Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

Disusun oleh :
KELOMPOK 3
RITA AFRIYANI 11151040000027
RUTFIKA AIMAN HIDAYAT 11151040000036
SEPTIARA IKROWARDANI 11151040000040
WAFI NURSYIFA H.Q 11151040000110
YASNI MAULIDATUN NISYA 11151040000080
HADAINAHU MABRIYAH 11151040000073
ENENG FITRI ANGGRAENI 11151040000102
AULIA NOOR AZIZAH 11151040000106

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
DAFTAR ISI

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN.................................................................................................................1


DAFTAR ISI............................................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................................5
1.3 Tujuan Masalah.......................................................................................................................................5
BAB 2......................................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................................6
2.1 Perkembangan Ilmu Pada Zaman Nabi Muhammad SAW...................................................................6
2.1.1 Fasilitas belajar mengajar pada masa rasulullah....................................................................................9
2.1.2Strategi Pengembangan Pengajaran Pada Masa Rasulullah.................................................................11
2.1.3 Prinsip – prinsip pengajaran nabi muhammad Saw.............................................................................12
2.2 Perkembangan Ilmu Pada Zaman Khulafaur Rasyidin.......................................................................18
2.2.1. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Agama Islam dan Ilmu Umum di Dunia Islam.......................................24
2.3 Perkembangan Ilmu Pada Zaman Bani Umayyah................................................................................25
2.3.1 Sistem Pendidikan yang Diterapkan pada Dinasti Umayyah..............................................................27
2.4 Perkembangan Ilmu Pada Zaman Bani Abbas......................................................................................37
2.4.1 Masa Keemasan Bani Abbasiyah.........................................................................................................37
2.4.2Faktor-faktor Pendukung Masa Keemasan...........................................................................................41
Lahirnya tokoh-tokoh Intelektual Muslim....................................................................................................42
2.5 Perkembangan Ilmu Pada Zaman Bani Abas........................................................................................44
2.5.1 Perkembangan Pendidikan Pada Masa Abbasiyah..............................................................................46
BAB III..................................................................................................................................................................55
PENUTUP.............................................................................................................................................................55
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................................55
3.2 Saran...........................................................................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................57
CATATAN KAKI....................................................................................................................................................5

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
Kami sangat berharap makalah yang kami buat dapat bermanfaat untuk kita
semua khususnya mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan sebagai tahap
pembelajaran awal. kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik
dan saran demi perbaikan makalah yang kami buat di masa yang akan datang,
mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran.
Semoga makalah sederhana yang kami buat ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekian dari kami apabila terdapat kesalahan mohon dimaafkan.

Tangerang, 27 Maret 2017

Penyusun

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pada masa Rasulullah saw. Ilmu pengetahuan belum begitu pesat seperti pada
masa sekarang. Ketika itu, umat Islam masih terfokus pada penyebaran Islam. Al Quran
dan Hadis Nabi menjadi pedoman hidup umat Islam pada waktu itu. Ilmu pengetahuan
langsung bersumber dari Rasulullah melalui wahyu dari Malaikat Jibril. Nabi
Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama surat Al-Alaq 1-5. perintah membaca
dari malaikat Jibril menandai bahwa Nabi Muhammad diperintahkan untuk mencari
Ilmu. Kondisi ini dilanjutkan Nabi ketika beliau mengajak sahabat-sahabatnya untuk
mempelajari Al-Qur’an di rumah Arqam. Hanya saja ilmu pengetahuan yang diajarkan
Nabi ini sebatas pada ajakan untuk mengesakan Allah (Tauhid) .Setelah itu, para
sahabat selalu menghafal ayat-ayat yang telah mereka dengar dari Rasulullah saw.
Dengan ilmu pengetahuan, seseorang akan menjadi mulia, terhormat, dan
mampumenghadapai segala permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan. Allah SWT.
Mengangkat derajat seseorang, karena mereka beriman dan diberi ilmu pengetahuan.
Sebagaimana di dalam firmannya didalam surat Al Mujadilah ayat 11 yang berarti:

‫اا اللذذيِنن‬
‫اا لناكرم ْ نوُإذنذا ذقيِنل ارناشازوُا نفاَرناشازوُا يِنررفنذع ل‬
‫ح ل‬ ‫نيِاَ أنيَيِنهاَ اللذذيِنن آنمانوُا إذنذا ذقيِنل لناكرم تنفنلساحوُا ذفيِ ارلنمنجاَلذ ذ‬
‫س نفاَرفنساحوُا يِنرفنس ذ‬
‫آنمانوُا ذمرناكرم نوُاللذذيِنن اأوُاتوُا ارلذعرلنم ندنرنجاَ ت‬
‫ت ٍ نوُ ل‬
‫اا بذنماَ تنرعنمالوُنن نخذبيِرر‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: ‘berlapang-lapanglah


dalam majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan; ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang di
beri ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mngetahui apa yang kamu
kerjakan,” (Q.S Al-Mujadilah, 58; 11)
Pembentukan Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak itu disajikan oleh Rasulullah
sebagai Mahaguru pendidik yang agung secara berangsur –angsur bersamaan dengan
berangsur –angsurnya Al-Qur’an diturunkan kepada beliau. Pendidikan inipun
diberikan dalam masa dua periode yaitu periode sebelum Hijrah yang berpusat di
Mekkah. Dan periode sesudah Hijrah berpusat di Madinah. Kemudian sebelum beliau

4
melaksanakan pendidikan secara terang – terangan kepada masyarakat luas setelah
menerima wahyu, beliau membentuk kelompok yang berbentuk “ model pengajian “.
Mula – mula hal ini dilakukan pada tempat di suatu bukit di luar kota Makkah tetapi
kemudian berpindah ke rumah seorang pemuda bernama Al Arqam bin Abu Arqam
yang berlangsung selama lebih kurang empat tahun. Pengikut pengajian itu berjumlah
40 orang, sebagian besar yang mengikuti adalah para pemuda.
Ketika Nabi Muhammad di madinah, mulailah ada tanda-tanda kemajuan.
Beliau mengajak ummatnya untuk mendalami keimanan, memperbaiki ekonomi
ummat, mengurusi masalah sosial, politik dan ketatanegaraan. Semua ilmu yang
digunakan oleh nabi bersumber dari wahyu Al-Qur’an dan Al-Hadit

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan ilmu pada zaman Nabi Muhammad ?


2. Bagaimana perkembangan ilmu pada zaman Khulafaur Rasyidin ?
3. Bagaimana perkembangan ilmu pada zaman Bani Umayah ?
4. Bagaimana perkembangan ilmu pada zaman Bani Abbas ?
5. Macam-macam ilmu yang dikembangkan pada zaman tersebut ?
6. Siapa tokoh-tokoh serta faktor-faktor yang mendukungnya ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana perkembangan ilmu pada zaman Nabi


2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana perkembangan ilmu pada zaman Khulafaur
Rasyidin
3. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana perkembangan ilmu pada zaman Bani
Umayah
4. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana perkembangan ilmu pada zaman Bani
Abbas
5. Mahasiswa dapat mengetahui Macam-macam ilmu yang dikembangkan pada
zaman tersebut
6. Mahasiswa dapat mengetahui Siapa tokoh-tokoh serta faktor-faktor yang
mendukungnya

5
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Ilmu Pada Zaman Nabi Muhammad SAW

Pada masa Rasulullah saw. Ilmu pengetahuan belum begitu pesat seperti pada
masa sekarang. Ketika itu, umat Islam masih terfokus pada penyebaran Islam. Al Quran
dan Hadis Nabi menjadi pedoman hidup umat Islam pada waktu itu. Ilmu pengetahuan
langsung bersumber dari Rasulullah melalui wahyu dari Malaikat Jibril. Nabi
Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama surat Al-Alaq 1-5. perintah membaca
dari malaikat Jibril menandai bahwa Nabi Muhammad diperintahkan untuk mencari
Ilmu. Kondisi ini dilanjutkan Nabi ketika beliau mengajak sahabat-sahabatnya untuk
mempelajari Al-Qur’an di rumah Arqam. Hanya saja ilmu pengetahuan yang diajarkan
Nabi ini sebatas pada ajakan untuk mengesakan Allah (Tauhid) .Setelah itu, para
sahabat selalu menghafal ayat-ayat yang telah mereka dengar dari Rasulullah saw.
Dengan ilmu pengetahuan, seseorang akan menjadi mulia, terhormat, dan
mampumenghadapai segala permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan. Allah SWT.
Mengangkat derajat seseorang, karena mereka beriman dan diberi ilmu pengetahuan.
Sebagaimana di dalam firmannya didalam surat Al Mujadilah ayat 11 yang berarti:

‫اا اللذذيِنن‬
‫اا لناكرم ْ نوُإذنذا ذقيِنل ارناشازوُا نفاَرناشازوُا يِنررفنذع ل‬
‫ح ل‬ ‫نيِاَ أنيَيِنهاَ اللذذيِنن آنمانوُا إذنذا ذقيِنل لناكرم تنفنلساحوُا ذفيِ ارلنمنجاَلذ ذ‬
‫س نفاَرفنساحوُا يِنرفنس ذ‬
‫آنمانوُا ذمرناكرم نوُاللذذيِنن اأوُاتوُا ارلذعرلنم ندنرنجاَ ت‬
‫ت ٍ نوُ ل‬
‫اا بذنماَ تنرعنمالوُنن نخذبيِرر‬

“Hi orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: ‘berlapang-lapanglah


dalam majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan; ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang di
beri ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mngetahui apa yang kamu
kerjakan,” (Q.S Al-Mujadilah, 58; 11)
Pembentukan Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak itu disajikan oleh Rasulullah
sebagai Mahaguru pendidik yang agung secara berangsur –angsur bersamaan dengan
berangsur –angsurnya Al-Qur’an diturunkan kepada beliau. Pendidikan inipun
diberikan dalam masa dua periode yaitu periode sebelum Hijrah yang berpusat di

6
Mekkah. Dan periode sesudah Hijrah berpusat di Madinah. Kemudian sebelum beliau
melaksanakan pendidikan secara terang – terangan kepada masyarakat luas setelah
menerima wahyu, beliau membentuk kelompok yang berbentuk “ model pengajian “.
Mula – mula hal ini dilakukan pada tempat di suatu bukit di luar kota Makkah tetapi
kemudian berpindah ke rumah seorang pemuda bernama Al Arqam bin Abu Arqam
yang berlangsung selama lebih kurang empat tahun. Pengikut pengajian itu berjumlah
40 orang, sebagian besar yang mengikuti adalah para pemuda.
Ketika Nabi Muhammad di madinah, mulailah ada tanda-tanda kemajuan.
Beliau mengajak ummatnya untuk mendalami keimanan, memperbaiki ekonomi
ummat, mengurusi masalah sosial, politik dan ketatanegaraan. Semua ilmu yang
digunakan oleh nabi bersumber dari wahyu Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Pada masa Rasulullah, ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang di bidang
ilmu-ilmu pokok tentang agama (ushuluddin), san ilmu akhlak (moral). Akan tetapi
ilmu-ilmu lainnya tetap berekembang walaupun tidak sepesat ilmu agama dan akhlak.
Saat itu pun mulai terjadi proses pengkajian ilmu yang lebih sistematis, diantaranya
dasar-dasar ilmu tafsir yang dikembangkan oleh para sahabat Rasulullah.
Diantara ahli tafsir dimasa Rasulullah yaitu khalifah empat (Abu Bakar, Umar,
Utsman, dan Ali), Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay Ibnu Ka’ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu
Musa Al-‘Asy’ari dan Abdullah bin Zubair. Dan dari kalangan khalifah empat yang
paling banyak dikenal riwayatnya tentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a.
Ibnu Abbas adalah anak paman Rasulullaj SAW, sekaligus murid dari
Rasulullah. Ia dikenal sebagai ahli bahasa/ penterjemah Al-Qur’an. Dia adalah sahabat
yang paling pandai/tahu tentang tafsir Al_Qur’an. Dia mempunyai biografi yang
menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal panggilan
secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur’an.
Selain Ibnu Abbas, sahabat nabi yang termasuk alhi tafsir adalah Ibnu
Mas’ud r.a. Ia adalah salah seorang yang pertama masuk Islam pada usia 6 tahun. Dari
segi hubungan kenabian, ia adalah seorang yang sangat baik dan terdidik. Karena
pertimbangannua sebagai seorang sahabat yang lebih bnyak mengetahui bidang
Kitabullah Al-Qur’an, mengetahui tentang muhkam dan mutasyabih, halal dan haram.
Selain para ahli tafsir, kaum yang berjasa dalam perkembangan ilmu
pengetahuan pada zaman Rasulullah yaitu kaum sufi(ahli ilmu). Kaun sufi yaitu kaum
yang menyebarkan ajaran Islam ke berbagai belahan dunia. Pada zaman Rasulullah,
mereka mempelajari Al-Qur’an secara langsung dengan Rasulullah s.a.w. mereka

7
adalah orng-orang yang menyediakan dirinya semata-mata untuk Allah s.w.t. dan Rasul-
Nya.
Masa Khulafaur Rasyidin, terjadi pembukuan Al Quran yang diambil dari
tulisan-tulisan para sahabat dan penghafal Al Quran. Dilakukan karena banyaknya para
penghafal Al Quran menjadi syuhada ketika berperang dengan kaum kafir. Juga terjadi
pengkodifikasian Hadis Nabi.

Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW.


Pengumpulan Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan cara :
1. Al Jam’u fis Sudur
Yaitu para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah SAW
menerima wahyu.
2. al Jam’u fis Sathur
Yaitu menyuruh para sahabat untuk menuliskan kembali setelah dibacakan oleh
Rasulullah. Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada ar-Riqa’ (kulit binatang), al-
Likhaf (lempengan batu), al-Aktaf (tulang binatang), al-‘Usbu (pelepah kurma).
Sedangkan jumlah sahabat yang menulis Al-Qur’an waktu itu mencapai 40 orang.

Pada Zaman Rasulullah hadist tidak dituliskan sebab :


a) Nabi sendiri pernah melarangnya, kecuali bagi sahabat-sahabat tertentu yang diizinkan
beliau sebagai catatan pribadi.
b) Rasulullah berada di tengah-tengah umat Islam sehingga dirasa tidak sangat perlu untuk
dituliskan pada waktu itu.
c) Kemampuan tulis baca di kalangan sahabat sangat terbatas.
d) Ummat Islam sedang dikosentrasikan kepada Al-Qur’an.
e) Kesibukan-kesibukan ummat Islam yang luar biasa dalam menghadapi perjuangan
da’wah yang sangat penting.

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Rasulullah terus berkembang sampai


sekarang, khususnya dalam bidang ekonomi. Banyak teori tentang ilmu pengetahuan
yang sudah ada sejak jaman Rasulullah dan digunakan di dalam zaman yang modern
seperti sekarang ini, diantaranya teori invisible hands yang berasal dari Nabi SAW dan
sangat populer di kalangan ulama.
Teori ini berasal dari hadist Nabi Saw. Sebagaimana disampaikan oleh Anas RA,

8
sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota Madinah. Dalam
hadist tersebut diriwayatkan sebagai berikut : “Harga melambung pada zaman
Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada Rasulullah dengan
berkata: “ya Rasulullah hendaklah engkau menentukan harga” Rasulullah SAW.
berkata: “Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang menahan dan
melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui
Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman
dalam darah maupun harta.” Ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian bahwa harga
pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah.

Masa Daulah Umayyah, ilmu pengetahuan mulai mengalami perkembangan


yang lumayan pesat. Gerakan-gerakan ilmiah mulai digalakkan, dalam bidang
keagamaan, sejarah, dan filsafat.pusat kegiatan ilmiah tersebut berada di kota Kufah
dan Basrah di Irak. Bidang keagamaan muncul nama-nam ulama yang sangat terkenal,
antara lain Hasan Al Basri, Ibnu Syihab Az Zuhri, dan Wasil bon Ata. Aparatur
pemerintahan dengan tekun dan giat membenahi administrasi pemerintahan dan
menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi kekhalifahan.
Adapun lembaga pendidikan yang terkenal pada masa Rasulullah adalah Mesjid.
Sudah menjadi tradisi Rasulullah bahwa beliau duduk di mesjid Nabawi di Madinah
guna memberikan pelajaran kepada para sahabat mengenai masalah – masalah
keagamaan dan masalah – masalah duniawi.

