DISKUSI KELOMPOK
Kelompok 1 :
Nadira 11151040000086
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, serta karunianya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ilmiah dalam bentuk
makalah tanpa suatu halangan yang amat berarti hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ns. Dwi Setiowati, S.Kep., M.Kep sebagai dosen penanggung jawab mata kuliah
Keperawatan Gerontik yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah Diskusi Kelompok.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, apabila terdapat kata di dalam makalah ini yang
kurang berkenan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sekali lagi penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran bagi yang membacanya. Penulis sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan laporan dimasa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca.
Jakarta , 25 september 2018
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
PENUTUP .................................................................................................................................................. 33
a) Kesimpulan ..................................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 34
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan
daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.
Prevalensi IU pada perempuan di dunia berkisar antara 10-58%. Menurut Asia Pasific
Continence Advisor Board (APCAB), prevalensi IU pada perempuan Asia adalah 14,6%,
dimana sekitar 5,8% berasal dari Indonesia.1 Survei IU oleh Rumah Sakit Umum Dr.
Soetomo (2008) pada 793 pasien menunjukkan bahwa prevalensi IU pada perempuan 6,79%,
sedangkan pada laki-laki 3,02%. Survei lainnya oleh Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
Cipto Mangunkusumo (2003) pada 179 lansia menunjukkan bahwa angka kejadian IU tipe
stres pada laki-laki 20,5%, sedangkan pada perempuan 32,5%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa prevalensi IU pada perempuan lebih tinggi daripadalaki-laki.
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori
yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Demensia
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain
yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud konsep Lansia ?
2. Apakah yang dimaksud inkontinensia pada Lansia?
3. Apakah pengertian dari Demensia?
4. Bagaimana pemeriksaan pada pasien Demensia?
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep lansia.
2. Mahasiswa dapat mengetahui inkontinensia pada lansia.
3. Mahasiswa dapat mengetahui konsep demensia.
4. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan pada pasien demensia.
5
BAB II
ISI
1. Konsep Lansia
1.1 Definisi Lansia
Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No 13 Tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa usia lanut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun. (Maryam, Siti, dkk. 2008)
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
6
c. Tipe tidak puas
d. Tipe pasrah
e. Tipe bingung
1. Perubahan fisik
a. Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseler
menurun
b. Kardiovaskular
c. Respirasi
d. Persarafan
Saraf panca indera mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress.
Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan
berkurangnya respons motorik dan reflek.
8
e. Muskuloskeletal
f. Gastrointestinal
g. Genitourinaria
h. Vesika Urinaria
i. Vagina
j. Pendengaran
k. Penglihatan
9
l. Endokrin
m. Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambut dalam hidung dan telinga
menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban),
kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh
berlebihan seperti tanduk.
Kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori (daya ingat)
menurun karena proses encoding menurun.
o. Inteligensi
q. Pencapaian
2. Perubahan Psikologis
10
a) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus bergantung pada orang lain
c) Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan
kondisi fisik
d) Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal
atau pergi jauh
f) Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa
g) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk lansia dan memliki
kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang berat dengan yang lebih cocok
3. Perubahan Sosial
a. Peran
b. Keluarga
Kesendirian, kehampaan
c. Teman
Ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan akan meninggal
d. Abuse
e. Ekonomi
11
Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi lansia
f. Rekreasi
g. Agama
Melaksanakan ibadah
h. Panti jompo
12
k. Mintalah nasihatnya dalam peristiwa-peristiwa penting
q. Memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat. (Maryam, Siti, dkk.
2008)
a. Pra lansia
Seseorang yang berusia 45-59 tahun
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih dengan masalah kesehatan
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang masih
dapat menghasilkan barang/ jasa
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Nugroho (2008), lanjut usia
meliputi:
13
a. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
b. Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun
c. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
1. Teori Biologi
a. Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sel
pada lansia dari tubuh dan dibiakkan di laboratrium, lalu diobrservasi, jumlah
sel–sel yang akan membelah, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat
sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem musculoskeletal
dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti
jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem
tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai
kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan
memperbaiki diri (Azizah, 2011)
b. Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia.
Proses kehilangan elastiaitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan
kimia pada komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa
protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh
dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda.
Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang
kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan
bertambahnya usia (Tortora dan Anagnostakos, 1990). Hal ini dapat lebih
mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan
14
elastisitanya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas
dan kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah, 2011).
c. Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh
untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan
kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksink tersebut membuat struktur membran sel
mengalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik (Tortora dan
Anaggnostakos, 1990). Membran sel tersebut merupakan alat untuk
memfasilitas sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga
mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di
dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat
penting bagi proses di atas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut.
Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel
oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan
organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem
tubuh (Azizah, 2011).
d. Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan.
Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem
limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang
berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan
protein pasca tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem
imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat
menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami
perubahan tersebut sebagai se lasing dan menghancurkannya. Perubahan
inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Disisi lain sistem
imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses
menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel
kanker leluasa membelah-belah (Azizah, 2011).
15
e. Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004),
pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah
kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau
beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang
merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.
2. Teori Psikologis
a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya
setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap
terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang
sukses adalah meraka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial
(Azizah, 2011).
b. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity
pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan
dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga
dan hubungan interpersonal (Azizah, 2011).
c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya (Azizah, 2011)
16
c. Sering menyendiri.
d. Kurang melakukan aktivitas fisik/olahraga/kurang gerak.
e. Makan tidak teratur dan kurang minum.
f. Kebiasaan merokok dan meminum minuman keras.
g. Minum obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpa aturan.
h. Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan.
i. Menganggap kehidupan seks tidak diperlukan lagi.
j. Tidak memeriksa kesehatan secara teratur.
2. Perilaku yang baik
a. Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mau menerima keadaan, sabar dan optimis, serta meningkatkan rasa percaya
diri dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan.
c. Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat.
d. Melakukan olahraga ringan setiap hari.
e. Makan dengan porsi sedikit tapi sering, memilih makanan yang sesuai, serta
banyak minum.
f. Berhenti merokok dan meminum minuman keras.
g. Minumlah obat sesuai anjuran dokter/petugas kesehatan.
h. Mengembangkan hobi sesuai kemampuan.
i. Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks.
j. Memeriksa kesehatan secara teratur.
3. Manfaat perilaku yang baik
a. Lebih taqwa dan tenang.
b. Tetap ceria dan mengisi waktu luang.
c. keberadaannya tetapi diakui oleh keluarga dan masyarakat.
d. Kesegaran dan kebugaran tubuh tetap terjaga.
e. Terhindar dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya seperti
jantung, paru-paru, diabetes, kanker, dll.
f. Mengurangi stres dan kecemasan.
g. Hubungan harmonis tetap terpelihara.
h. Gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin.
17
1.9 Penanggulangan masalah terkait proses penuaan alami
Dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi sebagai akibat dari perubahan
yang dialaminya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh lansia sebagai upaya
penyesuaian diri terhadap peruabahan-perubahan tersebut.
18
2. Inkontinensia urin pada lansia
2.1 Definisi
Inkontinensia urin (IU) merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering
dijumpai pada lansia. IU merupakan keluarnya urin tidak disadari dan pada waktu yang
tidak diinginkan (tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlah) yang mengakibatkan
masalah sosial dan higienisitas penderitanya. (Setiati S & Pramantara IDP. 2007)
Prevalensi IU pada perempuan di dunia berkisar antara 10-58%. Menurut Asia
Pasific Continence Advisor Board (APCAB), prevalensi IU pada perempuan Asia adalah
14,6%, dimana sekitar 5,8% berasal dari Indonesia.1 Survei IU oleh Rumah Sakit Umum
Dr. Soetomo (2008) pada 793 pasien menunjukkan bahwa prevalensi IU pada perempuan
6,79%, sedangkan pada laki-laki 3,02%. Survei lainnya oleh Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Cipto Mangunkusumo (2003) pada 179 lansia menunjukkan bahwa angka
kejadian IU tipe stres pada laki-laki 20,5%, sedangkan pada perempuan 32,5%. Hal
tersebut menunjukkan bahwa prevalensi IU pada perempuan lebih tinggi daripadalaki-
laki.
(RijalC&Hakim,2014)
19
Pada keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat isinya yang sudah terlalu
banyak di dalam kandung kemih, pada umumnya akibat otot detrusor kandung
kemitimbulnya pada keadaan yang lemah. Biasanya hal ini bisa dijumpai pada gangguan
saraf akibat dari penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, dan saluran
kencing yang tersumbut. Gejalanya berupa rasanya tidak puas setelah kencing (merasa
urin masih tersisa di dalam kandung kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya
lemah.
d) Inkontinensia urin tipe fungsional
Dapat terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan kognitif sehingga
pasien tidak dapat mencapai ketoilet pada saat yang tepat. Hal ini terjadi pada demensia
berat, gangguan neurologic, gangguan mobilitas dan psikologik (Setiati, 2007; Cameron,
2013).
20
menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina atau otot pintu
saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya Inkontinensia urin.
