A.
yang berarti berbuat, berlaku, beraksi atau bertindak (Harymawan, 1988:1; Waluyo, 2002). Dalam bahasa Inggris diartikan sebagai action yang berarti gerak, lakuan, perbuatan atau tindakan. Berangkat dari makna tersebut, secara luas drama dapat diartikan bentuk seni yang mengungkapkan perihal kehidupan manusia melalui gerak atau lakuan atau akting yang dipadukan dengan cakapan atau dialog. Lebih lanjut, Ferdinand Brunetiere dan Balthazar Verhargen (dalam
Hasanunudin, 2009:2) mendefinisikan drama sebagai bentuk seni yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia melalui aktion dan perilaku. Hal ini senada dengan apa yang disebut oleh Moulton sebagai hidup yang dilukiskan dengan gerak atau kehidupan yang diekspresikan melalui gerak secara langsung.
Drama sebagai sebuah genre seni memiliki dua pemahaman, yaitu apabila dilihat dari naskah ceritanya, maka drama dipandang sebagai sebuah karya sastra. Sedangkan jikalau dilihat dari segi pertunjukan atau performance maka drama bisa dipandang sebagai seni pertunjukan. Dengan kata lain drama merupakan kesenian yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi karya sastra dan dimensi seni pertunjukan atau seni lakon. Drama sebagai seni pertunjukan sering diistilahkan sebagai teater. Istilah teater itu sendiri merujuk dari bahasa Yunani theatre yang bermakna gedung atau tempat pertunjukan, atau merujuk kata theatron yang berarti takjub melihat. Dari kata theatre dan theatron ini secara umum teater dapat mempunyai beberapa makna, yaitu: 1. Teater yang berarti gedung pertunjukan. 2. Teater yang berarti pertunjukan yang dipentaskan di depan banyak orang. 3. Teater yang berarti adegan, permainan yang
Dari rujukan umum tersebut, secara luas teater dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pertunjukan yang mengisyaratkan tentang isi cerita yang dipentaskan di atas panggung di hadapan penonton. Berdasarkan uraian diatas, teater atau drama sebagai dimensi seni pertunjukan dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan ekspresi yang bertolak dari alur cerita yang diperuntukkan dengan
menggunakan tubuh sebagai media utama. Dalam proses pertunjukannya drama menggunakan unsur gerak, suara, bunyi, dan rupa (wujud) yang dapat diiringi dengan alat bantu lainnya (musik, properti panggung dan busana) yang disampaikan kepada penonton. Unsur-unsur penampilan dalam drama terdiri atas: 1. tubuh pelaku/pemain/pemeran/aktor sebagai media pokok atau media paling utama. 2. gerak berupa gerak tubuh, lakuan, pemeranan, dan perbuatan yang dilakukan oleh pemain. 3. suara berupa kata/dialog/ucapan yang disampaikan oleh pemain.
4. bunyi berupa bunyi benda, efek suasana dan musik sebagai unsur penunjang. 5. rupa yang berwujud setting, kostum, busana, dan cahaya sebagai unsur pembantu penunjang. 6. cerita sebagai bentuk yang mewadahi semua unsurunsur teater berupa pesan-pesan, ajaran-ajaran, nilainilai juga kisah-kisah yang disampaikan pada penonton. Di samping istilah drama dan teater, dikenal pula istilah dramaturgi. Dramaturgi adalah kaidah, pedoman, hukum, konvensi dalam bermain drama. Dramaturgi menjadi pijakan seorang sutradara, aktor dan pekerja teater lainnya dalam menyiapkan sebuah pertunjukan drama. Melihat unsur - unsurnya yang kompleks
tampaklah bahwa drama merupakan kegiatan seni kolektif. Disebut sebagai seni kolektif karena dalam proses penciptaan dan pementasan seni drama, tidak dapat dilakukan atau diciptakan hanya oleh satu orang saja namun harus melibatkan banyak orang. Sebagai seni kolektif, drama menuntut suatu kerja sama yang
baik, suatu karya yang terpadu yang dipimpin oleh seorang sutradara. Dengan mempelajari proses
berdrama berarti seseorang belajar bekerja sama dengan orang lain, menghargai orang lain, serta taat pada ketentuan bersama. Hal ini juga berarti belajar drama berarti juga belajar berorganisasi dan belajar menjadi seorang manajer. Drama sebagai seni pertunjukan tidak terlepas dari aspek tanda dan simbol kehidupan. Kehidupan manusia yang menjadi bahan inspirasi penciptaan bagi penulis drama dan pekerja seni teater lainnya akan menjadikan bentuk pementasan drama penuh dengan tanda dan simbol-simbol kehidupan. Tanda dan simbol yang sifatnya universal tersebut diyakini sebagai dasar dari komunikasi pertunjukan drama (teater). Drama pada dasarnya merupakan pertunjukan simbolisasi kehidupan manusia yang ditampilkan oleh para pelaku dengan karakter-karakter yang ditonton oleh publik. Berhart Clerence menyebutnya sebagai: A composition in prose or verse presenting in dialogue
or pantomime a story involving conflict or contrast of character, esp. One intended to be acted on the stage.(1957:365) Peter Brook (dalam Mitter, 2002:xx), menegaskan bahwa bermain drama atau berteater adalah
menghubungkan dua bentuk kenyataan yaitu dunia imajiner dan dunia keseharian. Konsep ini melahirkan teori dua dunia yang dipahami bahwa aktivitas
pemain secara fisik yang aktif dan konvensi penonton yang pasif bertemu dalam sebuah permainan, sehingga permainan ini akan memberikan pengalaman khusus dan baru bagi keduanya. Permainan ini oleh Peter Brook disebutnya sebagai The Shifting Point (perpindahan titik tekan). The Shifting Point drama dalam sebuah pertunjukan
kebenaran. Kebenaran selalu bergerak, satu kebenaran akan mengungkapkan sebuah kebenaran yang lain. Kebenaran yang beragam menyebabkan seseorang mampu melihat berbagai perspektif pandangnya (Yudiarni, 2005:309). dalam sudut
Drama sebagai seni pertunjukan mengandung pesan tentang hidup, John kehidupan, (via manusia, dan
kemanusiaan.
Powers
Littlejohn:1995)
menegaskan bahwa yang terpenting dalam komunikasi adalah pesan. Pesan memiliki tiga unsur yaitu tanda (simbol), bahasa, dan wacana. Drama sebagai seni pertunjukan menawarkan pesan kehidupan dan
kemanusiaan dari berbagai karakter manusia dan normanormanya melalui penampilan di atas panggung. Tanda atau simbol yang ditawarkan penulis naskah akan disampaikan aktor melalui interpretasi sutradara yang berfungsi untuk mengomunikasikan konsep, gagasan, pola pikir dan estetika tertentu kepada penonton. Perlu disadari bahwa ada dua tugas penting dalam pertunjukan drama atau terater, yaitu
B.
pementasannya dibedakan menjadi empat, yakni drama tragedi, komedi, tragik komedi dan melodramatik.
Pembagian drama tragedi dan komedi bersumber pada sastra Eropa yang dimulai sejak jaman Yunani kuno. Sebenarnya cukup sulit untuk menentukan apakah sebuah drama termasuk tragedi atau komedi. Keduaduanya memiliki persamaan-persamaan tetapi juga perbedaan-perbedaaan, keduanya mengupas masalah kemanusiaan yang mendasar yang selalu dihadapi manusia baik tentang dirinya maupun lingkungan hidupnya. 1. Drama tragedi Drama tragedi merupakan bentuk drama yang sifat isi cerita dan pementasannya penuh dengan konflik yang senantiasa diliputi dengan kesedihan dan berakhir juga dalam kesedihan. Seringkali ceritanya diakhiri dengan kematian tokoh utamanya. Pertama kali yang merumuskan jenis drama tragedi adalah Aristoteles. Tokoh pengarang drama yang sangat terkenal dengan lakon-lakon tragedinya adalah
William Shakespeare dengan naskah yang sangat popular, Romeo dan Juliet. Contoh drama tragedi di Indonesia antara lain: Jaya Prana Layonsari (cerita
rakyat Bali), Rara Mendut Pranacitra (dari Jawa Tengah), Kapai-kapai karya Arifin C. Noor, Nyai Dasima karya SM Ardan, Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail dan Fajar Sidik karya Emil Sanosa. Drama tragedi biasanya mengisahkan seorang tokoh yang mengalami nasib tragis yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Manusia yang memiliki keistimewaan dan berhati mulia. Dalam drama-drama lama tokoh itu berupa raja, ratu, bangsawan atau pangeran. Dalam cerita drama modern tokoh ini dapat berupa orang biasa saja tapi mulia. 2) Meskipun tokoh utama (protagonis) istimewa dan berhati mulia, namun memiliki cacat pribadi yang akan menyebabkan kesengsaraan bahkan kematian. 3) Kematian tokoh utama disebabkan oleh
kesalahannya sendiri dan bukan oleh sebab dari luar seperti dibunuh, kecelakaan dan sebagainya. Tokoh berjiwa besar yang jatuh oleh kesalahannya sendiri inilah yang menyebabkan adanya tragedi, bukan
sekedar cerita sedih yang berupa matinya orang baik oleh suatu kecelakaan. 4) Kesedihan yang timbul dari tragedi bukan karena kita menyaksikan matinya tokoh yang baik tetapi justru ketika penonton ikut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh utama waktu menyadari kesalahan dan akibat yang akan menimpanya. Kemampuan penulis drama tragedi dan pemain drama tragedi diuji di sini, apakah ia mampu memperlihatkan segi-segi kesedihan yang dialami oleh tokoh utamanya. 5) Efek dalam drama tragedi dapat menimbulkan rasa ngeri dan takut kepada pembaca atau penonton. 6) Drama tragedi meskipun membawa rasa kesedihan namun dapat menyadarkan penonton bahwa
meskipun tokoh utamanya mati namun tokoh tersebut telah berjuang melawan kemalangannya sedapat mungkin. Hal ini mengajarkan kepada penonton bahwa manusia memiliki kemampuan berjuang, melawan dan berusaha.
