Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH DISCOVERY LEARNING KEPERAWATAN ANAK II

“ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)”

Dosen penanggung jawab modul Ns. Kustati Budi Lestari, S.Kep,Sp.Kep.An

Kelompok 1 B:

Farah Nur Azizah 11151040000060


Ana Rizwanah H 11151040000062
Siti Khodijah Alfiatul L 11151040000069
Dania Putriyanda 11151040000072
Sela Sadewa 11151040000083
Miftahul Jannah 11151040000092
Yunita Salamah 11151040000099
Ismia Ningrum 11151040000103
Luthfi Dwi Anggreani 11151040000107
Rahmah Zaidah 11151040000114
Asrizal M 11151040000120

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang


telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunianya. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah tanpa suatu halangan yang
amat berarti hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa
penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Kustati Budi Lestari,
S.Kep,Sp.Kep.An sebagai dosen penanggung jawab mata kuliah Keperawatan
Anak II yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah discovery learning mengenai Atrial Septal Defect
Demikian yang dapat penulis sampaikan, apabila terdapat kata di dalam
makalah ini yang kurang berkenan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sekali
lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung penulis dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat, memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi yang membacanya. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami
meminta masukannya demi perbaikan pembuatan laporan kami dimasa yang akan
datang dan kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Penyusun,

Kelompok 1B

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR II

DAFTAR ISI 1

BAB I PENDAHULUAN2

A. LATAR BELAKANG......................................................................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH..................................................................................................................3
C. TUJUAN......................................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN 4

1. ATRIAL SEPTAL DEFECT(ASD)..................................................................................................4


A. Definisi..................................................................................................................................4
B. Klasifikasi.............................................................................................................................4
C. Etiologi.................................................................................................................................4
D. Tanda dan gejala..................................................................................................................5
E. Manifestasi klinis..................................................................................................................6
F. Komplikasi.............................................................................................................................6
G. Patofisiologi dan Pathway...................................................................................................7
H. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................9
I. Penatalaksanaan..................................................................................................................10
2. ASUHAN KEPERAWATAN...........................................................................................................12
BAB III PENUTUP 20

A KESIMPULAN........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA 21

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut American Heart Association Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah
penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang
dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan
perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.
Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi yang
muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital merupakan kelainan
anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir.
Kebanyakan kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di dalam
jantung maupun pembuluh darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang
bermuara pada jantung (Nelson, 2003).
Kelainan ini merupakan kelainana bawaan tersering pada anak, sekitar 8 – 10
dari 1000 kelahiran hidup. Penyakit Jantung Bawaan ini tidak selalu memberi
gejala segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut baru ditemukan
setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan ditemukan setelah pasien
berumur beberapa tahun. Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi
saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga
diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. (Ngustiyah, 2005).
Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru)
yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang
berbeda. Penyakit Jantung Bawaan non sianotik terdiri dari defek septum
ventrikel, defek septum atrium, duktus arteriosus persisten, stenosis pulmonal,
stenosis aorta dan koarktasio aorta. Penyakit Jantung Bawaan sianotik terdiri dari
tetralogi fallot dan transposisi arteri besar. Kelainan jantung bawaan dapat
melibatkan katup – katup yang menghubungkan ruang – ruang jantung, lubang di
antara dua atau lebih ruang jantung, atau kesalahan penghubung antara ruang
jantung dengan arteri atau vena. Dalam diagnosa PJB, perhatian utama ditujukan
terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskular pada masa neonatus.
Indikasinya seperti sianosis sentral (kebiruan pada lidah, gusi, dan mucosa buccal