2.1.1 Fasilitas belajar mengajar pada masa rasulullah

Berikut ini beberapa tempat yang dijadikan Nabi sebagai pembelajaran umat.
a. Masjid
Agama dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan jika agama
merupakan pemrakarsa untuk melakukan kebajikan, secara praktis dibutuhkan
wadah untuk melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh agama itu, dan tempat
tersebut lazim dikenal dengan nama masjid. Langkah awal yang dilakukan
rasulullah saat itu adalah membangun masjid meskipun sederhana, baik dari segi
bentuk maupun teknisnya. Fungsi masjid adalah sebagai tempat berkumpulnya
orang islam yang tidak terbatas pada waktu shalat (jama’ah) saja, tetapi juga
digunakan untuk menunggu informasi turunnya wahyu (tasyri’). Di samping itu,

9
masjid juga berfungsi sebagai tempat musyawarah untuk menyelesaikan
masalah sosial (Suyudi, 2005: 225-226).
b. Rumah Rasulullah
Orang yahudi dan Nasrani merasa terhalang pergi ke masjid untuk belajar,
padahal sasaran Rasul adalah untuk mengajari seluruh umat,tidak saja orang
islam tetapi juga non-islam. Oleh karenanya, terhadap mereka yang belum
masuk islam, Rasulullah mengajari mereka di rumahnya. Di sinilah orang
yahudi dan nasrani berdialog ilmiah, baik seputar masalah kehidupan maupun
keagamaan. Dalam masalah agama, Rasulullah menyeru mereka untuk percaya
kepada Allah dan mengikuti apa yang diturunkan kepadanya (Suyudi, 2005:
225-226). Firman allah swt: ‘’ katakanlah (Muhammad), ‘Hai Ahli Kitab,
marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (ketetapan) yang sama antara kami
dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan
satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah’ jika mereka bepaling maka katakanlah
(kepada mereka), “saksikanlah bawa kami adalah orang muslim” (QS Ali
Imran (3):64).
c. Pasar bani Qainuqa’
Orang yahudi madinah mempunyai pasar besar milik bani Qainuqa’. Pasar
tersebut biasanya dijadikan tempat pertemuan antara kabilah yang ada di bawah
naungannya. Pada hari tertentu pasar tersebut digunakan untuk kegiatan
transaksi dan kadang pesta syair yang isinya berkaitan dengan kehidupan, baik
sosial maupun keagamaan. Ketika pasukan nabi berhasil mengalahkan orang
kafir di perang Badar, pasar Bani Qainuqa’ digunakan oleh Rasulullah
mengumpulkan orang yahudi untuk diajari Al-Qur’an dan diberi peringatan akan
azab Tuhan serta mengingatkan agar mereka mengambil pelajaran atas apa yang
telah terjadi waktu perang tersebut. Dalam hal ini, Rasulullah menyeru mereka
untuk menggunakan akal pikiran mereka dalam melihat kebenaran (Hasan, t.th :
130).
d. Rumah Midras
Orang yahudi mempunyai tempat di Hiza, yang difungsikan untuk mengajari
mereka hal-hal yang berkaitan dengan agama, syariat maupun hukum yang
berkaitan dengan ajaran yahudi, tempat tersebut berpusat di suatu rumah yang
telah ada sejak zaman jahiliyyah yang dikenal dengan nama “Bait al-Midras”.
Tempat tersebut akhirnya berkembang menjadi sekolah (madrasah), pondok
yang akhirnya dikenal dengan nama Dar al-Nadwah, Rasulullah mengetahui

10
bahwa lembaga tersebut difungsikan untuk memanipulasi ajaran Taurat. Oleh
karena itu Rasulullah mengajar mereka untuk menjaga kejujuran keilmuan
ketika mengajarkan kepada generasinya. Dalam hal ini, Rasulullah sering
mendatangi rumah-rumah pendeta dan lembaganya untuk mengajari mereka dan
berdialog, baik berkaitan dengan nubuat kerasulan maupunyang berkaitan
dengan syariat.
e. Al-Kuttab
Al-Kuttab dalam bahasa arab menunjukan tempat yang dipakai untuk
pengajaran kitab. Kata tersebut akhirnya dikenal dengan istilah madrasah, yang
dijadikan pusat belajar, baik membaca, menulid, maupun dasar makrifat. Istilah
tersebut telah dikenal sejak masa jahiliah, yang digunakan oleh orang yahudi
untuk mengajari baca tulis. Tradisi ini diadopsi pada masa Islam dan dipusatkan
masjid-masjid.

2.1.2 Strategi Pengembangan Pengajaran Pada Masa Rasulullah

Dalam berdakwah Rasulullah mempunyai beberapa strategi sebagai berikut :


a. Mengutus para dai untuk mengajarkan agama di luar wilayah Hizaz
Setelah islam disebar di jazirah arabia, mulai dirasa perlu mengirimkan
dai ke berbagai kabilah yang telah memeluk Islam agar ajaran Islam dapat
melekat di gati masyarakat. Mulai tahun keenam hijriah, Rasulullah mengirim
beberapa sahabatnya yang ahli dalam ilmu agama untuk mengajarkan syariat di
luar kota Madinah. Upaya ini akhirnya diikuti dengan perintah menuntut ilmu.
Firman Allah Swt.: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”(QS at-
taubah (9): 122).
Dalam waktu yang singkat, muncul beberapa kalangan sahabat sesuai
dengan keahlian mereka, diantaranya Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Ali bin
Abi Thalib, Abu musa Al-Asy’ari, Mu’ad bin jabal dan lain-lain. Sebelum para
Da’i menyampaikan dakwah , Rasulullah memberikan pesan kepada mereka.
Salah satu pesan Rasulullah disampaikan kepada Mu’ad bin Jabal dan Abu musa
Al-Asy’ari yang bertugas mengajarkan agama ke Yaman, “ Berikanlah

11
kemudahan dan jangan engkau mempersulit, berikan kegembiraan dan jangan
engkau takut-takuti (sehingga mereka lari).
b. Mengutus utusan kepada penguasa untuk mengajarkan ajaran agama
Pada tahun ke-7 H, telah perkembangan dakwah secara besar-besaran.
Pada saat itu, kota madinah telah menjadi pusat studi yang telah menghasikan
kader yang siap berdakwah di luar kota madinah. Di antara kader tersebut telah
dipilih Rasulullah untuk dikirim ke berbagai daerah, seperti Duhyah bin khalifah
diutus ke kaisar Rum, Abdullah bin Hufadah ke Kaisar Parsi, Amr bin Umayyah
ke Habasyah, Amr bin Ash ke Aman, Ala’bin Hadrami ke Najran, Al-Muhajir
bin Umayyah ke yaman dan lain-lain.
c. Menerima duta untuk belajar agama
Pada tahun ke-9 H dikenal dengan tahun pertukaran (al-wufud).
Beberapa kabilah yang berada di sekitar Jazirah Arab dari bani Fazarah, bani
Murrah, bani Tamim, bani Usd, dan lain-lain banyak mengirim utusan kepada
Rasulullah untuk menyatakan ketundukan kepada Islam sekalgus belajar Islam.
Dengan tersebarnya Da’i dan duta tersebut, dengan sendirinya tersebar pula
peradaban Islam di Jazirah Arab. Tersebarnya peradaban tersebut telah
menumbuhkan ikatan persaudaraan di antara kabilah yang serumpun peradaban
dan kebudayaannya.

2.1.3 Prinsip-prinsip Pengajaran Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad saw. telah mempraktikkan semua tahapan cara mendidik


umat untuk membentuk pribadi islami yang beriman, memiliki semangat yang tinggi,
melaksanakan hokum Allah yang direalisasikan untuk mencapai tujuannya tertinggi di
muka bumi. Beliau membersihkan jiwa para sahabat dari noda kemusyrikan, dan
karakter yang suka aniaya dan memberontak. Beliau menjadikannya dalam kesucian,
keutamaan, berhubungan dengan kebenaran serta berusaha untuk mencari dan
merealisasikannya. Belaiu mengembangkan bakat mereka dan membantu mereka untuk
menunjukkan bakat yang luar biasa. Maka jadilah mereka para pemimpin bangsa yang
dapat merealisasikan cita-cita bangsa mereka dalam hal keadilan, persamaan dan
mewujudkan ketentraman.

a. Keadilan
Cara mendidik Nabi Muhammad saw. berlandaskan asas persamaan yang
membangkitkan rasa tenang dan percaya pada diri sahabat. Nabi Muhammad saw.

12
berusaha agar persamaan ini menjadi prinsip bagi para pendidik dan pengajar dalam
melaksanakan tugas mulia mereka. Al-Qabisi meriwayatkan dari Anas bin Malik yang
berkata: Nabi Muhammad saw. bersabda,
”pengajar atau pendidik manapun yang menjadi wali bagi tiga orang anak dari umat ini
dan dia tidak mengajar berlandaskan asas atau prinsip persamaan antara yang miskin
bersama dengan yang kaya atau yang kaya bersama yang miskin, maka di hari kiamat
dia akan dikumpulkan bersama orang-orang yang berkhianat.”1[1]

Sebagaimana menurut al-Qabisi, keadilan harus direalisasikan di antara para murid


meskipun mereka berbeda dalam hal membayar biaya pendidikan. Guru yang tidak
merealisasikan keadilan dan persamaan antara yang berkedudukan tinggi dengan yang
berkedudukan rendah adalah orang yang mengkhianati amanat sebagaimana ditegaskan
oleh Sahnun.

b. Menjaga perasaan lawan bicara


Jika memahami tingkat inteletualitas, karakter, kecenderungan politik, keyakinan
dan lain sebaginya adalah faktor penting dalam kesuksesan komunikasi, maka hal ini
akan lebih penting dalam kesuksesan pendidikan dan pengajaran. Nabi Muhammad
saw. dalam berkomunikasi dengan orang Qurays menjadi teladan yang baik dalam hal
ini.2[2] Nabi Muhammad saw. berniat untuk membuat perubahan pada bangunan ka’bah
tetapi beliau mengurungkannya. Karena orang Quraisy sangat mengagungkan urusan
yang berhubungan dengan ka’bah, maka Nabi Muhammad saw. takut mereka
menyangka bahwa beliau ingin menyombongkan diri dengan hal itu sedangkan mereka
baru masuk Islam. Beliau membicarakan masalah ini dengan siti Aisyah seraya
bersabda: “wahai Aisyah seandainya kaummu tidak dekat masanya dengan kekafiran,
niscaya aku akan membongkar ka’bah dan membuat dua pintu untuknya. Satu pintu
masuk dan satu pintu keluar.”3[3]
Penjagaan perasaan ini terkadang sampai pada tindakan berdiam diri ketika
menghadapi para penentang terhadap sesuatu yang penting. Ini bertujun untuk menjaga
orang-orang yang menjadi pendengar agar tidak lebih jauh menentang. Jika diam
terhadap tentangan sangat kuat dalam menjaga perasaan, maka menghindari adanya

1
2
3

13
ketidak jelasan sehingga tidak muncul kekacauan pada hati orang-orang adalah lebih
kuat.
Jika muncul ketidak jelasan dari seorang pendidik, maka dia harus menjawab
keraguan tersebut dan menghilangkan kabut yang menyelimuti hati para pendengar dan
menjernihkan keyakinan mereka.

c. Bertahap dalam memberi pelajaran


Selain kewajiban seorang pendidik untuk menghindarkan murid dari kerancuan dan
kebingungan dalam menerima pelajaran, para ahli pendidikan juga mendapati
kewajiban lain yaitu menjadikan murid menyukai ilmu pengetahuan dengan
menpelajarinya secara bertahap dalam pendidikan mereka. Karena jika suatu ilmu pada
awalnya terasa mudah, maka orang yang memasukinya akan menyukainya dan
mempelajarinya dengan senang hati. Dan pada akhirnya rasa suka itu akan bertambah
dan ini akan berbeda jika sebaliknya.4[4] Di dalam Muqaddimahnya, Ibnu Khaldu>n
memiliki pandangan tentang pentahapan dalam mengajarkan ilmu kepada para murid.
Dia berkata: ketahuilah, mengajarkan ilmu kepada murid akan bermanfaat jika
dilakukan secara bertahap, satu demi satu. Pentahapan ini melewati tiga tahap:
1. Pelajaran dimulai dengan memberikan inti-inti dari satu bidang ilmu yang ingin
diajarkan. Hal itu dijelaskan secara global kepadanya sesuai dengan kemampuan akal
sang murid dan persiapannya untuk menerima pengetahuan tersebut.
2. Penjelasan secara luas. Setelah penjelasan secara global dilakukan maka beralih
kepada penjelasan secara luas hingga sampai pada puncaknya, yaitu:
3. Memberikan hal-hal yang sangat pelik dari bidang ilmu tersebut, menjelaskan
perbedaan pendapat tentang ilmu tersebut serta masalah-masalah lain yang merupakan
cabang dari ilmu tersebut. Dengan melakukan hal in bakatnya akan berkembang dengan
baik. Kemudian pendidik mulai menjelaskan hal-hal yang tidak jelas dari bidang ilmu
tersebut dan menjelaskan semua rahasianya. Maka setelah menyelesaikan pelajrannya
sang murid akan menguasainya.
Jika sejak awal seorang murid menghadapi kesulitan di mana dia tidak dapat
memahami, menghafal dan tidak memiliki persiapan untuk mempelajarinya, maka
pikirannya akan menjadi tumpul dan menganggap bidang ilmu itu sebagai bidang yang
sulit. Maka sang murid akan menjadi malas untuk mempelajarinya serat tidak akan
menerimanya lalu akhirnya menjauhi bidang ilmu tersebut. Hal ini terjadi karena
4

14
buruknya pengajaran.

d.Mengulang bagi pelajar (muraja’ah)


Dianjurkan bagi pelajar supaya mengulang serta memilih waktu yang tepat untuk
menghafal dan menguasai pelajarannya. Bahkan, Sahnuna mengharuskan seorang guru
untuk “mengikat” murid-muridnya dengan mengajar dan menyampaikan materi serta
memberikan keleluasaan kepada mereka untuk melakukan murajaah. Konsep ini secara
implisit, bisa dipahami dari metode yang digunakan oleh rasul dan para sahabatnya. Siti
Aisyah, ummul mukminin, suatu ketika tidak mendengarkan satu hal sehingga beliau
tidak memahaminya sebelum melakukan muraja’ah. Setelah ber-mura>ja’ah, beliau
baru tahu bahwa Nabi Muhammad saw. pernah bersabda: “barangsiapa dihisab, maka
dia akan disiksa”. Lalu, Aisyah berkata: tidakkah Allah berfirman, “dia akan
dihisab/diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah”?5[5]
Nabi Muhammad saw. bersabda bahwa sebenarnya itu adalah aradh (manusia
datang menuju timbangan amal), akan tetapi orang yang tidak dihisab 6[6] (pemeriksaan
amal) akan mendapatkan siksa karena kebaikan seorang hamba bergantung pada
penerimaan amalnya. Kalau rahmat-Nya tidak didapatkan oleh hamba tersebut, dia
tidak akan selamat.7[7]

e. Antusias terhadap pertanyaan murid


Bagi seorang guru, diharapkan antusias untuk menjawab pertanyaan murid-
muridnya, meskipun pertanyaan itu tidak penting dan tidak butuh jawaban. 8[8] Kalau
mereka tidak bertanya, guru berupaya untuk memberikan penjabaran dan penjelasan
yang bisa memperluas wawasan mereka. Seorang guru juga perlu merangsang mereka
dengan beberapa pertanyaan dan membawanya pada dunia berpikir untuk menguji
kemampuan mereka dalam memahami dan menganalisis hal-hal yang bermanfaat.
Ketika mereka tidak mampu menjawab, sang guru bertindak untuk menjelaskannya.
Nabi Muhammad saw. juga pernah menguji kemampuan para sahabat. Misalnya,
beliau suatu ketika bertanya kepada para sahabat: “ada sebuah pohon yang daunnya
tidak pernah gugur, pohon itu laksana orang Islam, apakah itu?”9[9] Para sahabat pun