10
2. Drama Komedi Drama komedi merupakan drama yang sifat ceritanya penuh dengan suka cita, bahkan sering penuh canda, humor dan gelak tawa. Akhir cerita dalam drama komedi juga berakhir dengan bahagia. Seringkali dalam pertunjukan teater komedi, para pemainnya seringkali mengajak penonton untuk terlibat percakapan dan merespon permainan aktor. Contoh drama bersifat komedi itu misalnya: Pinangan karya Anton P Chekov yang diterjemahkan oleh Rendra, Si Kabayan, Dokter Gadungan karya Molliere dan sebagainya. Dalam drama tradisional misalnya cerita tentang Timun Mas dan Ande-ande Lumut Tidak setiap komedi membuat penontonnya tertawa, kadang-kadang penonton hanya cukup tersenyum saja. Kalau seseorang tertawa pada saat melihat teater komedi itu karena mereka
menertawakan tokoh-tokoh yang bodoh, konyol, naif atau menemukan peristiwa yang mengungkapkan keterbatasan mereka. Sedangkan dalam komedi yang
11
mengundang senyuman, pada dasarnya penonton turut merasakan kegembiraan tokoh-tokohnya. Dengan demikian ada komedi yang membikin kita
menertawakan orang lain dan menertawakan diri sendiri, serta ada komedi yang membuat kita ikut berrgembira dan bersimpati kepada kebahagiaan orang lain. Kedua-duanya menimbulkan kegembiraan, keriangan, optimisme dan tidak ada rasa tertekan sewaktu kita menontonnya. Drama komedi memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut: 1. Komedi mengungkapkan dan menunjukan
kelemahan-kelemahan manusia. Hal ini justru berkebalikan dari tragedi yang menonjolkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki manusia. 2. Dalam komedi sikap dan perilaku tokoh-tokohnya dinilai dari aturan-aturan masyarakat yang sedang berlaku, sedang pada tragedi justru menonjolkan sifat-sifat yang unik pada karakter tokoh-tokohnya. Dalam komedi sering dijumpai tokoh-tokoh yang karakternya sangat disederhanakan, misalnya
12
si Kikir, si Kasar, si Pelupa atau si Perayu. Dalam naskah-naskah drama Anton P Chekov misalnya dapat kita jumpai tokoh penagih hutang yang kasar (Badak atau Lelaki Kasar), tokoh pemuda, pemudi dan orang tua yang gampang tersinggung, pelupa dan penuh gengsi (Pinangan) atau tokoh perayu (Tuan Kondektur). 3. Dalam drama komedi alur cerita tidak perlu logis dan berkembang berdasarkan hukum sebab-akibat seperti dalam tragedi. Dalam komedi justru sering dijumpai peristiwa-peristiwa kebetulan, salah
paham dan penyamaran-penyamaran. 4. Dalam drama komedi yang ringan, penonton dapat menaruh simpati kepada tokoh-tokohnya (biasanya dalam percintaan) yang mengalami berbagai hambatan, namun akhirnya dapat menemukan jalan keluar dengan lancar menuju perkawinan Drama komedi pada dasarnya merupakan kritik terhadap tingkah laku manusia, kerakusan manusia, kekikiran manusia, tingkah polah manusia yang sok tahu, sok kaya, sok intelek dan sebagainya. Kritikan
13
ini dilancarkan dalam bentuk cerita yang alurnya penuh dengan humor sehingga yang dikritik tidak tersinggung sendiri. Berdasarkan sasaran kritiknya, komedi dapat digolongkan menjadi lima, yaitu: 1. Komedi watak. Komedi jenis ini adalah komedi yang paling banyak ditulis dan dilakonkan. Komedi ini mengisahkan tingkah laku tokoh yang menonjol sekali kekurangannya, misalnya: sangat munafik, sangat gila harta, gila pangkat, sangat penjilat dan sebagainya. Atau dapat pula berupa tokoh yang sangat eksentrik, bodoh dan konyol, dan lain sebagainya. 2. Komedi sosial. Komedi jenis ini berisi kritikan tehadap kepincangan-kepincangan pejabat, kritik terhadap kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat. 3. Komedi ide. Komedi yang mempermasalahkan konflik mengenai cara berpikir yang berbeda. Misalnya konflik antara seorang yang beragama dan yang tidak beragama. melihat kekurangan-kekurangannya
14
4. Komedi percintaan. Komedi ini dapat disebut juga komedi romantik, berisikan kisah percintaan orangorang muda yang biasanya halus, sopan dan mengundang simpati. 5. Komedi Farce. Komedi yang sangat kasar dan keras. Komedi jenis ini sengaja untuk mengundang tawa penonton. Dalam komedi ini penggambaran tokoh begitu ekstrim seperti misalnya sangat permarah, sangat pencemburu, dan sebagainya. Tidak jarang terdapat adegan jatuh dari kursi, celana melorot, pukul memukul dan sebagainya. Dalam panggung komedi jenis ini dilengkapi dengan tatanan, make up serta busana pemain yang mencolok, tebal, atau meriah. Pendek kata semua segi dibesar-besarkan. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui perbedaan-perbedaan mencolok antara drama tragedi dan drama komedi seperti tersebut di bawah ini:
15
Drama tragedy 1. Berisi kisah sedih 2. Berakhir dengan kematian tokoh 3. Tokoh utama dikalahkan 4. Bernada pesimis 5. Setting gelap dan muram 6. Nasib dan keadaan selalu menguasai manusia. 3. Tragik-Komedi
Drama komedi 1. Berisi kisah gembira 2. Berakhir dengan pesta kegembiraan 3. Tokoh utama selalu sukses 4. Bernada optimis 5. Setting cerah dan riang gembira 6. Manusia selalu menang menghadapi nasib dan keadaan
Tragik komedi muncul pada abad ke-19 di Eropa. Disebut tragik komedi karena pertunjukan drama ini menekankan suasana kesedihan diikuti kegembiraan sekaligus. Suasana sedih diiringi musik sedih, suasana gembira diiringi musik gembira dan suasana kemenangan diiringi musik yang megah. Dalam tragik komedi cita-cita tragedi dan komedi berpadu menjadi satu, karena itu ia disebut drama tragik-komedi. Sifat dari drama tragik-komedi atau
kesedihan
sekaligus
kegembiraan atau kelucuan. Di dalam drama jenis ini dapat dijumpai bagian-bagian yang menyedihkan dan menggembirakan. Konflik kesedihan serta humor yang berselang seling membuat pertunjukan bisa menjadi lebih segar dan bervariasi..Contoh drama tragik-komedi misalnya: Malam Jahanam karya Motinggo Busye, Awal dan Mira karya Uty T
Sontani, Api karya Usmar Ismail dan Inspektur Jendral Karya Nikolay Gogol, dan lain sebagainya. Ciri-ciri dari tragik komedi itu ialah ; 1) Memegang prinsip moral yang kuat, tokoh yang baik akan mendapatkan ganjaran tokoh yang jahat akan mendapatkan hukuman. 2) Cerita dapat membangkitkan rasa simpati kepada tokoh baik yang sedang mengalami berbagai cobaan, rintangan jahat akibat perbuatan sangat tokoh jahat
jahat.Tokoh
digambarkan
sehingga dapat menimbulkan rasa antipati pembaca serta selalu membawa kesengsaraan tokoh baik. 3) Cerita penuh dengan kejadian yang menegangkan dan diluar dugaan.
17
4) Di samping tokoh protagonis (baik) dan antagonis (jahat), muncul pula tokoh lucu atau eksentrik yang dapat menimbulkan tawa. 5) Sumber cerita biasanya kejadian-kejadian dahsyat, menggemparkan, maupun peristiwa sejarah. Dari ciri-ciri di atas jelas bahwa tragik-komedi pada dasarnya bersifat serius dan menggabungkan antara tragedi dan komedi 4. Melodramatik Sifat dari drama ini adalah sangat menonjolkan perasaan haru. Kelemahan dari drama ini mudah sekali jatuh pada kecengengan dan sentimental yang berlebihan. Kadang-kadang drama ini tidak bicara apa-apa, dan seringkali emosi disajikan dengan bantuan musik. Melodramatik tidak mempunyai takaran sedalam tragedi. Kalau seseorang menonton tragedi, ia dapat memeroleh pencerahan namun dalam melodramatik ada kesan rasa haru yang penuh kepalsuan.
18
C. Unsur-Unsur Drama Drama harus dilihat sebagai dua dimensi seni. Yang pertama harus dilihat dari sudut naskah atau sudut sastra. Dilihat dari segi naskahnya maka drama bisa dikategorikan sebagai genre sastra. Sebagai
karya sastra drama memiki unsur-unsur yang tak jauh berbeda dengan prosa fiksi, yaitu plot, karakter (tokoh), dialog dan latar. Sedangkan sebagai seni pertunjukan, drama memiliki unsur gerak (action), tata busana dan tata rias, tata panggung, tata musik, dan tata lampu. 1. Plot (Alur) Plot atau alur dalam drama sama
pengertiannya dengan plot atau alur dalam prosa fiksi. Tahapan-tahapan plot dalam drama juga meliputi tahapan permulaan, tahapan bertikaian, tahapan perumitan, tahapan puncak, tahapan
peleraian dan tahapan akhir. Yang membedakannya dengan prosa fiksi, dalam drama plot dibagi menjadi babak dan adegan.
19
Babak adalah bagian dari plot sebuah drama yang ditandai oleh perubahan setting atau latar (Tjahjono, 1988:186). Jika sebuah pementasan drama mempunyai lima babak, berarti drama tersebut akan mengalami lima pergantian lokasi peristiwa atau latar. Adapun adegan merupakan bagian dari babak yang ditandai oleh perubahan jumlah tokoh atau perubahan masalah yang dibicarakan. Plot dalam drama dapat dibedakan menjadi tiga jalinan, yaitu jalinan linear, jalinan sirkuler dan jalinan episodik. Jalinan linear, bila plot tersusun secara krologis dari A menuju Z. Jalinan linear ini kebanyakan dipakai oleh drama-drama tradisional dan konvensional. Jalinan sirkuler, apabila plot dalam drama tersebut disusun dari peristiwa A dan akhirnya kembali ke peristiwa A. Jalinan sirkuler ini dapat dilihat pada karya-karya Putu Wijaya, misalnya Aduh dan Geer. Adapun jalinan episodik adalah apabila drama tersebut jalinan plotnya terpisah.
20
Dengan
kata
lain
apabila
drama
tersebut
mengandung dua atau lebih jalinan peristiwa. 2. Tokoh Tokoh adalah pelaku dalam drama. Tokoh dalam pementasan drama diperagakan oleh aktor dan aktris. Fungsi utama tokoh dalam drama adalah menggerakan plot. Jalinan peristiwa dalam drama akan bergerak selaras dengan keberadaan tokoh. Melalui tokohlah peristiwa dalam drama bergerak. Tokoh dalam teks drama dalam dimensi seni pertunjukan diistilahkan dengan sebutan aktor atau aktris. Seperti juga halnya dengan prosa fiksi, tokoh dalam drama dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh sampingan. Tokoh utama merupakan tokoh yang memiliki peran paling penting dalam cerita. Kehadiran tokoh utama mutlak dan tidak dapat digantikan tokoh lain. Drama akan berakhir bila tokoh utama tidak lagi muncul dalam cerita. Tokoh utama dalam drama memiliki ciri-ciri:
21
a. Paling banyak muncul dalam adegan b. Paling banyak mendapat konflik c. Paling banyak berinteraksi dengan tokoh lain d. Paling banyak dibicarakan tokoh lain e. Yang mengalami perubahan nasib Tokoh atau penokohan dalam drama
bersangkut-paut dengan penamaan, pemeranan, keadaan fisik tokoh (aspek fisiologis), keadaan sosial tokoh (aspek sosiologis), serta karakter tokoh, hal-hal yang berkaitan dengan penokohan sangat penting untuk memunculkan, membangun, dan mengembangkan konflik-konflik kemanusiaan yang merupakan cerminan hakikat drama. Robert Scholes (dalam Elam, 1980; Junus, 1988) mengungkapkan ada enam kategori peran para tokoh untuk membangun dan membentuk konflik dalam drama, yaitu: 1. Lion (Singa) yang dilambangkan , yaitu tokoh
yang dikategorikan sebagai tokoh pembawa ide atau protagonis. Tokoh ini memperjuangkan sesuatu sesuatu yang ideal seperti kebenaran,
22
cinta, kekuasaan, kemanusiaan yang dalam perjuangannya mendapat berbagai rintangan. 2. Mars (Mars) dilambangkan dengan yaitu tokoh penentang peran Lion yang berupaya menghalang-halangi tokoh dengan peran Lion. Peran Mars ini merupakan tokoh antagonis. 3. Sun (Matahari) yang disimbolkan dengan yaitu tokoh yang menjadi sasaran perjuangan Lion yang juga diperebutkan dengan tokoh Mars. 4. Earth (bumi) yang dilambangkan dengan yaitu tokoh yang menerima hasil perjuangan Lion 5. Scale (neraca) yang dilambangkan dengan yaitu tokoh yang memiliki peran manghakimi, menengahi konflik atau menyelesaikan konflik. Biasanya menengahi pertentangan lion dan mars 6. Moon (Bulan) dilambangkan dengan tanda , yaitu berperan sebagai penolong.
23
Perumusan kedudukan peran tokoh tersebut dilakukan dengan mengamati, mengidentifikasi dan merumuskan tindakan-tindakan tokoh serta sebab akibat (hubungan kausalitas) tindakan yang
dikakukan tokoh. Perumusan kedudukan peran tokoh sangat membantu sutradara dalam
menafsirkan karakter yang diwujudkan dalam akting (lakuan) para tokoh. Penokohan biasanya tidak dalam statis drama-drama melainkan modern dramatis.
Karakternya tidak dilukiskan secara datar (Flat character) namun dilukiskan secara bulat (round character). Namun, meskipun lebih dinamis, tetap saja ada keterikatan antara keadaan fisik tokoh dan keadaan psikisnya. Gambaran keadaan fisik dan psikis tokoh sangat membantu sutradara dan aktor dalam menginterpretasi karakter tokoh. Khususnya para aktor, pemahaman tentang fisik dan psikis tokoh sangat membantu dalam pemeranan tokoh tersebut di atas pentas.
24
3. Dialog atau Percakapan Karakteristik atau ciri khas drama adalah dialog. Dialog inilah yang menjadi penanda formal drama. Perkembangan peristiwa dalam drama bisa diamati melalui akting dan dialog para tokoh. Dialog dalam drama memiliki fungsi : 1) Mengembangkan peristiwa dan memaparkan isi cerita kepada pembaca dan penonton 2) Melukiskan watak atau karakter para tokoh dalam drama tersebut 3) Memberi penggambaran atau pembayangan peristiwa terdahulu dan akan datang 4) Membangun komunisi dengan penonton secara tak langsung 5) Membangun konflik 6) Membangun estetika Dialog dapat dikatakan sebagai sarana atau alat teknis drama, untuk itu dialog harus memiliki sifat yang komunikatif dengan pembaca atau penonton. Melalui dialoglah diharapkan isi dan
25
permasalahan dalam drama dapat dirunut oleh penonton. 4. Gerak (Action) atau Akting Isi cerita atau peristiwa dalam drama selain tercermin dalam dialog juga dapat dilihat pada gerak atau akting yang dilakukan para aktor di aatas panggung. Dalam dimensi pertunjukannya unsur akting tampak lebih jelas dan kongkret
dibandingkan pada teks atau naskahnya. Hal ini terjadi karena unsur akting dalam pementasan merupakan tindakan pemvisualisasian dari naskah cerita. Akting atau gerak bisa dipahami sebagai tindakan atau perilaku tokoh. Akting yang
dilakukan para tokoh selain merupakan sebuah peristiwa juga menggambarkan watak tokoh di atas panggung. Akting yang dilakukan aktor di atas panggung tidak mungkin muncul begitu saja. Harus ada alasan atau logika imajinatif mengapa sebuah akting tertentu dilakukan oleh aktor. Alasan atau
26
logika imajinatif mengapa seorang aktor melakukan suatu akting tertentu itulah yang disebut motivasi. Oermarjati (1971:63) menegaskan bahwa motivasi dapat muncul karena berbagai hal, yaitu: a. Kecenderungan dasar yang muncul dalam diri tokoh b. Situasi yang dihadapi tokoh c. Interaksi sosial d. Dorongan watak dan emosi e. Respons aktor terhadap akting tokoh lain 5. Latar / Ruang / Setting Latar permasalahan merupakan drama wadah sebagai identitas dari
bagian
fiksionalitas yang secara implisit atau samar diperlihatkan pada penokohan. Jika permasalahan dan konflik dalam drama bisa diketahui pada alur dan penokohan, maka latar memperjelas suasana, tempat, waktu dan situasi saat peristiwa berjalan. Melalui latarlah pembaca bisa lebih mudah melacak dan mengidentifikasikan konflik dan permasalahan yang muncul.