2
bukan pada ekstremitas dan perioral, terutama terjadi saat minum atau menangis),
penurunan perfusi perifer (tidak mau minum, pucat, dingin, dan berkeringat
disertai distress nafas), dan takipneu > 60x /menit (terjadi setelah beberapa hari
atau minggu, karena takipneu yang terjadi segera setelah lahir menunjukkan
kelainan paru, bukan PJB) (Manuaba, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan atrial septal defect?
2. Apa saja klasifikasi atrial septal defect?
3. Apa saja etiologi atrial septal defect?
4. Apa saja tanda dan gejala atrial septal defect?
5. Apa saja manifestasi klinis atrial septal defect?
6. Apa saja komplikasi dari atrial septal defect?
7. Bagaimana patofisiologi & pathway atrial septal defect?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien atrial septal defect?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien atrial septal defect?
10. Asuhan keperawatan pada pasien atrial septal defect?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu atrial septal defect
2. Mahasiswa dapat mengetahui macam-macam atrial septal defect
3. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi atrial septal defect
4. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala atrial septal defect
5. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis atrial septal defect
6. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi atrial septal defect
7. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi & pathway atrial septal defect
8. Mahasiswa dapat menegetahui pemeriksaan penunjang pada pasien atrial
septal defect
9. Mahasiswa dapat menegetahui penatalaksanaan pada pasien atrial septal
defect
10. Mahasiswa dapat menegetahui Asuhan keperawatan pada pasien atrial

septal defect

BAB II
PEMBAHASAN

1. Atrial Septal Defect (ASD)


A. Definisi

3
Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah kelainan akibat
adanya lubang pada septum intersisial yang memisahkan antrium kiri dan kanan.
Defek ini meliputi 7-10% dari seluruh insiden penyakit jantung bawaan dengan
rasio perbandingan penderita perempuan dan laki-laki 2:1.

Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi menjadi defek septum atrium
primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum ; defek septum atrium
sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis ; defek sinus venosus, bila
lubang terletak di daerah sinus venosus. Sebagian besar penderita defek atrium
sekundum tidak memberikan gejala (asimptomatis) terutama pada bayi dan anak
kecil, kecuali anak sering batuk pilek sejak kecil karena mudah terkena infeksi
paru. Bila pirau cukup besar maka pasien dapat mengalami sesak napas. (Samik,
2009)

B. Klasifikasi
Atrial septal defect dibedakan dalam 3 bentuk anatomis, yaitu
a. Defek Sinus Venosus: Defek ini terletak di bagian superior dan posterior
sekat, sangat dekat dengan vena kava superior. Juga dekat dengan salah satu
muara vena pulmonalis.
b. Defek Sekat Sekundum: Defek ini terletak di tengah sekat atrium. Defek ini
juga terletak pada foramen ovale.
c. Defek Sekat Primum: Defek ini terletak dibagian bawah sekat primum,
dibagian bawah hanya di batasi oleh sekat ventrikel, dan terjadi karena gagal
pertumbuhan sekat primum. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I,
Defek sinus Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II.
(Kasron,2012)

C. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD, faktor-
faktor tersebut diantaranya:
1. Faktor prenatal
a. Ibu menderita infeksi rubella
b. Ibu Alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 Tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat – obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan

4
b. Ayah atau ibunya menderita penyakit jantung bawaan
c. Kelainan kromosom misalnya sindrom down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
3. Gangguan hemodinamik : Tekanan diatrium kiri lebih tinggi dari pada
tekanan diatrium kanan sehingga memungkinkan aliran darah dari
atrium kiri ke atrium kanan.
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Dalam keadaan normal, pada
peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan
sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini
biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium
kiri ke atrium kanan (shunt), Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum
atrium ini tidak diketahui. (Suradi & Yuliani, 2006)

D. Tanda dan Gejala

ASD awalnya tidak menimbulkan gejala. Saat tanda dan gejala muncul
biasanya murmur akan muncul. Seiring dengan berjalannya waktu ASD besar
yang tidak diperbaiki dapat merusak jantung dan paru dan menyebabkan gagal
jantung. (Samik, 2009)

Tanda dan gejala gagal jantung diantaranya:


- Kelelahan
- Mudah lelah dalam beraktivitas
- Napas pendek dan kesulitan bernapas
- Berkumpulnya darah dan cairan pada paru
- Berkumpulnya cairan pada bagian bawah

E. Manifestasi klinis

Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:


a. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
b. Tidak memiliki nafsu makan yang baik
c. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
d. Berat badan yang sulit bertambah

Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :


a. Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
b. Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
c. Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
d. Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat
e.