5
6
7
8
9

15
tidak bisa menjawabnya sehingga mereka memohon kepada Nabi Muhammad saw.
untuk menjelaskannya. Nabi Muhammad saw. menyatakan bahwa pohon itu adalah
pohon kurma.
f. Menarik perhatian murid
Pada bagian ini, dipresentasikan pentingnya membuat beberapa perumpamaan
dalam mengajar untuk menambah pemahaman dan penguasaan bagi murid. Bahkan,
pemeragaan dengan isyarat dan gerakan akan menambah yang memperhatikan lebih
mantap. Oleh karena itu, disarankan bagi guru untuk memanfaatkan metode semacam
itu. Rasul pernah mempraktekkan yang demikian. Beliau suatu ketika bersabda bahwa
orang mukmin bagi mukmin lainnya bagaikan satu bagunan yang saling mengokohkan,
kemudian beliau menjalinkan jari-jarinya (sebagai pertanda bahwa satu sama lainnya
harus saling bekerja sama).10[10]
Seringkali Nabi menumbuhkan perhatian para pendengarnya dan membangkitkan
antusiasmenya dengan memberikan beberapa pertanyaan serta berdialog secara
interaktif. Sebagai contoh, ketika khotbah idul Adha pada haji wadha’, beliau bertanya
kepada para sahabat tentang hari dan bulan pada waktu itu serta tempat mereka.
Kemudian beliau menjelaskan bahwa jiwa, harta dan raga mereka terhadap sesamanya
adalah kemuliaan (sehingga sesamanya tidak boleh saling menodainya) sebagaimana
kemulian tiga unsur itu.11[11] Qurthubi mengkorelasikan pertanyaan itu dengan
pernyataannya bahwa pertanyaan nabi tersebut merupakan upaya untuk merangsang
daya paham mereka sehingga bisa menangkap informasi yang disampaikan secara
komprehensif dan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap pentingnya berita tersebut.
Guru juga seyogyanya selalu mendekati muridnya supaya bisa sukses dalam
menyampaikan materi ajarnya, memungkinkan mereka bisa mendengar yang
disampaikan. Dia perlu memilih tempat duduk yang bisa dijangkau oleh murid-
muridnya, memperhatikan mereka semua (dengan menoleh dan menatap), menatap
secara khusus murid yang sedang ditanyai, walaupun dia masih kecil atau tidak pintar
karena mengabaikannya adalah bentuk arogansi. Dalam hal ini, kita bisa menyaksikan
sifat rendah hati nabi karena beliau tidak pernah menyepelekan pertanyaan para
sahabatnya.
Seorang guru tidak mungkin bisa menyampaikan materinya, kecuali para muridnya
dalam keadaan tenang, tidak berkata-kata. Nabi Muhammad saw. juga tidak pernah

10
11

16
berkhotbah kecuali para sahabatnya sudah tidak berbicara. Ketika Nabi saw. berkata-
kata, yang disampaikan sangat jelas. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah bahwa Nabi
saw. berbicara dengan tartil dan fasih (tarsil)12[12]. Aisyah menyatakan bahwa
perkataan rasul rinci sehingga semua orang yang mendengarkan bisa memahaminya. 13
[13]

g. Saling belajar-mengajar (take and give)


Metode pendidikan rasul juga mencakup bagaimana beliau memberikan
kesempatan yang luas bagi para sahabatnya untuk saling mengajarkan. Bahkan, suatu
ketika Aisyah pernah menjelaskan tata cara mandi besar karena haid kepada salah satu
wanita di hadapan Nabi Muhammad saw.14[14] Hal ini menjadikan Ibnu Hajar
berkesimpulan bahwa belajar (mengambil manfaat) dari seseorang di hadapan orang
yang lebih utama dan lebih ahli, tidak menjadi masalah. Ini merupakan konsep
pendidikan Nabi yang bisa diterapkan dalam berbagai bidang sebagaimana dimaklumi
oleh para guru muslim tentang urgensi saling balajar antar anak sejak dini. Sahnun
berkata: “tidak apa-apa bagi seorang guru untuk membiarkan muridnya saling
mendektekan, karena dalam hal itu banyak terkandung manfaat yang besar serta untuk
memperkuat daya imla’15[15] mereka.”
Nabi Muhammad saw. tidak pernah memberatkan para sahabatnya dalam pelajaran,
justeru beliau menyenangkan hati mereka dan memperhatikannya dengan nasehat
sehingga mereka tidak bosan. Diceritakan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Muhammad
saw. Sering menghibur kami dengan nasehat dalam beberapa kesempatan supaya kami
tidak jenuh.
Ibnu Hajar al-Asqalani menyimpulkan Hadis tentang disunnahkannya tidak terus-
menerus berserius dalam amal saleh karena takut bosan, bahwa konsistensi memang
dituntut, namun bersantai juga perlu untuk tetap memelihara obsesi dan meningkatkan
bakat. Dia juga menganjurkan supaya relax dilakukan dua hari sekali atau sekali dalam
seminggu.

2.2 Perkembangan Ilmu Pada Zaman Khulafaur Rasyidin

12
13
14
15

17
Peradaban Pada Masa Khalifah Abu Bakar
Nama lengkapnya adalah (Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin
Mas’ud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr al Taimi al
Quraisy) silsilahnya dengan Nabi bertemu dengan Murrah bin Ka’ab. Abu Bakar
merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika Islam mulai didakwahkan.
Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa oleh Muhammad SAW.
Ia juga tidak segan-segan menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam.
(Dedi Supriyadi, 2008: 67)
Abu Bakar menerima jabatan khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan
paling kritis dan gawat. Perpecahan di antara umat Islam, munculnya para nabi palsu
dan terjadinya berbagai pemberontakan di Jazirah Arab yang mengancam eksistensi
Negara Islam yang masih baru dan mengganggu perdamaian dalam kerajaan.
Abu Bakar menjabat sebagai Khalifah hanya dua tahun yaitu pada tahun 634 M
ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam
negeri, terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak
mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. (Badri Yatim, 1998: 36). Dengan
demikian, tidak salah pemberian gelar istimewa kepada Abu Bakar oleh sejarawan: Abu
Bakar is the savior of Islam after the prophet Muhammad SAW (Abu Bakar adalah
penyelamat Islam setelah Nabi Muhammad SAW). (Ahmad Syafi’i dan Amin Abdullah,
2007: 83)
Gelar ash shiddiq yang disandang oleh Abu Bakar merupakan tanda kemantapan tauhid
di jiwanya yang berbeda dengan sahabat lainnya. Umar pun mendapat siraman rohani
yang mendalam ketika menanggapi wafatnya Nabi melalui untaian kalimat yang
disampaikan oleh Abu Bakar, bahwa siapa yang menyembah Muhammad kini
Muhammad telah tiada. Sedangkan siapa yang menyembah Allah, Dia senantiasa ada
dan tidak akan pernah tiada. (Ajid Thahir, 2004: 27)
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Abu Bakar sebagaimana pada masa
Rasulullah, bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di
tangan Khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan
hukum. Meskipun demikian, sebagaimana yang pernah diajarkan oleh Nabi yaitu
mengajak para sahabat untuk senantiasa bermusyawarah. (Badri Yatim, 1998: 36)
Persoalan pertama yang dihadapi oleh Abu Bakar sebagai Khalifah adalah
perang Riddah (pemkan berontakan kaum murtad). Banyak hal yang menyebabkan
terjadinya perang Riddah antara lain ialah, setelah Rasulullah kan meninggal banyak

18
orang arab yang tidak mau tunduk kepada siapapun kecuali hanya kepada Nabi saja.
Selain itu, mereka juga tidak mau mengelulaarkan zakat lagi.(Ahmad Amin, 1987: 80)
Abu Bakar adalah pemimpin rohani yang paling besar setelah Nabi. Di antara sikapnya
yang sudah masyhur adalah:
a. Sikap keimanan yang sedemikian rupa, sehingga beliau diberi julukan ash Shiddiq
b. Sikapnya yang tegar sewaktu menghadapi wafatnya Rasulullah SAW, padahal
peristiwa itu sempat mengguncangkan Umar bin Khattab sehingga ia pernah
menghunuskan pedang untuk membunuh orang yang menyampaikan berita bahwa
Rasulullah telah wafat.
c. Sikap Abu Bakar pada perang Riddah sempat membuat gencar para sahabat. Mereka
meminta Abu Bakar untuk menangguhkan perang dengan menunggu pulangnya tentara
yang ditugaskan Abu Bakar untuk menyerang Romawi sebagai pelaksanaan perintah
Rasulullah. Tapi dengan sikap tegas yang dimiliki oleh Abu Bakar mampu
menyelesaikan masalah ini. (Muhammad Quthb, 1995: 142).
Selain itu, beliau memberikan hak yang sama kepada tokoh-tokoh sahabat untuk ikut
membicarakan berbagai macam masalah sebelum ia mengambil keputusan melalui
forum musyawarah sebagai lembaga legislatif, hal ini mendorong para tokoh sahabat
pada khususnya dan umat Islam pada umumnya ikut berpartisipasi aktif untuk
melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat. (Dedi Supriyadi, 2008: 72) Abu Bakar
juga sangat bijaksana dalam bidang pemerintahan atau kenegaraan, Di antaranya
adalah:
1. Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah.
Misalnya, untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan,
dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk
daerah-daerah Islam dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi ditunjuk
seorang amir.
2. Pertahanan dan keamanan
Dengan cara mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan
eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara
stabilitas di dalam maupun luar negeri. Di antara panglima yang ada adalah Khalid bin
Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
3. Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab dan selama masa pemerintahan

19
Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini
karena kemampuan dan sifat Umar sendiri dan masyarakat pada saat itu dikenal alim.
4. Sosial ekonomi
Untuk pranata sosial ekonomi dibentuk sebuah lembaga mirip Bait al Mal, di dalamnya
dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infaq, sedekah, dan lain-lain. Penggunaan
harta tersebut digunakan untuk menggaji para pegawai Negara untuk kesejahteraan
umat sesuai dengan aturan yang ada. (Dedi Supriyadi, 2008: 70). Bentuk peradaban
yang paling besar dan luar biasa serta merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada
masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan al Qur’an.
Selain itu peradaban lainnya pada masa Abu Bakar dalam praktik pemerintahan terbagi
menjadi beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Dalam bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, beliau mengelola zakat,
infaq, dan sedekah yang berasal dari kaum muslim, sebagai sumber dari pendapatan
Baitul Mal.
2. Praktik pemerintahan Khalifah mengenai suksesi kepemimpinan atas
inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar bin Khattab untuk menggantikannya. (Tata
Septayuda Purnama, 2011: 65)

b. Peradaban Pada Masa Umar bin Khattab


Umar bin Khattab Yang memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd.
al Uzza bin Ribaah bin Abdillahbin Qart bin Razail bin Adi bin Ka’ab bin Lu’ay adalah
Khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar. (Dedi Supriyadi, 2008: 77). Umar lahir
pada tahun 513 M, dalam keluarga Quraisy terkemuka dari marga Adiyya. Abu Hafas
adalah nama panggilan keluarganya. Gelar al-Faruq diperolehnya setelah ia masuk
Islam. Pada masa kanak-kanak dia adalah pegulat orator termasyhur.
Pemilihan Umar sebagai Khalifah terlaksana atas penunjukan Abu Bakar. Saat Abu
Bakar wafat seluruh Arab dan pemerintahan beliau tinggalkan dalam keadaan aman dan
tenteram. Di samping itu, Umar dengan setiap kata dan perbuatannya selalu mengikuti
langkah-langkah Rasul, maka dalam periode Umar ini tidak ada masalah yang begitu
rumit. Periodenya terkenal dengan pembangunan Islam dan perubahan-perubahan.
(M.Abdul Karim, 2007: 87)
Sebelum masuk Islam, Umar termasuk golongan kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh
orang-orang yang sudah masuk Islam. Dia adalah musuh Nabi Muhammad yang paling

20
ganas dan kejam, bahkan sangat besar keinginannya untuk membunuh Nabi dan para
pengikutnya. Akan tetapi setelah dia masuk Islam pada bula Dzulhijjah enam tahun
setelah kerasulan Muhammad SAW. Kepribadiannya bertolak belakang dengan keadaan
sebelumnya. Dia berubah salah seorang yang gigih dan setia membela agama Islam.
((Dedi Supriyadi, 2008: 78)
Di antara empat Khalifah Rasul, ternyata Umar bin Khattab mempunyai kedudukan
istimewa. Keistimewaan Umar terletak pada kemampuannya berfikir kreatif, kebrilian
beliau dalam memahami syari’at Islam diakui sendiri oleh Nabi. (Musyrifah Sunanto,
2004:22). Ketegasan Umar dalam menerapkan syari’at Islam terhadap warganya
dibarengi dengan konsistennya yang luar biasa untuk tetap tunduk di bawah hukum
Allah. (Muhammad Quthb, 1995: 144)
Selain itu Umar juga mengeluarkan beberapa kebijakan-kebijakan yang baru yang tidak
terdapat pada periode sebelumnya, misalnya demi keamanan, menjaga kualitas atau
mutu tentara Arab, produksi panen yang memadai, keadilan, menghindari diskriminasi
Arab dan Non Arab dan lain-lain. (M.Abdul Karim, 2007: 88)
Pada akhir kepemimpinannya, Umar dibunuh oleh Abu Lu’lu’ (seorang Persia). Hal ini
dilatarbelakangi oleh pemecatan Umar pada Mughirah ibn Syu’ba sebagai gubernur
Kuffah. Karena Mughirah melakukan pembocoran kerahasiaan Negara dan
pengkhianatan secara sembunyi-sembunyi dengan membentuk kelompok sendiri.
Menjelang wafat Umar menugaskan kepada enam orang sahabat, yaitu: Abdurrahman
bin Auf, Thalhah, Zubair, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Sa’ad bin Abi
Waqas. Kelompok tersebut diketuai oleh Abdurrahman ditambah satu lagi yaitu
Abdullah bin Umar, namun ia tidak mempunyai hak untuk dipilih menjadi Khalifah.
Setelah melakukan Voting, maka terpilihlah Utsman bin Affan sebagai Khalifah
pengganti Umar. Dalam sejarah Islam itulah panitia pemilihan Khalifah pertama kali.
(Abdul Karim, 2007:88). Adapun Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar
adalah selain administrasi pemerintahan, dan sebagainya adalah pedoman dalam
peradilan.

c. Peradaban Pada Masa Utsman bin Affan


Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Ali bin Abi al Ash bin Umayyah bin
Abd al Manaf dari suku Quraisy. Lahir pada tahun 576 M. enam tahun setelah
penyerangan Ka’bah oleh pasukan bergajah atau enam tahun setelah kelahiran
Rasulullah SAW. Utsman bin Affan masuk Islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu

21
Bakar. (Dedi Supriyadi, 2008: 86)
Perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan kaum Muslimin itu pada hakikatnya
tampak dalam dua hal yaitu praktis dan teoritis.perbedaan pertama seperti pembelotan
yang terjadi pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Sedangkan perbedaan dalam
bentuk praktis sesungguhnya tidak mempunyai tempat dalam lapangan teoritis.
(Muhammad Abu Zahrah, 1996: 14). Mengetahui visi dan misi Khalifah Utsman bin
Affan dalam menjalankan kekhilafahannya, dapat dilihat dari isi pidato setelah Utsman
bin Affan dilantik atau dibai’at menjadi Khalifah kota Madinah, yaitu:
“Sesungguhnya kamu sekalian berada di negeri yang tidak kekal dan dalam
pemerintahan yang selalu berganti. Maka bersegeralah kamu berbuat baik meurut
kemampuan kamu untuk menyongsong waktu lahir kamu.maka sampailah waktunya
untuk saya berkhidmah kepada kamu setiap saat. Ingatlah sesungguhnya dunia ini
diliputi kepalsuan, maka janganlah kamu dipermainkan oleh kehidupan dunia dan
janganlah kepalsual mempermainkan kamu terhadap Allah”.
Pidato di atas menggambarkan bahwa dirinya adalah sebagai seorang sufi, dan citra
pemerintahannya lebih bercorak kepada agama daripada politik an sich. Dalam pidato
itu Utsman mengingatkan beberapa hal, di antaranya adalah:
 Agar umat Islam selalu berbuat baik sesuai kemampuan sebagai bekal
menghadapi hari kematian dan akhirat menjadi tempat lebih baik yang
disediakan oleh Allah.

