Anda di halaman 1dari 85

MEGA-MEGA

KARYA
ARIFIN C. NOER

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 0


TOKOH

RETNO
MAE
PEMUDA
PANUT
HAMUNG
KOYAL
TUKIJAN

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 1


BAGIAN 1

DI BAWAH MEGA

BEBERAPA SAAT SEBELUM LAYAR DISINGKIRKAN, KEDENGARAN SEORANG


PEREMPUAN MUDA MENYANYIKAN SEBUAH TEMBANG JAWA. KEMUDIAN
PENONTON AKAN MENYAKSIKAN PEREMPUAN MUDA ITU MENYANYI DENGAN
GAIRAH SEKALI. IA BERDIRI DAN BERSANDAR PADA BATANG BERINGIN YANG TUA
BERKERIPUT ITU. DI ANTARA JEMARI TANGANNYA TERSELIP SEBATANG ROKOK
KRETEK. IA BIASA DIPANGGIL KAWAN-KAWANNYA DENGAN PANGGILAN RETNO.

SEMENTARA ITU, DI SEBELAHNYA SEORANG PEREMPUAN TUA BERSANDAR. IA


ADALAH SEORANG PEREMPUAN TUA DENGAN BENTUK BIBIR YANG SELALU
NAMPAK TERSENYUM DAN DENGAN KELOPAK MATANYA YANG BIRU. SENYUM
ITU RUPANYA DITUJUKAN PADA SUATU HARAPAN YANG TELAH LAMA
DINANTIKANYA ; TAK KUNJUNG TIBA. ADAPUN MALAM YANG SELALU IA ISI
DENGAN PERHATIAN ITU AGAKNYA HANYA MEMBERIKAN WARNA GELAP PADA
SEKELILING MATANYA. IA BIASA DIPANGGIL MAE.

SESEKALI DI ANTARA NYANYIAN ITU TERJADI PERCAKAPAN YANG SAMA SEKALI


TAK DIHARAPKAN RETNO SENDIRI.

1. MAE : Tidak kalah dibanding srimulat. Tambahan dia cantik.


Seperti aku! Persis (diam) Cantik dan tersia (tiba-tiba
seperti mencari sesuatu di sekelilingnya, tapi ia pun
tersenyum apabila sadar yang dicarinya itu sebenarnya
tak ada. Lalu ia berseru keras) Retno! Suaramu merdu.
2. RETNO : Ho-oh! (kembali menyanyi)
3. MAE : Percaya. Asli! tidak dibuat-buat.

MEREKA BERCAKAP TANPA SALING MENENGOK DAN KEDUANYA MENERIMA


CAHAYA LISTRIK DARI LAMPU YANG TERGANTUNG PADA TIANG LISTRIK YANG
BERHADAPAN DENGAN BERINGIN ITU.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 2


4. MAE : Sebenarnya dia bisa mbarang (berseru) kau bisa
mbarang* (*maksudnya ngamen)
5. RETNO : Kenapa tidak? Segala bisa. Asal mau. Apalagi cuma
mbarang.
6. MAE : Kenapa kau tidak mbarang saja?
7. RETNO : Sama saja (menyanyi lagi)
8. MAE : Tidak. Kalau kau mbarang untung-untung bisa masuk
radio. Pasti bisa. Kalau kau masuk radio kau akan lebih
baik.
9. RETNO : (meludah)
10.MAE : Semuanya harus dicoba!
11.RETNO : Sama saja. Sama edan (menyanyi lagi tapi baru sekecap
ia berhenti) Sama edan. Sama…alaaahh setan!
(menyanyi lagi)

SEJENAK TAK ADA BICARA. TIBA-TIBA RETNO BERHENTI MENYANYI SEBAB ADA
SEORANG PEMUDA LEWAT.

12.MAE : Saya kira enak mbarang. Cobalah. Tidak salahnya.


Kenapa?
13.RETNO : Diam (pada yang lewat) Mampir Mas!

PEMUDA ITU CUMA LEWAT TAPI JELAS IA NAIK NAFSU

14.RETNO : Banci edan! (meludah) Sinting!


15.MAE : Kenapa? Siapa?
16.RETNO : Laki-laki itu.
17.MAE : Kenapa?
18.RETNO : Saya cantik, kan?
19.MAE : Lantas?
20.RETNO : (tertawa lalu meludah )
Hanya orang banci saja yang lewat di sini tanpa
sekerlingpun melihat pinggang saya.
21.MAE : Memang. Kau cantik.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 3


22.RETNO : Tidak cuma itu. Montok (tertawa lalu meludah)
Kadang-kadang saya ingin berpidato di alun-alun ini.
Pidato dihadapan berjuta-kuta laki-laki. Telanjang. Kalau
tidak, –sebentar! Pemuda itu berdiri saja di pojok jalan
itu (membetulkan letak kutangnya) Rejeki tidak boleh
terbang percuma begitu saja (pergi menyusup gelap)

SEPENINGGAL RETNO, MAE DICEKAM SUASANA SEPI. IA MENATAP KELILING:


KEGELAPAN DAN KESENYAPAN. IA MENGGIGIL. DINGIN. TAKUT. ANEH. ANGIN
KENCANG LEWAT. IA TERSENYUM WAKTU MATANYA BERTEMU DENGAN BULAN
YANG GENDUT DI LANGIT. DAN IA PUN KERAMAIAN DIRINYA DENGAN
KHAYALAN-KHAYALAN. SEKONYONG-KONYONG IA MARAH. IA MEMBAYANGKAN
SEAKAN IA KINI MENGOREK-NGOREK BULAN ITU.

23.MAE : Sinuwun! Sinuwun! Malam lagi! Ini malam Syura. Malam


Syura Apa? (menggeleng-geleng dengan sedih. Ia
menangis tapi ia sudah cape) Diam, nak. Diam sayang.
Kalau tidak juga kita dapatkan disini, tentu kita pindah
lagi. Di sini sayangku. Kita tidur di sini malam ini. Cah
bagus. Ini malam Syura, kita tidur bersama Sinuwun
Gusti Pangeran di alun-alun keramat ini (dengan kasih ia
meninabobokan anak-nya dengan sebuah tembang
jawa)

MUNCUL SEORANG PEMUDA REMAJA. IA MENDEKATI MAE DENGAN ISYARAT-


ISYARAT TANGANNYA, BERLAKU SEPERTI ORANG BISU. NAMANYA PANUT.

24.PANUT : (menunjuk-nunjuk perutnya dengan mulutnya)


bbbbb….aaaaa..a….bbbb..bbb,,aaaa
25.MAE : (jantungnya bergertar sangat cepat) Kenapa? Kenapa
kau? Kenapa kau? Kenapa kau, Panut? Panut?
26.PANUT : bbbbb….aaaaaa..bbb….
27.MAE : Gustiku. Gusti Pangeran. Kenapa? Gusti. Kenapa kau jadi
bisu?

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 4


28.PANUT : (menggeleng-geleng) AAAaaaaa..aaa..bbbbb..
29.MAE : (menangis) Gusti. Saya jadi bingung. Siapa yang salah?
Kenapa? Panut, anakku Panut.

TIBA-TIBA PANUT TERTAWA SANGAT KERAS.

30.MAE : Edan!!

PANUT TERUS TERTAWA.

31.MAE : Kurang ajar (mengambil sebilah kayu dan mengacung-


acungkan kayu itu) Awas kalau kau ulangi. Ayo!

PANUT MENYUSUP KEGELAPAN SERAYA TERTAWA.

32.MAE : Kurang ajar. Anak nakal……Tidak. Bukan kau sayang.


Diam, sayang, (melemparkan kayu itu) Nah, diam
sekarang. Panut nakal, ya?

PANUT MUNCUL LAGI. IA MASIH TERTAWA.

