Anda di halaman 1dari 19

KONSEP DASAR PENYAKIT ABSES COLLI

A. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati)
yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya
oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah
infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi
yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik (Morison, 2003 dalam Nurarif & Kusuma, 2013)
Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik “mata”, yang kemudian pecah;
rongga abses kolaps dan terjadi obliterasi karena fibrosis, meninggalkan jaringan parut
yang kecil (Harrison, 2005)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses colli adalah suatu infeksi
kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena adanya benda asing (misalnya
luka peluru maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang merupakan campuran
dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan
oleh enzim autolitik yang timbul di dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam,
akibat perjalanan berbagai sumber infeksi seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus
paranasal dan telinga leher.
B. Anatomi dan Fisiologi leher

Leher terbagi atas dua bagian utama yang berbentuk segitiga, yaitu anterior dan
posterior, oleh otot sternomastoid yang berjalan menyerong dari prosesus mastoid
tulang pelipis ke sebelah depan klavikula dan dapat diraba disepanjang tulang itu.
Klavikula terletak pada dasar leher dan memisahkan dari thorax.
Segitiga posterior leher disebelah depan dibatasi oleh otot sternomastoid dan
dibelakang oleh tepi anterior otot trapezius. Bagian ini berisi sebagian dari plexus saraf
servikal dan plexus brakhialis. Serangkaian kelenjar limfe yang terletak posterior dai
sternomastoid dan urat-urat saraf dan pembuluh darah. Diatas segitiga ini terletak iga
pertama dan diatas iga ini berjalan arteri subklavia. Di tempat inilah penekanan arteri
subklavia dengan jari dapat dilakukan.
Segitiga anterior dari batang leher terbagai dalam beberapa segitiga lagi yaitu
segitiga karotis karena memuat arteri karotis beserta cabangnya yaitu karotis interna
dan externa dan juga vena jugularis internada dan beberapa vena, arteri dan saraf
lainnya terdapat disini.
Segitiga digastrik terletak dibawah rahang. Disini terdapat beberapa bagian dari
kelenjar submandibuler dan kelenjar parotis, cabang saraf fasialis dan arteri fasialis
dan struktur lainnya yang terletak lebih dalam termasuk beberapa pembuluh karotis.
Batang leher dari depan. Manubrium sterni merupakan patokan penting, sebab
dibelakangnya terletak sebagian dari arkus aorta dan vena-vena innominata.
Trachea dimulai langsung dibawah tulang rawan krikoid dan berjalan masuk ke
rongga torax dan berakhir untuk bercabang menjadi bronchus kanan dan kiri pada
setinggi sudut sterna (sudul louis).

C. Jenis – Jenis Abses

1. Abses Ginjal
Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan pembentukan
sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang disebabkan oleh
infeksi yang menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah.
2. Abses Perimandibular
Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka akan timbul
bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan sukar menembus otot untuk
keluar, sehingga untuk mengeluarkan nanah tersebut harus dibantu dengan operasi
pembukaan abses.
3. Abses Rahang gigi
Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada ujung akar gigi
atau geraham. Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-periostal) atau di bawah
selaput lendir mulut (submucosal) atau ke bawah kulit (sub-cutaneus). Nanah bisa
keluar dari saluran pada permukaan gusi atau kulit mulut (fistel). Perawatannya bisa
dilakukan dengan mencabut gigi yang menjadi sumber penyakitnya atau perawatan
akar dari gigi tersebut.
4. Abses Sumsum Rahang
Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum tulang akan terkena
radang (osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang
tersebut dapat mati dan kontradiksi dengan tubuh. Dalam hal ini nanah akan keluar
dari beberapa tempat (multiple fitsel).
5. Abses dingin (cold abcess)
Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan abses menahun
yang terbentuk secara perlahan-lahan. Biasanya terjadi pada penderita tuberkulosis
tulang, persendian atau kelenjar limfa akibat perkijuan yang luas.
6. Abses hati
Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba histolytica), yang
sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak berisi nanah, melainkan
jaringan nekrotik yang disebabkan oleh amuba. Jenis abses ini dapat dikenali
dengan ditemukannya amuba pada dinding abses dengan pemeriksaan
histopatologis dari jaringan.
7. Abses (Lat. abscessus)
Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidaknormalan di bagian tubuh,
disebabkan karena pengumpulan nanah di tempat rongga itu akibat proses radang
yang kemudian membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel
yang telah cedera, tetapi masih hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri
atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik dan mencair. Abses biasanya
disebabkan oleh kuman patogen misalnya: bisul.

D. Etiologi
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang
tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan
Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus

E. Manifestasi Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum,
dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama
jika timbul diwajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika
abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya
menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih
tumbuh lebih besar. Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan massa
yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses , dan lembut.
1. Abses yang progresif, akan timbul "titik" pada kepala abses sehingga Anda dapat
melihat materi dalam dan kemudian secara spontan akan terbuka (pecah).
2. Sebagian besar akan terus bertambah buruk tanpa perawatan. Infeksi dapat
menyebar ke jaringan di bawah kulit dan bahkan ke aliran darah.
Jika infeksi menyebar ke jaringan yang lebih dalam, Anda mungkin mengalami
demam dan mulai merasa sakit. Abses dalam mungkin lebih menyebarkan infeksi
keseluruh tubuh.