5
Mild dyspneu pada saat bekerja (dispneu d’effort) dan atau kelelahan ringan
adalah gejala awal yang paling sering ditemui pada hubungan antar atrium. Pada
bayi yang kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tanda-tanda gagal
jantung kongestif yang mengarah pada defek atrium yang tersembunyi. Gejala
menjadi semakin bertambah dalam waktu 4 sampai 5 dekade. Pada beberapa
pasien yang dengan ASD yang lebar, mungkin dalam 10 atau 7 dekade
sebelumnya telah memperlihatkan gejala dispneu d’effort, kelelahan ringan atau
gagal jantung kongestif yang nyata.
Pada penderita ASD terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda ini
adalah khas pada patologis pada ASD dimana pada defek jantung yang tipe lain
tidak menyebabkan suara splitting pada S2 yang menetap. (Samik, 2009)

F. Komplikasi

Adapun komplikasi dari Aterial Septal Defect


1. Gagal jantung
Gagal jantung adalah sindroma kompleks sebagai akibat dari kelainan jantung
secara struktural maupun fungsional yang mengganggu kemampuan jantung
sebagai pompa untuk mendukung sirkulasi fisiologis. Sindroma dari gagal
jantung dicirikan oleh gejala-gejala seperti sesak napas, mudah lelah dan
tanda-tanda seperti retensi cairan.
Definisi lain mengenai gagal jantung yang diketahui secara luas adalah
kondisi patofisiologis dimana abnormalitas fungsi jantung bertanggung jawab
terhadap gagalnya jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan.
2. Penyakit pembuluh darah paru (Emboli Paru)
Emboli paru adalah penyumbatan pembuluh darah paru akibat lepasnya
gumpalan sumbatan pada pembuluh darah balik dibagian tubuh lain
(trombosis vena dalam). Emboli paru bukan suatu penyakit tersendiri, namun
suatu komplikasi dari penyakit lain. Komplikasi ini sering terjadi dan
berpotensi menyebabkan kematian.
3. Endokarditis
Endokardiitis pertama kali ditemukan oleh Rivera tahun 1946. Endokarditis
adalah infeksi permukaan endokardial yang biasanya meliputi dinding
ventrikel, katup-katup jantung, dinding areteri besar, septum, yang ditandai
dengan mudah terjadinya aggregasi dari trombin dan platelet yang disebut
vegetasi, ini berisi makro organisme.
4. Aritmia

6
Aritmia adalah denyut jantung abnormal, bisa cepat (takiaritmia) atau lambat
(bradiaritmia). Aritmia ringan sering terjadi. Aritmia menetap yang tersering.
Kematian jantung mendadak sering disebabkan oleh aritmia dan
menyebabkan 15-40% kematian pada jantung koroner (PJK) atau gagal
jantung.
5. Clubbing finger
Clubbing fingers (jari tabuh atau digital clubbing) adalah kelainan bentuk jari
dan kuku tangan yang menjadikan jari tangan dan kaki membulat yang
berkaitan dengan penyakit jantung dan paru-paru.
( Behrman. 2009.)

G. Patofisiologi &Pathway

Pada ASD, darah melintas dari atrium kiri ke atrium kanan karena tekanan
atrium kiri secara normal sedikit lebih tinggi dari pada tekanan atrium kanan.
Perbedaan tekanan ini memaksa sejumlah besar darah mengalir melalui lubang
atau defek tersebut. Pintasan ini mengakibatkan beban muatan yang berlebihan
dalam jantung kanan, sehingga mempengaruhi atrium kanan, ventrikel kanan dan
arteri pulmonalis.

Pada akhirnya atrium kanan akan membesar dan ventrikel kanan berdiltasi
untuk menampung volume darah yang bertambah itu. Jika terjadi hipertensi arteri
pulmonalis, maka peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertropi ventrikel
kanan akan mengikuti. Pada sebagian pasien dewasa, hipertensi arteri pulmonalis
yang tidak refersible menyebabkan pembalikan arah pintasan sehingga darah
kotor masuk kedalam sirkulasi sistemik dan menyebabkan sianosis.
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang
mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan, tetapi tidak
sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat
ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain
ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan
ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibat volume serta
ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus
meningkat shunt dari kiri kekanan biasa berkurang. Pada suatu saat sindroma
Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah
berat. (Kowalak,2011)

7
Pathway
Defek

Darah yang mengandung oksigen atrium kiri atrium kanan

Pembesaran complain ventrikel kanan

Berkurangnya ketebalan dinding ventrikel kanan

Proses pembesaran volume, ukuran dan complain atrium kanan

Tekanan ventrikel kanan menurun

(meningkatkan shunt dari kiri ke kanan)