33.PANUT : Gampang. Gampang, Mae! Lebih gampang dari


mencopet.
34.MAE : Kau ini sedang apa?
35.PANUT : Tapi ada cara lain. Menari (menari Jawa seraya mulutnya
memusiki) Ha, ini lebih gampang tapi saya harus
membedaki dan menghiasi muka segala. Terlalu banyak
kerja.
36.MAE : Nanti dulu. Kau ini sedang bicara apa?
37.PANUT : Saya tidak akan mencopet lagi.
38.MAE : Berapa kali Mae bilang? Tidak usah kau belajar
mencopet. Tidak baik.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 5


39.PANUT : Soal baik tidaknya saya tidak peduli. Soalnya tangan ini.
Sial. Setengah tahun sudah latihan tapi sekalipun tak
pernah saya berhasil. Bagaimana saya tidak jengkel.
40.MAE : Jengkel pada siapa?
41.PANUT : Pada diri saya sendiri. Coba di pasar Bringharjo. Jelas
laki-laki itu orang yang ceroboh. Artinya kalau saja pinter
dan cekatan tentu pulpennya sudah saya dapatkan. Tapi
saya gemetaran. karena gemetar rusak segalanya.
Pulpen sudah di tangan tapi kaki sukar dilangkahkan.
Terpaksa saya berikan pulpen itu ketika mata laki-laki itu
melotot dan segera saya menghilang.
42.MAE : Apa kata Mae? Nguli saja, nguli saja. Kau nekat coba-
coba nyopet. Nguli lebih baik dari apapun yang dapat
kau lakukan. Mae juga ingin nguli saja kalau ada orang
yang suka. Tapi Mae sudah terlalu tua. Cari kerja untuk
orang semacam Mae yang tidak punya tempat tinggal
tentu sangat sukar. Orang takut kepada kita. Orang
sukar percaya. Percayalah Panut. Kalau nguli kau bisa
merasa senang.
43.PANUT : Saya tidak akan mencopet lagi.
44.MAE : Nah, itu baik sekali. Mae percaya kau memang anak
yang baik. Kau pernah dengar suara adzan tidak?
45.PANUT : Setiap kali saya dengar.
46.MAE : Maksudku kau percaya pada Tuhan tidak?
47.PANUT : Seperti setiap orang. Tapi Mas Woto bilang Tuhan itu
tidak ada. Tuhan itu racun. Tuhan itu arak. Candu. Tuhan
itu asap rokok. Kata Mas Marwoto.
48.MAE : Itu tidak perlu. Kau sendiri percaya tidak? Kalau kau
percaya memang tak layak kau mencopeti barang milik
orang lain.
49.PANUT : Saya bilang saya tidak akan mencopet lagi. Bajingan.
Kemarin saya coba-coba bantu Mas Wiryo tapi sial juga.
50.MAE : Membantu apa?

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 6


51.PANUT : Maling.
52.MAE : Astaga.
53.PANUT : Untung saya tidak tertangkap. Kasihan Mas Wiryo
54.MAE : Maling itu kan lebih jahat daripada mencopet.
55.PANUT : Tentu saja, maling itu kan tidak berjiwa ksatria seperti
pencopet.
56.MAE : Bukan itu maksud Mae!
57.PANUT : Soalnya tangan ini Mae. Sial. Tapi Tunggu dulu. Tadi itu
Mae betul-betul percaya to? Kalau Panut bisu?
58.MAE : Haduuuuuuh, hampir Mae tidak bisa bernapas tadi.
Kaget bukan kepalang. Kok tiba-tiba kamu jadi bisu tadi.
Padahal kamu itu anak Mae yang paling cerewet. Banyak
omong banyak cerita.
59. PANUT : Itu sudah cukup. Itu namanya saya berhasil. Besok pagi
saya akan mulai.
60. MAE : Mulai apa?
61. PANUT : Ngemis
62. MAE : Astaga
63. PANUT : Apa salah?
64. MAE : Panut! Kalau kamu anak saya, kupingmu itu sudah saya
jewer. Ototmu masih kuat tubuhmu masih utuh. Kamu
mau minta-minta seperti tua bangka yang tersia
sebatang kara? Oalah le le. Kakimu itu akan membusuk
kalau tidak dipakai buat bekerja.
65. PANUT : Ngemis kan juga kerja. Kamu kira ngemis itu enteng?
Kan makan tenaga dan perasaan juga. Soalnya bukan itu.
Soalnya sial saya ini. Dan lagi soal makan, bukan soal
perasaan.
66. MAE : Ya, tapi kau masih kuat untuk bekerja. Bekerja baik-baik
maksud Mae. Tidak mencelakakan. Nguli misalnya. Kau
bisa seperti Tukijan. Begitu rajin dia bekerja di pasar.
Tapi dasar orang suka bekerja dan rajin. Tadi pagi-pagi
benar ia pergi ke Sumantrah.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 7


67. PANUT : Siapa?
68. MAE : Tukijan. Pagi tadi ia naik kereta api ke jakarta. Dari sana
nanti ia nyeberang ke Sumantrah.
69. PANUT : Mulut rusak. Baru saja saya lihat dia sedang nongkrong
dekat bioskop Indra.
70. MAE : Siapa?
71. PANUT : Tukijan.
72. MAE : Kau salah lihat pasti. Bukan Tukijan yang kudisan.
Tukijan yang bersih ganteng.
73. PANUT : Ya, Tukijan yang gandrung pada si Retno kemayu itu to.
74. MAE : Kau sungguh-sungguh?
75. PANUT : Biar buta mata saya kalau saya bohong. Kemaren Tukijan
memang bilang begitu pada semua orang. Tadi saya lihat
sendiri ia sedang nongkrong dekat bioskop Indra.
76. MAE : Sedang apa dia?
77. PANUT : Tukijan?
78. MAE : Ya.
79. PANUT : Nongkrong, Melamun, seperti Gatotkaca kehilangan
sayap.
80. MAE : Saya tidak percaya
81. PANUT : Percaya terserah, tidak terserah. Bukan urusan saya!
Tikarnya Mae. Saya kira enak sekali malam terang bulan
ini tidur di tengah alun-alun (tertawa) Tukijan, Tukijan.

MAE MEMBERIKAN SEHELAI TIKAR BURUK PADA PANUT. TIBA-TIBA


MUNCUL RETNO DARI KEGELAPAN.

82. RETNO : Sial!


83. PANUT : (seraya membaringkan badan)
84. RETNO : Apa?
85. PANUT : Tidak (baring)
86. MAE : Siapa yang sial?
87. RETNO : (meludah) Siapa lagi? Pemuda itu (meludah)

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 8


88. MAE : Bukan kau?
89. RETNO : Tentu saja dia. Tengik. Akik
90. PANUT : (tertawa)
91. MAE : Kau memang cantik.
92. RETNO : Luar biasa! (tertawa pahit. lalu menarik nafas kesal)
Setan. Tukijan edan!
93. MAE : Siapa yang kau kutuk? Sejak sore tidak habis-habis kau
mengutuk. Selalu kau marah-marah.

SUNYI SEBENTAR.

94. RETNO : Lama-lama aku jadi ingin pergi dari Jogja ini.
95. MAE : Kemana?
96. RETNO : Kemana saja (tiba-tiba) Aduuuuuuh!
97. MAE : Kalau kau bilang begitu pada Tu…..
98. RETNO : Diam! Si banci itu lewat lagi.

PEMUDA YANG TADI MUNCUL LAGI DARI KEGELAPAN.

99. RETNO : (membusungkan dadanya) Mlampah-mlampah dik?


(setelah beberapa lama berpaling dengan nafas yang
kacau segera pemuda itu menghilang dalam kegelapan)
100. RETNO : Banci sintiiing banci sinting banci sintiing! Uuuuh!
(meludah) Pasti mahasiswa dia. Nafsu melimpah uang
cuma serupiah.
101. PANUT : Ngaku santri lagi.
102. RETNO : Tahu saya. Kita sering lihat dia lewat. Rumahnya
pasti dekat rumah Haji Bilal. Kalau saya sedang mencuci
ia selalu lewat. Kalau siang ia buang mukanya jauh-jauh
dari saya (meludah) Tapi kalau malam niak turun
nafasnya melihat kecantikan saya (tertawa) Besok
malam saya peluk dia dari belakang (meludah) Pura-
pura.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 9


103. MAE : Kau memang cantik.
104. RETNO : Menggiurkan! (tertawa pahit lalu meludah)
105. MAE : Kau tidak pernah mengandung?
106. PANUT : (tertawa keras)
107. RETNO : Apa?
108. MAE : Kau tidak pernah mengandung?
109. RETNO : Gila! (senyum pahit tapi genit) Diam!
110. MAE : Tidak habis-habis kau mengutuk.
111. RETNO : (tak tahu kepada siapa) Gara-gara kau semuanya serba
sial.
112. MAE : Tidak baik. Apalagi untuk malam ini. Aku bilang
sekarang. Malam ini malam terang bulan. Sangat
menyenangkan tidur di alun-alun ini. Di muka pagelaran.
Berkat. Sinuwun itu sakti. Alangkah segarnya. Kita boleh
melamun dengan sempurna di sini.
113. PANUT : Tidak bau air kencing seperti di Museum.
114. MAE : Nyaman. Banyak angin. Tapi juga angin yang baik.
Bersih. Anak-anak mesti dilindungi dari angin yang
terbaik sekalipun (menina-bobokan lagi anaknya dengan
sebuah tembang Jawa).
115. RETNO : Tukijan edan!
116. MAE : Apa?
117. RETNO : Bulan—–AH, Setan!
118. MAE : Kuning montok seperti kau (diam) Kau kira enak orang
tidak punya anak?
119. RETNO : (diam)
120. PANUT : (menyanyikan sebuah lagu picisan tema cinta)
121. MAE : Retno!
122. RETNO : (malas) Hmmmm? (makin kesal) Alaaaah setan!
123. MAE : Kau kira enak orang tidak punya anak?
124. RETNO : (diam)
125. MAE : Kau pernah mengandung?
126. RETNO : Ho-oh!