F. Patofisiologi
Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel
yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan
infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih
akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi
rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.
Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas.
Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih
lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam
tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. (Utama,
2001).
G. Pathways

Bakteri Gram Positif (Staphylococcus aureus


Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/ mati/ nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi Invasi kuman

Peradangan Kuman melepas


Sel darah putih mati endotoksin sistem imun
menurun
Demam
Jaringan menjadi abses Pembedahan
& berisi PUS
MK : Gangguan
Thermoregulator
Pecah
(Pre Operasi)

Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Luka Insisi
MK : Resiko Penyebaran
Infeksi
MK : Nyeri MK : Nyeri
(Pre Operasi) (Post Operasi)

Sumber : Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2001


H. Komplikasi
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau
jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada
sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya
abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang,
apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang
dapat menekan trakea. (Siregar, 2004).

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : Peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan rontgen, USG,
CT Scan, atau MRI.

J. Penatalaksanaan Medis
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik.
Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah dan
debridement.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
terutama apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong
dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih
lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa
diproduksi bakteri.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan
pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu
dilakukan. Memberikan kompres hangat dan
meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses
kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,
antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan.
Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang
didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk
menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain:
clindamycin, trimethoprim- sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adapun hal yang perlu diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan
menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang
efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam
abses, selain itu antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang
rendah.

K. Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-bakteri
merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah penularan.

L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja,
namun yang paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan
abses dalam seringkali sulit ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena
peluru, dll.
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat
menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa
dikeluarkan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes mellitus.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
a. Luka terbuka atau tertutup
b. Organ / jaringan terinfeksi
c. Massa eksudat dengan bermata
d. Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
e. Abses superficial dengan ukuran bervariasi
f. Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuaktif.
3. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
a. Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah
putih.
b. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.
4. Diagnosa Keperawatan
Tahap selanjutnya yang harus dilakukan setelah memperoleh data
melalui pengkajian adalah merumuskan diagnosa. Pengertian dari diagnosa
keperawatan itu sendiri adalah sebuah pernyataan singkat dalam
pertimbangan perawat menggambarkan respon klien pada masalah kesehatan
aktual dan resiko. Menurut Herdman (2007), diagnosa keperawatan untuk
abses adalah :
a. Pre operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
2) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3) Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma
jaringan.
5. Perencanaan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan dengan menetapkan tujuan,
kriteria hasil, dan menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan :
a. Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri
teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa
nyeri berkurang, klien dapat rileks, klien
mampu mendemonstrasikan
keterampilan relaksasi dan aktivitas sesuai
dengan kemampuannya, TTV dalam batas
normal; TD : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x /
menit, pernapasan : 20 x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi keadaan umum klien
nyeri. 2) Sebagai data dasar mengetahui
seberapa hebat nyeri yang dirasakan
klien sehingga mempermudah
intervensi selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan nyeri
ketidaknyamanan. yang dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
manajemen relaksasi. dirasakan klien dengan non
farmakologis
5) Kolaborasikan obat analgetik sesuai 5) Mempercepat penyembuhan
indikasi. terhadap nyeri

2) Gangguan thermoregulator berhubungan dengan


proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan Hipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0C – 37
0
C).
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV, terutama suhu 1) Untuk data awal dan memudahkan
tubuh klien. intervensi
2) Anjurkan klien untuk banyak 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat
minum, minimal 8 gelas / hari. penguapan tubuh dari demam
3) Lakukan kompres hangat. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh
darah sehingga mempercepat
hilangnya demam
4) Kolaborasi dalam pemberian 4) Mempercepat penurunan demam
antipiretik.

b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan luka insisi akibat
pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri
teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa
nyeri berkurang, klien dapat rileks, klien
mampu mendemonstrasikan
keterampilan relaksasi dan aktivitas sesuai
dengan kemampuannya, TTV dalam batas
normal; TD : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x /
menit, pernapasan : 20 x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
keadaan umum klien
2) Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi 2) Sebagai data dasar mengetahui
nyeri. seberapa hebat nyeri yang dirasakan
klien sehingga mempermudah
intervensi selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan
ketidaknyamanan. nyeri yang dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
manajemen relaksasi. dirasakan klien dengan non
farmakologis
5) Kolaborasikan obat analgetik sesuai 5) Mempercepat penyembuhan
indikasi. terhadap nyeri

6. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari
pelaksanaan yaitu mencapai tujuan yang telah ditetapkan, peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping.
Pelaksanaan Keperawatan untuk abses adalah Drainase abses
dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah
yang lebih lunak, Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin
atau dicloxacillin sering digunakan, kompres hangat bisa membantu
mempercepat penyembuhan serta mengurangi peradangan dan
pembengkakan.