Vascular paru meningkat (sindrom eisenmenger)

Sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen


hipotensi dan sianosis

H. Pemeriksaan Penunjang

a. EKG (elektrokardiografi)
Elektrokardiografi dapat membantu menegakkan diagnosis PJB. Deviasi
aksis ke kiri dapat dijumpai pada atresia tricuspid dan defek septum
atrioventrikular (AVSD). Adanya gelombang P pulmonal yang besar sesuai
dengan gambaran anomaly Ebstein. Deviasi aksis ke kanan disertai gambaran
hipertrofi ventrikel kanan merupakan manifestasi TOF dan variannya.
b. Foto x-ray toraks
Dapat digunakan untuk evaluasi penyebab kongenital lain atas distress
napas pada neonates, seperti hernia diafragmatika atau congenital cystic
adenomatous malformation (CCAM). Adanya gambaran kardiomegali, bantuk
jantung khas, corakan paru meningkat (plethora) atau menurun (oligemia)

8
dapat mengarahkan diagnosis ke PJB tertentu. Kardiomegali adalah salah satu
gambaran terjadinya gagal jantung. Plethora tampak pada PJB dengan aliran
pulmonal meningkat, misal trunkus arteriosus atau TAPVR. Oligemia tampak
pada PJB dengan aliran pulmonal menurun, misal pada TOF atau atresia
pulmonal. Bentuk jantung seperti sepatu boot sesuai dengan TOF/PA dan
variannya. Bentuk jantung “egg on string” terlihat pada TGA. Bayangan atrium
kanan yang sangat besar sesuai dengan Ebstein anomaly.
c. MRI
d. Kateterisasi jantung
Dilakukan defek intra pad ekokardiograf tidak jelas terlihat atau bila
terdapat hipertensi pulmonal pada katerisasi jantung terdapat peningkatan
saturasi O2 di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel
kanan dan kiri bila terjadi penyakit vaskuler paru tekanan arteri pulmonalis,
sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan pemberian O2 100%
untuk menilai resensibilitas vaskuler paru pada syndrome ersen menger
saturasi O2 di atrium kiri menurun.
e. Angiografi coroner
f. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan septum interventrikular yang
bergerak paradoks. Ekokardiografi dua dimensi dapat memperlihatkan lokasi
dan besarnya defect interatrial pandangan subsifoid yang paling terpercaya
prolapse katup netral dan regurgitasi sering tampak pada defect septum atrium
yang besar.( Sadono, 2013)

G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pembedahan dianjurkan untuk semua penderita yang bergejala dan juga
yang tidak bergejala dan penutupan defek tersebut dilakukan pada pembedahan
jantung terbuka dengan angka mortalitas kurang dari 1%. Indikasi operasi
penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru dan sistemik lebih dari
1,5. Operasi dilakukan secara efektif pada usia pra sekolah (3-4 tahun) kecuali
bila sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung kongesif yang
tidak teratasi secara medikamentosa.
2. Tanpa Bedah
Penutupan ASD juga dapat dilakukan tanpa bedah yaitu dengan memasang
alat berbentuk seperti clam (kerang) bila memenuhi syarat-syarat yang