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 10


127. MAE : Berapa kali?
128. RETNO : Satu kali tapi persetan!
129. MAE : Berapa?
130. RETNO : Satu!!
131. MAE : Enak?
132. RETNO : Sakit!
133. MAE : Jadi sungguh-sungguh?
134. RETNO : (diam) Persetan!
135. MAE : Sungguh-sungguh sakit?
136. RETNO : Iya. kalau Mae ingin tahu, melahirkan itu rasanya sakit.
137. PANUT : (tertawa)
138. RETNO : Ketawa.
139. PANUT : Sakit (tertawa)

MAE TERTAWA JUGA. RETNO JUGA AKHIRNYA.

140. RETNO : Memang lucu juga.


141. MAE : Melahirkan. Sakit. Semuanya.

SUNYI SEBENTAR.

142. MAE : Anak-anak manis. Semua orang berjuang untuk mereka.


(tiba-tiba bergetar dadanya) Aduuuuh
biyuuuung…..(kepada Retno) Kemana anak itu?
143. RETNO : (meledak) Mati!!!! (menyesal) Dia mati!!!
144. MAE : (marah) Kau juga yang salah.
145. RETNO : (meledak) Jangan banyak mulut!!! (diam) Maaf Mae.
146. MAE : Kau yang patut disalahkan. Sebenarnya kau bisa berbuat
yang lebih baik.
147. RETNO : Memang (tiba-tiba) Aduuh! Setan!
148. MAE : Memang. Selalu ada pemecahan buat setiap persoalan.
Tapi kau malas mencari.
149. RETNO : Bukan aku.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 11


150. MAE : Kau!
151. RETNO : Bukan.
152. MAE : Orang punya anak itu mesti prihatin! Mesti hati-hati. kau
tahu, Retno? Angin itu lembut ya? Nyaman ya? Tapi
angin itu berbahaya bagaimanapun juga. Yang enak di
badan tidak selamanya enak di hati. Yang enak di hati
tidak enak di badan. Kau harus jujur. He, Retno angin
bukan? Angin itu kosong kelihatannya padahal setan
isinya. Kau tidak hati-hati. Tidak mau, kau salah.
153. RETNO : Bukan aku. Suamiku.
154. MAE : Kau! Kau adalah Ibunya!
155. RETNO : Dan suamiku adalah bapaknya! Dia harus cari makan.
156. MAE : Apa dia tidak cari makan?
157. RETNO : Cari makan! Untuk perkutut! (tiba-tiba ia menangis. Ia
menghindar. Beberapa lama ia tersedu) Sebenarnya aku
sangat sayang padanya.
158. PANUT : (bangkit). Tadi Koyal makan, Mae? (karena Mae tidak
menjawab, ia kembali berbaring)
159. RETNO : Sejak gadis dulu aku mengidamkan dapat melahirkan
anak laki-laki. Anak itu laki-laki dengan mata yang teduh
seperti kolam. Hatiku selalu bergetaran menyanyi setiap
kali bertemu dengan mata itu. Tapi makin lama mata itu
makin kering sebab bapaknya tidak pernah melakukan
apa-apa. Suatu ketika aku sakit (lama diam) Anak itu
sakit. Kelaparan. Ia mati. Sejak itu aku hampir gila oleh
perasaan kecewa dan kesal (diam) Suatu hari suamiku
pulang setelah menuntaskan bergelas-gelas arak. Bukan
main aku marah. Dan sekonyong nasib turut campur.
Rumah itu terbakar (gerahamnya merapat ketat) Setan!
Setan!
160. MAE : Pendeknya kalian berdua. Kalian berdua salah. Kalian
malas. Kalau anak itu sekarang masih hidup, barangkali
ia sudah cukup mampu menolong kau. Saya yakin kau

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 12


sangat menyesal dan suatu ketika kau bisa gila bila kau
merasa kangen kepada anak yang malang itu.
161. RETNO : Sudahlah.
162. MAE : Retno….
163. RETNO : (diam pergi dan bersandar pada tiang listrik)
164. MAE : Tapi tidak semua orang melahirkan anak.
165. PANUT : Laki-laki tidak.
166. RETNO : Dan….
167. MAE : Dan?
168. RETNO : Dan perempuan seperti aku. Lonte.
169. MAE : Tidak.
170. RETNO : Kenapa?
171. MAE : Perempuan seperti Mae. Ya, tidak? Tidak semua
perempuan. Saya telah menjalani hidup tidak kurang
dari lima puluh tahun, panjang dan lengang. Tidak
pernah sekalipun melahirkan anak.
172. RETNO : Mae memang mandul.
173. MAE : (marah) Saya tahu! Tahu! Tahu! Saya tahu! (menangis
dan mengusap-usap matanya)
174. RETNO : (menyesal akan omong tadi tapi didahului Mae)
175. MAE : (seraya menangis) Setiap orang di jagat raya. Semuanya.
Seluruh isi jagat. Semut-semut pun tahu saya
perempuan mandul. Tapi tidak sepatutnya kau berkata
begitu di hadapan saya.
176. RETNO : Saya minta maaf. Mae.
177. MAE : (makin reda tangisnya) Saya kesepian. Saya sungguh-
sungguh kesepian sebagai perempuan. Tidak itu saja.
Bahkan saya sangat kesepian sebagai manusia. Sampai-
sampai saya sangsi pada diri saya sendiri. Sampai-sampai
saya tidak tahu lagi dimana saya ini berada. Betul-betul
seperti mimpi. Mimpi yang sangat buruk! Kalau sampai
pada tempat itu alangkah ngerinya. Saya tidak lagi dapat
melihat apa-apa. Saya mulai menyangsikan semuanya.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 13


Saya sangsi apakah saya ada atau tidak ada. Atau apakah
yang ada dan apa yang tidak ada. Apakah saya yang ada
dan yang lain tidak ada. Atau apakah yang lain ada dan
saya tidak ada. apakah….tak taulah! Seluruhnya
hanyalah jalanan panjang yang lengang tak berujung.
Sementara tapak kaki mulai kabur(diam) Segala yang
hidup disibuki oleh tugas kewajibannya masing-masing.
Tapi Mae…perempuan kertas yang dipinjami nyawa
cuma. Tersia dan disingkirkan dimana-mana.
178. RETNO : Kita sama-sama Mae.

SEKONYONG-KONYONG MUNCUL HAMUNG SI KAKI PINCANG.