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil. Evaluasi Keperawatan
pada klien dengan abses adalah :
a. Klien melaporkan rasa nyeri berkurang
b. Rasa nyaman klien terpenuhi
c. Daerah abses tidak terdapat pus
d. Tidak ditemukan adanya tanda – tanda infeksi ( pembengkakan,
demam,kemerahan )
e. Tidak terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall & Moyet, Buku Saku; Diagnosis Keperawatan, 13 th Edition,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2013

Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris : kurt
J. Lessebacher. Et. Al : editor bahasa Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi 13.
jakarta : EGC. 2005.

Nanda International, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi, Penerbit


Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2012

Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA; NIC-NOC, Mediaction Publishing, Jakarta,
2013

Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2004.

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa
Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2007
INSTRUMENTASI TEKNIK

PROSEDUR INSISI DAN DRAINASE ABSES

A. Pengertian

Insisi adalah luka yang dibuat pada pembedahan untuk mengeluarkan isi abses
B. Indikasi
Abses
C. Tujuan
a. Mengatur alat secara sistematis dimeja instrument
b. Memperlancar handlng instrument
c. Mempertahankan kesterilan alat-alat instrument
D. Persiapan pasien
a. Posisikan pasien supine
b. Letakan tempat sampah dibawah meja operasi di depan operator
E. Persiapan Alat
1. Alat on steril
- Meja operasi
- Lampu operasi
- Meja mayo
- Meja instrument
- Tempat Waskom
- Gunting hipafix/verban
- Tempat sampah medis
2. Persiapan alat steril
a. Dimeja instrument
- Scort steril 3 buah
- Sarung tangan 3 buah
- Handuk kecil steril 3 buah
- Doek besar 2 buah
- Doek kecil 2 buah
- Sarung meja mayo 1 buah
- Bengkok 1 buah
- Suction 1 buah
b. Di meja mayo
- Hand mess no 3 1 buah
- Mess no 15 1 buah
- Scapel apple 1 buah
- Pinset anatomis 2 buah
- Desinfeksi klem 1 buah
- Duk klem 4 buah
- Pean bengkok 2 buah
- Kom 1 buah
c. Bahan habis pakai
- Povidone iodine secukupnya
- Kasa steril 10 buah
- Sufratulle 1 buah
- Normal saline dengan bengkok steril

3. Teknik instrumentasi
1) Minta persetujuan tindakan dokter kepada pasien atau keluarga dekatnya
2) Pastikan identitas pasien, tempat pembedahan
3) Cuci tangan dengan sabun antibakteri dan air
4) Pakai sarung tangan dan pelindung muka
5) Letakkan semua perlengkapan pada tempat yang mudah diraih, diatas meja
tindakan
6) Posisikan pasien sehingga daerah drainase terpapar penuh dan dapat dicapai
secara mudah dan kondisinya nyaman untuk pasien
7) Pastikan cahaya yang memadai agar abses mudah dilihat
8) Bersihkan daerah abses dengan chlorhexidine atau povidon iodine, dengan
gerakan melingkar, mulai pada puncak abses
9) Tutupi daerah disekitar abses untuk mencegah kontaminasi alat
10) Anestesi atas abses dengan memasukkan jarum dibawah dan sejajar dengan
permukaan kulit.
11) Suntikkan obat anestesi ke dalam jaringan intra dermal
12) Teruskan infiltrasi sampai anda sudah mencapai seluruh puncak dari abses
yang cukup besar untuk menganestesi daerah insisi

13) Pegang skalpel dengan jempol dan jari telunjuk untuk membuat jalan masuk ke
abses

14) Buat insisi secara langsung diatas pusat abses kulit

15) Insisi harus dilakukan sepanjang aksis panjang dari kumpulan cairan

16) Kendalikan skalpel secara berhati-hati selama insisi untuk mencegah tusukan
melalui dinding belakang

17) Perluas insisi untuk membuat lubang yang cukup lebar untuk drainase yang
memadai dan mencegah pembentuk abses yang berulang

18) Tekan isi abses

19) Masukkan klem bengkok sampai anda merasakan tahanan dari jaringan sehat,
kemudian buka klem untuk menghancurkan bagian dalam dari rongga abses

20) Teruskan penghancuran lokulasi dalam gerakan memutar sampai seluruh


rongga abses sudah dieksplorasi

21) Bersihkan luka dengan normal saline, gunakan spuit tanpa jarum

22) Teruskan irigasi sampai cairan yang keluar dari abses jernih

23) Upayakan agar dinding abses tetap terpisah dan memungkinkan drainase dari
debris yang terinfeksi
Perawatan lanjutan:
1) Untuk abses sederhana tidak perlu antibiotika.
2) Untuk selulitis yang luas dibawah abses gunakan antibiotika
3) Tutup luka abses dengan kasa steril
4) Keluarkan semua benda-benda dari abses dalam beberapa hari
5) Jadualkan kontrol 2 atau 3 hari sesudah prosedur untuk mengeluarkan bahan-
bahan dari luka
6) Minta kepada pasien untuk kembali sebelum jadual bila ada tanda- tanda
perburukan, meliputi kemerahan, pembengkakan, atau adanya gejala sistemik
seperti demam

Anda mungkin juga menyukai