 Agar umat Islam tidak terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepalsuan
sehingga membuat mereka lupa terhadap Allah.

 Agar Umat Islam mau mengambil i’tibar pelajaran dari masa lalu, mengambil
yang baik dan menjauhkan yang buruk.

 Sebagai Khalifah ia akan menjalankan perintah al Qur’an dan Rasul

 Umat Islam boleh mengkritiknya ketika ia menyimpang dari ketentuan hukum.

Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan
Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan yang tinggi.
Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang
menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang Khalifah.
Adapun kegiatan pembangunan wilayah Islam yang luas pada masa Utsman meliputi
daerah-daerah pemukiman, jembatan, jalan, dan Semua jalan menuju Madinah

22
dilengkapi dengan Khafilah dan fasilitas bagi para pendatang, Masjid Madinah
diperluas dan lain-lain. Selain itu, pada masa Utsman diadakan pembukuan Mushaf al
Qur’an. (Irwan Abdullah, 2006: 35)

d. Peradaban Pada Masa Ali bin Abi Thalib


Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthallib adalah sepupu Nabi Muhammad SAW yang
kemudian menjadi menantunya karena menikahi putrid Nabi Muhammad, yaitu
Fatimah. Ia masuk Islam ketika usianya masih sangat muda dan termasuk orang yang
pertama masuk Islam dari golongan pria. Pada saat Nabi menerima wahyu pertama, Ali
baru berumur 13 tahun.
Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai
Khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun dalam pemerintahannya
yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan Khalifah, Ali memecat para
gubernur yang diangkat oleh Utsman. Karena dia mempunyai keyakinan bahwa
pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka.
Pertama kali hal yang dilakukan oleh sahabat Ali adalah menarik kembali semua tanah
yang dibagikan Khalifah Utsman kepada kaum kerabatnya kepada kepemilikan Negara
dan mengganti semua gubernur yang tidak disenangi rakyat, di antaranya Ibnu Amir
penguasa Bashrah diganti Utsman bin Hanif. (Moenawar Chalil, 2001: 76)
Pemerintahan Ali dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang tidak stabil karena adanya
pemberontakan dari sekelompok kaum muslimin sendiri. Pemberontakan pertama
datang dari Thalhah dan Zubair diikuti oleh Siti Aisyah yang kemudian terjadi perang
Jamal. Sedangkan pemberontakan kedua datang dari Mu’awiyyah bin Abi Sufyan yang
menolak meletakkan jabatan. (Dedi Supriyadi, 2008: 96-97) Mu’awiyyah menuntut
balas atas kematian Utsman dan mendesak supaya Ali bin Abi Thalib menyerahkan
para pembunuh Utsman kepadanya.
Aliran Khawarij muncul menurut pendapat yang paling kuat, karena peristiwa tahkim
dalam persengketaan yang terjadi antara Ali dan Muawiyyah pada perang Shiffin.
Ketika Muawiyyah dan pengikut-pengikutnya meminta Imam Ali bin Abi Thalib untuk
bertahkim kepada al Qur’an di Shiffin pada tahun 37 H, Ali ragu-ragu untuk
menerimanya.
Dia adalah seorang komentator (penafsir) al-Qur’an yang mempunyai kedudukan
tinggi. Dalam pemeliharaan hadis Nabi, dia juga mempunyai kedudukan yang unik. Itu

23
sebabnya dia disebut dengan “pintu ilmu” seluruh hidupnya dihabiskan untuk mengabdi
kepada Allah dan ciptaanNya.
Tinjauan Historis Tentang Integrasi Ilmu Agama Dan Ilmu Umum

2.2.1. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Agama Islam dan Ilmu Umum di


Dunia Islam

Dalam pandangan Islam, ilmu merupakan salah satu perantaera untuk memantapkan
dan menguatkan iman. Iman hanya akan bertambah dan menguat, jika disertai ilmu
pengetahuan. Albert Einstein mengatakan bahwa “ilmu tanpa agama buta, dan agama
tanpa ilmu adalah lumpuh (science without religion is blind, and religion without
science is lame).
Islam tidak pernah mendiskriminasikan ilmu satu dengan yang lain. Karena dalam
pandangan islam, ilmu-agama dan umum sama-sama bersumber pada Allah Swt. Oleh
karenanya, dalam pengertian selanjutnya ilmu pun mencakup pengertian yang luas
meliputi semua ilmu pengetahuan seperti: Ilmu al-Qur’an, hadis, tauhid, fiqh,
kedokteran, ilmu biologi,matematika, astronomi, ilmu alam dan lain sebagainya.
Secara historis, pertumbuhan ilmu agama islam dalam arti fiqh, hadis dan hadis dan
tafsir- sesuangguhnya telah berkembang sejak masa Khaulafa al-Rasyidun dan di awal
pemertintahan Bani Umayyah. Hal ini dapat dilihat dari adanya tingkat pendidikan,
materi pelajaran yang berbeda-beda di setiap jenjang pendidikan serta para tokoh yang
lahir pada saat itu. Menurut Mahmud Yunus menyebutkan bahwa: “pada masa khalifah
al-Rassyidun dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hamper seperti
masa sekarang. Tingkat pertama ialah kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan
membaca menghafal al-Qur’an serta belajar pokok-pokok agama islam. Setalah tamat
al-Qur’an, mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid terdiri dari
tingkat menengah dan tingkat tinggi.
Baik pada tingkat pertama, menengah, maupun tingkat tinggi; pemberian materi
pelajaran masih terbatas pada materi pelajaran al-Qur’an, tafsirnya, fiqh, tarikh tsyri’,
dan hadis. Walaupun pada setiap jenjang terdapat perbedaan yang signifikan terutama
menyangkut metode, strategi dan pendekatan yang digunakan dalam melakukan proses
belajar mengajar. Pada tingkat pertama (kuttab), anak-anak hanya diajari bagaimana
cara membaca dan menulis al-Qur’an namun pada masa selanjutnya bagaimana
seorang siswa mampu menginterprestasikan setiap ayat yang mereka pelajari.
Para tokoh yang lahir pada masa khalifah al-Rasyyidun dan Bani Umayyah bias

24
dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu : Pertama, ulama ahli tafsir seperti Ali bin
Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Mujahid,
‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin al-Ajda’, Qatadah dan
lain-lain. Kedua, ulama ahli hadis seperti Abu Hurairah, Sity ‘Aisyah, Abdullah bin
Umar, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah, dan Anas bin Malik. Dan ketiga, ulama
ahli fiqh yaitu Abu Bakar, Umar bin Khottab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Siti
Aisyah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Mu’az bin Jabal, Abdullah bin Mas’ud, Abu
Musa bin Al-As’ari, dan Abdullah bin Abbas. (H.Abuddin Nata Suwito, Masykuri
Abdillah Armai Arief. 2003) hlm 105-107.

2.3 Perkembangan Ilmu Pada Zaman Bani Umayyah

Pada periode dinasti bani umayah belum ada pendidikan formal. Putra-putra
khalifah bani umayyah biasanya akan “disekolahkan” ke badiyah, gurun suriah, untuk
mempelajari Bahasa arab yang murni, dan mendalami puisi. Kesanalah Mu’awiyah
mengirimkan putra-putranya yang kemudian menjadi penerusnya, Yazid. Masyarakat
luas memandang orang yang dapat membaca dan menulis Bahasa aslinya, bias
menggunakan busur dan panah, dan pandi berenang sebangai seorang terpelajar. Orang
semacam itu disebut dengan al-kamil, yang sempurna. Kemampuan berenag sangat
dihargai terutama bagi mereka yang hidup dipantai Mediterania. Nilai-nilai utama yang
ditanamkan dalam pendidikan, adalah keberanian, daya tahan saat tertimpa musibah
(shabr), menaati hak dan kewajiban tetangga (jiwar), menjaga harga diri (muru’ah),
kedermawanan dan keramahtamahan, penghormatan terhadap perempuan, dan
pemenuhan janji. Kebanyakan nilai tersebut sangat dijunjung tinggi dalam kehidupan
orang badui.
Setelah masa ‘Abd al- Malik, seorang guru (mu’addib) – biasanya seorang
mantan budak dan beragama Kristen - merupakan figure penting di istana. Guru para
putra ini menerima perintah dari ayah dan murid-muridnya agar, “mengajarkan mereka
berenang dan membiasakan mereka untuk tidak banyak tidur”. Umar II sedemikian
keras menghukum anaknya jika melanggar tata Bahasa Arab, sehingga diriwayatkan
bahwa ia menerapkan hokum cambuk padanya. Ia menginstruksikan pada guru anak-
anaknya bahwa “ pelajaran moral paling pertama yang perlu ditanamkan kepada mereka
adalah kebencian terhadap senda gurau, karena berasal dari setan dan akan
mendatangkan murka Tuhan.

25
Masyarakat luas hendak memperoleh pendidikan, dalam pengertian masa itu,
akanmenggunakan masjid untuk memperlajari Al-qur’an dan hadist. Karena itu guru-
guru paling utama dalam islam adlah para pembaca Al-qur’an (qurra). Pada awal 17 H./
638 M. khalifah Umar mengirimkan para qurra ke berbagai tempat, dan
menginstruksikan agar masyarakat belajar kepada mereka dimasjid setiap hari jum’at.
‘Umar II mengutus Yzid ibn abi Hbib ke Mesir sebagai hakim agung, yang
diriwayatkan merupakan orang pertama yang menjadi guru disana. Di kufah, kita
mengenal al Dhuhhak ibn Muzahim (w. 723), yang mendirikan sekolah dasar (kuttab)
dan tidak memungut bayaran dari para siswa. Pada abad ke dua Hijriah, kita juga
mendengar seorang badui di Bashrah yang mendirikan sekolah dengan memungut
bayaran dari para siswa.
Ilmu pengetahuan – dinisbatkan sebagai perkataan Nabi – yang dikenal oleh
orang Arab pada masa itu terdiri atas dua macam: ilmu agama dan ilmu tentang tubuh
manusia (ilmu pengobatan).
Ilmu pengobatan yang berkembang di semenanjung Arab memang sangat
primitive. Pengobatan biasanya melibatkan praktik perdukunan dan jimat untuk
melawan pengaruh jahat setan. Beberapa praktik pengobatan yang mnggunakan madu,
mengeluarkan darah dengan gelas, atau membekam, yang disebut dalam berbagai hadist
sebagai “pengobatan ala Nabi” merupakan praktik yang lazim ditemukan dan
diwariskan kepada generai selanjutnya. Dalam bukunya, Muqaddimah, Ibn Khaldun
yang terkenal kritis, menyebut dengan nada minor jenis pengobatan semacam itu,
sambal menegaskan bahwa Nabi diutus untu mengajarkan prinsip dan hokum agama,
bukan mengajarkan pengobatan.
Pengobatan ilmiah Arab bersumber terutama dari Yunani, dan sebagian lagi dari
Persia. Pengobatan Persia sendiri dipengaruhi oleh tradisi Yunanai, Daftar urutan teratas
doktr-dokter Arab pada abad pertama islam ditempati oleh al-Harirs ibn Kaladah dari
Taif, yang menuntut ilmu di Persia. Al-Harits adalah orang pertama yang di didik ilmiah
di semenanjung Arab dan memeperoleh gelar kehormatan dokter Arab. Seperti biasa,
kariernya sebagai ahlipengobatan diteruskan oleh anaknya, al-Nazdr, yang ibunya
adalah bibi Nabi dari jalur ibu.
Pada masa penaklukan Arab dari Asia Barat, ilmu pengetahuan Yunani tidak lagi
Berjaya.ia lebih merupakan sebuah tradisi yang dilestarikan oleh para praktisi dan
komentator tulis Yunanai atau Suriah. Dokter-doter istana Umayyah berasal dari
kelompok tersebut. Tabib paling menonjol diantara mereka adalah Ibn Utsal, seorang

26
dokter Mu’awiyah yang beragama Kristen, dan Tayazhuq, dokter al-Hajjaj dari Yunanai.
Tayazhuq mewariskan beberapa aforismennya kepada kita, tapi tidak ada satu pun buku
yang dinisbatkan kepadanya. Seorang dokter Yahudi dari Persia, Masarajawayh yang
tinggal di Basharhah pada masa-masa awal pemerintahan Mawan ibn al-Hakam,
menerjemahkan kedalam Bahasa Arab sebuah nskah suriah tentang pengobatan pendeka
Kristen di Iakandariyah, Ahrun, dan merupakan buku ilmiah pertama dalam baha arab.
Khalifah al-Walid terkenal sebagai orang yang telah membuat tempat terpisah untuk
memberikan perawatan khususu bagi mereka. Umar II diriwayatkan telah memindahkan
sekolah ke dokteran dari Iskandariyah, tempat tumbuh suburnya tradisi Yunani, ke
Anriokia dan Harran.
Sebagai salah satu dari beberpa ilmu yang kemudian banyak berhutang pada
penemuan orang Arab, ilmu kimia, seperti halnya ilmu pengobatan, merupakan salah
satu disiplin ilmu yang paling awal dikembangkan. Khalid .putra khalifah Umayyah
kedua dan seorang :filsuf (hakim) keluarga Marwan, menurut fihrist (sumber informasi
tertua dan terbaik), merupakan orang islam pertama yang menerjemahkan buku-buku
berbahasa Yunani dan Koptik tentang kimia, kedokteran, dan astrologi. Meskipu
terbukti legendaris, mengasosiasikan penerjemah itu kepada khalid menjadi penting
karena hal itu memberikan fakta bahwa orang Arab menggali tradisi ilmiah mereka dari
sumber-sumber Yunanai dandarid sanalah mereka memperoleh tenaga penggeraknya.
Sejumlah legenda mengasosiasikan nama putra mahkota Dinasti Umayyah itu dengan
nama Jabir ibn Hayyan (dalam Bahasa latin menjadi Geber); tapi Jabir sebenarnya
hidup pada masa sudah itu sekitar 776 M .