179. HAMUNG : Maunya kita sama-sama, tapi si Tukijan itu plintat-


plintut seperti orang banci. Saya kira dia sudah tidur di
Senen dan niat saya pagi nanti akan menyusulnya.
Setidaknya saya tidak langsung ke Sumatera. Saya
memang belum berniat kesana. Ee, tahu-tahu, baru saja
keluar dari stasiun Tugu sore tadi, keluar dengan karcis
di tangan, nyelonong hidungnya.
180. RETNO : Hidung siapa?
181. HAMUNG : Tukijan.
182. MAE : Betul, Retno. Panut juga bilang begitu.
183. PANUT : (bangkit) Betul. Aku juga melihatnya di Bioskop Indra.
Mula-mula aku kira mataku yang salah dan aku mengira
cuma hantu atau rohnya, (tertawa) agaknya memang
Tukijan. Jaaaaan!….. Jan! Lama sudah ia memimpikan
tanah. Selalu ia ceritakan nenek-neneknya. Petani
semuanya. Tanah itu kotak wasiat, katanya (tertawa)
Kotak wasiat. Pernah satu kali saya diajak olehnya ke
Bantul Lihat-lihat sawah, katanya (tertawa) Lihat-lihat
sawah. Saya tahu dia punya kemauan keras. Saya
hormat kepadanya. Apalagi saya jauh lebih muda. Tapi

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 14


saya tak salah kalau mengajak dia supaya meniru
perbuatan saya. Terus terang saja saya bilang bahwa
mencopet itu penghasilannya banyak. Kuncinya tentu
saja terletak pada keterampilan dan kelincahan kita. Mas
Marwoto sendiri mengatakan bahwa mencopet itu seni
hidup yang paling tinggi. Seperti halnya berjudi,
dasarnya memang untung-untungan. Tapi kata Mas
Woto, untung-untungan itu sudah sifatnya dunia,
sifatnya……
184. HAMUNG : Tutup moncongmu, bocah.
185. RETNO : Jadi…..
186. MAE : Saya juga heran.
187. PANUT : Kan saya sudah bilang tadi Dia saya temi dekat bioskop
Indra. Lagi melamun. Tapi juga seperti orang bingung.
Ah, dia itu. Seperti bukan laki-laki saja. Nih, lihat. Panut!
188. RETNO : (tak ambil perduli pada Panut seperti yang lainnya juga)
Kalau begitu…. (tersenyum dan dibalik senyumnya ia
menyembunyikan sesuatu) Aneh sekali bukan?
189. HAMUNG : Aneh sekali. Dia itu orang yang teguh pendirian. Tapi, eh.
Mengherankan sekali. Saya tanya kenapa dia belum
berangkat padahal dia sudah pamit pada kita, ia cuma
diam.
190. PANUT : Bukan mustahil ia pun telah pamit dan minta restu pada
Kanjeng Sinuwun (tertawa) Memang sedih juga kalau
dia jadi berangkat. Tapi memang aneh….
191. MAE : Waktu adzan subuh tadi pagi untuk pertama kalinya saya
menangis seperti seorang Ibu yang sedang melepas
anaknya pergi jauh. Tidak kurang dari satu jam mata
saya meneteskan air. Berkali-kali saya menggelengkan
kepala. Mulut saya tak henti-henti berdoa. Eh, tahu-tahu
dia belum berangkat. Betul kata orang dulu. Orang yang
bepergian tak merasa tenang kalau ada diantara orang
yang ditinggalkannya belum rela.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 15


PANUT BANGKIT BERDIRI DAN SEKONYONG-KONYONG BISU-BISUAN LAGI.

192. PANUT : Bbbb….Aaaaaa…..bBbbbb.


193. HAMUNG : Kumat. Kemasukan setan! Kalau tidak ayan.
194. PANUT : Bajigur.
195. HAMUNG : Habis kau seperti orang yang kehilangan kepala, Kalau
kau terus begitu kau bisa sinting.. Tapi ya bagus juga.
Kalau kamu miring, si Koyal ada kawannya. Ya, tentu ada
bedanya. Kalau Koyal kesana kemari pamer bahwa dia
anaknya Kumico dan bangga akan badannya yang
jangkung seperti opsir Belanda. Sebaliknya tentu kamu
gembar-gembor bilang masih keturunan Jepang
(tertawa)
196. PANUT : Jangan menghina begitu Mung! Kan tidak kamu saja
yang punya perasaan?
197. HAMUNG : Tidak. Celeng juga punya perasaan.
198. MAE : Sudah Hamung. Jangan kau teruskan seperti kemarin.
Nanti dia nangis lagi. Eh, siapa yang nangis kemarin?
199. PANUT : Bukan saya! Koyal. Dia cemburu, pacarnya serong. Tiap
malam pacarnya digandeng orang katanya.
200. RETNO : Biasanya dia sudah datang.
201. PANUT : Siapa? Tukijan?
202. RETNO : (genit) Cih! Koyal!
203. PANUT : O, Koyal. Daripada menunggu lama-lama, Kan ada saya?
(tertawa)
204. RETNO : Ee
205. MAE : Memang. Biasanya Koyal terus saja nyelonong kalau kita
sedang asyik-asyinya ngobrol
206. HAMUNG : Yakin saya. Dia bisa gila. Setengah mati dia ingin jadi
orang kaya.
207. PANUT : Impiannya selangit.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 16


208. HAMUNG : Lucunya dia cumua ingin punya uang bertumpuk. Tapi
sintingnya, sedikit pun ia tidak mau bekerja. Ia cuma
ngemis.
209. PANUT : Makan pun tak mau ia urunan seperti kita-kita ini. Dia
cuma makan. Bayar tidak mau.
210. RETNO : (tertawa) Dan edannya uang hasil minta-minta nya ia
belikan lotre. Entah sudah berapa puluh lembar lotre
dibelinya. Satu kalipun belum pernah ia menang.
211. MAE : Biarkan ia tidak urunan. Ini permintaan Mae. Mae
bilang, kalau kalian semua yang Mae masakkan boleh
Mae anggap sebagai anak-anak Mae. Dan sudah
umumnya anak-anak. Tidak semuanya rajin. Mesti ada
saja yang nakal ataupun malas. Mae ingin kalian semua
rukun satu sama lain. Sedikit-sedikit yang malas diajar
kerja. Sedikit-sedikit yang suka nyopet diajar kerja. Mae
ingin semua senang lahir batin.

TERDENGAR SUARA DARI JAUH : NUUUUT!! AYO!!

212. PANUT : Itu suara Mas Woto (berseru) Hooooiiii!!


213. MAE : Tak usah turut Panut. Tak usah. Lebih baik kau pura-pura
tak dengar.
214. PANUT : (berseru) Kemana Mas?

TERDENGAR DARI JAUH : ADA MAKANAN! CEPAT!

215. MAE : (gelisah) Jangan turut, Nak. Jangan. Kasihan dirimu.


216. PANUT : (semangat) Sebentar Moaaasss!

PANUT PERGI MAE TERLUKA DAN SEDIH.

217. MAE : Dia pasti mendapat celaka! Pasti mendapat celaka! Tapi
memang dia masih bocah. Bukan salahnya (menangis)

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 17


218. HAMUNG : Jangan pedulikan
219. MAE : Dia tidak bersalah. Dia masih bocah. Setiap orang
harus…….
220. HAMUNG : Sama sekali tak ada salahnya. Tak ada yang salah.
221. MAE : Orang tuanya yang salah. Tapi siapa orang tuanya? Di
sini saya orang tuanya. Jadi saya yang bersalah.
Seharusnya saya terus menahannya.
222. HAMUNG : Tak ada gunanya.
223. RETNO : Mae tak usah terlalu susah.
224. MAE : Siapa bilang? Mae tak pernah bertanggung jawab.
Sekarang disini Mae berusaha jadi Ibu kalian. Salah satu
di antara kalian sedang menuju ke penjara tanpa di
sadarinya. Apakah Mae harus diam saja? Kalian tahu?
Dialah yang satu-satunya yang Mae harapkan selain
Koyal. Hamung, kau besok ke Jakarta. Mungkin juga
Tukijan. Dan kemudian Retno. Dan kalau Mae biarkan
Panut masuk penjara dan koyal pergi ke tempat lain,
apakah yang terjadi atas diri Mae? Pulang ke Tegal?
Tempat itu bukan lagi tempat Mae…….Tak ada tempat.
Mae akan kembali seperti ketika pertama Mae datang
kemari. Sebatang kara. Kering.
225. RETNO : Mae tak usah khawatir. Saya tak akan meninggalkan
Mae.
226. MAE : Semua akan meninggalkan Mae pada akhirnya. Suamiku
yang pertama pun berkata begitu dulu, tapi akhirnya ia
pun mengusirku juga. Dan kemudian suamiku yang
bernama Sutar meninggalkan aku. Malah suamiku yang
paling setia dan paling tua pergi juga. Dimakan gunung
Merapi.
227. RETNO : Tidak, Mae. Saya juga sebatang kara. Saya juga tersia.
sebab itu saya lebih senang dengan Mae. Berkumpul
sangat membantu mengurangi kesusahan.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 18