27
Latar berkait erat dengan penokohan. Latar menunjang tokoh dalam membangun konflik. Latar yang kongkret berkait langsung dengan tokoh dan peristiwa yang juga kongkret. Sebaliknya latar yang absurd dan abstrak akan berpaut dengan peristiwa yang abstrak dan absurd pula. Misalnya saja, drama-drama yang ditulis dan disutradarai oleh Wisran Hadi, nama-nama tokohnya Malin Duano, Malin Deman, dan sebagainya adalah tokoh-tokoh kongkret yang berkait erat dengan tempat-tempat yang kongkret seperti Pariaman, Gunung Ledang, atau nama-nama lain di Tanah Melayu. Sebaliknya, drama-drama yang ditulis dan disutradai oleh Putu Wijaya, seperti Aduh, Dag Dig Dug, Geer, Lautan Bernyanyi, dan sebagainya, atau naskah-naskah Arifin C.Noer, seperti Tengul, Kapai-Kapai, Sumur Tanpa dasar, dan sebagainya, menampilkan tokohtokoh yang abstrak dan absurd yang otomatis pula menyajikan tempat dan latar yang abstrak dan absurd.
28
Latar sangat dibutuhkan drama, utamanya bagi kepentingan panggung. Pertunjukan teater (drama yang dipanggungkan) memerlukan ruang . Dekor dan penataan panggung akan mendukung terciptanya latar yang dikehendaki sutradara dan penulis naskah. Pemilihan artistik dekor dan panggung sebagai latar cerita didasarkan pada interpretasi dan indikasi latar yang ditemukan dalam naskah drama. Aristoteles (dalam Tjahjono, 1988:189), mengungkapkan bahwa drama dituntut memiliki tiga kesatuan yaitu kesatuan gerak (unity of action), kesatuan waktu (unity of time), dan kesatuan tempat (unity of place). Ketiga kesatuan ini diwujudkan dalam latar yang berperan penting dalam
mendukung cerita. Dalam pementasan setting atau latar diwujudkan dalam tata panggung, tata lampu, tata musik dan tata busana, 6. Tata Busana dan Tata Rias Tata busana dan tata rias sangat membantu aktor dalam memperkuat kesan dan memerankan
29
watak di panggung. Tata busana merupakan segala pakaian atau kostum dan segala asesori atau perlengkapan yang dibawa atau dikenakan seorang aktor di panggung pertunjukan. Tata busana
berkait erat dengan tata rias (make up). Tata rias adalah upaya untuk mengubah wajah dan fisik aktor sesuai dengan tuntutan pemeranan. Fungsi dari tata busana dan tata rias adalah: a) Membantu mendeskripsikan watak tokoh b) Menunjukan usia dan keadaan fisik tokoh c) Menunjukan latar sosial tokoh d) Menunjukan latar geografis dan latar
kebudayaan tokoh e) Membantu aktor dalam melakukan pemeranan baik dialog maupun akting 7. Tata Musik dan Tata Lampu Tata musik dan tata lampu memiliki fungsi membangun suasana dan menciptakan efek kepada penonton. Tata musik diartikan tak hanya sebagai sebuah aransemen musik, namun dimaknai sebagai segala bentuk bunyi yang mendukung pementasan
30
drama, seperti bunyi air, petir, suara binatang, tembakan, angin, dan sebagainya. Segala bunyi dan musik dalam drama harus membekaskan efek dan daya pembayang dalam benak penonton sehingga membantu terciptanya sebuah suasana tertentu. Harymawan (1988:160) menyebutkan
beberapa istilah yang biasa digunakan di dalam pemanfaatan bunyi atau suara di dalam pementasan drama, yaitu (a) sound (bunyi), (b) voice (suara), (c) desah, (d) tone (nada), dan (e) hume (dengung). Sedangkan bentuk musik yang muncul disebutnya sebagai ilustrasi musik. Melalui sebuah ilustrasi musik, suasana cerita, warna dialog, dan gambaran suasana hati bisa lebih nyata. Pemanfaatan ilustrasi musik dalam pementasan drama dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu musik langsung dan musik rekaman. Tata lampu selain mendukung tata musik dalam membangun suasana juga mwempunyai dua peranan, yaitu sebagai penyinaran dan
31
tata lampu berfungsi menghasilkan sinar pentas agar situasi panggung tidak gelap. Dalam peran ini, tata lampu juga berfungsi mengubah adegan satu ke adegan berikutnya. Sebagai pencahayaan, tata lampu berfungsi menciptakan efek dramatis yang membantu
imajinasi penonton dalam menangkap suasana. Misalnya, lampu dengan cahaya biru memiliki efek dramatik berbeda dengan cahaya lampu yang merah menyala.
32
A. Drama Tradisional Berdasarkan bentuknya secara umum teater terbagi menjadi dua macam, yaitu drama tradisional dan drama modern. Drama tradisional sering juga disebut teater daerah karena umumnya dipentaskan menggunakan bahasa daerah setempat. Keadaan
geografis Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa memungkinkan lahirnya corak budaya yang beragam. Di bidang seni drama, corak dan keragaman ini menghasilkan jenis-jenis teater daerah yang beragam pula. Semuanya mempunyai ciri-ciri yang spesifik kedaerahan dan menggambarkan
kebudayaan lingkungannya. Drama tradisional berkembang di berbagai daerah sebagai salah satu bentuk kebudayaan daerah. Sering diistilahkan dengan sebutan teater rakyat karena lahir dari kreativitas turun temurun kelompok masyarakat tertentu. Drama tradisional menampilkan lakon yang
33
bersifat lokal yang mengambil bahan cerita rakyat (folklore) atau mengambil sumber dari cerita sejarah klasik. Ciri-ciri drama tradisional antara lain: 1. Tidak memakai naskah karena masyarakat
pendukungnya sudah hafal benar jalan cerita yang akan dikisahkan. 2. Ceritanya diangkat dari cerita-cerita rakyat yang berkembang di masyarakat secara turun temurun 3. Ceritanya memiliki banyak varian 4. Gerak-gerik pemainnya cenderung berupa seperi tarian 5. Lebih mengutamakan jalan cerita, dialog yang dilakukan diserahkan sepenuhnya pada kreativitas para pemain. 6. Tata busana dan tata rias bersifat spesifik sesuai dari daerah mana drama tradisional berada yang setiap daerah mempunyai kekhasan sendiri-sendiri. 7. Musik yang dipakai adalah musik tradisional-lokal. 8. Sutradara berperan sebagai pengatur cerita.
34
Contoh drama tradisional: (a) Ketoprak (Jateng) (b) Ludruk (Jatim) (c) Wayang Wong (Jateng) (d) Kethek Ogleng (Yogyakarta) (e) Sintren (Pekalongan) (f) Glipang (Madura) (g) Rangda (Bali) (h) Kecak (Bali) (i) Jaran Kencak (Bondowoso) (j) Srandul (Wonogiri) (k) Calung (Kebumen) (l) Tarling (Indramayu) (m) Dongkrek (Madiun) (n) Ubrug (Banten) (o) Lengser (Priangan) (p) Gandrung (Banyuwangi) (q) Topeng Jabung (Malang) (r) Topeng Panji (Sukabumi, Malang, Madura) (s) Topeng Betawi (Jakarta) (t) Lenong Betawi (Jakarta)
35
36
37
B. Drama Modern Dalam perkembangan berikutnya muncul bentuk drama yang memakai naskah yang kemudian disebut sebagai drama modern. Drama modern tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memakai naskah, dialog para pelaku sudah diatur sepenuhnya dalam naskah drama tersebut. 2. Ceritanya bersumber dari kehidupan manusia seharihari dengan segala problematikanya. 3. Gerak-geriknya merupakan gerak-gerik tingkah laku manusia dalam realitas sehari-hari. 4. Disamping jalan cerita, drama modern amat
mementingkan unsur literernya (unsur sastra). 5. Tata rias dan tata busananya berfungsi untuk memperjelas watak para tokoh. 6. Musik yang dipakai telah menggunakan dan
terpengaruh musik-musik modern. 7. Sutradara dalam teater modern bertindak sebagai pengatur laku. (Tjahjono, 1988:197)
38
Drama modern berciri utama mempunyai naskah. Dalam sejarah perkembangan drama di Indonesia belum dapat diidentifikasi kapan naskah pertama drama modern ditulis. Para pakar sastra kebanyakan
bersepakat bahwa naskah drama modern Indonesia pertama adalah naskah drama Bebasari yang ditulis oleh Roestam Effendi pada tahun 1926. Berdasar corak penulisan drama di Indonesia, Hasanudin WS (2009:43) membagi empat tahapan awal, yaitu (a) tahap 1926-1942, (b) tahap 1942 1945, (c) tahap 1945-1960-an, dan (d) tahap 1970-an perkembangan paling akhir. Pada tahap 1926-1942 terdapat 12 naskah drama yang ditulis oleh 5 sastrawan. Kalau ditilik dari rentang waktu yang panjang, maka tahap ini tampak sebagai tahap yang paling miskin pada periodesasi penulisan naskah drama di Indonesia. Naskah-naskah drama tersebut adalah Bebasari (Roetam Effendi, 1926), Airlangga (Sanoesi Pane, 1928), Eenzame
Garoedavlucht (Sanoesi Pane), Kertadjaya (Sanoesi Pane, 1932), Sandhyakalaning Majapahit (Sanoesi
39
Pene, 1933), Ken Arok dan Ken Dedes (Muhamad Yamin, 1934), Loekisan Masa (Armyn Pane, 1937), Setahun di Badahulu (Armyn Pane, 1938), Njai Lenggang Kentjana (Armyna Pane, 1939), Manoesia Baroe (Sanoesi Pane, 1940), Kalau Dewi Tara Sudah Berkata (Muh. Yamin, dan Bangsatjara Ragapadmi (Ajirabras). Pada tahapan kedua, yaitu 1942-1945 tercatat 21 naskah drama yang ditulis oleh lima sastrawan. Dapat dicatat pada tahapan ini kuantitas naskah meningkat, namun jumlah penulis bidang drama sangat sedikit. Naskah-naskah drama yang muncul pada tahapan ini, yaitu Taufan Di Atas Asia, Intelek Istimewa, Dewi Reni, Insan kamil, Rogaya, Mambang laut (yang semuanya ditulis oleh El Hakim atau Abu Hanifah); Citra, Liburan Seniman, Api, Mutiara dari Nusa Laut, Mekar Melati, Tempat yang kosong, Pamanku dan
(kesemuanya ditulis oleh Usmar Ismail); Kami Perempuan, Antara Bumi dan Langit, Jinak-Jinak Merpati, Barang Tiada Berharga (Armyn Pane);
40
Kejahatan Membalas Dendam, Jibaku Aceh, Dokter Bisma (Idroes); dan Tuan Amin (Amal Hamzah). Pada tahapan berikutnya yaitu 1945-1955, sejarah drama di Indonesia mendapat angin segar karena
didirikannya Akademi Teater Nasional indonesia (ATNI) pada tanggal 10 September 1955. Lembaga inilah yang kelak akan memberi corak dan warna pada perkembangan drama modern Indonesia. Pada periode inilah pertunjukan drama mulai menjamur di kota-kota besar Indonesia. Kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi drama mulai memunculkan yang intens
kelompok-kelompok
mempertunjukkan drama. Kelompok-kelompok inilah, terutama di Jawa, yang kemudian memunculkan sutradara-sutradara hebat, aktor-aktor yang berbakat dan cakap, serta naskah-naskah drama yang bermutu. Tak hanya naskah-naskah drama ditulis, namun juga muncul terjemahan drama-drama asing dalam bahasa Indonesia. Dengan kata lain, pada tahapan periode ini gairah perteateran di Indonesia meningkat pesat dan mulai bersentuhan dengan drama-drama modern dunia.