2.3.1 Sistem Pendidikan yang Diterapkan pada Dinasti Umayyah

Secara essensial pendidikan Islam pada masa dinasti umayyah kurang begitu
diperhatikan, sehingga sistem pendidikan berjalan secara alamiyah. walaupun sistemnya
masih sama seperti pada masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Pada masa ini pola
pendidikan telah berkembang, sehingga peradaban Islam sudah bersifat internasional
yang meliputi tiga Benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar
Asia yang kesemuanya itu di persatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi
negara. Dengan kata lain Periode Dinasti Umayyah ini merupakan masa inkubasi.
Dimana dasar-dasar dari kemajuan pendidikan dimunculkan, sehingga intelektual

27
muslim berkembang.
Adapun Corak pendidikan pada Dinasti Umayyah yang dikutif dari Hasan
Langgulung yaitu;
1. Bersifat Arab dan Islam tulen

artinya pada periode ini pendidikan masih didominasi orang-orang arab, karna
pada saat itu unsur-unsur Arab yang memberi arah pemerintahan secara politis, agama
dan budaya.29 Meskipun hal ini tidak semuanya diterapkan pada semua pemerintahan
Dinati Umayyah hal ini terbukti dengan masa Muawiyah yang membangun
pemerintahannya yang mengadopsi kerangka pemerintahan Bizantium, 30 dan dalam
bidang keilmuan lainnya yang mengadopsin sebagai dari negara-negara taklukan.
2. Menempatkan pendidikan dan penempatan birokrasi lainnya, yang sebagai
ditempati oleh orang-orang non-muslim dan non-arab.
3. Berusaha Meneguhkan Dasar-Dasar Agama Islam yang Baru Muncul Hal ini
berawal dari pandangan mereka bahawa Islam adalah agama, negara, sekaligus
sebagai budaya, maka wajar dalam periode ini banyak melakukan penaklukan
wilayah-wilayah dalam rangka menyiarkan dan memperkokoh ajaran Islam. Hal
ini terbukti ketika pada masa pemerintahan Umar bin abd Aziz pernah mengutus
10 orang ahli fikih ke Afrika utara untuk mengajarkan anak-anak disana.
4. Perioritas pada Ilmu Naqliyah dan Bahasa. Pada periode ini pendidikan Islam
memprioritaskan pada ilmu-ilmu naqliyah seperti baca tulis al-Quran,
pemahaman fiqih dan tasyri, kemudian dengan ilmu-ilmu yang berhubungan
dengan ilmu-ilmu tersebut yaitu ilmu bahasa, seperti nahwu, sastra. 31
Meskipun pada gilirannya terdapat juga penekanan pada ilmu-ilmu aqliyah, hal
ini terbukti dengan munculnya aliran-aliran theologies dan filsafat pada masa
ini.
5. Menunjukan bahan tertulis pada bahasa tertulis sebagai bahan media
komunikasi
Pada masa Umayyah tuga menulis semakin banyak, seperti membagi penulis dalam
bidang pemerintahan, seperti, penulis surat-surat, harta-harta, dan pada bidang
pemerintahan lainnya termasuk penulis dalam kalangan intelektual, (penerjemah). Hal
ini di buktikan dengan membuka jalan Pengajaran Bahasa Asing.
Hal ini terbukti dengan semakin meluasnya kawasan Islam di semenanjung Arab,
sehubungan degan hal ini nabi Muhammad juga pernah bersabda “barang siapa yang
mempelajari bahasa suatu kaum, niscaya ia akan selamat dari kejahatannya”. Keperluan
ini semakin dirasakan penting karena pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah

28
kawasan Islam semakin meluas sampai ke Afrika dan Cina serta negeri-negeri lainnya
yang berbeda dengan Bahasa Arab. Dengan demikian pengajaran bahasa diperketat, hal
ini untuk menunjukan bahwa Islam merupakan agama universal.
Lebih lanjut Pada masa Dinasti Umayyah pola pendidikannya bersifat desentralisasi
dan belum memiliki tingkatan dan standar umum. Kajian pendidikan pada masa itu
berpusat di Damaskus, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Kardoba dan beberapa kota
lainnya, seperti Basyarah, Kuffah (Irak) Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir).
Diantara ilmu-imu yang dikembangkan yaitu, Kedokteran, Filsafat, Astronomi, Ilmu
Pasti, Sastra, Seni Bagunanan, Seni rupa, maupun Seni suara. Dengan demikian
pendidikan tidak hanya berpusat di Madinah seperi pada zaman nabi dan Khulaur
Rasyidin melainkan ilmu itu telah mengalami ekspansi seiring dengan ekspansi
teritorial. Lebih lanjut Menurut H. Soekarno dan ahmad Supardi. Memaparkan bahwa
Pada periode Dinasti Umayah terdapat dua jenis pendidikan, yaitu;
1. Pendidikan khusus yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukan bagi
anak-anak khalifah dan anak-anak para pembesarnya, Tempat Proses pembelajaran
berada dalam lingkungan istana, materi yang diajarkan diarahkan untuk kecakapan
memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan
dengan keperluan dan kebutuhan pemerintahan, sehingga dalam penentuan dan
penetapan kurikulumnya bukan hanya oleh guru melainkan orang tua pun turun
menentukannya. Adapun Materi yang diberikan yaitu materi membaca dan menulis
al-Quran, al-Hadits, bahasa arab dan syair-syair yang baik, sejarah bangsa Arab dan
peperangannya, adab kesopanan, pelajaran-pelajaran keterampilan, seperti
menunggang kuda, belajar kepemimpinan berperang. pendidik atau guru-gurunya
dipilih langsung oleh khalifah dengan mendapat jaminan hidup yang lebih baik.
Pesertadidik atau Anak-anak khalifah dan anak-anak pembesar.
2. Pendidikan yang di peruntukan bagi rakyat biasa. Proses pendidikan ini merupakan
kelanjutan dari pendidikan yang telah diterapkan dan dilaksanakan sejak zaman Nabi
Muhammad SAW masih hidup. Sehingga kelancaran proses pendidikan ini
ditanggungjawabi oleh para ulama, merekalah yang memikul tugas mengajar dan
memberikan bimbingan serta pimpinan kepada rakyat. Mereka bekerja atas dasar
kesadaran moral serta tanggung jawab agama bukan dasar pengangkatan dan
penunjukan pemerintah, sehingga mereka tidak memperoleh jaminan hidup (gaji) dari
pemerintah. Jaminan hidup mereka tanggungjawabi sendiri dengan pekerjaan lain
diluar waktu mengajar, atau ada juga yang menerima sumbangan dari murid-
muridnya.

29
Meskipun terdapat dua sistem yang berbeda, penguasa pada dinasti umayyah tidak
melupakn akan pentingnya suatu pendidikan, adapun sistem yang diterapkan secara
umumnya sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan
Membentuk dan mengembang manusia “insan kamil” (memilki keberanian, daya tahan
saat tertimpa musibah (shabar), menaati hak dan kewajiban tetangga (jiwar), mampu
menjaga harga diri, (muru’ah), kedermawanan dan keramahtamahan (penghormatan
terhadap perempuan, pemenuhan janji.)
2. Tempat dan Lembaga-lembaga pendidikan
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang ada
pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan
beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina
(Syam), Fistat (Mesir). Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid
seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjidpada tingkat menengah. Pada
tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh
pelajar bersamasama.
Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan
menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-
guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di
kota-kota besar sebagai berikut: Di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz). Di kota Basrah
dan Kufah (Irak). Di kota Damsyik dan Palestina (Syam). Di kota Fistat (Mesir).
Adapun tempat dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada masa Bani
Umayyah adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar menulis. Pada masa awal Islam sampai pada
era Khulafaur Rasyidin dalam pendidikan di Kuttab secara umum tidak dipungut
bayaran alias gratis, akan tetapi pada masa dinasti umayyah ada di antara pejabat yang
sengaja menggaji guru dan menyediakan tempat untuk proses belajar mengajar.
Adapun materi yang diajarkan adalah baca tulis yang pada umumnya diambil dari
syair-syair dan pepatah arab.
b. Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang
bersifat keagamaan. Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah
dan tinggi. Materi pelajaran yang ada seperti Alquran dan tafsirnya, hadis dan fiqh
serta syariat Islam.
c. Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini
terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi maka
muncul istilah badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan

30
murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga banyak khalifah yang
mengirimkan anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi
d. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah Dinasti Umayyah mendirikan perpustakaan yang
besar di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir.
e. Majlis Sastra/Saloon Kesusasteraan, yaitu suatu majelis khusus yang diadakan oleh
khalifah untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan. Majelis ini sudah ada sejak era
Khulafaur Rasyidin yang diadakan di masjid. Namun pada masa Dinasti Umayyah
pelaksanaannya dipindahkan ke istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu
saja.
f. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi
kedokteran. Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan
kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani
yang ada di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa
arab. Hal ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul
Malik memberikan perhatian terhadap Bamaristan.
g. Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk
Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang
halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah
bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan
tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang
termasyur seluruh negeri Islam.
h. Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya,
karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat Nabi Muhmmad. Berarti disana
banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
i. Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari
dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli
Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry
sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja
mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang
banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
j. Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar,
yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, AlHaris bin Qais dan ‘Amr bin
Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru di
Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di
Kufah bahkan mereka pergi ke Madinah.

31
k. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara
Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi
perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu
Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-
Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi
kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
l. Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-
ilmu agama. Ulama yang mula-mula di madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah
bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang
sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi
S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau
khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak
sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.
Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri
tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan
ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah,
pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah
seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di
Negara Islam.
3. Materi/Bahan Ajar
Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi
atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa ataupun
seni suara. Pada masa khalifah Rasyidin dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat
pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat
anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Alquran serta belajar pokok-
pokok Agama Islam. Setelah tamat Alquran mereka meneruskan pelajaran ke masjid.
Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat
menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tingginya gurunya
ulama yang dalam ilmunya dan masyhur ke’aliman dan kesalehannya.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan
sederhana, yaitu: (a) Belajar membaca dan menulis, (b) Membaca Alquran dan
menghafalnya, (c) Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat,
puasa dan sebagainya. Adapun Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan
tinggi terdiri dari: (a) Alquran dan tafsirannya. (b) Hadis dan mengumpulkannya. (c)
Fiqh (tasri’).

32
Pemerintah Dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan.
Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana
dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau
melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan
kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
a. Ilmu agama, seperti: Alquran, Hadis, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadis terjadi pada
masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan
pesat. 45 Perkembangan ilmu fiqih ini berkembang pesat ketika masa pemerintahan
bani umayyah II di Andalusia, sehingga di antaranya lahir 4 mazhab besar, (1) Imam
Maliki (2) Imam Syafi’i (3) Imam Hanafi dan (4) Imam Hambali.
b. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup,
kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa
sejarah.
c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu,
saraf, dan lain-lain.
d. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti
ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu,
serta ilmu kedokteran.
e. Ilmu kimia, kedokteran dan astrologi, dalam ilmu pengobatan awalnya masih
bersumber pada pengobatan tradisional yang diterapkan Nabi, yang di antaranya
adalah mengeluarkan darah dengan gelas (bekam). Kemudian pengobatan ilmiah Arab
banyak yang bersumber dari Yunani, sebagian dari Persia. Adapun daftar dokter
pertama pada masa Dinasti Umayyah ditempati oleh al-Harits ibn Kaladah46 (w. 634)
yang berasal dari Thaif, yang kemudian menuntut ilmu ke Persia. Harits ibn kalabah
itu merupakan orang Islam pertama yang menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani
dan Koptik tentang Kimia, Kedokteran, dan Astrologi.
f. Perkembangan seni rupa, Prestasi lukis yang gemilang dalam bidang ini ditunjukan
dengan munculnya “Arabesque” (Dekorasi orang arab), hampir semua motif Islam
menggunakan motif tanaman atau garis-garis geometris. Sehingga apa yang kita sebut
dengan seni rupa Islam adalah unsur gabungan dari berbagai sumber motif, dan gaya,
sedangkan seni rupa, seperti patung merupakan hasil kejeniusan arsitik masyarakat
taklukan.yang berkembang dibawah kekuasaan Islam, dan disesuaikan dengan tuntutan
Islam. Gambar yang paling awal dari seni lukisan di Qashayr ‘amrah’ yang
menampilkan karya pelukis Kristen. Pada dindingdingding peristirahatan dan
pemandian al-Walid I di Transyordania terdapat enam raja, termasuk roderik, raja
visigot (gotik barat), spayol yang terakhir (Qayshar) dan Najasi dilukis diatas dua

33
gambar itu. Dan gambar-gambar tersebut merupakan simbol lainnya untuk melukiskan
kemenangan, filsafat, sejarah dan puisi.
g. Perkembangan musik terjadi pada masa khalifah yang kedua yaitu Yazid, dimana
menurut Philip K. Hitti yazid dikenal sebagai seorang penulis lagu yang
memperkenalkan nyanyian dan alat musik ke istana Damaskus. Ia memulai praktek
penyelenggaraan pestival-pestival besar di istana dalam rangka memeriahkan pesta
kerajaan. Kemudian yazid II penerus umar mengembangkan musik dan puisi ke
halayak umum melalui hababah dan Salamah. Hisyam (724-743), Walid (705-715)
bahkan mengundang penyanyi dan musisi ke istana, sedemikian menjamurnya seni
musik pada akhir pemerintahan Umayyah sehingga fenomena itu dimanfaatkan oleh
kelompok Bani Abbasyiah dengan lontran propaganda “pembajak kekuasaan yang
cacat moral”.
h. Dalam persoalan musik ini menimbulkan polemik dikalangan masyarakat sehingga
sebagian ada yang mencela dan ada juga yang mendukung dengan cara mengutip
sebagi perkataan yang dinisbatkan kepada nabi.49 Yang beragumen bahwa “puisi,
musik, dan lagu tidak selamanya merendahkan martabat; bahwa mereka memberikan
konstribusi terhadap perbaikan hubungan sosial, dan hubungan antara laki-laki dan
perempuan.50 Generasi pertama dalam dalam musik dipelopori oleh Thuways (632-
710) dari madinah, kemudian memilki banyak murid diantaranya Ibn Surayj ( 634-
726).
4. Metode Pendidikan
Metode yang digunakan yaitu metode rihlah, hal ini dibuktikan ketika zaman
khalifah Umar bin Abd Aziz (99-101 H / 717-720 M) dan beliau pernah mengirim
surat kepada ulama-ulama lainnya untuk menuliskan dan mengumpulkan hadis.
Perintah Umar tersebut telah melahirkan metode pendidikan alternatif, yaitu para
ulama mencari hadits kepada orang-orang yang dianggap mengetahuinya diberbagai
tempat. Kemudian dalam hukum fiqih pada masa ini dibedakan menjadi dua kelompok
(1) Aliran ahl al-Ra’y yang mengembangkan hukum Islam
47Philip K. Hitti, History, hlm. 339 48Ibid, 347-348 49 Al-Ghajali, Dalam ihya
ulumuddin (kairo, 1334), jilid. II, mh. 238, yang dikutip oleh Philip K. Hitti, history,
h.345 50Philip K. hitti, History, h. 345 51Ibn Surayj adalah seorang keturunan turki
yang karirnya didukung oleh sukaynah (anak Husayn) yang terkenal dengan
kecantikannya. Dalam seni music Ibn surayj memilki banyak guru diantaranya adalah
Sa’id ibn Misjah w. 714) musisi pertama mekah yang terbesar pada masa dinasti

34
umayyah. 52Ahmad Tafsir, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung, Mimbar
Pustaka, 2004), hlm .259
dengan analogi, dan (2) Aliran ahl-al Hadits dimana aliran ini tidak akan memberikan
fatwa kalu tidak dalam al-Quran dan al-Hadits. 53 Dan Metode Dialektik, pada masa
Dinasti Umayyah menimbulkan berkembangnya aliran teologi.
5. Pendidik dan Peserta Didik
Setelah masa Abd Malik, seorang guru (Muadzib) biasanya seorang mantan yang
beragama Kristen dijadikan sebagai guru para putra khalifah, pelajaran moral
merupakan pelajaran yang paling pertama yang ditanamkan kepada peserta didik”.
Guru yang paling pertama adalah para pembaca alQuran (qurra). Lebih lanjut pada
masa pemerintahan Umar II mengutus Yazid abi Habib ke Mesir untuk mengajarkan
para peserta didik disana. Yang pada waktu itu Yazid menjabat sebagai hakim agung.
Kemudian di Kuffah kita kednal dengan al-Dahak ibn Muzahim (w.723) yang
mendirikan sekolah dasar (Kuttab) dan tidak memungut biaya pada para siswa.
Sedangkan Peserta didik yaitu anak-anak para khalifah dan pembesarnya, ditambah
dengan masyarakat umum. Pada tanggal 17 H, 638 M. Khalifah Umar
mengintruksikan agar masyarakat belajar di mesjid setiap hari Jumat.54 Kemudian Ada
dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam pada waktu itu, yakni
di bukanya wacana kalam (baca: disiplin teologi) yang berkembang di tengah-tengah
masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstitusi sejarah Bani Umayyah yang
bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang orang yang berbuat dosa besar,
wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun
wacana ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah
melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigma berpikir secara mandiri.
6. Perkembangan Alam Pemikiran
Dalam masa Dinasti Umayyah, merupakan cikal bakal gerakan-gerakan filosofis
keagamaan yang berusaha menggoyahkan pondasi agama Islam, timbulnya gagasan
dan pemikiran filosofis di Arab tidak bias dilepaskan dari pengaruh trdisi Kristen dan
filsafat yunani, salah satu agen utama dalam memperkenalkan Islam dalam tradisi
Kristen adalah St. John 55 (Santo Yahya) dari Damaskus (Joannes Damascenus) yang
dijuluki Crrysorrhoas (lidah emas).
53 Ahamd tafsir, Cakrawala…, hlm. 259. 54 Philip K. Hitti, History…, hlm.317 55
Dia bersal dari Suriah kakeknya Manshur ibn Sarjun yang merupakan pejabat
administrasi keuangan di Damaskus pada masa penaklukan Arab dan bersekongkol
dengan Uskup Damaskus untuk menyerahkan kota itu. Ketika berusia 30 tahun John
menjali kehidupan juhud dan mengabdi pada gereja St. saba dekat yerusslaem, diantara