228. MAE : Tidak. Kau tidak tersia. Kau masih muda. Belum masanya
kau berputus asa. Sekiranya kau menurut nasihat Mae
dan tak usah kau menjadi….
229. RETNO : (memotong) Mae.
230. MAE : Retno. Mae sayang sekali padamu. Pada Hamung, pada
Tukijan, pada Koyal, pada Panut dan pada siapa saja
yang memandang Mae sebagai Ibunya, Seperti juga Mae
sangat sayang pada Mas Ronggo (diam) Ia kena lahar
(diam) Retno, diam-diam perasaan Mae remuk waktu
Tukijan pamit tadi pagi. Tambah lagi Hamung……dan
Panut.
231. RETNO : Sudahlah Mae.
232. HAMUNG : Ya Mae. Retno akan tinggal di sini dan akan selalu
bersama Mae.
233. MAE : Keinginan Mae memang begitu juga, tetapi sebaliknya
bagi Retno….
234. HAMUNG : Setidak-tidaknya dia tidak akan melupakan Mae
(menguap)
235. RETNO : Percayalah Mae. Kami tak akan begitu saja melupakan
Mae. Kami juga menganggap diri kami sebagai putra-
putri Mae yang nakal-nakal. Bukan Panut dan Koyal yang
nakal, tapi kami semua juga nakal-nakal (tersenyum
menghibur) Dan kenakalan kami tidak mengurangi cinta
kami pada Mae.
236. MAE : (menangis)
237. RETNO : Mae, jangan menangis begitu. Mae.
238. MAE : Mae kesepian.
239. RETNO : Mae sendiri yang bilang dan selalu bilang pada si Koyal
bahwa kawan kita banyak. Bintang-bintang , bulan,
langit…
240. MAE : Mae bahkan lupa pada wajah Mae sendiri.
241. RETNO : Mae.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 19


242. MAE : Kalau kau menurut kata Mae, kau kawin dan Mae kau
tinggalkan. Sebaliknya kalau kau tetap tinggal disini dan
kau terus begini…oh, Mae tak tahu apa yang Mae
kehendaki.

KETIKA CUMA BEBERAPA ANGIN YANG BERKATA. TIBA-TIBA TERDENGAR


TERIAKAN KOYAL : HOOOOIIII! AKU DAPAT LOTRE!! HOOOIIII!!! AKU
MENANG!!

243. MAE : (menghapus air matanya) Koyal.


244. RETNO : Dapat lotre. Dia menang.
245. HAMUNG : Memuncak sintingnya.

LELAKI KURUS TINGGI BERKULIT TERANG, MESKI BANYAK DAKI, DAN


BERAMBUT LURUS, MUNCUL DENGAN NAFAS KACAU.

246. KOYAL :
Wah! saya cari kemana-mana, rupanya kalian disini
247. MAE :
Kita disini malam ini. Malam terang bulan. Malam Syura.
Malam penuh berkah.
248. HAMUNG : Kau nanti….
249. KOYAL : Betul! Malam berkah melimpah (tertawa menang)
Lihatlah kedua tanganku. Di tangan kiri; lembaran lotre.
Di tangan kanan sobekan koran! Kalian tahu? Aku telah
menyobek koran yang terpasang di muka gedung Agung.
Aku terlalu girang. Aku sobek saja koran itu. Tak peduli!
(tertawa)
250. MAE : Koyal…..
251. RETNO & HAMUNG : (hampir bersamaan) Kau menang?
252. KOYAL : (tersenyum bangga ) Hampir!
253. RETNO : Ha?
254. KOYAL : (tersenyum bangga) Hampir! Cuma beda sedikit. Beda
satu (tertawa)
255. RETNO : Edan.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 20


256. HAMUNG : Biasa. Kepala penjol otaknya ya penjol.
257. MAE : (riang ) Anakku dapat lotre!
258. KOYAL : (bangga) Hampir Mae.
259. MAE : Syukur. Syukurlah. Hampir.
260. KOYAL : Kau lihat, Mung. Pada koran ini tertulis : “hadiah seratus
juta jatuh pada nomer 432480, Solo”, sedangkan
punyaku 432488. Ha, beda satu, kan? (tertawa senang)
Hampir aku menang. Betul tidak?
261. HAMUNG : Belum menang sudah hilang ingatan.
262. KOYAL : Tak ambil pusing aku. Yang penting aku hampir menang.
Artinya tak lama lagi aku pasti menang. Kau lihat,
Muung. (menunjukan lot yang lain) Nih, aku sudah beli
lagi. Tidak cuma itu malah. Baru saja aku tanya tukang
nujum. Burung glatik yang cerdik itupun menjanjikan
kemenangan itu. Satu kartu dengan gambar bunga
mawar, satu kartu dengan gambar sapi, satu kartu
dengan gambar rumah. Kau mesti tak percaya?
263. HAMUNG : Kau sendiri percaya?
264. KOYAL : Tentu saja. Saya sudah bayar kok
265. HAMUNG : Ya, udah. Sama saja.
266. KOYAL : Apanya yang sama?
267. HAMUNG : Ya, kalau kau sendiri percaya pada tukang nujum itu,
saya ya turut-turut percaya. Biar kau senang. Kau kan
selalu ingin senang?
268. KOYAL : (tertawa) Bagaimana kau ini. Senang itu kan tujuan
semua orang?
269. HAMUNG : Syukur, kalau kau mengerti itu.
270. KOYAL : Ah. Kalau kau percaya saya mengerti itu. Itu sudah sejak
semua orang tua saya hilang.
271. HAMUNG : Kau sendiri percaya?
272. KOYAL : Ha?
273. HAMUNG : Ya, sudah. Percaya (diam) Nah saya yakin kau telah
melupakan sesuatu.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 21


274. KOYAL : Apa?
275. HAMUNG : Nah betul kan? Belum kejatuhan uang kau sudah
melupakan sahabatmu sendiri.
276. KOYAL : Ikat pinggang ini? Kau kira dapat mencuri? Tidak. Saya
tidak mau seperti Panut. Juga lantaran Bapak saya dulu
Kumico. Sungguh mati. Ikat pinggang ini dihadiahkan
Tukijan sendiri waktu ia akan berangkat tadi pagi.
277. HAMUNG : Apa ikat pinggang itu sahabatmu? Betul-etul kau lupa.
Suling mu Yal!
278. KOYAL : (tertawa) mana bisa saya lupa? (mengambil suling dari
selipan ikat pinggangnya). Mau lagu apa?
279. MAE : Leloledung, Yal
280. KOYAL : Aduh. Lagu nenek-nenek
281. RETNO : Koyal sih biasanya lagu India.
282. KOYAL : Itu dia. Selera kita ternyata sama. Kau ingat Retno?
Nanti dulu. Kau ini harum sekali (pada Hamung ) Retno
cantik ya? (tertawa) Nah, kau ingat lakon Ali Baba?
283. RETNO : Yang main…eee…
284. KOYAL : Kura-kura makan kelapa, ya? Pura-pura lupa, biar orang
lain bilang; eh Retno kau persis bintang Film Sakila
(tertawa)
285. RETNO : Dan kau seperti Mahipal.
286. KOYAL : Kalau begitu tepat sekali kita menyanyi malam ini.
Dengar (memainkan suling) (jangan lupa; sebenarnya
permainannya sumbang)
287. HAMUNG : Koyal pintar ya?
288. RETNO : Kau memang pintar, Yal.
289. MAE : Anakku pinter…..
290. KOYAL : (berhenti) Itu sudah bakat. Pinter itu sudah bakat saya.
Kau sendiri pernah dengar cerita ayah saya yang dulu
pernah jadi Kumico. Sudah lumrah kalau ia punya anak
sepintar saya. Cuma sayangnya mereka terlampau cepat
mati.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 22