41
Diantara para penulis drama itu diantaranya adalah Achdiat Kartamiharja (Bentrokan dalam Asmara, Pakaian dan Kepalsuan, Puntung Berasap); Aoh K Hadimaja (Kapten Syaf, Lakbok); Sri Murtono (Candra Kirana, Genderang Bharatayuda); Trisno Sumardjo (dokter Kamboja), Sitor Sitomurang (Jalan Mutiara), Slamet Mulyana (Tanjung Sari, Kusuma Nrgara), Rendra (orang-orang di Tikungan); Utuy Tatang Sontani (Awal dan Mira, Bunga Rumah Makan, Di langit ada Bintang), Motinggo Busye (malam
Jahanam, Barabah, Malam Pengantin di Bukit Kera), Miscbah Yusa Biran (Bung Besar), Nasjah Jamin (Jembatan Gondolayu), B. Sularto (Domba-Domba Revousi, Abu), Kirdjomulyo (Nona Maryam, Bulan di Langit Merah, Saat Sungai Barito Kering), Yusaac Muscar (Tak Usah Kau Tangisi, Kami Tak Punya ApaApa), Iwan Simatupang (Bulan Bujur Sangkar, Petang Di Taman, RT Nol RW Nol). Tahapan berikutnya adalah perkembangan drama modern Indonesia dalam periode 1970-an sekarang. Pada periode ini pertunjukan drama dan penulisan
42
naskah drama tersebar dengan amat suburnya di berbagai kota provinsi di Indonesia. Tumbuhnya institut-institut dan akademi seni, dewan-dewan
kesenian, lembaga-lembaga kesenian serta berbagai studi kebudayaan mendorong tumbuh suburnya
penulisan dan pertunjukan drama. Pada masa ini pula berbagai festival drama, sayembara penulisan naskah, pertemuan teater,
kelompok-kelompok drama di kampus dan berbagai diskusi yang berkait dengan drama juga turut andil dalam mendorong suburnya perkembangan drama. Bermunculan kelompok-kelompok drama dan penulispenulis naskah yang hebat yang tidak hanya tampil di daerahnya namun juga ke kota lain bahkan negara lain menunjukan pada masa ini kondisi perteateran di Indonesia sangat kondusif. Didirikannya Taman Ismail Marzuki (TIM)
sebagai pusat kesenian untuk mendorong dan memberi ruang bagi para seniman sangat memacu kreativitas para seniman teater dan penulis naskah drama. Sayembara penulisan naskah drama yang secara
43
berkala diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta tak hanya mendorong lahirnya para penulis naskah drama, namun juga mendorong lahirnya kritikus-kritikus drama. Dalam periode ini pula, dunia drama Indonesia lebih intens berkenalan dan bersentuhan dengan dramadrama modern eropa dan lainnya, termasuk dengan drama-drama absurd. Perkenalan ini juga membiaskan pengaruh penulisan dan pementasan drama yang absurd yang lebih berorientasi pada suasana performance dibanding jalinan cerita atau kelogisan cerita. Tercatat nama-nama penulis dan sutradara drama saat itu yaitu Arifin C. Noer, Rendra, Putu Wijaya, Teguh Karya, Ikranegara, Suyatna Anirun, Noorca
M. Masardi, Basuki Rachmat, Akhudiat, Asrul Sani, Wisran Hadi, Nano Riantiarno, Budi S. Otong, Genthong S.A, Pedro Sudjono, dan masih banyak lagi. Juga bermunculan kelompok-kelompok drama yang kuat dan intens, seperti. Teater Mandiri, Teater Kecil, Teater Populer, Bengkel Teater, Tetaer Koma, Teater Muslim, Teater Alam, Teater Dinasti, Teater Gandrik,
44
STB Bandung, Teater Kubur, Garasi, Teater Gapit, dan sebagainya. Dalam perjalanannya nanti kita juga melihat bahwa sutradara dan kelompok-kelompok teater ini akan berdampingan dengan lembaga-lembaga formal seperti Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Institut Seni Indonesia (ISI), Sekolah Tinggi Kesenian
Indonesia (STKI), ASKI, fakultas-fakultas sastra di berbagai perguruan tinggi memberikan sumbangan yang besar bagi pertumbuhan drama Indonesia modern
Salah satu adegan pementasan Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C. Noer, (Sumber : www.google.com)
45
Pementasan Dag Dig Dug Terater Manditi Putu Wijaya (Sumber : www.google.com)
Pementasan Dag Dig Dug Terater Manditi Putu Wijaya (Sumber : www.google.com)
Salah satu adegan pementasan Umang-umang karya Arifin C. Noer, (Sumber : www.google.com)
46
Pada mulanya pementasan drama tidak mengenal sutradara. Sejalan kebutuhan akan pementasan teater yang semakin meningkat, maka para aktor memerlukan peremajaan pemain. Para aktor yang telah memiliki banyak pengalaman mengajarkan pengetahuanya kepada aktor muda. Proses mengajar dijadikan tonggak awal lahirnya sutradara. Dalam terminologi Yunani sutradara (director) disebut didaskalos yang berarti guru dan pada abad pertengahan di seluruh Eropa istilah yang digunakan untuk seorang sutradara dapat diartikan sebagai master. Istilah sutradara seperti yang dipahami dewasa ini baru muncul pada jaman George II. Seorang bangsawan (duke) dari saxe-Meiningen yang memimpin sebuah grup teater dan menyelenggarakan pementasan keliling Eropa pada tahun 1870-1880. Dengan banyaknya jumlah pentas yang harus dilakukan, maka kehadiran seorang sutradara yang mampu mengatur dan mengharmonisasikan
Meskipun demikian, produksi pementasan teater SaxeMeiningen masih mengutamakan kerja bersama antar pemain yang dengan giat berlatih untuk meningkatkan kemampuan berakting mereka (Robert Cohen, 1994). Model penyutradaraan seperti yang dilakukan oleh Goerge II diteruskan pada masa lahir dan berkembangnya gaya realisme. Andre Antoine di Prancis dengan Teater Libre serta Stansilavsky di Rusia adalah dua sutradara berbakat yang mulai menekankan idelialisme dalam setiap produksinya. Max Reinhart mengembangkan
penyutradaraan dengan mengorganisasi proses proses latihan para aktor dalam waktu yang panjang. Gordon Craig merupakan seorang sutradara yang yang
menanamkan gagasannya untuk para aktor sehingga ia menjadikan sutradara sebagai pemegang kendali penuh sebuah pertunjukan teater (herman J. Waluyo, 2001). Berhasil tidaknya sebuah pertunjukan mencapai takaran artistik yang diinginkan sangat tergantung pada
kepiawaian sutradara. Dengan demikian sutradara menjadi salah satu eleman pokok dalam teater modern.
48
Oleh karena kedudukannya yang tinggi, maka seorang sutradara harus mengerti dengan baik hal-hal yang berhubungan dengan pementasan. Oleh karena itu, kerja sutradara dimulai sejak merencanakan sebuah pementasan, yaitu menentukan lakon, setelah itu tugas berikutnya adalah menganalisis lakon, menentukan pemain,
menentukan bentuk dan gaya pementasan, memahami dan mengatur blocking serta melakukan serangkaian latihan dengan pra pemain dan seluruh pekerja artistik hingga karya teater benar-benar siap untuk di pentaskan. 1. Menentukan Lakon Proses atau tahap pertama yang harus dilakukan oleh sutradara adalah menentukan lakon yang akan dimainkan. Sutradara bisa memilih lakon yang sudah tersedia (naskah jadi) karya orang lain atau membuat naskah lakon sendiri. 2. Analisis Lakon Menganalisis lakon merupakan tugas utama sutradara. Lakon yang sudah ditentukan harus segera dipelajari dan diinterputasi sehingga gambaran lemgkap cerita didapatkan. Dengan analisis yang baik, sutradara
49
akan lebih mudah menerjemahkan kehendak pengarang dalam pertunjukan. 2.1 Analisis Dasar Analisis dasar adalah telaah unsur-unsur pokok yang membentuk lakon. Dalam proses analisis ini, sutradara mempelajari seluruh isi lakon dan menangkap gambaran lengkap lakon seperti apa yang tertulis. Unsur-unsur pokok yang harus dianalisis oleh sutradara adalah sebagai berikut. Pesan Lakon. Merupakan bahan komunikasi utama yang apa hendak yang disampaikan hendak kepada
penonton
disampaikan
pengarang melalui naskah lakon disebut pesan. Romeo and Juliet karya Shakespeare
mengandung pesan bahwa seorang yang telah menemukan cinta sejati tidak takut terhadap risiko apapun termasuk mati. Pesan ini ingin disampaikan oleh pengarang dengan dengan akhir yang tragis dimana tokoh romeo dan juliet akhirnya mati bersama.
50
Konflik dan penyelesaian. Penting mengetahui dasar persoalan (koflik) dalam sebuah lakon karena hal tersebut akn membawa laku aksi para tokohnya. Di bagian mana konflik itu muncul dan bagaimana aksi dan reaksi para tokohnya, pada bagian mana konflik itu memuncak, dan pada akhirnya bagaimana konflik itu diselesaikan. Karakter Tokoh. Analisis karakter tokoh sangat penting dan harus dilakukan secara mendetil agar sutradara mendapatkan gambaran sejelas-
jelasnya. Karena tidak banyak arahan dan keterangan yang dituliskan mengenai karakter tokoh dalam sebuah lakon, maka sutradara harus menggalinya melalui kalimat-kalimat dialog. Perjalanan sebuah karakter terkadang tidak mengalami perubahan yang berarti tetapi
beberapa tokoh dalam lakon (biasanya protagonis dan antagonis) bisa saja mengalami perubahan. Oleh karena itu analisis karakter ini harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati sehingga
51
setiap perubahan karakter yang dialami oleh tokoh tidak lepas dari pengamatan sutradara. Latar Cerita. Gambaran tempat kejadian,
peristiwa, dan waktu kejadian harus diungkapkan dengan jelas karena hal ini berkaitan degan tata artistik. Untuk mewujudkan keadaan peristiwa seperti dikehendaki lakon diatas panggung maka informasi yang jelas mengenai latar cerita harus didapatkan. 2.2 Interprestasi Setelah menganalisis lakon dan mendapatkan informasi lengkap mengenai lakon, maka sutradara perlu melakukan tafsir atau interprestasi.
Berdasarkan hasil analisis, sutradara memberi sentuhan atau penyesuaian artistik terhadap lakon yang akan dipentaskan. Proses ini bisa disebut sebagai proses asimilasi (perpaduan) antara gagasan sutradara dan pengarang. Seorang sutradara
seharusnya boleh tidak melakukan interprestasi terhadap lakon, artinya, ia hanya sekedar melakukan apa yang dikehendaki oleh lakon apa adanya sesuai
52
dengan hasil analisis. Akan tetapi sangat mungkin seorang sutradara memiliki gagasan artistik tertentu yang akan ditampilkan dalam pementasan setelah menganalisa sebuah lakon. Proses interprestasi biasanya menyangkut unsur latar, pesan, dan penokohan. 2.3 Konsep Pementasan Hasil akhir dari analisis naskah adalah konsep pementasan. menjelaskan menyampaikan Dalam secara pesan konsep lengkap yang ini sutradara cara dengan
mengenai berkaitan
dan pendekatan
pemeranan serta memberikan gambaran global tata artistik Pendekatan gaya pementasan. Seniman teater dunia telah banyak berusaha melahirkan gaya pementasan murni yang dihasilkan seorang sutradara atau pemikir teater. Setiap kelahiran gaya baru memiliki keterkaitan atau perlawanan terhadap gaya tertentu. Oleh karena itu, hal yang paling bisa adalah mendekatkan gaya pementasan
53
Istilah
pendekatan disini digunakan dalam arti sutradara tidak hanya sekedar melaksanakan sebuah gaya secara wantah (utuh) tetapi ada perkembangan atau penyesuaian harus didalamnya. memahami Untuk itu,
sutradara
gaya-gaya
pementasan. Dengan demikian pendekatan yang dilakukan tidak salah sasaran. Pendekatan pemeranan. Setelah menetapkan
peningkatan gaya, maka metode pemeranan yang dilakukan perlu dituliskan. Hal ini sangat berguna bagi aktor metode akting. Misalnya, penggunan bahasa puitis dengan sendirinya membuat aktor harus mau memahami dan melakukan latihan teknik-teknik membaca puisi agar dalam
pengucapan dialog tidak seperti percakapan sehari-hari hal ini mempengaruhi bentuk dan gaya penampilan aktor dalam beraksi. Sutradara harus membuat metode tertentu dalam sesi latihan pemeranan untuk mencapai apa yang diinginkan.
54
Gambaran tata artisitik. Secara umum, sutradara harus menuliskan gambaran (pandangan) tata artistiknya. Meski tidak secara mendetail, tetapi gambaran tata artistik berguna bagi para desainer untuk mewujudkan dalam desain. Jika sutradara mampu maka ia bisa memberikan gambaran tata artistik melalui sketsa jika tidak, maka ia cukup menuliskannya. Di bawah ini contoh sketsa tata artistik.
55
Gambar
diatas
menunjukkan
keinginan
sutradara untuk menghadirkan rumah sederhana di lingkungan yang tandus (berbatu) di atas pentas.
3. Memilih Pemain Menentukan pemain yang tepat tidaklah mudah. Dalam sebuah grup/sanggar, sutradara sudah
mengetahui karakter pemain-pemainnya (anggota), akan tetapi, dalam sebuah grup teater sekolah yang pemainnya selalu berganti atau kelompok teater kecil yang membutuhkan banyak pemain lain sutradara harus jeli memilih sesuai kualifikasi yang diinginkan. Grup teater tradisional biasanya memilih pemain sesuai dengan penampilan fisik dengan ciri fisik tokoh lakon,
56
misalnya
dalam
wayang
orang
atau
ketoprak,
sedangkan dalam teater modern, memilih pemain berdasar kecakapan pemain tersebut 3.1 Fisik Penampilan fisik seorang pemain dapat
dijadikan dasar menentukan peran. Ciri wajah. Berkaitan langsung sesuai dengan penampilan mimik aktor. Meskipun kekurangan wajah bisa ditutupi dengan tata rias tetapi ciri wajah pemain harus diusahakan semirip mungkin dengan ciri wajah tokoh dalam lakon. Hal ini dianggap dapat mampu melahirkan expresi wajah yanmg natural. Misalnya dalam cerita Kabayan, maka pemain harus memiliki ciri wajah yang tampak tolol. Ukuran tubuh. Dalam kasus tertentu, ukuran
tubuh merupakan harga mati bagi sebuah peran. Misalnya, dalam wayang wong. Dalam tokoh bagong memiliki ukuran tubuh tambun (gemuk), maka pemain yang dipilih pun harus memiliki
57
tubuh gemuk. Tidak masuk akal jika bagong tampil dengan tubuh kurus. Tinggi tubuh. Hal ini juga sama dengan ukuran tubuh. Tokoh Werkudara (Bima) harus
diperankan oleh orang yang bertubuh tinggi besar Ciri tertentu. Ciri fisik dapat pula dijadikan acuan untuk menentukan pemain. Misalnya, dalam
ketoprak seorang yang tinggi tapi bungkuk dianggap tepat memainkan peran pendeta.