Faktor risiko yang lain sebagai obesitas atau kegemukan, riwayat operasi
kandungan dan lainnya juga dapat berisiko mengakibatkan Inkontinensia urin. Semakin
lanjut usia seseorang semakin besar kemungkinan dapat mengalami Inkontinensia urin,
karena terjadi pada perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul ini
mengakibatkan seseorang yang tidak dapat menahan air seni. Selain itu adalah kontraksi
(gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih
yang baru terisi sedikit sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Resiko Inkontinensia
urin sangat meningkat pada wanita dengan nilai indeks massa tubuh yang lebih besar
(Setiati dan Pramantara, 2007).
Dengan pembesaran kelenjar prostat pada pria merupakan penyabab yang paling
umum yang terjadinya obstruksi aliran urine dari kandung kemih. Kondisi ini
menyebabkan kejadian inkontinensia urin karena adanya mekanisme overflow. Namun,
inkontinensia ini dapat juga disebabkan oleh karena obstruksi yang berakibat konstipasi
dan juga adanya massa maligna (cancer) dalam pelvis dialami oleh pria atau wanita.
Akibat dari obstruksi, tonus kandung kemih akan menghilang sehingga disebutkan
kandung kemih atonik.
Kandung kemih yang kondisinya penuh gagal berkontraksi, akan tetapi kemudian
menyebabkan overflow, sehingga dapat terjadi inkontinensia. Baik secara langsung
maupun secara tidak langsung, merokok juga sebagai akibat pada terjadinya
inkontinensia urin, Merokok dapat meningkatkan risiko terkena inkontinensia urin
disebab karena merokok itu dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena efek
nikotin pada dinding kandung kemih, Konsumsi kafein dan alkohol juga terjadi
meningkatkan risiko inkontinensia urin karena keduanya bersifat diuretik, yang
menyebabkan kandung kemih terisi dengan memicu dan cepat keinginan untuk sering
buang air kecil. ( Stockslager & Jaime, 2007; Stanley &Patricia, 2006).
21
2.4 Penatalaksanaan Inkontinensia urin pada Lansia
Tekanan
Desakan
• Intervensi perilaku
22
• Latihan kandung kemih
• Latihan otot dasar panggul
• Berkemih terjadwal
• Habit training
• Prompted voiding
• Obat relaksan kandung kemih
Fungsional
• Intervensi perilaku (tergantung pada pelaku rawat)
• Berkemih terjadwal
• Habit training
• Prompted voiding
• Manipulasi lingkungan, misalnya penggunaan subtitusi toilet
• Pemakaian alas popok
Luapan
• Pembedahan untuk mengatasi obstruksi
• Penggunaan kateter urin menetap
23
justru menyebabkan terjadinya konstipasi dan gangguan kognitif yang merupakan faktor
resiko terjadinya IU. Asupan cairan sebaiknya diberikan dengan target keluaran urin tidak
kurang dari 1500 mL dan tidak lebih dari 3000 mL bila tidak terdapat kontraindikasi lain.
24
25
3. Konsep Demensia
3.1 Pengertian
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari-hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari. (Nugroho, 2008)
3.2 Gejala
a. Hilang ingatan baru-baru ini, tidak hanya sekedar lupa
b. Lupa kata-kata atau tata bahasa yang tepat
c. Perasaan berubah-ubah (moody), kepribadian mendadak berubah atau
mendadak tidak berminat untuk melakukan suatu aktivitas
d. Kurang perhatian dalam berfikir
e. Tidak ingat cara mengerjakan tugas sehari-hari
f. Emosi yang mudah berubah-ubah
3.3 Penyebab
a. Keracunan metabolisme
1) Kekurangan oksigen
2) Kekurangan vitamin B12
3) Keracunan kronis obat-obatan atau alkohol
4) Kekurangan B6 (asam folat)
26
5) Kalsium darah tinggi akibat hormon kelenjar gondok tinggi (hypertyroidism
atau sebaliknya)
6) Kelemahan fungsi organ-organ seperti hati dan ginjal
b. Kelainan struktur jaringan otak
1) Penyakit Alzheimer
2) Penyakit amyothropic lateral
3) Selerosis trauma pada otak yang berat dan akut
4) Perdarahan kronis pada bawah selaput otak (chronic subdural hematoma)
5) Demensia pada bekas petinju
6) Tumor jaringan otak
7) Kemunduran fungsi jaringan otak kecil (degenerasi serebellum)
8) Peningkatan cairan selaput otak (communicating hydrocephalus)
9) Penyakit huntington (chorea)
(Yatim, 2009)
3.4 Komplikasi
a. Stadium awal kurang lebih 3tahun
b. Stadium menengah 3 tahun lagi
Gejala dalam stadium menengah :
1) Respon yang lambat
2) Penurunan kemampuan analitik
3) Kehilangan daya ingat yang parah, tidak mampu mengurus diri
4) Masalah bahasa
5) Menjadi emosional
27
4) Mengalami kesulitan menelan, bejalan, atau bahkan hanya berbaring di tempat
tidur.