291. HAMUNG : Maumu kapan?
292. KOYAL : Apanya yang kapan?
293. MAE : Hamung, sudah.
294. HAMUNG : (keras) Maumu kapan orang tuamu mati?
295. KOYAL : Mau saya setelah saya dewasa. Tapi mereka terburu
mati dan membiarkan saya terlunta-lunta (melamun)
Kalau saya ingat nasib saya, ingat saya pada filem
Malaya. P. Ramli Maksud saya. Retno tentu ingat juga.
296. RETNO : Jambulnya jambul onta.
297. KOYAL : Betul lho. Saya ingat nasib saya kalau dengar lagu-
lagunya. Saya jadi ingat ibu bapak saya. Terutama saya
tidak bisa melupakan pipa gadingnya yang panjang itu.
Pipa itu dikagumi semua orang. Ah (diam) He, Mung.
Kau lahir dimana?
298. HAMUNG : Tak ambil pusing.
299. KOYAL : Orang ditanya tempat lahirnya dimana kok, jawabnya
tak ambil pusing.
300. HAMUNG : Habis? Apa kau kira saya tahu tempat dimana saya
dilahirkan? Apa orang lain pun tahu tempat dimana dia
dilahirkan? Apa kau tahu?
301. KOYAL : Kenapa tidak tahu?
302. HAMUNG : Kau tahu darimana ?
303. KOYAL : Dari ibu bapak saya tentu saja.
304. HAMUNG : Atau dari tetangga-tetanggamu.
305. KOYAL : Tidak. Dari ibu bapak saya sendiri
306. HAMUNG : Sama saja.
307. KOYAL : Ya, tidak.
308. HAMUNG : Ya, sama. Artinya kau sendiri tidak tahu. Apa kau
dilahirkan di ranjang atau di atas rumput tentu kau
sendiri tidak tahu. Dan bagaimana bisa tahu? (tertawa)
309. KOYAL : Kau ini main-main. Ditanya betul-betul kok.
310. HAMUNG : Kau kira saya main-main? Tanyalah lagi saya. He, Mung,

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 23


di mana kau lahir? Atau di atas ranjang atau di meja kau
dilahirkan?
311. KOYAL : He, Mung. Di mana kau lahir?
312. HAMUNG : Tidak tahu (tertawa) Pasti kau anggap itu main-main.
Coba kau fikirkan. atau coba kau tanya lagi. He, Mung,
Bagaimana kakimu bisa pincang?
313. KOYAL : He, Mung. Bagaimana kakimu bisa pengkor?
314. HAMUNG : Tidak tahu (tertawa) Ha, kau anggap saya main-main
lagi? Tidak. Coba kau fikirkan. Saya tahu bahwa saya ada,
tatkala saya merasa sakit hati kalau kaki pincang saya
dijadikan ejekan oleh kawan-kawan saya.
315. KOYAL : (keras gembira) Nah, di sanalah kampung halamanmu.
316. HAMUNG : Rumah tempat saya tinggal maksudmu?
317. KOYAL : Dimana lagi?
318. HAMUNG : Rumah itu berisi puluhan anak-anak kalau kau mau tahu.
319. KOYAL : Keluarga apa itu? Berapa ibunya?
320. HAMUNG : Rumah itu, rumah yatim piatu. Rumah itu musnah waktu
pecah perang dulu. Nah, bagaimana saya bisa tahu di
mana saya dilahirkan? Atau tanyalah. He, Mung, siapa
orang tuamu?
321. KOYAL : He, Mung. Siapa orang tuamu?
322. HAMUNG : Tidak tahu (tertawa) Mengerti? (tertawa) Karena itu
kenapa saya mesti ambil pusing? Yang penting sekarang
saya ada. Sebab itu saya harus memberi diri saya makan.
323. KOYAL : Itu kau. Saya tetap ambil pusing. Habis saya punya orang
tua. Hanya sayang mereka, juga paman saya dan
keluarganya, semuanya dicincang pemuda-pemuda
waktu revolusi dulu. Mereka membantu Belanda dan
Jepang. Bagaimana lagi? Kami perlu makan. Akhirnya
tinggal saya seorang. Kalau saya kaya tentu…
324. HAMUNG : (memotong)… tentu tidak miskin (tertawa)
325. MAE : Sudah, Hamung.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 24


RETNO YANG SEJAK TADI GELISAH, DALAM DIAMNYA, SEKARANG TURUT
TERTAWA.

326. KOYAL : Tidak, tentu saya bisa memperkembangkan bakat


kepintaran saya. Lalu saya fikir…
327. HAMUNG : (memotong) Lalu saya melamun (tertawa)
328. MAE : Hamung.
329. RETNO : (tertawa)
330. KOYAL : (tidak peduli) Lalu saya fikir saya harus punya banyak
uang dulu. Malah akhir-akhir ini saya mencintai uang.
Mengapa tidak? Saya telah melihat rumah yang bagus-
bagus. Saya telah melihat mobil yang bagus-bagus. Saya
telah melihat segala apa saja yang hanya bisa
didapatkan dengan uang. Lalu…
331. HAMUNG : …..ngemis (tertawa bersama Retno)
332. KOYAL : ……lalu saya mulai mengumpulkan uang. Tapi pasti
terlalu lama. Lalu saya belikan lotre. Dan baru saja saya
hampir menang (tertawa) Itu tandanya tidak lama lagi
saya akan menang. Dan kalau saya menang dan menang
dan menang dan menang…dan menang lagi….oh, uang
saya. Bertumpuk setinggi gunung Merapi (tertawa) Ya,
Mung. Kau boleh pergi ke Jakarta besok dan membuat
rumah setinggi pohon kelapa, dan di sebelahnya, Tukijan
boleh membangun rumah yang besarnya lima kali
keraton. Apa yang saya perbuat?
333. HAMUNG : Ngemis (tertawa bersama Retno)
334. KOYAL : Tidak. Saya akan mendirikan di antara rumah raksasa itu
hanya sebuah gubug kecil saja. Tapi..dengar. Kalau jam
tujuh pagi saya, Raja Uang, Keluar dari gubug itu dengan
dua buah koper penuh berisi uang. Jangan lupa, becak
langganan saya sudah menunggu di muka. Dengan dua
koper itu saya berkeliling kota. (tertawa) Orang-orang di
sepanjang jalan bersorak sorak ; Hidup Raja Uang,

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 25


Hiduup Raja uang! Tentu saja saya hanya manggut-
manggut. Dan dari koper itu, saya hambur-hamburkan
uang. Pasti saya tertawa menyaksikan orang-orang
berebutan uang seperti anak-anak ayam. Nah, kalau
sudah jam 2 siang saya pulang. Uang habis sama sekali.
Dalam gubug ajaib itu saya tidur siang. Tidur di atas
kasur yang berisi uang. Berbantalkan bantal yang berisi
uang, seraya memeluk guling berisi uang (tertawa).
Sorenya saya keluar jalan-jalan dengan empat buah
koper berisi uang. Tentu saja kali ini saya mesti
menyewa mobil. Tiap-tiap rumah saya masuki dan saya
taburi dengan uang. Terutama sekali rumah kau dan
rumah Tukijan. (tertawa) Dan kalau sudah habis…
335. HAMUNG : (memotong) Ngemis lagi.

SEKONYONG MUNCUL PANUT DENGAN TERGESA

336. PANUT : Tidak usah, Yal. He, Yal. Dengan gampang kau akan
punya banyak uang asal kau mau turut saja malam ini.
337. KOYAL : Kemana?
338. PANUT : Turut sajalah.
339. HAMUNG : Ya, turut saja biar penjolmu bertambah penjol.
340. MAE : Jangan. Ayo, Panut, kau membantah Mae. Jangan pergi!
Disini saja! Koyal, kau pun tak usah pergi.
341. PANUT : Ayo, Yal. Jangan seperti kerbau banci.
342. KOYAL : Mencuri?
343. PANUT : Turut saja. Tanggung beres.
344. KOYAL : Tidak. Saya tidak mau.
345. MAE : Nah, kau anak pintar, Koyal.
346. PANUT : Betul kau tidak mau uang?
347. KOYAL : Kalau uang saya mau.
348. PANUT : Turut lah dengan saya. Segera.
349. KOYAL : (lama) Tidak mau.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 26


