Anda di halaman 1dari 4

8.

Terkait dengan bacaan di atas, menurut anda mengapa senyawa fosfat diperlukan dalam
sistem biologis?

Senyawa fosfat penting bagi reaksi biologis karena fosfat merupakan senyaa penyusun ATP. ATP
merupakan senyaa intermediet pada reaksi biologis yang memiliki energi sangat tinggi. Apabila
ATP pecah menjadi Adenosine Diposphate (ADP) dan Phosphate inorganic (Pi), maka sejumlah
energi akan dilepaskan. Energi inilah yang akan gunakan untuk kontraksi otot dan proses-proses
biologi lainnya. Fox dan Mathews (1988) menerangkan, bila satu senyawa fospat dilepaskan dari
1 grl. ATP, maka akan keluar energi yang diperkirakan sebesar 7-12 Kcal. Selama kehidupan
berjalan, maka fungsi tubuh akan berjalan terus, sehingga proses penyediaan energi dari ATP-pun
akan berjalan terus (Amstrong, 1979; Mayes, 1985).

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa ATP memiliki energi bebas yang relative tinggi? Ada
tiga alasan yang dapat mendasari jawaban atas pertanyaan tersebut. Pertama adalah derajat
ionisasi ATP mendekati 1 (satu), sehingga pada pH = 7,0, hampir keseluruhan ATP terionisasi
sempurna menjadi ATP4–. Hidrolisis yang sebenarnya dari ATP menghasilkan tiga produk, yaitu
ADP3–, HPO42–, dan H+, melalui persamaan reaksi:

𝐴𝑇𝑃4− + 𝐻2 𝑂 → 𝐴𝐷𝑃3− + 𝐻𝑃𝑂42− + 𝐻 + .................................................... (31)

Pada keadaan standar (baku), ATP4–, ADP3–, dan HPO42–, berada pada konsentrasi 1,0 M. Namun,
pada pH = 7,0 (pH standar bagi perhitungan Go), konsentrasi ion hydrogen (H+) hanya menjapai
10–7 M. Menurut hukum aksi massa, kesetimbangan hidrolisis cenderung tertarik jauh ke kanan,
karena konsentrasi H+ pada pH = 7,0 sangat kecil dibandingkan dengan konsentrasi standar
komponen reaksi lainnya (sebesar 1,0 M).

Kedua, pada pH = 7,0, molekul-molekul ATP memiliki empat muatan negatif yang letaknya
berdekatan dan saling tolak menolak dengan kuat (Gambar 11). Jika ikatan fosfat ujung
terhidrolisis, sebagian diantara tegangan listrik di dalam molekul ATP dibebaskan karena
terpisahnya produk bermuatan negatif ADP3–, dan HPO42–. Produk-produk ini hanya sedikit yang
cenderung bergabung kembali dan bereaksi kearah sebaliknya untuk membentuk ATP kembali
(dalam hal ini kedua produk saling bertolakan untuk bergabung). Sebaliknya pada hidrolisis
glukosa 6-fosfat, menghasilkan glukosa yang tidak bermuatan dan satu produk lain yang
bermuatan (yaitu HPO42–), kedua produk ini tidak saling bertolakan untuk bergabung kembali,
sehingga kecenderungan reaksi kea rah kiri cukup tinggi untuk membentuk glukosa 6-fosfat
kembali.

𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 6 − 𝑓𝑜𝑠𝑓𝑎𝑡 2− + 𝐻2 𝑂 → 𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 + 𝐻𝑃𝑂42− ................................ (32)

Ketiga, masing-masing dari kedua produk hidrolisis ATP (ADP3–, dan HPO42–) merupakan
hybrid resonansi, yaitu suatu bentuk stabil yang khusus dengan electron tertentu dalam
konfigurasi yang memiliki lebih sedikit energi, dibandingkan dengan kedudukan aslinya dalam
bentuk ATP. Jadi, jika ATP dihidrolisis, electron pada produk ADP3–, dan HPO42– dapat turun
drastis menuju tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan dengan ATP. Keadaan ini
menyebabkan ADP3– dan HPO42– saling dibebaskan satu sama lain, akibatnya menghasilkan
energi bebas yang lebih rendah dibandingkan dengan jika kedua senyawa tersebut masih
bergabung dalam bentuk aslinya ATP.

9. Sebagai senyawa pembawa energi, fosfat digolongkan sebagai Low Energy Phosphates
(LEP) dan High Energy Phosphates (HEP), apa yang anda ketahui tentang keduanya ?

a. High-Energy Phosphate Compound (HEP)

Senyawa fosfat dikatakan sebagai HEP bila senyawa tersebut memiliki nilai ∆G yang besar
untuk proses hidrolisis (nilai ∆G lebih negatif dari 20-25 KJ/mol). Senyawa HEP tidak
digunakan untuk penyimpanan energi jangka panjang. HEP merupakan bentuk sementara dari
energi yang tersimpan, dan digunakan untuk membawa energi dari satu reaksi ke reaksi
lainnya. Senyawa HEP cukup stabil kerena energi aktivasi pada reaksi hidrolisis juga cukup
besar. Pada hampir setiap kejadian, pengkorversian senyawa HEP menjadi Low-Energy
Compound (LEP) membutuhkan intervensi atau bantuan energi enzim.

 Contoh High-Energy Phosphate

1. Adenosine Triphosphate (ATP)


ATP termasuk kedalam High-Energy Phosphate karena memiliki nilai ∆G sebesar 30,5
KJ/mol. Selain itu, karena di dalam sel konsentrasi ATP adalah lebih besar dari ADP,
∆G untuk reaksi adalah lebih negative daripada nilai ∆G. Oleh karena itu, ATP dapat
mendonasikan energy ke sistem yang lain sehingga sistem tersebut dapat melakukan
reaksi

Gambar 4. Hidrolisis ATP menjadi ADP


(Sumber: Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia, Jilid 2)

2. Phosphoenolpyruvate

Gambar 5. Hidrolisis Phosphoenolpyruvate


(Sumber: Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia, Jilid 2)

Phosphoenolpyruvate memiliki nilai G lebih besar dari ATP. Di dalam sel, hidrolisis
phosphoenolpyruvate tidak terjadi; namun, energy yang tersimpan di dalam molekul ini
ditransfer ke ATP odalam sebuah reaksi, dimana reaksi reaksi tersebut dikatalisasi oleh
enzim piruvat kinase
Gambar 6. Hidrolisis Phosphoenolpyruvate melibatkan enzim piruvat kinase
(Sumber: Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia, Jilid 2)

b. Low Energy Phosphates (LEP)

Tidak semua fosfat memiliki energi yang cukup untuk menggerakkan reaksi lainnya.
Contohnya adalah hidrolisis AMP menjadi Adenosin dan hidrolisis glukosa-6-fosfat menjadi
glukosa.

Gambar 8. Pembetukan glukosa dari glukosa-6-fosfat


(Sumber: Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia, Jilid 2)

∆G’° reaksi ini adalah -14 kJ/mol, nilai ini memang sudah menunjukkan bahwa ∆G juga
bernilai negatif. Namun belum cukup untuk dapat menggerakkan reaksi lain. Di dalam sel
gugus fosfat lain ditambahkan oleh ATP, misalnya pada hidrolisis glukosa-6-fosfat menjadi
glukosa dan berlangsung secara spontan.

Anda mungkin juga menyukai