Seorang yang memiliki kumis, janggut, dan brewok tebal cocok diberi peran sebagai warok atau jagoan. 3.2 Kecakapan Kecakapan kecakapan menentukan dilakukan pemain audisi. dasar Dalam
biasanya
khasanah teater modern, sutradara dapat menilai kecakapan pemain melalui portofolio tetapi proses audisi tetap penting untuk menilai kecakapan aktor secara langsung. Tubuh. Kesiapan tubuh untuk seorang aktor
58
seorang aktor bermain dengan baik jika fisiknya lemah. Bicara. Kemampuan dasar wicara merupakan sarat utama. Dalam teater bahasa verbal kejelasan ucapan adalah kunci ketersampaian pesan dialog. Oleh karena itu pemain harus memiliki
kemampuan wicara yang baik. Penilaian yang dapat dilakukan adalah penguasaan, adiksi, intonasi, dan pelafalan yang baik. Dengan
memberikan teks bacaan tertentu, calon aktor dapat dinilai kemampuan dasar wicaranya. Penghayatan. Menghayati sebuah peran berarti mampu menerjemahkan laku aksi karakter peran dalam bahasa verbal dan ekpresi tubuh secara bersamaan. Untuk menilai hal ini, sutradara
dapat memberikan penggalan adegan atau dialog karakter dengan berbagai muatan emosi untuk diujikan. . Kecakapan lain. Kemampuan lain selain bermain peran terkadang dibutuhkan. Misalnya, seorang calon aktor yang memiliki kemampuan menari,
59
menyanyi atau bermain musik memiliki nilai lebih. 4. Menentukan Bentuk dan Gaya Pementasan 4.1 Menurut Penuturan Cerita Ada dua jenis pertunjukan teater menurut penuturan ceritanya, yaitu berdasar naskah lakon dan improvisasi. Teater tradisional biasanya memilih improvisasi karena semua pemain telah memahami dengan baik cerita yang akan dilakonkan dan karakter tokoh yang akan diperankan. Sebaliknya, teater
modern menggunakan naskah lakon sebagai sumber penuturan. Meskipun beberapa kelompok teater modern tertentu memperbolehkan improvisasi
(biasanya lakon komedi situasi) tetapi sumber utama dialognya di ambil dari naskah lakon. 4.1.1Berdasar Naskah Lakon Mementaskan teater berdasarkan naskah lakon menjadi ciri umum teater modern. Hal ini memiliki kelebihan tersendiri, di antaranya adalah sebagai berikut.
60
Durasi waktu dapat ditentukan dengan pasti.. Arahan dialog sudah ada. Arahan laku permainan dapat ditemukan dalam naskah. Konflik dan penyelesaian tidak berkembang. Karena tidak ada improvisasi, maka konflik dan penyelesaian lakon pasti. Fokus permasalahan telah ditentukan.. Gambaran bentuk latar kejadian dapat
peristiwa melalui dialog tokoh-tokohnya. Di samping kelebihan tersebut diatas, pementasan teater berdasar naskah lakon juga memiliki kekurangan dan problem tersendiri. Jika sumberdaya yang dimiliki tidak sesuai dengan kehendak lakon harus dilakukan adaptasi. Kreativitas memiliki aktor terbatas. Aktor tidak selain
kebebasan
penuh
Tidak memungkinkan pengembangan cerita. Cerita yang telah dituliskan oleh pengarang harus ditaati. 4.1.2Improvisasi Mementaskah teater secara improvisasi memiliki keunikan tersendiri. Sutradara hanya menyediakan gambaran cerita selanjutnya aktor yang mengembangkannya dalam permainan. Beberapa kelebihan pentas teater improvisasi adalah ; Kreatifitas sutradara dan aktor dapat
dikembangkan seoptimal mungkin.. Arahan laku terbuka. Konflik dan sudut pandang penyelesaian bisa dikembangkan. Memungkinkan percampuran bentuk gaya.. Cerita bisa di sesuaikan dengan sumberdaya yang dimiliki.
Dibalik semua kelebihan di atas, teater improvisasi juga memilliki kekurangan yaitu:
62
Durasi waktu tidak tertentu. Oleh karena cerita bisa di kembangkan, maka durasi pementasan bisa berubah-ubah. Semua bisa tergantung dari improvisasi aktor di atas pentas. Improvisasi dialog tidak berimbang. Kualitas dialog tidak dapat di standarkan. Kemungkinan aktor melakukan kesalahan lebih besar. Sifat akting adalah aksi dan reaksi. Jika seorang aktor beraksi,maka aktor lawan mainnya harus bereaksi. Karena arahan laku yang terbuka maka reaksi ucapan sering dilakukan spontan dan belum tentu benar. Disamping itu, kesalahan ucap atau
penyampaian informasi tertentu bisa saja salah karena memang tidak dicatat dan hanya diingat garis besarnya saja. Sutradara tidak bisa sepenuhnya
63
diatas pentas dan sutradara tidak bisa lagi mengarahkan secara langsung. Jika dalam teater berbasis cerita dalam naskah, maka aktor lakon dalam harus sebagai teater mampu
pegendali improvisasi
4.2
kekhasan dan membutuhkan prasyarat tertentu yang harus dipenuhi, maka sutradara wajib mempelajari dan memahami langkah langkah dalam
melaksanakannya. 4.2.1 Teater Gerak Teater gerak lebih banyak membutuhkan ekspresi gerak tubuh dan mimik muka dari pada wicara. Pesan yang tidak disampaikan secara verbal membutuhkan keahlian tersendiri untuk mengelolanya. Di bawah ini beberapa langkah yang bisa diambil oleh sutradara dalam
64
Sutradara
mampu
mengeksplorasi
dan
menciptakan gerak. Simbol dan makna yang disampaikan melalui gerak harus dikerjakan dengan teliti. Jika tidak, maknanya akan kabur. Sutradara harus mampu
mengeksplorasi dan menciptakan gerak sesuai dengan makna pesan yang hendak
disampaikan. Memahami komposisi dan koreografi. Karena bekerja dengan gerak, maka komposisi dan koreografi dasar wajib dimiliki oleh sutradara. Penataan gerak tidak bisa dikerjakan dengan serampangan, makna pesan, harus mempertimbangkan dan terutama
suasana,
ilustrasinya. Untuk mendukung rangkaian gerak yang telah diciptakan, pengaturan pemain perlu dilakukan. Meskipun rankaian gerak yang dihasilkan sangat indah, tetapi jika komposisi (tata letak)pemainya tidak berubah akan melahirkan kejenuhan.
65
Mewujudkan bahasa dalam simbol gerak. Mengubah tidaklah bahasa mudah. dalam Apa lagi Oleh simbol jika karena gerak sudah itu,
menyangkut
makna.
sutradara harus bisa mewujudkan bahasa verbal dalam simbol gerak. Mewujudkan ekspresi melalui mimik muka para aktor. Ekspresi emosi atau karakter peran harus bisa diwujudkan melalui mimik para aktor. Oleh karena itu keterbatasan bahasa verbal dalam pertunjukan teater gerak, maka ekspresi mimik sangat penting. Mengerti musik ilustrasi. Meskipun tidak bisa memainkan musik, sutradara teater gerak harus mengerti kaidah musik ilustrasi. Kapan musik mengikuti gerak pemain, kapan musik hadir sebagai latar suasana, dan perbedaannya harus dimengerti oleh sutradara. Jika pemain dalam jumlah banyak, maka pengaturan blocking harus lebih teliti. Jumlah pemain yang banyak menimbulkan persoalan
66
tersendiri, terutama menyangkut komposisi. Jika tidak pintar mengelola, maka banyaknya jumlah pemain justru akan memenuhi
panggung dan membuat suasana menjadi sesak. Menempatkan posisi dan gerak yang tepat akn membuat pertunjukan akan semakin menarik. Jika jumlah pemain banyak dan harus bergerak secara serempak, maka
dianjurkan untuk mengkreasi gerak sederhana yang mudah dilakukan. Jika gerak terlalu sulit, maka irama ranpak gerak yang
diharapkan bisa kacau. Jika pemain sedikit maka motif gerak harus lebih variatif. Jumlah pemain bisa disiasati dangan menambah perbendaharaan gerak. Motif gerak yang kaya akan membuat tampilan menjadi variatif dan meyegarkan. 4.2.2 Teater Boneka Teater boneka memiliki karakter yang khas tergantung jenis boneka yang dimainkan.
67
pemain
manusia,
tetapi
juga
mengatur
permainan boneka. Di bawah ini beberapa langkah yang bisa dikerjakan sutradara yang hendak mementaskan teater boneka. Mampu memainkan boneka dengan baik. Mampu menghidupkan ekspresi boneka yang dimainkan. Jika pemain boneka banyak maka harus mampu mengatur adegan adegan agar
pergerakan boneka tidak saling mengganggu. Jika pemain sedikit harus memiliki
kemampuan mengisi suara dengan karakter yang berbeda. Mampu membangun kerjasama antar pemain boneka. 4.2.3Teater Dramatik Mementaskan teater dramatik
membutuhkan kerja keras sutradara terutama terkait dengan akting pemeran. Oleh karena tuntutan pertunjukan teater dramatik yang mensyaratkan laku aksi seperti kisah nyata,
68
maka sutradara harus benar-benar jeli dalam menilai setiap aksi para aktor. Demikian juga dengan suasana kejadian, semua harus tampak natural, tidak dibuat-buat. Beberapa langkah yang dapat dikerjakan oleh sutradara dalam menggarap teater dramatik adalah sebagai berikut. Memahami tensi dramatik (dinamika lakon). Memahami sisi kekejiwaan karakter peran. Mampu meningkatkan kualitas pemeran aktor untuk menghayati peran secara optimal. Berkaitan dengan karakter peran, sutradara harus dapat menentukan metode yang tepat agar para aktornya dapat memahami,
menghayati dan memerankan karakter dengan baik. Mampu menghadirkan laku cerita seperti sebuah kenyataan hidup. Dalam teater
dramatik, jika melakonkan cerita yang sedih ukuran keberhasilannya adalah membuat
69
dengan cerita suka-ria, maka penonton harus dibawa dalam suasana yang suasana suka-ria, Untuk mencapai hasil maksimal maka
kejelian sutradara dalam mengamati dan menangani keseluruhan unsur pertunjukan sangat dibutuhkan.. 4.3 Menurut Gaya Penyajian Sejak sejarah kelahirannya, teater telah
memunculkan berbagai macam gaya pementasan. Para seniman teater tidak pernah berhenti menggali visualisasi artistik pementasan. Beberapa gaya
pementasan yang dilahirkan ada yang bertahan hingga saat ini dan banyak tidak lama bertahan. Gaya pementasan yang bertahan biasanya memiliki daya tarik yang kuat dan membuat seniman lain ikut melakukannya. Jika gaya tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang lama oleh seniman yang berbeda dalam berbagai produksi, maka ciri-ciri dari gaya tersebut berubah menjadi konvensi (pakem).
Pertunjukan teater yang menjalankan konvensi tertentu dengan ketat disebut sebagai teater
70
konvesional. Untuk membedakan, pertunjukan teater dengan gaya lain yang masih membuka kemungkinan pengembangan dan belum menetapkan konvensi disebut sebagai teater non konvensional. 4.3.1Konvensional Mementaskan teater konvensional
membutuhkan kecermatan dan kedisiplinan dalam menerapkan konvensi. Mentaati konvensi terkadang tidak mudah karena kemungkinan bentuk pengembangannya menjadi sangat
terbatas. Jika tidak hati-hati gagasan baru untuk pengembangan justru bertolak belakang dari
konvensi yang ada. Banyak polemik lahir mengenai ketaatan konvensi, terutama dalam teater tradisional. Hal ini bisanya berkaitan dengan penyebutan nama dan prasyarat yang yang mengikutinya. Misalnya, untuk menyebut pertunjukan teater yang bernama ludruk maka aturan-aturan pertunjukan ludru harus dipenuhi.