35
karya St. John adalah sebuah dialog apologis Kristen dengan “Saracen” tentang
ketuhanan Isa dan kebebasan kehendak manusia, yang merupakan sebuah buku
panduangn bagi orang Kristen dalam berargumen dengan orang Islam. St. John
meninggal di dekat Yerussalem sekitar 748 M.
Pada paruh pertama abad ke-8 di Basyrah hidup seorang tokoh yang terkenal yang
bernama Washil Ibn Atha (w.748) seorang pendiri mazhab Rasionalisme (Muktazilah),
doktrin tersebut pada saat itu dianut oleh kelompok Qadariyah, dan kelompok
Qadariyah ini dibesarkan pengaruh khalifah Umayyah, Muawiyah II dan Yazid III,
yang merupakan pengikut Qadariyah.56 Kemudian gerakan paham rasionalisme ini
mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti Abbasyiah terutama pada masa al-
Ma’mun (813-833 M), seperti yang akan dibahas nanti pada masa Abbasyiah.
Kemudian sekte lain yang muncul pada dinasti Umayyah yaitu Murjiah, menurut
mereka kenyataan Dinasti Umayyah adalah orang Islam sudah cukup menjadi
pembenaran bahwa mereka menjadi pimpinan umat. Lebih lanjut sekte lain yang
merupakan sekte politik yaitu kaum Khawarij dan Syiah.

2.4 Perkembangan Ilmu Pada Zaman Bani Abbas

Sepeninggal Hisyam bin Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil
bukan hanya lemah, tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan
oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M, daulah Bani Umayyah dapat digulingkan dan
pemerintahanpun berpindah tangan kepada Bani Abbasiyah. Karena sifat masalah yang
berkembang di bawah dinasti Umayyah terlalu arogan membuat Bani Abbasiyah
mengadakan suatu revolusi, bukan hanya melakukan pergantian dinasti saja. Kemajuan-
kemajuan telah dirasakan oleh kaum muslimin dalam masa ini, terlebih ketika
kepemerintahan dipegang oleh khalifah Harun al-Rasyid, dan putranya al-Makmun.
Dalam zamannya tersebut, berbagai disiplin ilmu telah dilahirkan atas jasa beberapa
tokoh intelektual muslim, kedokteran, filsafat, kimia, sejarah, dan geografi, misalnya.

2.4.1 Masa Keemasan Bani Abbasiyah

Dinamakan khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah al-Suffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya

36
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132-565 H (750-1258 M).
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan, para
sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi tiga periode
yaitu:

1. Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M). Kekuasaan pada periode ini
berada di tangan para khalifah.

2. Periode kedua (232 H/847 M – 590 H/1194 M). Pada periode ini kekuasaan
hilang dari tangan para khalifah berpindah kepada kaum Turki (232-234 H),
golongan Bani Buwaim (334-447 H), dan golongan Bani Saljuq (447-590 H).

3. Periode ketiga (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), pada periode ini kekuasaan
berada kembali di tangan para khalifah, tetapi hanya di Baghdad dan kawasan-
kawasan sekitarnya

Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya.


Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain kemakmuran masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode ini berakhir,
pemerintahan Bani Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik meskipun filsafat
dan ilmu pengetahuan berkembang.

Kalau dasar-dasar pemerintahan Bani Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-
Abbas dan Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak keemasannya dari dinasti ini berada
pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu:

1. Al-Mahdi (775-785 M)

2. Al-Hadi (775-786 M)

3. Harun al-Rasyid (785-809 M)

37
4. Al-Ma’mun (813-833 M)

5. Al-Mu’tashim (833-842 M)

6. Al-Wasiq (842-847 M)

7. Al-Mutawakkil (847-861 M)

Pada masa al-Mahdi, perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor


pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas,
tembaga dan besi.

Popularitas Daulah Bani Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun
al-Rasyid dan putranya al-Makmun. Ketika mendirikan sebuah akademi pertama di
lengkapi pula dengan lembaga untuk penerjemahan. Adapun kemajuan yang dapat
dicapai adalah sebagai berikut :

1. Lembaga dan kegiatan ilmu pengetahuan


Sebelum dinasti Bani Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara
pada masjid. Masjid dijadikan center of education. Pada dinasti Bani Abbasiyah
inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam
ma’had. Lembaga ini kita kenal ada dua tingkatan, yaitu :

a. Maktab/kuttab dan masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat


anak-anak remaja belajar dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis
serta anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.

b. Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam Islam pergi


ke luar daerah atau ke masjid-masjid, bahkan ke rumah gurunya. Pada
tahap berikutnya, mulailah dibuka madrasah-madrasah yang dipelopori
Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456-485 H. Lembaga
inilah yang kemudian berkembang pada masa dinasti Bani Abbasiyah.

38
2. Corak gerakan keilmuan
Gerakan keilmuan pada dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik, kajian
keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu
kedokteran, di samping kajian yang bersifat pada al-Qur’an dan al-Hadits,
sedang astronomi, mantiq dan sastra baru dikembangkan dengan penerjemahan
dari Yunani.

3. Kemajuan dalam bidang agama


Pada masa dinasti Bani Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai
berkembang, terutama dua metode, yaitu tafsir bil al-ma’tsur (interpretasi
tradisional dengan mengambil interpretasi dari nabi dan para sahabat), dan tafsir
bil al-ra’yi (metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan
pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat).
Dalam bidang hadits, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan,
pembukuan dari catatan dan hafalan dari para sahabat. Pada zaman ini juga
mulai diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis.
Dalam bidang fiqh, pada masa ini lahir fuqaha legendaris, seperti Imam
Hanifah (700-767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M)
dan Imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M).
Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab
yang semakin dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh.

4. Ilmu pengetahuan sains dan teknologi


Kemajuan tersebut antara lain:

a. Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind, kemudian


diterjemahkan Muhammad ibn Ibrahim al-Farazi (77 M). Di samping itu,
masih ada ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali ibn Isa al-Asturlabi, al-
Farghani, al-Battani, Umar al-Khayyam dan al-Tusi.

b. Kedokteran, dokter pertama yang terkenal adalah Ali ibn Rabban al-
Tabari. Tokoh lainnya al-Razi, al-Farabi dan Ibnu Sina.

c. Kimia, tokohnya adalah Jabir ibn Hayyan (721-815 M). Tokoh lainnya
al-Razi, al-Tuqrai yang hidup di abad ke-12 M.

39
d. Sejarah dan geografi, tokohnya Ahmad ibn al-Yakubi, Abu Ja’far
Muhammad bin Ja’far bin Jarir al-Tabari. Kemudian ahli ilmu bumi yang
terkenal adalah Ibnu Khurdazabah (820-913 M).

5. Perkembangan politik, ekonomi dan administrasi


Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah periode I, kebijakan-kebijakan politik
yang dikembangkan antara lain:

a. Memindahkan ibu kota negara dari Damaskus ke Baghdad


b. Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c. Merangkul orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri,
Abbasiyah memberi peluang dan kesempatan besar kepada kaum
Mawali.
d. Menumpas pemnberontakan-pemberontakan
e. Menghapus politik kasta
f. Para khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima,
gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan
Mawali.
g. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan
mulia
h. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
i. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan
tugasnya dalam pemerintah (Hasjmy, 1993: 213-214).
Selain kemajuan di atas, pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, pertumbuhan
ekonomi dapat dikatakan maju dan menunjukkan angka vertikal. Devisa negara penuh
dan melimpah ruah. Khalifah al-Mansur merupakan tokoh ekonomi Abbasiyah yang
mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam ekonomi dan keuangan negara. Di
sektor perdaganganpun merupakan yang terbesar di dunia saat itu dan Baghdad sebagai
kota pusat perdagangan.

2.4.2Faktor-faktor Pendukung Masa Keemasan

Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi masa keemasan Bani Abbasiyah,
khususnya dalam bidang bahasa, adalah:

1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih
dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Asimilasi

40
berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa itu memberi saham-saham
tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase.

a) Fase pertama, pada masa khalifah al-Mansur hingga Harun al-Rasyid.


Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam
bidang astronomi dan mantiq.
b) Fase kedua, berlangsung mulai khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H.
c) Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya
pembuatan kertas. Bidang-bidang yang diterjemahkan semakin luas.

Dengan gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Akan tetapi, secara garis
besar ada dua faktor penyebab tumbuh dan kejayaan Bani Abbasiyah, yaitu:

1. Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam ajaran Islam yang mampu
memberikan motivasi bagi para pemeluk untuk mengembangkan peradabannya.
2. Faktor eksternal, ada 4 pengaruh, yaitu:

 Semangat Islam
 Perkembangan organisasi negara
 Perkembangan ilmu pengetahuan
 Perluasan daerah Islam.

Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya khilafah Bani


Abbasiyah adalah karena mereka berhasil menyadarkan kaum muslimin pada
umumnya, bahwa Bani Abbas adalah keluarga yang dekat kepada Nabi dan bahwasanya
mereka akan mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah Rasul serta menegakkan syariat
Islam

Lahirnya tokoh-tokoh Intelektual Muslim


Pada masa daulah Bani Abbasiyah, telah banyak tokoh-tokoh intelektual muslim yang
berhasil menemukan berbagai bidang ilmu pengetahuan, antara lain yaitu :
1. Filsafat

41
Setelah kitab-kitab filsafat Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, kaum
muslimin sibuk mempelajari ilmu filsafat, sehingga lahir filosof dunia yang
terkenal, yaitu :

a) Abu Ishak al-Hindy (karyanya lebih dari 231 judul)


b) Abu Nashr al-Faroby (karyanya sebanyak 12 buah)
c) Ibnu Sina (karyanya al-Qanun fil al-Thib)
d) Ibnu Bajah
e) Ibnu Thufnil
f) Al-Ghazali (terkenal dengan karyanya Ihya’ Ulumuddin)
g) Ibn Rusyd (terkenal dengan Averoes di wilayah barat).

2. Kedokteran
Daulah Bani Abbasiyah telah melahirkan banyak dokter kenamaan, yaitu:

a) Abu Zakaria Yuhana ibn Masawih


b) Sabur ibn Sahal
c) Abu Zakaria al-Razi (tokoh pertama yang membedakan cacar dengan
measles)
d) Ibnu Sina

3. Matematika
Di antara ahli matematika Islam terkenal adalah beliau pengarang kitab Al-
Gebra (al-Jabar), ahli matematika yang berhasil menemukan angka nol (0).

4. Farmasi dan Kimia


Di masa para ahli farmasi dan kimia pada masa pemerintahan dinasti Bani
Abbasiyah adalah Ibnu Baithar (karyanya yang terkenal adalah al-Mughni).

5. Perbintangan
Tokoh ilmu perbintangan antara lain:
a) Abu Manshur al-Falaky
b) Jabir al-Batany (pencipta teropong bintang)
c) Raihan al-Bairleny
d) Abu Ali al-Hasan ibn al-Hitami (terkenal dengan al-Hazen dalam bidang
optik).

6. Tafsir dan Hadits


Ilmu tafsir yang berkembang pesat adalah tafsir al-Ma’tsur dan al-Ra’yi di
antara tokoh-tokohnya adalah :

42
a) Ibnu Jarir al-Thabari (ahli tafsir al-Ma’tsur
b) Ibnu Athiyah al-Andalusy (ahli tafsir al-Ma’tsur)
c) Abu Bakar Asam (ahli tafsir al-Ra’yi)
d) Abu Muslim Muhammad (ahli tafsir al-Ra’yi)
Sedangkan tokoh ilmu hadits yang terkenal antara lain :

a) Imam Bukhari
b) Imam Muslim
c) Ibnu Majah
d) Abu Dawud
e) Al-Nasa’i

7. Kalam dan Bahasa


Perdebatan para ahli mengenai dosa, pahala, surga, dan neraka serta
pembicaraan mereka mengenai ilmu ketuhanan atau tauhid menghasilkan ilmu,
yaitu ilmu tauhid dan ilmu kalam. Para pelopornya adalah Jaham ibnu Shafwan,
Wasil bin Atha’. Sedangkan ilmu bahasa yang berkembang pada waktu itu
adalah nahwu, bayan, badi’ dan arudl. Di antara ilmuwan bahasa yang terkenal,
adalah:

a. Imam Sibawih (karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman)


b. Al-Kasai
c. Abu Zakaria al-Farra (kitab nahwunya terdiri dari 6.000 halaman)

2.5 Perkembangan Ilmu Pada Zaman Bani Abas

Sejarah telah membuktikan, bahwa kedaulatan kaum muslimin sampai ke puncak


kemulyaan, baik kekayaan, kemajuan ataupun kekuasaan pada masa daulah Abbasiyah.
Kekuasaan daulah Abbasiyah sebagai bentuk lanjut dari kekuasaan daulah Umaiyah.
Dinamakan daulah Abbasiyah sebab para pendiri dan penguasa daulah ini adalah
keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad saw.
Daulah Abbasiyah sebagai penerus Bani Hasyim memulai tampuk kekhalifahan
pemerintahan Islam pada tahun 132 H/750 M setelah berhasil menggulingkan daulah
Bani Umaiyah. Daulah Abbasiyah berkuasa selama lima abad dari tahun 132-656 H.
Dinasti Abbasiyah dirintis oleh tiga cucu dari Abdullah bin Abbas Yaitu : Ibrahim al
Imam, Abu al Abbas al Saffah dan Abu Ja’far al Mansur. Harun Nasution lebih lanjut