350. PANUT : Betul?
351. KOYAL : ……
352. MAE : Panut, turut kata Mae. Jangan pergi. Jangan.
Kemanapun jangan.
353. PANUT : Betul, Yal? Betul kau tidak mau?
354. KOYAL : (melihat pada bulan)
355. PANUT : Syukur (melihat kejauhan) Nah, kebetulan ada seekor
kerbau yang lain. Itu jantan sungguh. Sijio (berseru)
Jioooo!! (pada Koyal ) Kerbau yang itu akan berkubang
uang (pergi segera)
356. MAE : (patah) Panut! (marah) Harus ada yang dimarahi! Siapa?
Jangan diam saja! Kenapa diam saja! (amarahnya
terkumpul pada wajahnya)
357. HAMUNG : (melihat kejauhan) Itu dia si Tukijan. Ia sedang menuju
kemari.
358. RETNO : (berdebar) Mana?
359. KOYAL : (tak percaya) Mana? Ah, kau pasti main-main kan. Dia
sudah berangkat ke Jakarta tadi pagi? (melihat) Eh,
betul Mae, si Tukijan (gemetar) Celaka. Celaka.
360. HAMUNG : Ada apa?
361. KOYAL : Tidak (gugup) Itu. Mungkin. Mungkin dia dapat celaka.
Barangkali. Ia (gugup mencari sarung dari dalam
kantongnya) (lalu tiba-tiba seperti kedinginan) Hhhhhh,
dinginnya. Hhhhhh. (dikenakannya sarungnya sehingga
celananya tak nampak)
362. MAE : Betul si Tukijan? Kau betul…
363. HAMUNG : Betul. Kenapa?
364. MAE : Kalau dia berniat pergi lagi besok atau lusa atau besok
atau lusa seharusnya dia tidak menolak. Tapi kenapa?
(diam) Tak tahu saya. Tak tahu (melihat arah darimana
Tukijan akan muncul)
365. HAMUNG : Barangkali banyak untungnya kelak. Siapa tahu?
Barangkali kau lebih senang juga. Tapi itu urusanmu.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 27


Nah, saya tentu saja tak hendak mencampuri sedikitpun.
Memang bukan watak saya ambil peduli urusan orang
lain. Salah-salah malah menjerumuskan.
366. MAE : Kelihatannya sangat aneh. Sangat lesu kelihatannya.
367. KOYAL : (semakin gemetar dan itu diselimutinya dengan gigilan
dingin yang dibuat-buat) Hhuuuuufff. Hhhhhhh,
dinginnya..

MUNCUL SEORANG LAKI-LAKI SEBAYA DENGAN HAMUNG. AGAKNYA


ORANG INI PENDIAM TAPI MATANYA TAJAM DAN SEGERA MENGESANKAN
SEBAGAI SEORANG LELAKI YANG PENUH KESUNGGUHAN. NAMUN IA JUGA
EMOSIONIL. DIA LANGSUNG DUDUK DISEBELAH MAE. RETNO TIDAK
PERNAH MELIHAT KEPADANYA. HAMUNG BANGKIT.

368. KOYAL : Kemana, Mung?


369. HAMUNG : Ngopi. (lenyap dalam kegelapan)
370. KOYAL : Ikut, Mung. (bangkit lalu lenyap dalam kegelapan)

SEPI BERAPA DETIK. ANGIN.

371. TUKIJAN : Mae.


372. MAE : Mae mengerti (menangis)
373. TUKIJAN : Kalau sekali ini juga gagal lagi, saya berharap subuh
nanti saya sungguh-sungguh sudah punya ketetapan hati
yang teguh; setidaknya sudah beli karcis lagi; seharusnya
memang begitu.

SAMAR-SAMAR DARI KEJAUHAN KEDENGARAN ORKES JALANAN SEDANG


MEMAINKAN KERONCONG LANGGENG JAWA TEMA CINTA “EROTIK”.

374. TUKIJAN : Mae tentu mengerti.


375. MAE : (mengangguk dalam sisa tangisnya)

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 28


376. TUKIJAN : Sama sekali salah kalau orang mengira bahwa niat saya
ini didorong oleh rasa ingin menolong. Kalau hanya
lantaran perasaan itu barangkali tak perlu sampai-
sampai saya harus memperistri kau. Saya membutuhkan
kau. Tak lebih dari itu.
377. RETNO : (masih membisu)
378. TUKIJAN : Impian itu mesti diwujudkan, barulah ada artinya.
379. RETNO : (cuma memandang laki-laki itu. Itupun cuma beberapa
saat)
380. TUKIJAN : Saya juga tidak suka menjanjikan apa-apa. Semuanyya
masih bakal. Yang saya miliki hanya kemauan. Dan lagi
kita hanya mendengar bahwa tanah di seberang penuh
kekayaan yang masih terpendam. Sangat luas. Segalanya
masih terpendam. Segalanya. Di dalam tanah dan di
dalam diri kita. Kalau kita sungguh-sungguh
menghendaki, kita harus mengangkatnya ke permukaan
hidup kita. Saya kira begitu.
381. RETNO : (kembali memandang lelaki itu)
382. TUKIJAN : Retno! Kau percaya? Saya tak peduli siapa kau. Saya
hanya membutuhkan kau. Tak lebih dari itu. Saya tidak
tahu tapi betul saya tak akan melakukan apa-apa
seandainya kau tak ada. Itu saja. Itu pun.
383. RETNO : Lantaran saya sangat mencintaimu, saya terpaksa
menolak kau ajak. Percayalah, kau akan lebih senang
sekiranya kau berangkat sendiri. Tak ada orang yang
akan merepoti kau. Waktu kau lebih banyak.
384. TUKIJAN : (bernafas berat. Sebentar menundukan kepalanya lalu
melihat pada Mae)
385. MAE : (memandang kosong. Ia hanya membayangkan dirinya
menangis. kosong)
386. RETNO : (tiba-tiba) Setan! Setan! (sebentar menutup mukanya
lalu sekonyong ia melangkah menyusup dan lenyap
dalam kegelapan)

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 29


TUKIJAN MELUDAH. BERSAMA ORKES JALANAN YANG SAYUP-SAYUP
SUARANYA. CAHAYA PENTAS PUN MENYUSUP SURUT DAN GELAP MUTLAK
AKHIRNYA. ISTIRAHAT SESAAT.

BAGIAN 2

DI ATAS MEGA

BERSAMAAN DENGAN MAKIN TERANGNYA CAHAYA PENTAS, TERDENGAR


SUARA SERULING KOYAL YANG SUMBANG ITU MENYUSUP DI SELA-SELA
ANGIN MALAM YANG BERGEMURUH. MAE, RETNO DAN HAMUNG SUDAH
NYENYAK TIDUR. TUKIJAN TERBARING GELISAH SETENGAH TIDUR DI ATAS
TIKAR. SEDANGKAN KOYAL MASIH ASYIK MASYUK DI TENGAH IMPIAN-
IMPIANNYA DENGAN SERULINGNYA DUDUK DI BAWAH TIANG LISTRIK.

387. KOYAL : (berhenti main suling) Uuuu. Uuuuu! Uuuuuu!! (melepas


nafas kepada beringin) Selamat malam, beringin tua.
(kepada bulan) Selamat malam, bulan gendut (kepada
rumputan) Selamat malam rumput (memandang
keliling) Selamat malam semuanya. Huh, malam!
(kepada bulan) Apa? Melamun? Enak memang.
Melamun itu nikmat (kepada beringin) Melamun juga
kerja kan? Dan tidak cuma itu, Aku membeli lotre untuk
menjelmakan keinginanku. Uang! Uang! Uang! (tertawa
memperlihatkan lotnya) Lihat (kepada bulan) Menang?
……Akan menang. Baru hampir menang (kepada
rumputan) Kau yang tuli! (kepada bulan) Aku baru akan
menang…Tidak…satu bedanya (memperlihatkan
sobekan koran) Aku bacakan ya! (membacanya lambat-
lambat) Di koran tertulis 4-3-2-4-8-0, sedangkan
kepunyaan saya : 4-3-2-4-8-0, (terkejut) Heran aku (tak
percaya) Ah, mungkin aku salah baca. 4-3-2-4-8-….0