9
ditentukan. Tindakan penutupan ASD tidak dianjurkan lagi bila sudah terjadi
hipertensi pulmonal dengan penyakit obstruktif vaskuler paru.
3. Tatalaksana umum
Tatalaksana umum bertujuan mengoptimalkan kondisi hemodinamik dan
respiratoris. Hal-hal yang dilakukan antara lain :
a. Mempertahankan suhu lingkungan yang hangat, misalnya dengan
membedong atau menempatkan neonates dalam incubator, untuk
mengurangi kebutuhan oksigen.
b. Patensi jalan napas dijaga dengan mengatur posisi kepala dan bila perlu
intubasi endotrakeal dini dan ventilasi mekanik.
c. Perbaikan oksigenasi hati-hati untuk menghindari penutupan duktus
arteriosus, dengan mempertahankan saturasi oksigen antara 75-85%.
d. Penilaian status perfusi meliputi kesadaran, pulsasi nadi sentral dan perifer,
capillary refill time, dan produksi urin. Status perfusi yang buruk
menandakan syok atau kolaps sirkulasi.
e. Memberikan cairan parenteral dan mengatasi gangguan asam basa segera
setelah mendapatkan akses vena yang baik. Asidosis metabolic berat harus
dikorelasi dengan 4,2% natrium bikarbonat (2 mEq/kg/dosis) diberikan
intravena sangat lambat, setara dengan 2-4 ml/kg/dosis.
f. Kadar hemoglobin dipertahankan, dengan target diatas 15 g/dL pada
neonates.
g. Tatalaksana gagal jantung dengan pemberian inotropic dan diuretic jika
terdapat tanda gagal jantung.
h. Koreksi kelainan irama dengan atropine 0,02-0,03 mg/kg pada bradiaritmia
dan lidokain bolus 0,5-1 mg/kg dosis awal, selanjutnya 0,02-0,3 mg/kg/min
pada takiaritmia.
i. Usahakan ekokardiografi segera untuk menegakkan diagnosis.
j. Infus prostaglandin E segera untuk membuka dan mempertahankan patensi
duktus arteriosus.
k. Pasien dapat dirujuk setelah tindakan tatalaksana awal, tim transport siap
mendampingi dan RS rujukan siap menerima. Kondisi pasien pada saat akan
dirujuk harus dikomunikasikan kepada dokter di RS rujukan.
l. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kondisi pasien dan tatalaksana
selanjutnya kepada orang tua sangat penting.
4. Prostaglandin E (PGE)
Prostaglandin E (PGE) diberikan secara infus intravena untuk membuka
kembali duktus arterious yang sudah menutup secara fungsional dan
mempertahankannya tetap terbuka. Terbukanya duktus arteriosus akan
meningkatkan curah jantung dan memperbaiki keadaan asidosis metabolic

10
akibat hipoksemia berat atau kolaps sirkulasi. PGE harus diberikan pada bayi
sianosis yang terus memberat dengan dugaan penyebab PJB dengan sirkulasi
pulmonal tergantung duktus serta pada bayi dengan asidosis metabolic dan
syok dengan dugaan penyebab PJB dengan sirkulasi sitemik tergantung duktus.
Dosis awal PGE 5 nanogram/kg/menit, dapat dinaikkan 5 nanogram/kg/menit.
Efek samping utama apnea harus diawasi ketat. Efek samping lain adalah
jitteriness, kejang, demam, flushing, dan diare yang dapat mereda dengan
pengurangan dosis. Preparat yang umum diberikan adalah alprostadil (PGE1).
Jika tidak tersedia preparat injeksi, preparat oral prostaglandin dapat diberikan
10-65 microgram/kg/dosis tiap 2 jam dengan pemantauan efek samping sangat
ketat.( Poppy,2004)

2. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Bukti penambahan BB yang buruk, makan buruk, intoleransi aktivitas,
postur tubuh tidak umum, atau infeksi saluran pernapasan yang
sering.Observasi anak terhadap manifestasi ASD Pada Bayi.
a. Dispnea, khususnya setelah kerja fisik seperti makan, menangis, mengejan
b. Keletihan
c. Pertumbuhan dan perkembangan buruk (gagal tumbuh)
Sebagian anak menderita KJB dapat tumbuh dan berkembang secara
normal. Pada kasus yang spesifik seperti VSD, ASD dan TF, pertumbuhan
fisik anak terganggu, terutama berat badannya. Anak kelihatan kurus dan
mudah sakit, terutama karena mengalami infeksi saluran pernapasan.
Sedangkan untuk perkembangannya yang sering mengalami gangguan
adalah aspek motoriknya.
d. Pola Aktivitas
Anak-anak yang menderita TF sering tidak dapat melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara normal.Apabila melakukan aktivitas yang membutuhkan
banyak energi, seperti berlari, bergerak, berjalan-jalan cukup jauh,
makan/minum yang tergesa-gesa, menangis atau tiba-tiba jongkok
(squating), anak dapat mengalami serangan sianosis.Hal ini dimaksudkan
untuk memperlancar aliran darah ke otak. Kadang-kadang tampak pasif dan
lemah, sehingga kurang mampu untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari
dan perlu dibantu