43
menegaskan, sesungguhnya Abu a Abbaslah (750-754 M) yang mendirikan daulah
Abbasiyah tetapi pembina sebenarnya adalah Abu Ja’far al Mansur (754-774
M). Sedangkan Nouruzzaman Shiddiqi mengemukakan bahwa pendiri daulah ini jika
dilihat dari awal didirikannya ialah Abu al Abbas al Saffah (750-754 M), namun pendiri
yang sesungguhnya adalah Abu Ja’far al Mansur (754-775 M).
Dari pernyataan diatas walaupun berbeda dari segi peristilahan, penulis memandang ada
kesamaan pendapat namun istilah “pendiri” lebih konsisten daripada pembina, sebab
pernyataan awal menggunakan istilah “mendirikan”.Selanjutnya dalam mengkaji
sejarah perlu disebutkan periode-periode daulh Abbasiyah. Para sejarawan biasanya
membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode, pembagian ini
didasarkan pada perubahan pola pemerintahan dan politik.
1. Periode pertama (750-847 M) disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode kedua (847-945 M) disebut masa pengaruh Turki pertama.
3. Periode ketiga (945-1055 M), masa kekuasaan Dinasti Buwaihi dalam
pemerintahan Khilafah Abbasiyah, periode ini disebut juga masa pengaruh Persia
kedua.
4. Periode keempat (1055-1194 M) masa kekhalifahan Dinasti Seljuk dalam
pemerintahan Khilafah Abbasiyah biasanya disebut juga dengan masa Turki kedua.
5. Periode kelima (1194-1258 M) masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain
tetapi kekuasaannya hanya efektif di kota Bagdad.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya.
Dalam bidang politik jelas kelihatan dengan adanya peralihan kekuasaan dari Bani
Umaya kepada Bani Hasyim yang mendapat sokongan dari non-Arab muslim. Dalam
bidang ekonomi nampak adanya intensifikasi penarikan pajak dan peningkatan
hubungan-hubungan perdagangan serta mendorong usaha-usaha kerajinan rakyat.
Dalam bidang kebudayaan ditandai dengan munculnya intelektual-intelektual muslim
dalam mengembangkan dan menemukan ilmu-ilmu pengetahuan baru.
Pada Masa puncak keemasan inilah sarjana-sarjana Islam telah menunjukkan suatu
reputasi yang mengagumkan bukan saja bagi dunia Islam tetapi juga bagi umat
manusia. Hal ini terwujud karena adanya dukungan dari penguasa Abbasiyah, pada
zaman Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al Ma’mun (813-833 M) masa
kekuasaan mereka, lembaga pendidikan dan penelitian dikelola dengan baik.
Daulah ini mencapai usia lebih dari 500 tahun terhitung sejak munculnya khalifah yang
pertama Abu al Abbas 750 M sampai dengan terbunuhnya khalifah terakhir al

44
Mu’thasim 1258 M, ketika tentara Mongol berhasil memasuki dan menghancurkan
Ibukota Daulah Abbasiyah.

2.5.1 Perkembangan Pendidikan Pada Masa Abbasiyah

Pada awal kekuasaan Abbasiyah wilayah Islam sudah mencapai lautan Atlantik di
wilayah barat, sedang di timur berbatasan denagan negeri Cina, Asia tengah di utara,
serta Afrika tengah di bagian selatan. Bangsa-bangsa di negeri yang luas ini tunduk di
bawah kekuasaan Islam, semua itu memberi sumbangan yang tak ternilai terhadap
terbentuknya peradaban yang begitu cemerlang. Masa daulah Abbasiyah adalah zaman
meramunya ilmu pengetahuan dalam dunia Islam, tamaddun Islam dalam zaman ini
ditandai dengan perkembangnya ilmu pengetahuan yang begitu pesat. Dimana umat
Islam telah membuat jalan baru bagi kehidupan akal dan kehidupan ilmunya. Adapun
ciri-ciri umum pendidikan Islam pada zaman ini adalah berdirinya sekolah-sekolah dan
munculnya pemikiran-pemikiran pendidikan.Masuknya Ilmu al-Aqliyah sebagai ciri
pertama pendidikan Islam, yang dimaksud adalah ilmu-ilmu filsafat, matematika,
kedokteran, astronomi, kimia dan sebagainya. Masuk dan berkembangnya al-ulum al-
aqliyah adalah karena usaha para sarjana-sarjana muslim yang giat menterjemahkan
manuskrip-manuskrip peninggalan Yunani, Persia, Hindu dan lain-lain dalam segala
macam ilmu pengetahuan, kemudian dengan bahan-bahan ini sarjana-sarjana Islam
meningkatkan pemikirannya untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru yang
orisinil dalam bidang falsafah, kedokteran, astronomi, kimia dan lain-lain. Untuk
menggalakkan usaha penerjemahan itu didirikan Perguruan Tinggi Bahasa (Yunani,
Persia, India) dan sebuah dewan penerjemahan yang dinamakan Bait al-Hikmah yang
dipimpin oleh Hunain Bin Ishaq (w. 873 M).
Disamping kemajuan-kemajuan yang tersebut belakangan ini, ilmu-ilmu naqli juga
mengalami masa kemajuannya, sehingga dalam membicarakan perkembangan
pendidikan dan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah ini, tidak dapat terlepas dari
uraian yang bertalian dengan al ulum al aqliyah. Maka pada masa ini penulis-penulis
Islam telah membedakan ilmu-ilmu ini ke dalam dua macam ilmu, yaitu al ulum al
Aqliyah dan al Ulum al Naqliyah.Dalam lapangan kedokteran kita dapat melihat
sarjana-sarjana muslim telah mampu menunjukkan kemajuan-kemajuan yang pesat.
Ditandai dengan adanya penemuan obat-obatan, apotik-apotik mulai didirikan dan

45
sekolah-sekolah farmasi dibangun untuk mendidik ahli farmakologi pertama dalam
Islam. Beberapa risalah mengenai farmakologi mulai disusun oleh seorang sarjana
muslim terkenal Djabir ibn Hayyan 776M. pada permulaan pemerintahan al Ma’mun
dan al Mu’thasim ditentukan bahwa untuk menjadi ahli farmasi harus sudah lulus dari
ujian-ujian yang diadakan untuk itu, demikian pula untuk menjadi dokter. Para khalifah
Abbasiyah mengatur pendidikan kedokteran dengan mewajibkan para mahasiswa
setrelah mendapatkan teori dan praktek untuk menulis karya ilmiah sebagai syarat
untuk mendapat ijazah dan izin untuk membuka praktek.Minat besar dari sarjana-
sarjana muslim untuk mengembangkan ilmu pengetahuan ini sesuai dengan ajaran-
ajaran islam, sehingga pada waktu itu apa yang disebut al hakim bukan saja ahli dalam
bidang agama tspi juga menguasai ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.Menurut analisa
penulis, dari fakta-fakta sejarah ini, merupakan bukti bagaimana besarnya minat orang-
orang islam untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dari segi kesehatan. Hal ini
dapat kita buktikan dengan hasil usaha Sinan bin Tsabit yang berhasil meningkatkan
pengetahuan kedokteran serta pengaturan administrasi rumah sakit di Bagdad serta
dibangunnya rumah sakit khusus wanita. Dan dari beberapa rumah sakit dilengkapi
dengan perpustakaan kedokteran, dan hal ini merupakan salah satu faktor penunjang
berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa ini.
Adapun bidang astronomi bertambah maju sesudah mendapat bahan-bahan
tambahan dari naskah-naskah yang berasal dari India, Yunani, Persia dan Caldea.
Meskipun sebelumnya umat islam menaruh perhatian terhadap benda-benda angkasa,
namun baru dalam batas-batas untuk membangkitkan rasa iman atau hal-hal tertentu,
akan tetapi penyelidikan ilmiah baru terjadi pada masa Abbasiyah karena adanya
dorongan yang kuat untuk menentukan arah kiblat yang tepat dan jelas. Khalifah yang
mula-mula sekali memberikan dorongan dalam bidang ini adalah Ja’far al Mansur
karena dialah yang mula-mula sekali memerintahkan Muhammad al Fazari untuk
menerjemahkan Siddhanta suatu risalah yang berasal dari India.Dalam bidang filsafat,
bermula dari masuknya pemikiran-pemikiran Yunani yang dimodifikasikan dengan
pikiran-pikiran bangsa Timur Tengah dan bangsa-bangsa Timur lainnya serta
disesuaikan dengan prinsip-prinsip Islam. Nama-nama yang sangat menonjol dalam
bidang ini ialah al Kindi (Arab), al Farabi (Turki) dan Ibn Sina (Persia). Tiga orang ini
menjalin sebuah mata rantai dalam pengkajian filsafat, al kindi berperan sebagai peletak
dasar pengharmonisan antyara filsafat Yunani dengan Islam, al Farabi melanjutkannya
dan Ibn Sina memfinalkannya.Setelah buku-buku filsafat Yunani diterjemahkan ke

46
dalam bahasa Arab pada zaman khalifah Harun al Rasyid dan khalifah al Ma’mun,
barulahkaum muslimin sibuk mempelajari ilmu filsafat, bahkan menafsirkan dan
mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan ajaran Islam, sehingga lahirlah
para filosof ilmu yang kemudian menjadi pakar dan ahli di bidang filsafat.Ciri kedua
pendidikan Islam masa Abbasiyah ialah berdirinya sekolah-sekolah.Lembaga-lembaga
pendidikan, sebelum zaman daulah Abbasiyah, dalm dunia Islam belum didirikannya
gedung belajar tersendiri, mesjidlah yang merupakan tempat belajar, mesjid merupakan
pusat belajar, baik untuk pendidikan rendah, menengah hingga pendidikan
tinggi.Masjid merupakan sekolah-sekolah utama yang mepelajari al-qur’an, al hadist,
fiqh. Bermacam-macam ilmu pengetahuan dipelajari pada masa Abbasiyah I, sedangkan
masjid merupakan pusat penting bagi gerakan ilmu pengetahuan.Sebagai contoh nyata
adalah masjid Basrah yang berfungsi sebagai lembaga ilmu pengetahuan yang
didalamnya ada halaqah al-jadl, khalaqah fiqh, khalaqah at-tafsir qa al hadist dan lain-
lain. Munculnya berbagai khalaqah ini, menurut hemat penulis merupakan suatu
indikasi terhadap maju pesatnya ilmu pengetahuan serta kemauan kaum muslimin untuk
mengembangkan diri melalui ilmu pengetahuan ini, sedang sekolah sebagai lembaga
formal pendidikan belum ada pada zaman ini.Sekolah-sekolah dan Universitas-
universitasmempunyai pengaruh dalam membentuk pola kehidupan kaum muslimin.
Berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lebaga pendidikan ini
menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai aspek budaya kaum muslimin.
Pusat pendidikan tinggi yang sekaligus berfungsi sebagai perpustakaan yang terkenal di
Bagdad adalah Bait al Hikmah. Lembaga ini menggabungkan perpustakaan sanggar
sastra, lingkaran studi yang semuanya di bawah pengawasan Khalifah. Bait al Hikmah
ini menjadi pusat pusat penerjemahan umat Islam. Di lembaga ini pula al kindi
mendirikan sekolah berbahasa Arab yang mengajarkan filsafat peripatetik[12] yang
kemudian dikembangkan oleh al Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.Munculnya sekolah-
sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dalam dunia Islam adalah merupakan
pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang telah berlangsung di
masjid-masjid dan berkembang luasnya ilmu pengetahuan baik pengetahuan agama
maupun pengetahuan umum, maka semakin banyak diperlukan halaqah-halaqah yang
keseluruhannya tidak mungkin di tampung di masjid..serta hubungannya dengan usaha
mempertahankan dan mengembangkan aliran keagamaan dari pembesar negara yang
bersangkutan.Ciri ketiga pendidikan Islam adalah munculnya pemikran-pemikiran
pendidikan.Diantara ciri terpenting, pendidikan Islam pada periode ini adalah

47
terlibatnya ulama-ulama Islam menulis tentang bahasan pendidikan dan pengajaran
secara luas sebagai wujud perhatian mereka dalam pendidikan. Sebagai contoh
Burhanuddin az Zarnuji yang wafat tahun 591 H, telah menulis buku Ta’lim al
Muta’allim Tariq al ta’lim.Sebagaimana pembahasan awal bahwa, berkembangnya
pendidikan dan ilmu pengetahuan Islam masa daulah Abbasiyah tidak bisa lepas dari
kebijakan para Khalifah serta sistem pemerintahan yang meliputi berbagai bidang
kehidupan. Menurut Ali Murtopo perkembangan kebudayaan mempunyai unsur utama
yaitu sistem pengetahuan, sistem teknologi, sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan,
sistem bahasa, dan sistem religi. Diantara hal-hal yang mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa Abbasiyah antara lain:
1.Daulah Abbasiyah selalu berusaha untuk menciptakan suatu kehidupan yang harmonis
antara orang-orang Arab dan non Arab.
2.Terjaminnya stabilitas keamanan.
3.Pembangunan dan penataan sarana pendidikan, dengan tersedianya al Kuttab, masjid
serta al maktabah sebagai akademi dan balai penerjemahan.
4.Menggalakkan penerjemahan ilmu pengetahuan.
5.Penataan dan pembangunan bidang ekonomi.
6.Menjunjung tinggi Ulama’ dan ilmu pengetahuan.
Selain beberpa faktor yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa faktor
yang menurut hemat penulis merupakan faktor yang esensial, faktor tersebut ialah,
terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas,
bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara
efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberikan saham tertentu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Persia misalnya, sangat kuat di bidang
pemerintahan serta banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra.
Sedang India memberi pengaruh dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan
astronomi, sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam
banyak bidang ilmu, terutama filsafat.Faktor lain, gerakan terjemahan yang berlangsung
dalam tiga fase. Fase pertama pada masa khalifah al Mansur hingga Harun al Rasyid.
Pada fase ini banyakditerjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq.
Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al ma’mun hingga tahun 300 h. buku-buku
yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga
berlangsung dalam tahun 300 h, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Pada fase

48
ini bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
Pada masa abbasiyah ini, karakteristik yang menonjol yang menandai bidang
pendidikan antara lain adalah :
1. Masuknya ilmu-ilmu rasional
2. Munculnya lembaga pendidikan madrasah
3. Lahirnya pemikiran-pemikiran yang terpisah dengan pemikiran-pemikiran dibidang
yang lain (Mursy, 1977:86-90)
Pada masa awal abassiyah pemikiran pendidikan masih bercampur dengan dengan
pemikiran lain. Seperti masa awal abbasiyah ditandai dengan munculnya sejumlah
ulama pendiri mazhab fiqih (Abu Hanifah, Malik Bin Anas, Al-Syafi’i, dan Ahmad Bin
Hanbal), ulama-ulama hadis, seperti Bukhari dan Muslim, serta ulama tafsir dan
sejarawan terkenal, seperti Al-Thabari (w. 310/923). Selain mereka, ada lagi sesorang
sastrawan besar berkebangsaan Arab, Al-Jahiz (160/775-225/875), diantaranya yang
paling terkenal adalah al-bayan wa al-tabyin, al-hayawan,al-bukhala, al-tajfi akhlaq
al-muluk, dan risalat al muallimin.sebagaimana dikutip oleh Abd Al-Ghani Abud,
bahwa buku karangan Al-Jajiz merupakan ensiklopedia yang mencangkup berbagai
jenis ilmu pengetahuan dalam berbagai tinjauan. Dalam pandangannya, sebagai
individu perlu dididik perasaan dan akhlaknya sehingga pada akhirnya terbentuk suatu
masyarakat yang utama, mengaitkan tujuan pendidikan yang bersifat individual dengan
tujuan yag bersifat sosial kemasyarakatan. Pertemuan antarapikiran, islam arab dengan
pemikiran yunani, persia, dan india pada gilirannya melahirkan berbagai mazhab
pemikiran. Salah satu diantaranya adalah mazhab mu’tazilah yang mulai muncul pada
masa umayyah dan terus bertahan hingga abbasiyah. Mazhab pemikiran yang lain
adalah kelompok ikhwan Al-Shafa yang merupakan gerakan syiah rahasia yang muncul
pada masa abbasiyah sekitar pertengahan abad ke 4 hijriah di Baghdad. Diantara
anggota kelompok ini yang diketahui namanya adalah Al-Maqdisi, Ali ibn Harun Al-
Zanjani, Abu Ahmad Al-Mahrajani, Al-Qufi, dan Zaid bin Riffah. Mereka mengadakan
pertemuan-pertemuan rahasia dan membahas filsafat dari segala segi dan cabangnya.
Pemikiran-pemikiran ikhwan Al-Shafa terhimpun dalam 52 risalah yang membahas
matematika, logika, psikologi, ilmu alam, dan metafisika, asawuf, sihir, astrologi, dll.
Pemikirannya cenderung rasionalis. Tujuan nya pendidikan harus bisa memenuhi
memnuhi tujuan individual dan sosial dengan catatan tujuan yang bersifat sosial harus
ditempatkan pada posisi yang pertama daripada tujuan pendidikan yang bersifat
cara:individual. Mengenai cara perolehan ilmu pengetahuan, ihkwan Al-Shafa

49
membaginya dalam 3 cara :
1. Melalui pancaindra yang akan diperoleh hal-hal yang konkret
2. Dengan mendengarkan berita
3. Melalui tulisan dan membaca, dengan kemampuan ini bisa memahami makna
kata, ucpan, dan bahasa.