71
Di bawah ini adalah langkah-langkah yang bisa diterapkan sutradara yang ingin mementaskan teater konvensioanal. Memilih jenis teater konvensional. Memahami konvensi. Dapat menjalankan konvensi dengan
konsisten. Mampu bekerjasama dengan unsur dalam mewujudkan konvensi. 4.3.2Non konvensional Teater kemungkinan non konvensional memiliki
yang sangat
terbuka bagi
pengembangan artistik dan sudut pandang. Eksperimentasi Percobaan sangat model dimungkinkan. bentuk
penyajian,
pemanggungan, laku lakon sampai bentuk dan gaya akting dapat dikerjakan. Akan tetapi, semua harus disikapi dengan kreativitas artistik yang positif. Dibawah ini beberapa hal yang dapat diperhatikan oleh sutradara yang hendak
72
menyajikan konvensional.
pementasan
teater
non
Memahami dasar-dasar penciptaan teater. Kreatif. Inovatif. Merancang dan menjelaskan konsep
seluruh unsur pendukung. 5. Blocking Sutradara diwajibkan memahami cara mengatur pemain di atas pentas. Bukan hanya akting tetapi juga blocking. Secara mendasar blocking adalah gerakan fisik atau proses penataan (pembentukan) sikap tubuh seluruh aktor diatas panggung. Blocking dapat diartikan sebagai aturan berpindah tempat dari titk (area) satu ke titik (area) yang lainya bagi aktor diatas panggung. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka perlu diperhatikan agar blocking yang dibuat tidak terlalu rumit, sehingga lalu lintas aktor diatas panggung berjalan dengan lancar. Jika blocking dibuat terlalu
73
rumit, maka perpindahan dari satu aksi menuju ke aksi yang lain menjadi kabur. Yang terpenting dalam hal ini adalah fokus atau penekanan bagian yang akan ditampilkan. Fungsi blocking secara mendasar adalah sebagai berikut. Menerjemahkan naskah lakon kedalam sikap tubuh aktor sehingga penonton dapat melihat dan mengerti. Memberikan pondasi yang praktis bagi aktor untuk membangun karakter dalam pertunjukan. Menciptakan lukisan panggung yang baik. Dengan blocking yang tepat, kalimat yang
diucapkan oleh aktor menjadi lebih mudah di pahami oleh penonton. Di samping itu, blocking dapat mempertegas isi kalimat tersebut. Jika blocking dikerjakan dengan baik, maka karakter tokoh yang dimainkan oleh para aktor akan tampak lebih hidup.
74
Pembagian lima belas area panggung Akn = Atas Kanan, AknT = Atas Kanan Tengah, AT = Atas Tengah, AkrT = Atas Kiri Tengah, Akr = Atas Kiri, Kn = Kanan, TKn = Tengah Kanan, TKr = Tengah Kiri, Kr = Kiri, BKn = Bawah Kanan Tengah, BT = Bawah Tengah, BKrT = Bawah Kiri Tengah, BKr = Bawah Kiri Untuk membuat atau merencanakan blocking bagi para pemain, perlu diketahui terlebih dahulu pembagian area panggung. Panggung pertunjukan secara kompleks dibagi dalam lima belas area panggung. Yaitu tengah, tengah kanan, tengah kiri, kanan, kiri, bawah tengah, bawah kanan tengah,
75
bawah kiri tengah, bawah kanan, bawah kiri, atas tengah, atas kanan tengah, atas kiri tengah, ats kanan, dan atas kiri. Pembagian panggung dalam lima belas area ini biasanya digunakan untuk panggung yang berukuran besar. Letak kanan dan kiri atau atas dan bawah ditentukan berdasar pada arah hadap aktor ke penonton. Kanan adalah kanan pemain dan bukan penonton. Kanan adalah kanan pemain dan bukan kanan penonton dan kiri adalah kiri pemain. Atas adalah jarak terjauh dari penonton, sedangkan bawah adalah jarak terdekat dengan penonton, sedangkan kanan adalah posisi kanan arah hadap aktor atau atau sisi kiri penonton. Secara sederhana dan umum panggung dibagi sembilan area, yaitu tengah, tengah kanan, tengah kiri, bawah tengah, bawah kanan, bawah kiri, atas tengah, atas kanan, dan atas kiri. Panggung yang tidak terlalu luas jika dibagi menjadi lima belas area, maka luas masing-masing area akan terlalu sempit sehingga tidak memungkinkan sebuah
76
pergerakan yang leluasa baik untuk pemain maupun perabot. Pembagian sembilan area juga
Pembagian sembilan area panggung AKn = Atas Kanan, At = Atas Tengah, AKr = Atas Kiri, TKn = Tengah Kanan, T = Tengah, TKr = Tengah Kiri, BKn = Bawah Kanan, Bawah Kanan, BT = Bawah Tengah, BKr = Bawah Kiri 5.2 Komposisi Komposisi dapat diartikan sebagai pengaturan atau penyusunan pemain di atas pentas. komposisi mirip Blocking. Sekilas
Bedanya, blocking
77
arah laku, perpindahan pemain serta perubahan posisi pemain dapat disebut blocking. Sedangkan komposisi, lebih mengatur posis, pose, dan tinggirendah pemain dalam keadaan diam (statis). Pengaturan posisi pemain seperti ini dilakukan agar semua pemain di atas pemain dapat dilihat dengan jelas oleh penonton. Ada dua ragam komposisi
pemain, yaitu komposisi simetris dan komposisi asimetris yang di tata dengan mempertimbangkan keseimbangan. 5.2.1 Simetris Komposisi simetris adalah komposisi yang membagi pemain dalam dua bagian dan menempatkan bagian-bagian tersebut dalam posisi yang benar-benar sama dan seimbang. Jika digambarkan komposisi ini mirip cermin. Bagian yang satu merupakan cerminan bagian yang lain. Di bawah ini adalah contoh
komposisi simetris.
78
pemain dalam dua bagian yang sama persis, tetapi membagi pemain dalam dua bagian atau lebih dengan tujuan memberi penonjolan (penekanan) bagian tertentu. contoh komposisi asimetris. Di bawah ini
Komposisi asimetris
79
5.2.3 Keseimbangan Dalam menata komposisi pemain di atas pentas hal yang paling penting untuk
diperhatikan Keseimbangan
adalah adalah
pengelompokan aktor di atas pentas yang ditata sedemikian rupa sehinga tidak menghasilkan ketimpangan. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi ruang dan menghindari komposisi aktor yang barat sebelah. Jika salah satu ruang dibiarkan kosong sementara ruang yang lain terisi penuh, maka hal ini akan menimbulkan pemandangan yang kurang menarik dan jika hal ini berlangsung lama, maka penonton akan menjadi jenuh.
80
Gambar diatas memperlihatkan komposisi yang seimbang, meskipun jumlah pemain di sisi kanan dan kiri berbeda. Jumlah pemain yang banyak diimbangi dengan pemain tunggal yang mengambil jarak dengan memanfaatkan area lain yang kosong. Gambar dibawah memperlihatkan
ketidakseimbangan komposisi karena posisi atu kedukukan pemain berat sebelah sehingga areal panggung yang lain nampak kosong.
Komposisi seperti ini jika berlangsung dalam waktu yang cukup lama akan memberikan gambaran yang jelek dan membuat mata penonton lelah.
81
5.3 Fokus Dalam mengatur blocking, hal yang paling utama untuk diperhatikan sutradara adalah perhatian penonton. Setiap aktifitas, karakter, perubahan
ekspresi dan aksi diatas pentas harus dapat di tangkap mata penonton dengan jelas. Oleh karena itu, pengaturan blocking harus mempertimbangkan pusat perhatian (fokus) penonton. Hal ini dapat dikerjakan dengan menempatkan pemain dalam posisi dan situasi tertentu sehingga ia lebih menonjol atau lebih kuat dari yang lainya. 5.3.1 Prinsip Dasar Pada dasarnya fokus adalah membuat pemain menjadi terlihat jelas oleh mata penonton. Oleh karena itu, prinsip-prinsip
dasar di bawah ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menempatkan posisi dan mengatur pose pemain. Kurangilah menempatkan pemain dalam posisi menghadap lurus ke arah penonton atau menyamping penuh. Usahakan pemain
82
menghadap diagonal (kurang lebih 45 derajat) ke arah penonton. Menghadap lurus ke arah penonton akan memberikan efek datar dan kurang memberikan dimensi kepada memain, sedangkan menyamping penuh akan menyembunyikan bagian tubuh yang lain. Dengan menghadap secara
diagonal, maka dimensi dan keutuhan tubuh pemain akan dilihat dengan jelas oleh mata penonton. Gambar pemain dibwah dengan ini pose
memperlihatkan
menyamping, diagonal, dan ke depan. Jika diperhatikan dengan pose dengan seksama, lebih pemain memiliki
diagonal
83
Jika pemain hendak melangkah, maka awali dan akhiri langkah tertsebut dengan kaki panggung atas (yang jauh dari mata
penonton). Jika melangkah dengan kaki panggung bawah (yang dekat dari mata penonton), maka kaki yang jauh akan tertutup dan wajah pemain secara otomatis akan menjauh dari mata penonton. Hal ini menjadikan gerak pemain kurang terlihat jelas. Gambar di bawah ini memperlihatkan pemain yang melangkah menggunakan kaki panggung bawah dan kaki panggung atas. Pemain yang melangkah dengan kaki
panggung atas tampak lebih luwes dan memberi keluasan pandangan bagi penonton
84
Pose Menunjuk
Gunakan lengan atau tangan panggung atas (yang jauh dari mata penonton) untuk menunjuk ke arah panggung atas dan gunakan lengan atau tangan panggung bawah (yang dekat dengan mata penonton) untuk menunjuk ke panggung ke panggung bawah. Jika yang dilakukan sebaliknya, maka gerakan lengan dan tangan akan menutupi bagian tubuhn lain. gambar di atas memperlihatkan pemain yang menunjuk dengan lengan panggung atas nampak lebih serasi dan memberi keluasan pandangan. Jangan pernah memegang benda atau piranti tangan di depan wajah ketika sedang
85
berbicara, karena hal ini akan menutupi suara dan pandangan penonton. Gambar di bawah memperlihatkan betapa mengganggunya memegang piranti (telepon) dengan menutupi muka. Jika tangan yang digunakan menganggu gerak laku adalah tangan yang tidak
pandangan aktor
dalam
telepon akan kelihatan. Hal ini mempertegas laku aksi yang sedang dikerjakan.
Cara memegang piranti Usahakan agar para aktor saling menatap (berkontak mata) pada saat mengawali dan mengakhiri dialog (percakapan). Selebihnya, usahakan untuk berbicara kepada penonton
86
atau kepada aktor lain yang berada di atas panggung. Membagi arah pandangan ini sangat penting untuk menegaskan dan memberi kejelasan ekspresi karakter kepada penonton. Perhatikan gambar aktor yang
Aktor saling kontak mata 5.3.2 Teknik Marsh Cassady (1997) menyebutkan
beberapa teknik untuk menciptakan fokus pemain di atas panggung, memanfaatkan area panggung, di antara dengan memanfaatkan area panggung, memanfaatkan tata panggung,
87
triaggulasi, individu dan kelompok, serta kelompok besar. 5.3.2.1 Memanfaatkan Area Panggung Dalam tata panggung, suatu area memiliki kekuatan berbeda di banding area yang lain. Kekuatan dalam makna blocking di sini adalah, area yang lebih mudah penonton. mendapat Semua perhatian area mata
panggung
kelihatan sama jika dalam keadaan kosong, tetapi setelah para aktor hadir di dalamnya, maka segera perhatian
penonton akan tertuju ke area tertentu yang lebih kuat dibanding area lain. Secara umum, area tengah, area terdekat dengan penonton, serta jarak area, dapat dimanfaatkan untuk menciptakan fokus. Area tengah, secara natural lebih kuat jika dibandingkan dengan area di sisi kiri atau kanan. Pemain yang berada di tengah secara otomatis menjadi pusat
88
perhatian penonton sementara pemain yang berada di sisi kanan dan kirinya seolah olah hadir sebagai
penyeimbang. Gambar di bawah ini menunjukan berada di bahwa tengah pemain menjadi yang pusat
meskipun jumlah pemain di sisi kanan dan kiri lebih banyak tetapi tetap saja pemain yang berada di tengah menjadi pusat perhatian.
89
Pemain yang berada di tengah tetap menjadi fokus meskipun jumlah pemain di sisi kiri dan kanan lebih banyak
Area terdekat dengan penonton lebih memiliki kekuatan dibanding dengan area yang jauh dari mata penonton. Gambar di bawah ini memperlihatkan bahwa secara otomatis perhatian
penonton akan mengarah pada pemain yang berada lebih dekat daripada yang berdiri di area yang jauh. penonton secara otomatis Mata akan
menangkap objek yang lebih dekat dan jelas. Hal ini memberikan jawaban mengapa dalam pertunjukan teater tradisional pemain yang berbicara dan hendak
90
melontarkan
pernyataan
penting
selalu
mendekat
kearah
Pemain yang berada lebih dekat dengan penonton menjadi fokus perhatian
Jarak area satu dengan yang lain jika dimanfaatkan dengan baik dapat
menciptakan fokus. Dengan analogi yang lebih terang akan lebih mudah terlihat, maka jarak antar area dapat digunakan untuk memberi penonjolan pada pemain tertentu. Dalam gambar dibawah diperlihatkan bahwa seorang pemain yang menjaga jarak dari sekelompok pemain akan lebih mudah dan enak di lihat.
91
Pemain yang mengambil jarak dari sekelompok pemain akan menjadi fokus
5.3.2.2 Memanfaatkan Tata Panggung Tata panggung, sederhana apapun dapat dimanfaatkan untuk menciptakan fokus. Dengan sedikit kejelian, tata dekorasi pentas menghasilkan ruang yang dapat dimaknai secara khusus untuk kepentingan fokus pemain. Dengan memanfaatkan posisi tinggi rendah pemain menurut tata set dekor yang ada, fokus dapat di ciptakan. Posisi pemain yang berdiri di
ketinggian biasanya lebih kuat jika dibanding dengan pemain yang ada di bawah. Tetapi jika ada dua pemain yang sama tingginya, maka pemain
92
yang berada di bawah justru akan menjadi tinggi fokus dua karena kedudukan saling
pemain
akan
Pemain yang berada pada level tinggi tetap menjadi fokus meskipun pemain lain mengambil jarak
Dalam gambar di atas pemain yang berdiri paling tinggi diantara sekumpulan pemain mencuri perhatian dan menjadi fokus.