11
2. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap
jantung.
a. Denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada
b. Pemeriksaan dengan stetoskop menunjukkan bunyi jantung yang
Abnormal.
c. Bisa terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup
pulmonalis
d. Tanda-tanda gagal jantung
e. Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran
darah yang mengalir melalui katup trikuspidalis
3. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
4. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi:
A. Inspeksi
1. Status nutrisi–Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk
berhubungan dengan penyakit jantung.
2. Warna – Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung
kongenital, sedangkan pucat berhubungan dengan anemia, yang sering
menyertai penyakit jantung.
3. Deformitas dada – Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi
dada.
4. Pulsasi tidak umum – Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
5. Ekskursi pernapasan – Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea,
dispnea, adanya dengkur ekspirasi).
6. Jari tabuh – Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung
kongenital.
7. Perilaku – Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas
dari beberapa jenis penyakit jantung.
B. Palpasi dan perkusi
1. Dada – Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan
karakteristik lain (seperti thrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat
mampalpasi)
2. Abdomen – Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
3. Nadi perifer – Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat
menunjukkan ketidaksesuaian.
C. Auskultasi
1. Jantung – Mendeteksi adanya murmur jantung.
2. Frekwensi dan irama jantung – Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas
jantung yang membantu melokalisasi defek jantung.
3. Paru-paru – Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
4. Tekanan darah – Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis;
ketidaksesuaian antara ekstremitas atas dan bawah) Bantu dengan prosedur
diagnostik dan pengujian – mis; ekg, radiografi, ekokardiografi,

12
fluoroskopi, ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah,
haemoglobin, volume sel darah, gas darah), kateterisasi jantung.
B. Diagnosa keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC

1 Resiko tinggi Tujuan : Klien akan a. Beri digoksinsesuai


penurunan curah menunjukan perbaikan program
b. Beri obat penurun
jantung berhubungan curah jantung
afterload sesuai
dengan efek struktur kriteria hasil :
program
a. Frekwensi jantung, c. Beri diuretik sesuai
tekanan darah,dan program

perfusi perifer
berada pada batas
normal sesuai usia
b. Keluaran urine
adekuat (antara 0,5
– 2 ml/kg BB,
tergantung pada
usia)

2 intoleransi aktivitas Tujuan : klien a. Beri periode istirahat


berhubungan dengan mempertahankan tingkat yang sering dan
gangguan sistem energi yang adekuat tanpa periode tidur tanpa
transport stress tambahan gangguan

kriteria hasil: b. Anjurkan prmainan

a. Anak menentukan dan aktivitas tenang

dan melakukan
aktivitas yang sesuai
dengan kemampuan
b. Anak mendapatkan
waktu istirahat atau
tidur yang tepat
3 Perubahan Tujuan: pasien mengikuti a. Beri diet tinggi
pertumbuhan dan kurva pertumbuhan berat nutrisi yang

13
perkembangan badan dan tinggi badan seimbang untuk
berhubungan dengan mencapai
Kriteria Hasil:
ketidak adekuatan pertumbuhan yang
a. Anak mencapai
oksigen dan nutrien adekuat
pertumbuhan yang b. Pantau tinggi dan
pada jaringan
adekuat brat badan;
b. Anak
gambarkan pada
melakuakanaktivitas
grafik pertumbuhan
sesuai usia
c. Anak tidak mengalami untuk menentukan

isolasi sosial kecendrungan


pertumbuhan
c. Dapat memberikan
suplemen zat besi
untuk mengatasi
anemia, bila di
anjurkan
d. Dorong aktivitas
yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa
anak mempunyai
kebutuhan yang
sama terhadap
sosialisasi seperti
anak yang lain.
f. Izinkan anak menata
ruanganya sendiri
dan batasan aktivitas
karena anak akan
beristirahat bila
lelah.

4 Resiko infeksi tinggi Tujuan: klien tidak a. Hindari kontak


yang berhubungan menunjukan bukti – bukti dengan individu
status fisik yang infeksi yang terinfeksi
b. Beristirahat yang
lemah