(Yatim, 2009)
3.5 Klasifikasi
a. Penyakit alzheimer
Merupakan penyakit keturunan, cenderung muncul pada keluarga, sel
dalam otak yang mengendalikan fungsi dan memori dihancurkan oleh
protein abnormal yang tersimpan didalam otak, orang dengan alzheimer
punya tingkat bahan kimia otak yang kurang dari normal atau yang disebut
neurotransmitter sebagai pengendali fungsi penting otak. Penyakit
alzheimer tidak tetap dan tidak diketahui perawatannya, tapi pengobatan
dapat memperlambat progresivitas penyakit.
b. Demensia vaskuler
Disebabkan oleh peredaran darah yang lemah ke otak. Pada multi infark
dmensia, beberapa stroke atau infark muncul di tempat aliran beredar
minimal bagian otak.
c. Penyakit parkinson
Penderita mengalami kekakuan otot, bermasalah saat bicara, tremor. Tidak
semua orang dengan penyakit ini mempunyai demensia. Pemikiran,
memori, perkataan, pengambilan keputusan paling berpengaruh.
3.6 Penatalaksanaan
Pencegahan dan pengobatan
a. Mengendalikan naiknya tekanan darah
b. Mengobati penyakit-penyakit yang memperberat kejadian demensia
c. Mengobati gejala-gejala gangguan jiwa yang mungkin menyertai demensia
d. Mengatasi masalah penyimpangan perilaku dengan obat-obatan penenang
(transgusilizer dan hipnotic) serta pemberian obat-obatan anti kejang
e. Pendekatan psikologi dalam mengatasi masalah perilaku
28
f. Memberikan konseling untuk membantu keluarga penderita menghadapi
keseharian penderita demensia.
Terapi Modalitas Senam Otak
Senam otak merupakan latihan berbasis gerakan tubuh. Gerakan dibuat
untuk merangsang otak kiri dan kanan (demensia lateralis), meringankan atau
merelaksasi dan belakang otak dan bagian depan otak (demensia
pemfokusan), merangsang sistem yang terkait dengan perasaan emosional,
yakni otak tengah (limbik) serta otak besar atau demensia pemusatan. (
Anonim, 2009 dalam Riana indriani, 2013)
REGISTRASI
3. Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang, mawar), tiap 3
benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda
tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi
sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat
jumlah pengulangan
29
5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3
BAHASA
6. Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan ( 2
pensil, arloji)
Skor Total 30
Pedoman Skor kognitif global (secara umum):
Catatan: dalam membuat penilaian fungsi kognitif harus diperhatikan tingkat pendidikan dan
usia responden
30
Alat bantu periksa: Siapkan kertas kosong, pinsil, arloji, tulisan yang harus dibaca dan gambar
yang harus ditiru / disalin.
Jawab :………………………………………………………………………
Analisis Hasil :
31
Skore Salah : 5-7 : Kerusakan intelektual Sedang
32
BAB III
PENUTUP
a) Kesimpulan
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan
daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.
Latihan kandung kemih juga biasa disebut dengan bladder discipline, bladder drill,
bladder retraining, bladder reeducation. Latihan kandung kemih merupakan suatu
terminologi yang digunakan untuk menjelaskan proses edukasi dan perilaku yang digunakan
untuk mengembalikan kemampuan kontrol dari fungsi berkemih pada orang dewasa.
33
DAFTAR PUSTAKA
1) Maryam, Siti, dkk. 2008. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
2) Ferry Efendi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktek Dalam
Keperawatan. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
3) Tamher, S. & Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
4) Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yoyakarta: Graha Ilmu.
5) Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Edisi-3. Jakarta: EGC.
6) Setiati S & Pramantara IDP. Inkontinensia urin dan kandung kemih hiperaktif. Dalam:
Aru WS, Bambang S, Idris A, Marcellus S & Siti S, editor (penyunting). Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-2. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. 2008
7) Rijal C & Hakim S. Urinary incontinence in women living in nursing homes: prevalence
and risk factors. Indones. J. Obstet. Gynecol. 2014
8) dr. Chaidir Arif Mochtar, SpU, PhD, dkk. 2012. Panduan Tata Laksana Inkontinensia
Urin pada Dewasa. Jakarta. Perkumpulan Kontinensia Indonesia (PERKINA)
9) Nugroho, 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
10) Yatim, 2009. Pikun (Demensia). Penyakit Alzheimer & Sejenisnya. Bagaimana cara
menghindarinya. Jakarta : Pustaka Populer Obor
34