93
Meskipun posisi pemain disebar tetap saja pemain yang berdiri paling tinggi menjadi pusat perhatian.
Sementara dalam gambar, pemain yang berdiri paling rendah justru menjadi pusat perhatian karena pemain yang berdiri tinggi di kanan dan kiri justru saling menghapus fokus.
Tata
dekorasi
pentas
sering
menggunakan bingkai dalam wujud jendela, pintu, atau bingkai yang lain. selain sebagai penguat bingkai untuk artistik dapat
menciptakan
dibandingkan dengan yang berada di luar bingkai. Dalam dua gambar diatas diperhatikan bahwa posisi pemain yang berada didalam bingkai lebih menarik perhatian dibanding yang lain.
95
5.3.2.3 Trianggulasi Untuk menciptakan fokus yang mudah dan natural adalah menempatkan pemain dalam posisi segitiga. Setiap pemain akan mudah terlihat oleh
penonton dan mereka dapat melihat satu sama lain sehingga perubahan gerak dan karakter akan lebih cepat ditangkap. Selain itu posisi segitiga memudahkan perpindahan pemain dari titik satu ke titik yang lain tanpa menghilangkan fokus. Penempatan pemain dengan
berdasar pada bentuk segitiga ini disebut trianggulasi. Banyak kreasi segitiga yang bisa diwujudkan baik dengan jumlah pemain sedikit ataupun banyak. Gambar dibawah ini memperlihatkan variasi
96
Variasi trianggulasi 1
Variasi trianggulasi 2
Variasi trianggulasi 3 Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa pergeseran posisi satu pemain dan pemain yang lain menghasilkan blocking yang tidak saling menutupi. dapat ditangkap dengan jelas Semua oleh
berganti-ganti tergantung dari arah gerak dan laku aksi yang diperagakan oleh pemain di atas pentas.
5.3.2.4 Individu dan Kelompok Fokus juga dapat diciptakan dengan memisahkan satu orang pemain dari sekelompok pemain yang ada. Penonton akan lebih tertarik untuk melihat satu orang daripada sejumlah orang dalam sebuah kelompok yamg biasanya
memiliki gestur, pose, dan aktivitas yang sama. Gambar berikut memperlihatkan penataan individu yang berjarak dengan kelompok.
Gambar di atas memperlibatkan pemisahan dimana lurus. bawah individu dan kelompok
kelompok
membentuk garis
99
individu dan kelompok dan kelompok dapat diciptakan dengan membedakan posisi. Seorang pemain yang posisinya berbeda dari sekelompok pemain secara otomatis akan lebih menarik perhatian penonton. Seseorang yang jongkok di
antara beberapa orang yang berdiri pasti memiliki daya tarik yang lebih kuat untuk dilihat, demikian juga sebaliknya.
100
Gambar
diatas
memperlihatkan
bahwa perhatian penonton akan terarah pada pemaian yang berbeda di antara yang lain. Perbedaan pose dan level ini tentu saja harus diikuti pembedaan laku aksi dalam lakon. Misalnya, pemain
101
memiliki peran yang lebih besar daripada yang lainya. 5.3.2.5 Kelompok Besar Menempatkan pemain dalam
kelompok besar membutuhkan teknik tersendiri karena dalam sebuah blocking kelompok tidak ada individu yang lebih menonjol dari yang lain. Artinya, fokus atau perhatian penonton ditujukan
kepada sekelompok pemain. Untuk itu ada empat teknik dasar yamg bisa diterapkan, yaitu garis, lingkaran,
Teknik garis
102
menguntungkan pemain, karena semua berada dalam posisi sejajar sehingga tidak ada pemain yang lebih menonjol. Teknik ini dapat diterapkan dengan membentuk satu atau lebih dari satu garis dengan kombinasi tinggi rendah pemain. Dalam adegan chorus atau paduan suara, penempatan kelompok dengan teknik garis sering digunakan.
Teknik lingkaran 1
103
Teknik lingkaran 2
Dalam pemain
bentuk
lingkaran
posisi seperti
dapat
dimodifikasi
gambar di atas. Pemain yang berada di depan mengambil posisi lebih rendah dari pemain yang ada di belakang sehingga semua pemain dapat terlihat. Hal ini menguntungkan Karena posisi pemain dapat bertahan lama meskipun dalam kondisi statis. Bentuk memiliki setengah lingkaran, teknik Tetapi
keuntungan
seperti
tetapi
untuk
ruang
pentas
yang
kecil Bentuk
kurang setengah
menguntungkan.
lingkaran membutuhkan tempat yang lebih luas untuk memberi ruang kosong di tengah. Posisi ini sering juga
Teknik segitiga
105
Penempatan
kelompok
pemain
dengan teknik segitiga lebih memiliki kemungkinan kreativitas. bentuk Dengan segitiga
mengkombinasikan
sehingga tidak saling menutupi. Seperti dalam gambar, semua pemain dapat dilihat oleh penonton sehingga
penonjolan pemain sangat tergantung dari aksi dan aktifitas peran yang dimainkan. 5.4 Mobilitas Pemain Selain mengatur dan menempatkan posisi pemain di atas pentas, blocking juga mengatur mobilitas atau perpindahan pemain dari titik satu ke titik yang lain. Jika perpindahan para pemain tidak di atur dengan baik maka lalu lintas pemain akan menjadi semrawut sehingga fokus pertunjukan menjadi kabur yang akibatnya makna lakon tidak sampai. Untuk menghindari hal tersebut perlu diatur
106
mobilitas pemain dengan pertimbangan peristiwa, fokus, dinamika lakon, dan pengaturan arah gerak. Peristiwa memberikan gambaran watak kejadian yang ada di atas panggung. Watak kejadian ini bisa digunakan sebagai acuan untuk mengatur mobilitas pemain. Misalnya, dalam peristiwa
duka, perpindahan pemain dari titik satu ke titik di lakukan dengan tenang. Pergerakan antar
pemain dibatasi. Sebaliknya dalam peristiwa kekacauan, perpindahan para pemain dapat dilangsungkan dengan cepat. Fokus yang telah ditetapkan pada pemain tertentu dalam situasi tertentu harus didukung oleh mobilitas pemain lainnya. Artinya, gerak, posisi, dan ekspresi pemain lain harus
mengguatkan gerak, posisi, dan ekspresi pemain yang menjadi fokus. Jika intentitas gerak semua pemain sama, maka fokus tidak akan tercipta dan makna adegan yang dimaksudkan melalui laku aksi pemain yang menjadi fokus menjadi
107
kabur. Hal ini mempengaruhi dinamika lakon secara keseluruhan. Dinamika lakon mempengaruhi pergerakan
pemain di atas pentas. Perubahan situasi dalam jalinan peristiwa lakon harus dibarengi dengan perubahan perubahan laku aksi setiap pemain yang terlibat didalamnya. Oleh karena itu, mobilitas pemain perlu diatur dan disesuaikan dengan dinamika laku lakon di atas pentas. Pengaturan arah gerak ditetapkan untuk
mengatur pergerakan dan perpindahan pemain secara teknis. Dengan mengatur arah gerak
setiap pemain, laku aksi menjadi kelihatan kaku dan mekanis tetapi perpindahan pemain menjadi teratur sehingga setiap laku aksi dapat ditangkap oleh mata penonton. Pengaturan mobilitas pemain seperti tersebut diatas merupakan hal penting yang harus dipahami oleh sutradara. Tidak ada artinya seorang pemain bermain dengan sangat baik jika pola gerak dan perpindahan pemain lain tidak mendukung. Dalam
108
teater, semua pemain, semua peran memegang kedudukan yang sama karena saling mendukung untuk menciptakan harmoni lakon. Oleh karena itu, mobilitas semua pemain yang terlibat dalam pertunjukan harus diatur dengan baik sehingga makna lakon yang hendak disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penonton dan pertunjukan berjalan menarik. 6. Latihan-latihan Sutradara membimbing para aktor selama proses latihan. Untuk mendapatkan hasil terbaik sutradara harus mampu mengatur para aktor mulai dari proses membaca naskah lakon hingga sampai materi pentas benar-benar siap untuk ditampilkan. Kunci utama dari serangkaian latihan adalah kerjasama antara sutradara dan aktor serta kerjasama antar aktor. Sutradara perlu menetapkan target yang harus dicapai oleh aktor melalui tahapan latihan yang dilakukan. Oleh karena itu, penjadwalan latihan perlu dibuat. Dengan melaksanakan latihan sesuai jadwal maka aktor dituntut kedisiplinan untuk memenuhi target
109
capaian. Jadwal ini juga bisa digunakan sebagai acuan kerja penata artistik sehingga ketika sesi latihan teknik dilangsungkan pekerjaan mereka telah siap. 6.1 Membaca Teks Tahap awal latihan teater adalah membaca. Sutradara membacakan naskah lakon secara
keseluruhan kepada aktor kemudian menjelaskan maksud dari lakon tersebut. Pada sesi ini aktor
boleh bertanya kepada sutradara hingga semua menjadi jelas dan aktor memahami maksud
sutradara berkenan dengan isi lakon. Setelah itu para aktor membaca lakon secara bersama sesuai dengan karakter yang akan diperankan. Karakter tokoh dalam naskah tidak tampak hidup jika tidak dibaca dengan pemahaman. Yang dimaksud dengan pemahaman disini adalah
mengerti. Langkah pertama dalam pemahaman adalah menangkap apa maksud dari dialog karakter tersebut. Apa merupakan kunci pertama dalam menghayati karakter. Banyak aktor yang hanya mempelajari baris kalimatnya sendiri dan
110
secara instan mulai memutuskan, Bagaimana saya harus melakukan dialog ini, bagaimana saya harus mengatakannya?. menjawab Tidak seorang aktor dapat sebelum tahu apa
bagaimana
maksud dari lakon tersebut. Manjelaskan detil maksud lakon yang tertuang dalam dialog karakter para tokohnya adalah tugas bersama aktor dan sutradara. Jika aktor kesulitan memahami maksud dialog maka kewajiban
sutradara wajib menjelaskanya. Beberapa teknik membaca seperti di bawah ini dapat dilakukan untuk mendapatkan maksud lakon secara detil; Membaca keseluruhan lakon dengan pelan dan cermat Membaca per suku kata dengan pelan dan teliti Membaca teks sebagai teks (tanpa mencoba mencari makna kalimat) dengan pelan Membaca dengan memperhatikan tanda baca dengan pelan dan teliti Mencari hubungan antara satu kata dengan kata lain, satu kalimat dengan kalimat lain
111
Membaca dengan pemahaman Menambah waktu khusus untuk membaca naskah secara mandiri 6.2 Menghafal Kerja menghafal dimulai sesegera mungkin setelah mendapatkan naskah. Tidak perlu
membayangkan blocking dalam menghafal teks. Latihan baris-baris dialog yang ada dalam teks lakon bisa dilakukan setiap hari. Semakin cepat dan tepat dalam menghafal maka proses kerja berikutnya menjadi semakin mudah dalam satu prosses latihan sutradara berhak menetapkan target hafalan untuk para aktornya. Target sutradara ini akan memacu para aktor untuk segera menghafal baris-baris dialog yang menjadi tanggungjawabnya. Untuk
memudahkan kerja menghafal beberapa teknik dibawah ini dapat dilakukan: Membaca dialog secara keseluruhan dan
Membaca satu baris dialog kemudian langsung dihafalkan selanjutnya Menentukan kata kunci atau kata yang mudah diingat antara dialog satu dengan yang lain Menggunakan tipe recorder untuk merekam pembacaan dialog 6.3 Merancang Blocking Lalu lintas perpindahan gerak pemain di atas pentas harus diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi kekacauan. Sutradara perlu menata blocking pemain untuk memberikan kejelasan gerak, arah gerak, serta penekanan-penekanan terhadap tokoh atau situasi tertentu. Rancangan gambar blocking biasanya hanya melukiskan garis besar perpindahan posisi pemain dari titik satu ke titik yang lain. Perpindahan ini akan mempengaruhi posisi aktor yang lain. Gambar dibawah ini memperlihatkan bagaimana cara sutradara manggambarkan blocking pemain. setelahnya diikuti baris dialog
113
Rancangan blocking 1
Rancangan blocking 2
Rancangan blocking 3
114
Rancangan blocking 4 6.4 Stop and Go Stop and Go adalah proses latihan menghafal secara keseluruhan atau per bagian. Di tengah proses, sutradara menghentikan sebentar (stop) dan memberikan penjelasan atau arahan kemudian para pemain mengulangi lagi adegan yang sama (go) sesuai arahan sutradara. Teknik ini sangat baik
dilakukan agar pemain tidak kehilangan detil karakter yang diperankan (penghayatan peran). Sutradara dituntut ketelitiannya dalam proses ini karena perubahan atau pembenahan yang dilakukan akan mempengaruhi adegan berikutnya. Beberapa hal yang bisa dibenahi dalam proses latihan stop dan go:
115
Penghayatan
karakter
baik
melalui
wicara
ataupun ekspresi Blocking pemain persesuaian dengan property atau pemain lain Aksi dan reaksi di antara pemain Teknik timeing baik dalam aksi individu atau kelompok Keselarasan adegan Jika dibebani dengan hal-hal teknis menjelang pementasan akan mempengaruhi karakter peran. Akibat yang paling fatal adalah karakter yang telah lama dilatihkan justru tidak bisa ditemukan karena beban teknis. Oleh karena itu, dilakukan latihan
teknik secara khusus paling tidak seminggu sebelum pementasan dilakukan. Pertama adalah piranti tangan (hand props). Segala hal yang disentuh atau digunakan oleh aktor harus segera mungkin dilatihkan agar menjadi kebiasaan. Misalnya, seorang aktor harus menggunakan tongkat untuk berjalan, maka segera mungkin ia berlatih dengan tongkat
116
tersebut agar biasa berjalan dengan tongkat, sehingga peranya nampak wajar dan tidak dibuatbuat. Hal ini berlaku untuk piranti tangan lain, seperti pedang, belati, tas jinjing, pipa cangklong, dan lain sebagainya. Kedua adalah tata panggung. Meskipun tidak komplet, tetapi latihan dengan tata panggung atau set dekorasi perlu dilakukan secara mendalam. Terutama dengan benda-benda tersebut belum bisa dihadirkan, maka bisa diganti dengan benda lain yang menyerupai. Ketiga adalah tata busana. Latihan dengan busana ini sangat bermanfaat bagi para aktor. Berlatih dengan tata busana idealnya dilakukan lebih awal, agar aktor memiliki waktu yang cukup untuk membiasakan diri dengan busana tersebut.