14
Kriteria Hasil : adekuat
c. Beri nutrisi optimal
a. Anak bebas dari infeksi
untuk mendukung
pertahanan alami

5 Resiko tinggi cedera Tujuan : klien / keluarga A. Ajari keluarga untuk


(komplikasi)berhubun mengenali tanda – tanda mengenali tanda –
gan dengan kondisi komplikasi secara dini tanda komplikasi:
1. Gagal jantung
jantung dan terapi Kriteria hasil
kongestif:
a. Keluarga a. Takikardi,khusu

mengenali tanda – snya selama

tanda komplikasi istirahat dan

dan melakukan aktivitas rigan


b. Takipnea
tindakan yang tepat c. Keringat banyak
b. Klien / keluarga
di kulit kepala,
menunjukan
khusunya pada
pemahaman
bayi
tentang tes d. Keletihan
e. Penambahan
diagnostik dan
pembedahan berat badan
yang tiba-tiba
f. Distress
pernapasan
2. Toksisitas digoksin
a. Muntah

(tandapaling
dini)
b. Mual
c. Anoreksia
d. Bradikardi
e. Disritmia
f. Peningkatan
upaya
pernafasan –
retraksi,
mengorok,

15
batuk, sianosis
g. Hipoksimia

sianosis, gelisah
h. Kolaps
kardiovaskuler
pucat, sianosis,
hipotonia.
B. Ajari keluarga untuk
melakukan
intervensi selam
serangan
hipersianotik
a. Tempatkan anak

pada posisi lutut


– dada dengan
kepala dan dada
ditinggikan
b. Tetap tenang
c. Beri oksigen
oksigen 100%
dengan asker
wajah bila ada
C. Jelaskan atau
klarifikasi informasi
yang diberikan oleh
praktisi dan ahl
bedah pada keluarga
D. Siapkan anak dan
orang tua untuk
prosedur
E. Bantu membuat
keputusan keluarga
berkaitan dengan
pembedahan
F. Gali perasaan
mengenai pilihan
pembedahan

16
6 Perubahan proses Tujuan : klien dan a. Diskusikan dengan
keluarga berhubungan keluarga mengalami orang tua dan anak
dengan mempunyai penurunan rasa tajut dan (bila tepat) tentang
anak dengan penyakit ansietas , klien ketakutan mereka
jantung (ASD) menunjukan perilaku dan masalah defek
koping yang positif jantung dan gejala
fisiknya pada anak
Kriteria Hasil: karena hal ini sering
a. Keluarga menyebabkan
mendiskusikan rasa ansietas/rasa takut.
b. Dorong keluarga
takut dan ansietasnya
b. Keluarga menghadapi untuk berpartisipasi
gejala anak dengan cara dalam perawatan
yang positif anak selama
hospitalisasi untuk
memudahkan koping
yang lebih baik di
rumah.
c. Dorong keluarga
untuk memasukkan
orang lain dalam
perawatan anak
untuk mencegah
kelelahan pada diri
mereka sendiri.
d. Bantu keluarga
dalam menentukan
aktivitas fisik dan
metode disiplin yang
tepat untuk anak

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah kelainan akibat
adanya lubang pada septum intersisial yang memisahkan antrium kiri dan kanan.
Defek ini meliputi 7-10% dari seluruh insiden penyakit jantung bawaan dengan
rasio perbandingan penderita perempuan dan laki-laki 2:1.

Tanda dan gejala gagal jantung diantaranya: kelelahan, mudah lelah dalam
beraktivitas, napas pendek dan kesulitan bernapas, berkumpulnya darah dan cairan
pada paru, berkumpulnya cairan pada bagian bawah.

Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi menjadi defek septum atrium
primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum ; defek septum atrium
sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis ; defek sinus venosus, bila
lubang terletak di daerah sinus venosus. Sebagian besar penderita defek atrium
sekundum tidak memberikan gejala (asimptomatis) terutama pada bayi dan anak
kecil, kecuali anak sering batuk pilek sejak kecil karena mudah terkena infeksi
paru. Bila pirau cukup besar maka pasien dapat mengalami sesak napas.

18
DAFTAR PUSTAKA

Behrman. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC


Davey, Patrick. 2005. At a glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta.
Nuha Medika

Kowalak, Welsh, dkk. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. EGC

Nelson. 2003. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC

Nyastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC

Manuaba, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan. Jakarta : EGC

Sadono. 2013. Penyakit Jantung Bawaan. Eprints.undip.ac.id diakses tanggal

4 September 2017

Suradi & Yuliani, R.. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : ISBN.

Roebiono, Poppy. 2004. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan.


Jakarta : FKUI.

19

Anda mungkin juga menyukai