Selanjutnya pengetahuan itu bersifat muktasabah, artinya hanya diupayakan untuk


mendapatkannya, bukan bersifat fitriyah atau dengan sendirinya. Diantara filsuf muslim
yang juga ikut erbicara tentang pendidikan adalah Ibn Sina. Dalam risalah siasah
banyak berbicara tentang pendidikan anak. Menurutnya, materi pertama yang harus
diajarkan kepada seorang anak adalah Al-Qur’an, kecintaan kepada ilmu, bahasa, dll.
Satu lagi filsuf muslim yang berbicara tentang pendidikan yaitu Ibn Miskawaih. Dalam
bukunya Tahdzib Al-Akhlaq wa Tathir al-A’raq.Beliau berbicara tentang psikologi dan
pendidikan dalam pandangan beliau sebelum melakukan kegiatan mendidik kita perlu
mengetahui karakteristik, watak individu peserta didik, sehingga kita bisa
menyesuaikannya. Ketika berbicara tentang psikologi ian mengtakan bahwa jiwa itu
terdiri 3 kekuatan : 1) Quwwatun Qnathiqah atau Quwwatun Malakiyah. Merupakan
fungsi jiwa tertinggi. Suatu kekuatan atau daya berfikir yang mampu melihat hubungan
antarfakta. Alat yang digunakan adalah otak. 2) Quwwatun ghadhabiyah (daya marah),
keberanian menhadapi resiko, ambisi pada kekuasaan, kedudukan, dan kehormatan.
Kekuatan ini disebut juga Quwwatun subu’iyah. Alat yang digunakan adalah hati. 3)
Quwwatun Bahamiyah (daya nafsu atau hewani) yaitu dorongan makan,seksual, dan
segala macam kenikmatan indriawi. Alat yang digunakan adalah perut. Tujuan
pendidikan dalam pandangan Ibn Miskawaih adalah terwujudnya pribadi yang susila
atau berbudi yang mulia. Fungsi pendidikan menurutnya antara lain harus
memanusiakan manusia agar tidak jatuh pada derajat hewani, sebagai wadah sosialisasi
individu dan menanamkan masa lalu. Adapun materi kurikulum yang diajarkan dalam
proses pendidikan adalah ilmu-ilmu yang berfungsi mengembangkan kekuatan nathiqah
kearah yang optimal. Ini berarti ilmu-ilmu rasional yang membutuhkan olah pikir, baru
ilmu-ilmu yang lain. Mengenai metode pendidikan ia cenderung menganut prinsip
gradasi. Artinya, dilakukan secara bertahap dari hal yang konkret ke yang abstrak, dari
yang mudah ke yang sulit. Karya Ibn Sahnun yang terkenal dalam bidang pendidikan
adalah Adab Al-Mu’allimun yang baru diterbitkan di rumisia pada tahun 1929.
Karyanya dianggap karya pertama dibidang pendidikan yang ditulis secara terpisah dari
pemikiran bidang lainnya. Pada dasarnya karyanya berbicara tentang kode etik bagi

50
seorang guru yang harus ditaati. Pemikiran-pemikirannya selalu mencari dasar
legitimasi di dalam Al-Qur’an, sunah, maupun anikdot-anikdot yang ada. Secra singkat
dapat dikatakan buku itu berisi antara lain dengan keutamaan belajar Al-Qur’an, sikap
adil terhadap anak didik, hukuman dan gajaran yang pendidikan, kegiatan mengisi
liburan sekolah, gaji guru, kewajiban dan larangan seorang guru hubungannnya denga
siswa, dll. Penerus pendidikan Ibn Sahnun adalah Al-Qabisi yang hidup kira-kira satu
abad setelah Ibn Sahnun. Bukunya berbicara tentang pendidikan adalah al-Mufassalah li
Ahwal al-muta’alim wa al-Muta’allimin. Dalam bukunya ini ia sangat dipengaruhi oleh
pemikiran Ibn Sahnun bahkan ia sering kali mengutip tulisan Ibn Sahnun kata perkata.
Ia berbicaratentang pendidikan anak yang mencangkup tujuan kurokulu, metode
pengajaran, pembagian atau menempatan kelas, dan hal-hal yang khusus bagi seorang
guru. Dalam bagian pertama ketika ia berbicara tentang keutamaan belajar mengajar Al-
Qur’an inilah “menjiplak” pemikiran Ibn Sahnun. Tujuan pendidikan anak menurtunya
adlah memberikan pengetahuan agam, baik ilmu-ilmu agama maupun praktik-praktik
keagamaan. Disini pengajaran al-qur’an menjadi tujuan penting dalam pendidikan anak.
Mengenal ketentuan untuk mendidik anak, Al-Qabisi menghukuminya dengan “wajib”
menurut syara. Al-Qabisi juga berbicara tentang pendidikan wanita dipandangnya
sebagi hal yang wajib. Alasan yang dikemukakannya dalah bahwa taklif agama itu
diberlakukan kepada anak laki-laki dan anak perempuan. Oleh karena itu, anak wanita
juga berhak mendapatkan pendidikan. Hanya saja ia melarang dikumpulkannya anak
wanita dan laki-laki dalam satu kelas. Mengenai kurikulum atau materi pelajarannya, ia
sangat menekankan pada ilmi-ilmu agam. Hal ini didasarka pada tujuan pendidikan
yang dikemukakanya, yakni tujuan yang bersifat keagmaan. Kemudian yang pertama
perlu diajarkan kepada siswa adalah menghafal al-qur’an, membacanya,
menuliskannya, dan tajwidnya. Adapun pelajaran ilmu hitung dan materi-materi lain
dalam pandangannya tidaklah menjadi syarat wajib. Hal ini tidak berbeda dengan
pendapat Ibn Sahnun baginya, agama merupakan sumber akhlak atau moral. Oleh
karena itu agama menjadi dasar pendidikan moral dalam islam dan pendidikan harus
berorientasi pada pembentukam moral yang baik. Mengenai kewajiban guru ia
mengatakan, guru hendaknya bisa e,bawa anak didik pada kebiasaan yang baik dan
menjauhkannya pada kebiasaan buruk. Salah satu sifat baik adalah ketaatan, bukan saja
taat kepada guru, melainkan taat kepada allah dan rosul-Nya. Seorang guru juga harus
bersikap sayang dan lembut kepada siswanya. Hubungan guru siswa ibarat hubungan
antara seorang bapak dan anak-anaknya. Meskipun hukuman itu dibolehkan dalam

51
pendidikan, hukuman ituharus bersifat edukatif. Untuk itu Al-Qabisi mensyaratkan
pelaksanaan hukuman pendidikan sebagai berikut :
1. seorang guru tidak boleh memukul anak didik kecuali dia berbuat salah
2. hukuman itu sesuai dengan tingkatan kesalahan yang diperbuat anak
3. pemukulan itu hanya diperbolehan satusampai tiga kali
4. dalam pelaksanaan hukuman, seorang guru melakukan seorang diri tidak boleh
mewakilkannya kepada slah satu anak lain
5. pemukulan hendaknya di kaki, dan hindari untuk memukul muka, kepala, dan
anggota badan yang peka alainnya.
Ia juga berbicara tentang jadwal kegiatan ngajar mengajar. Kemudian yang menarik
untuk dicatat disini adalah bahwa ia melarang untuk mengajari anak-anak non muslm di
kutab-kutab. Ia juga melarang anak-anak muslim untuk beljar di sekolah-sekolah
nasrani. Lagi-lagi pendapat ini dekemukakan oleh Ibn Sahnun. Pokok-pokok pemikiran
Al-Ghazali terdapat dalam bukunya Ihya Ulum al-Din dan Ayyuha al-Walad. Kedua
bukunya ditulis setelah dia melewati perjalanan panjang intelektualnya. Kunci pokok
pemikiran Al-Ghazali dapat ditemukan pada pernyataan tentang hakikat pendidikan,
yakni mengedepankan kesucian jiwa dari akhlak yang hina dan sifat-sifat tercela,
karena ilmu merupakan ibadahnya hati, sholat yang bersifat rahasia, dan sarana
pendekatan pendekatan batin kepada allah. Konsep pendidikan yang dikembangkan
mencangkup lima aspek, yaitu pendidikan jasmaniah, aspek pendidikan akhlak, aspek
pendidikan akal, dan aspek pendidikan sosial, yang kesemuanya sudah harus
ditanamkan pada anak usia sedini mungkin. Pokok-pokok pemikiran pendidikan
diklasifikasikan ke dalam tiga hal, yaitu penjelasan tentang keutamaan ilmu,
termasukupaya memperolehnya, penggolongan ilmu pengetahuan, kewajiban-
kewajiban pokok bagi seorang guru dan anak didik. Tujuan pendidikannya adalah
mendekatkan diri kepada allah, bukan untuk mencari kedudukan, kemegahan, dan
kegagahan. Sedangkan tujuan akhlak moral adalah mencintai allah dan mencintai
pertemuan dengan-Nya, serta menjauhi diri dari duniawi. Meskipun demikian namun
Al-Ghazali tidak menolak tujuan pendidikan yang bersifat duniawi dan intelektual,
karna ia ia berbicara tentang ilmu yang bermanfaat bagi manusia di dunia seperti ilmu
kedokteran, matematika, dan keterampilan. Ia juga berbicara tentang ilmu yang
bermanfaat bagi perkembangan intelektual danperadaban seperti ilmu syair, sejarah, dan
politik. Bagi nya ilmu adalah manifestasi dari ketaatan, sedangkan ibadah harus tunduk
pada syara. Menurut Al-Tibawi pemikiran pendidikan Al-Ghazali paling baik,

52
sistematis, dan komperhensif dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain, karena ia
adalah seorang guru besar yang juga sekaligus pemikir besar yang telah di mendominasi
atmosfer pemikiran pendidikan selama berabad-abad semenjak kematiannya. Salah
seorang yang terpengaruh oleh pemikiran Al-Ghazali adalah Al-Zarnuji yang hidup
sekitar satu abad setelah Al-Ghazali. Bukunya yang berjudul Ta’lim al-Muta’alim
hampir merupakan kumpulan ide-ide pendidikan yang telah ada sebelumnya, terutama
ide-ide pendidikan yang bercorak konservatif-religius-sufistik dengan Al-Ghazali
sebagai main figur Nya. Salah satu yang mencolok adalah uraian-uraian yang kadang
dicamprkan dengan hal-hal yang tidak mempunyai dasar ilmiah. Salah satunya adalah
pernyataan tentang hal-hal yang menghambat rezeki adalah menyapu rumah di malam
hari, mambakar kulit bawang, bersisir dengan sisir patah, dll. Kemudian sikapnya yang
meremehkan ilmu-ilmu hikmah, filsafat, dan ilmu alam merupakankecendrungan ulam
sunnipada saat itu. Adapun mengenai tujuan, metode belajar, metode pengajaran,
klasifikasi ilmu pengetahuan, syarat-syarat seorang guru, dll tidak banyak berbeda
dengan pemikir-pemikir sebelumnya. Hanya saja, ia terlalu berlebihan ketika berbicara
tentang penghormatan guru yang lebih terkesan seolah-olah guru merupakan pemegang
otoritas mutlak dalam proses pendidikan dan tentunya ini kurang sesuai denga teori
pendidikan modern yag menempatkan anak didik “subjek didik” bukan semata-mata
“objek didik”.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada masa Rasulullah saw. Ilmu pengetahuan belum begitu pesat seperti pada
masa sekarang. Ketika itu, umat Islam masih terfokus pada penyebaran Islam. Al Quran
dan Hadis Nabi menjadi pedoman hidup umat Islam pada waktu itu. Ilmu pengetahuan

53
langsung bersumber dari Rasulullah melalui wahyu dari Malaikat Jibril. Nabi
Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama surat Al-Alaq 1-5.
Peradaban Pada Masa Khalifah Abu Bakar. Nama lengkapnya adalah (Abdullah
bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin Mas’ud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin
Lu’ay bin Ghalib bin Fihr al Taimi al Quraisy) silsilahnya dengan Nabi bertemu dengan
Murrah bin Ka’ab. Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika
Islam mulai didakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang
dibawa oleh Muhammad SAW. Ia juga tidak segan-segan menumpahkan segenap jiwa
dan harta bendanya untuk Islam.
Pada awal kekuasaan Abbasiyah wilayah Islam sudah mencapai lautan Atlantik
di wilayah barat, sedang di timur berbatasan denagan negeri Cina, Asia tengah di utara,
serta Afrika tengah di bagian selatan. Bangsa-bangsa di negeri yang luas ini tunduk di
bawah kekuasaan Islam, semua itu memberi sumbangan yang tak ternilai terhadap
terbentuknya peradaban yang begitu cemerlang. Masa daulah Abbasiyah adalah zaman
meramunya ilmu pengetahuan dalam dunia Islam, tamaddun Islam dalam zaman ini
ditandai dengan perkembangnya ilmu pengetahuan yang begitu pesat.
Sejarah telah membuktikan, bahwa kedaulatan kaum muslimin sampai ke
puncak kemulyaan, baik kekayaan, kemajuan ataupun kekuasaan pada masa daulah
Abbasiyah. Kekuasaan daulah Abbasiyah sebagai bentuk lanjut dari kekuasaan daulah
Umaiyah. Dinamakan daulah Abbasiyah sebab para pendiri dan penguasa daulah ini
adalah keturunan al Abbas paman. Daulah Abbasiyah sebagai penerus Bani Hasyim
memulai tampuk kekhalifahan pemerintahan Islam pada tahun 132 H/750 M setelah
berhasil menggulingkan daulah Bani Umaiyah.

3.2 Saran
Penulis menyadari makalah ini mungkin masih jauh dari kata sempurna. Akan
tetapi bukan berarti makalah ini tidak berguna. Besar harapan yang terpendam dalam
hati semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsi pada suatu saat terhadap
makalah yang sama. Dan dapat menjadi referensi bagi pembaca serta menambah ilmu
pegetahuan bagi kita semua.

54
DAFTAR PUSTAKA

Arief,Armai, SejarahPertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam


Klasik.Bandung: Penerbit Angkasa,2005.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008
Al-Maududi, Abul A’la, Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 2006.
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Thoha Putra, 2003.

55
Syalaby, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1997.
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Abdullah, Irwan, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010)
Amin, M. Masyhur, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Indonesia Spirit Foundation,
2004)

Chalil, Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, (Jakarta: Gema Insani, 2001)

Karim, M.Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007)

Quthb, Muhammad, Perlukah menulis ulang sejarah Islam, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1995)

Septayuda Purnama, Tata, Khazanah Peradaban Islam, (Solo: PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2011)

CATATAN KAKI

1] Abu dawud, Sunan Abi Dawud II (Mesir: Dar al-Ma'arif, 1978), 329
[2] Ibn al-Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari I (Bairut: Darl al-Ma’arif, 1959), 235.
[3] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari I (Yamamah: Dar ibn Kathir,
1987), 235.
[4] Ibn al-Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari I (Bairut: Darl al-Ma’arif, 1959), 173.
[5] Al-Qur’an (84), al-Inshiqaq: 8.
[6] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari I (Yamamah: Dar ibn Kathir,
1987), 207.
[7] Ibn al-Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari I, (Bairut: Darl al-Ma’arif, 1959), 207.
[8] Ibid. 150.
[9] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, 156.
[10] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari XII (Yamamah: Dar ibn
Kathir, 1987), 58.
[11] Ibid. 167.

56
[12] Abu dawud, Sunan Abi Dawud II, (Mesir: Dar al-Ma'arif, 1978), 560.
[13] Ibid. 560.
[14] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari I, (Yamamah: Dar ibn Kathir,
1987), 431.
[15]kemampuan menangkap dan menulis yang disampaikan oleh pendekte.

57

Anda mungkin juga menyukai