Semakin sering aktor mengenakan busana pentas, maka ia akan merasa mengenakan pakaiannya sendiri. Hal ini sangat mempengaruhi laku peran, karena busana dapat memberikan kesan berbeda bagi pemakainya. Kesan yang diharapkan muncul
117
melalui tata busana akan tampak jika aktor telah terbiasa mengenakannya. Keempat adalah tata lampu. Jika piranti tangan, tata panggung, dan tata busana telah dipenuhi, maka berikutnya adalah penyesuaian dengan tata lampu. Lampu memiliki karakter khusus karena cahaya yang dihasilkan dapat memberikan
dimensi dan menambah suasana. Oleh karena itu, penataan cahaya tidak bisa dibarengkan dengan latihan akting. Tata lampu menyesuaikan dengan warna set, busana, segala piranti yang ada dipanggung, dan suasana yang dikehendaki oleh sutradara. Setalah semuanya terpasang, barulah latihan akting dengan tata lampu bisa dilakukan. Dalam latihan ini, lampu menyesuaikan blocking dan fokus yang dikehendaki. Untuk mencapai hasil maksimal, latihan dengan penata lampu perlu dilakukan berulang-ulang.
118
6.5
Top-tail Proses menghafal latihan rancangan top-tail dilakukan yang untuk telah
blocking
ditetapkan oleh sutradara. Selain itu juga digunakan untuk mengikat kunci akhir satu dialog dan awal dialog berikutnya atau yang bisa disebut ceu (kyu). Para aktor mempraktekkan blocking yang
ditetapkan oleh sutradara dengan mengucapkan baris akhir dialog (tail) sebagai tanda berubahnya blocking. Yang telah ditentukan. Proses top-tail penting dilakukan terutama untuk menyesuaikan tempat permainan, lain. Perubahan ukuran tempat latihan atau panggung pementasan akan
mempengarui blocking. Oleh karena itu, setiap berada ditempat yang baru perlu proses adaptasi dengan latihan top-tail. 6.6 Run-through Run-trought adalah latihan hapalan naskah lakon secara keseluruhan. Para aktor berlatih memainkan peran dari awal sampai akhir cerita tanpa menggunakan naskah (lepas naskah). Dalam
119
run-trought sutradara tidak menghentikan proses latihan yang sedang dilakukan. Arahan atau kritik diberikan setelah latihan berakhir. Run-trought tahap pertama dilakukan per bagian atu per babak yang disebut sebagai run-trought kasar. Tahap berikutnya dilakukan secara menyeluruh. Dalam latihan ini yang dipentingkan adalah hapalan dialog dan blocking yang disesuaikan dengan ekspresi dan emosi karakter peran. Hal-hal yang perlu
diperhatikan diperhatikan oleh sutradara dalam proses ini adalah. Ketepatan dialog Irama Penghayatan peran Hubungan antara karakter satu dengan yang lain Perpindahan adegan atau babak berkaitan dengan dinamika lakon Tensi dramatik Blocking pemain Kerjasama antar pemain Ketersampain pesan
120
6.7
Latihan Teknik Latihan teknik merupakan proses pengenalan aktor dan tata panggung, busana, suara, cahaya dan piranti (property) lainnya. Latihan teknik biasanya dilakukan pada hari terakhir menjelang pertunjukan. Dan membuat kerja menjadi sia-sia. Para aktor yang sudah sekian lama berlatih peran. Banyak dari dukungan dan edukasi. Nasehat atau semangat yang diberikan sutradara akan
mempengaruhi sikap para pemain dan kru sehingga persoalan yang ada bisa dihadapi bersama. Pengingat bahwa masalah bisa terjadi. Akan tetapi, dengan saling memahami satu dengan yang lain, hal itu bisa dibatasi. Misalnya, dalam dress rehearsal kru panggung salah menempatkan kursi, maka pemain bisa segera mengganggu konsentrasi aktingnya. Masalah ini selanjutnya menjadi catatan kru agar tidak terulang lagi. Penghargaan terhadap jerih payah kerja yang telah dilakukan. Dalam hal ini sutradara
121
diperkenankan
memuji
hasil
kerja
seluruh
pendukung sehingga semangat kerja menjadi lebih baik dan kualitas kerja menjadi sempurna. Setelah melakukan dress rehearsal, maka seluruh pendukung diperbolehkan untuk istirahat dan menyiapkan diri untuk menghadapi pentas yang sesungguhnya. Hal ini penting untuk
mengembalikan energi dan menenangkan pikiran. Tekanan kerja yang terlalu berat justru tidak akan menghasilkan produk yang maksimal. Apalagi produk tersebut adalah teater yang berkaitan langsung dengan sisi psikologis manusia.
122
Rendra dalam bukunya Tentang Bermain Drama (1983) menegaskan bahwa acting atau teknik bermain merupakan aspek terpenting dalam diri seorang aktor, baik seorang aktor, baik aktor yang memiliki bakat alam maupun bukan. Aktor yang memiliki bakat alam atau
bukan, harus mengetahui seluk beluk teknik bermain, meskipun cara mereka memperoleh teknik itu berbeda. Aktor yang memiliki bakat alam memperoleh pengetahuan tentang teknik bermain ini secara tidak terstruktur dan sistemasis. Adapun aktor yang
mendapatkan dan
sistematis
terstruktur, baik melalui guru maupun melalui buku. Richard Boleslaysky menulis perihal teknik bermain drama yang berjudul Acting: The First Six Lessons (1993). Buku ini dianggap sebagai buku yang meletakkan dasardasar modern dalam teknik bermain drama. Buku
123
Boleslaysky ini memberikan kemungkinan bagi para aktor untuk mencapai taraf seni peran yang memuaskan. Konsep teknik bermain peran yang diajarkan Boleslaysky menekankan bahwa bermain peran adalah memberi bentuk lahir pada watak dan emosi aktor, baik dalam laku dramatik maupun dalam ucapan atau dialog. Konsep Boleslaysky ini bisa dijabarkan dalam enam konsep keaktoran, yaitu: 1. Konsentrasi 2. Kemampuan mendayagunakan emosional 3. Kemampuan laku dramatik 4. Kemampuan membangun karakter 5. Kemampuan melakukan observasi 6. Kemampuan menguasai irama. Konsentrasi merupakan pemusatan perhatian pada berbagai aspek guna mendukung kegiatan seni perannya. Pemusatan perhatian ini perlu dikuasai aktor, karena jika tidak, aktor akan tetap hadir sebagai dirinya sendiri bukan sebagai tokoh yang diperankan. Konsentrasi yang baik akan melahirkan penghayatan yang semakin dalam.
124
Penghayatan inilah yang memudahkan pemain larut dalam peran yang ia lakukan. Konsentrasi atau pemusatan pemikiran ini melibatkan (a) faktor fisik, yaitu anggota tubuh atau seluruh anggota tubuh dapat diperintahkan guna keperluan pemeranan; (b) mental yaitu menyangkut kesiapan psikologis pemain di dalam memerankan perannya. Aktor yang baik harus bisa melepaskan dirinya dan menjadi orang lain yang mungkin saja asing bagi dirinya; dan (c) emosional yaitu kesigapan dalam hal yang berkait dengan ekspresi jiwa. Konsentrasi tidak mungkin tumbuh serta merta dalam diri aktor, namun hanya dapat diperoleh dengan melalui berbagai latihan yang rutin dan penuh disiplin. Cara melatih konsentrasi bagi fisik, mental dan emosional bermacam-macam bentuknya. Untuk menciptakan kondisi konsentrasi bisa dengan jalan latihan pernapasan, olah tubuh, olah vokal, meditasi, latihan diksi, menari, mempelajari karakter manusia melalui buku, melatih indra, dan sebagainya. Kemampuan mendayagunakan emosional adalah kemampuan aktor dalam menumbuhkan beraneka ragam
125
bentuk emosional dengan kemampuan dan kualitas yang sama baiknya dalam berbagai situasi. Semua ragam emosional harus dapat dilakukan dengan lentur dan penuh kewajaran. Penghayatan merupakan kunci bagi
pendayagunaan emosional. Penghayatan yang baik hanya bisa diperoleh dengan melalui proses latihan yang panjang dan berdisiplin. Kesanggupan dan kemampuan aktor dalam
melakukan sikap, tindakan, serta perilaku sebagai ekspresi dari tuntutan emosi disebut sebagai kemampuan laku dramatik. Setiap aktor, di atas panggung dituntut untuk melakukan laku dramatik. Kemampuan laku dramatik inilah yang menjadi penentu utama keberhasilan
pemeranan. Laku dramatik yang baik adalah laku dramatik yang dapat mendukung dialog dan emosional tokoh secara wajar. Kunci dari laku dramatik adalah kreatif. Melalui kreativitas bisa dimunculkan berbagai improvisasi yang dapat menciptakan laku dramatik yang artistik. Kemampuan ketrampilan yang membangun harus karakter merupakan aktor.
dimiliki
seorang
126
aktor untuk lebur dalam suatu pribadi lain dan keluar dari dirinya selama pemeranan. Seorang aktor dikatakan berhasil bila ia sanggup meninggalkan pribadinya untuk kemudian diperankan. Untuk dapat membangun karakter, aktor harus mampu mengenal dirinya sendiri dan mengenal tokoh yang akan diperankannya. Pengenalan ini dapat dilakukan aktor melalui identifikasi, baik identifikasi profil, watak, sikap hidup, psikis, gerak anggota tubuh maupun warna wajah dan suara. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki aktor adalah kemampuan melakukan observasi. Kemampuan melakukan observasi adalah kemampuan aktor dalam melakukan pengamatan terhadap sikap aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari. Semakin banyak hal yang dapat diobservasi seorang aktor semakin banyak pula kemampuan laku dramatik yang akan diperoleh aktor tersebut. Kemampuan menguasai irama adalah kemampuan dan kesanggupan aktor dalam
127
hadir
sebagai
diri
pribadi
tokoh
yang
menguasai
tempo
permainan. Untuk memperoleh insting tentang irama ini dapat diperoleh melalui berbagai latihan yang melibatkan berbagai jenis musik, bunyi-bunyi alam, dan berbagai bunyi lainnya. Rendra (1983) mengembangkan ajaran Boleslaysky ini menjadi lima belas macam teknik yang harus dikuasai aktor. Kelima belas teknik itu adalah (1) teknik muncul; (2) teknik memberi isi; (3) teknik pengembangan; (4) teknik membina; (5) teknik timing; (6) teknik menjaga takaran permainan, (7) teknik menonjolkan; (8) teknik lugas, (9) teknik tempo permainan; (10) irama permainan; (11) sikap badan dan gerak lain; (12) teknik ucapan; (13) teknik menciptakan peran ; (14) teknik keberagaman; dan (15) teknik menanggapi dan mendengar (teknik stimulusrespon). Penguasaan teknik-teknik yang disampaikan oleh Boleslavskay dan Rendra di atas merupakan teknik-teknik dasar yang harus dipunyai oleh para aktor. Untuk menguasai teknik-teknik tersebut diperlukan latihan yang terus-menerus dengan berbagai variasi dan dilakukan
128
dengan penuh kedisiplinan. Latihan yang terus-menerus inilah yang disebut dengan kegiatan akting. Secara garis besar kegiatan akting bisa melalui dua metode yaitu metode imitasi dan metode teknik kreatif. Metode imitasi adalah meniru hal-hal yang telah ada, seperti peniruan terhadap gaya akting sutradara, gaya akting aktor dan aktris yang lebih senior, atau hal-hal lain yang dapat dijadikan permodelan. Adapun metode teknik kreatif adalah merupakan metode lanjut dari imitasi yaitu metode dengan mengusahakan gaya akting dengan berbagai usaha improvisasi, eksperimen dan eksplorasi.
129
130