.
Prolog adalah bagian naskah yang ditulis pengarang pada bagian awal. Biasanya
memuat pengenalan pemain. Pemain dengan ekspos yang berbeda-beda keluar panggung,
dikenalkan oleh pembawa acara. Hal ini terjadi pada drama-drama yang alur ceritanya
tidak klasik. Untuk drama klasik, biasanya prolog tidak diikuti pemain yang keluar
panggung. Prolog hanya disebutkan nama dan peran dari balik panggung, dengan iringan
sayup-sayup.
Pada dasarnya prolog merupakan pengantar naskah yang dapat berisi satu atau
beberapa keterangan atau pendapat pengarang tentang cerita yang akan disajikan.
Keterangan itu dapat mengenai masalah, gagasan, pesan di dalam kurung adalah petunjuk
pengarang-pengarang, jalan atau alur cerita (plot), latar belakang cerita, tokoh cerita, dan
lain-lain, yang semuanya diharapkan pengarang dapat membantu pembaca atau penonton
di dalam memahami, menghayati, dan menikmati cerita itu.
Kelima, epilog. Epilog adalah penutup drama. Biasanya diisi oleh pembawa acara
atau anouncer. Hal ini memuat kilas balik dan sekedar menyimpulkan isi drama. Biarpun
hal ini sering kurang diinginkan penonton, drama yang lengkap tentu ada epilog. Epilog
akan memberikan simpul nilai drama.
Dari lima struktur itu biasanya satu sama lain tidak dapat terpisahkan. Kelima hal
ini merangkai sebuah cerita yang unik. Drama akan menarik apabila mengikuti pola
struktur itu. Struktur demikian juga bukan satu-satunya dan telah baku. Drama-drama
abdurd biasanya kurang jelas strukturnya. Bahkan struktur drama absurd sering masih
menjadi bahan perdebatan.
Ada kalanya struktur drama terdengar janggal. Penonton kurang mampu
menangkap, bagaimana jalan cerita. Hal ini sebenarnya menjadi beban drama itu sendiri.
Drama-drama klasik biasanya sudah memiliki struktur yang mapan, hingga penonton
mampu menebaknya. Sebaliknya, drama modern sering membingungkan. Apalagi drama
yang berdurasi panjang, beberapa episode, sering membingungkan penonton. Bahkan ada
tokoh yang oleh sutradara sengaja ”dibunuh”, lalu dihidupkan kembali, dibunuh lagi,d an
seterusnya.