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 30


(kepada bulan) He, aku menang artinya (matanya makin
melotot) aku menang sekarang (tertawa) Aku menang.
Aku menang. Tentu engkau yang telah menyulap. Bulan,
kau, main-main. Tapi biarlah. aku senang (tertawa) Aku
menang. He, rumpur aku menang. (tertawa) Biar! Aku
menang beringin tua. (tertawa) Biar. Enak! (kepada
bulan) Terimakasih, bulan. Terimakasih….Ya, enak.
Segar, ya? Horeee!!! Hiudp bulan! Hidup impian!
Dongengmu indah, sangat indah, bulanku. Horeeee!!!
(sejak itu maka cahaya pentas pun berubah dengan
cahaya yang fantastis. Koyal berteriak kegirangan)
388. KOYAL : Horee!! Aku menang lotre!! Horee (diam) Melamun
sendirian kurang nikmat. Lebih asyik kalau kubangunkan
semua orang. Semua saja (berteriak) Hoooooooiiiiiii!!!
Koyal menaaaaaaaaang!!! Aku menang lotreeeeeeeee!!!
(tertawa) Kubangunkan saja orang-orang itu.
(fantastis. Koyal meniup sulingnya. Mae bangun)
389. KOYAL : (berhenti main suling) Mae, lihat (menunjukan lotnya
serta sobekan korannya) Aku menang. Baca. Ayo, baca.
Sama ya?
390. MAE : Mae tidak bisa membaca.
391. KOYAL : Mae bilang saja. Koyal menang!
392. MAE : Koyal menang! O, ya. Koyal menang!
393. KOYAL : (tertawa) Horeeee! Koyal menang!!!!
(fantastis. Koyal meniup sulingnya. Retno bangun)
394. KOYAL : (berhenti main suling) Ha, lihat. Aku menang, ya?
395. RETNO : Tadi kau bilang baru hampir menang?
396. KOYAL : Sekarang bilanglah; Kau menang!
397. RETNO : Kau menang – Setan
398. KOYAL : (tertawa) Horeee!!! Menang!!! Menang!!!
(fantastis. Koyal meniup sulingnya. Hamung bangun)
399. KOYAL : (berhenti main suling) Lihat Mung. Sama kan? 432480, di
koran dan punyaku juga 432480.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 31


400. HAMUNG : Kau sendiri percaya?
401. KOYAL : Tentu saja. Kau?
402. HAMUNG : Ya percayaaaa.
403. KOYAL : Horeee!!! (tertawa) Menang!!! Horeee!!!
(fantastis Koyal meniup sulingnya. Tukjan malas bangkit)
404. KOYAL : (berhenti main suling) Jan, katakan aku menang.
405. TUKIJAN : (diam dan jengkel)
406. KOYAL : Jan, katakan. Aku menang. Katakan.
407. TUKIJAN : (masih diam)
408. KOYAL : Jan.
409. TUKIJAN : (sekonyong meletus) Diam, anjing!
410. KOYAL : Tentu aku akan diam nanti setelah kau bilang aku
menang.
411. TUKIJAN : (menahan amarahnya)
412. KOYAL : Jan, tolong. Tolonglah. Katakan aku menang lotre.
413. TUKIJAN : Diam tidak?
414. KOYAL : Tentu. Tapi katakan dulu.
415. TUKIJAN : Kutampar kau nanti.
416. KOYAL : Kau mau. Pasti. Pasti. Nah, katakan. Aku menang.
417. TUKIJAN : (dengan kesal) Kau menang! Monyet!
418. KOYAL : Ah, aku senang (tertawa) Horeee!!!
419. TUKIJAN : Mampus kau nanti. Gila.
420. KOYAL : Horeee!!! Koyal dapat lottre!!!
421. MAE : Kau tak boleh enak sendiri.
422. HAMUNG : Tak boleh
423. RETNO : Sama sekali tak boleh.
424. MAE : Kau tak boleh mengucapkan Koyal menang lotre. Di sini
kau harus bilang; Kita menang lotre (berteriak) KIta
menang lotre!!!
425. KOYAL : Betuul (berteriak) Horeeee!!! Kita menang lotre!!!
(tertawa)
426. MAE : Kau juga harus serukan itu. Retno.
427. HAMUNG : Ya, kau juga, Retno.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 32


428. KOYAL : Kau juga, Hamung.
429. MAE : Juga Tukijan.
430. KOYAL : Ayo serukan, Retno.
431. RETNO : Aku menang lotreeee!!!
432. MAE : KIta.
433. KOYAL : Bukan kau!
434. RETNO : Kita menang lotreeee!!!!
435. KOYAL : Kau, Hamung.
436. HAMUNG : Kita menang lotreeee!!!
437. MAE : Sekarang kau, Tukijan.
438. TUKIJAN : (terpaksa) Kita menang lotre!
439. MAE : Sekarang kita sama-sama.
440. KOYAL : Ya. Kita sama-sama berseru sekarang. Satu, dua, tiga.
441. SEMUA : Kita menang lotre!!!
442. KOYAL : Kurang keras. satu, dua tiga!
443. SEMUA : Kita menang lotre!!!
444. KOYAL : Sedikit keras lagi. Biar orang mendengar seruan kita.
445. MAE : Ya, biar langit terbelah dan mengirimkan keajaibannya.
446. KOYAL : Satu, dua, tiga!!
447. SEMUA : Kita menang lotre!!!
448. KOYAL : Satu, dua, tiga!!!
449. SEMUA : Kita menang lotre!!!!
450. KOYAL : Satu, dua, tiga!!!!
451. SEMUA : Kita menang lotre!!!!!!
452. TUKIJAN : Ini gila. Ini gila. Mimpi gila!
453. KOYAL : Biar. Lezat (tertawa) Jangan terlampau sadar. Kita sibuk
sekarang. Kita harus urus kemenangan kita. Jangan
biarkan waktu jadi terbuang. Kita harus punya
rancangan. Jadi pertama-tama kita harus menukarkan
lot ini ke bank. Betul, Mung?
454. HAMUNG : Betul.
455. KOYAL : Uang! Uang! Uang! (tertawa) Kita ke bank sekarang.
456. RETNO : Jam berapa sekarang?

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 33


LONCENG KERATON BERDENTANG TIGA KALI.

457. RETNO : Terang sudah tutup.


458. KOYAL : Perduli amat. Begitu, kan Mung?
459. HAMUNG : Begitu.
460. KOYAL : KIta mulai, bulan sayang (pada Retno) Iya. Perduli tutup
perduli buka. Uang, uang kita. Kalau perlu bank itu kita
beli. Akur, Mung?
461. HAMUNG : Akur.
462. KOYAL : Uang (tertawa) Kita ke Bank sekarang. Tidak jauh dari
sini. Dekat kantor pos. Setuju?
463. SEMUA : Setuju.
464. KOYAL : Kemana kita?
465. SEMUA : Ke Bank.
466. KOYAL : Tukar apa kita?
467. SEMUA : Tukar uang.
468. KOYAL : Uang siapa punya?
469. SEMUA : Uang kita punya.
470. KOYAL : Siap semua!

SEMUA SIAP BERBARIS.

471. KOYAL : Kita serbu gudang uang. Maju jalan!


472. SEMUA : (sambil jalan ke kiri) Kita serbu gudang uang. Kita
bongkar kantor Bank

BERKALI-KALI MEREKA MENYERUKAN ITU. SAMPAI SAYUP-SAYUP DAN


LENYAP. LAMPU JALAN TERGOYANG-GOYANG. SUARA MEREKA MULAI
JELAS LAGI KEDENGARANNYA SETELAH AGAK BEBERAPA LAMA. DARI
SEBELAH KANAN ITU MUNCUL MEREKA BERADA DI MUKA BANK SEKARANG.
GEDUNG ITU BERTINGKAT DUA.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 34


473. KOYAL : Untung sekali kita. Direktur Bank ini berumah di bagian
atas gedung ini.
474. MAE : Mae pernah tidur di sana.
475. HAMUNG : Saya pernah tidur di mana-mana.
476. RETNO : Tapi kita agak payah juga. Kita tak bisa mengetuk pintu
itu. Bagaimana bisa? Ketukan kita tak akan ada artinya.
Sama sekali pada pintu berterali besi itu.
477. KOYAL : Susah-susah. Apa tidak ada yang bernama batu di atas
dunia ini (tertawa) Akur tidak, Mung?
478. HAMUNG : Akur.
479. MAE : Tapi sebelum kita pergunakan batu, kita coba dulu
dengan seruan kita.
480. KOYAL : Boleh juga (berseru) Pak Direktur!!! Ayolah.
481. SEMUA : Pak Direktur!!! (tertawa) Pak DIrektur!!!! (tertawa) Pak
Direktur!!!!
482. MAE : Kerbau juga tidur orang gede itu.
483. HAMUNG : Baru tau? Orang gede itu daging semuanya. Seperti
kerbau. Apalagi kalau sedang tidur.
484. KOYAL : Terpaksa dengan batu.
485. RETNO : Kalau dia marah?
486. KOYAL : Kita kan punya uang. Sumbat saja mulutnya dengan
uang.
487. HAMUNG : Uang itu sumbat ajaib.
488. KOYAL : Ayo, ambil batu yang besar. Masing-masing satu.

SEMUA AMBIL BATU.

489. KOYAL : Ayo, kita ketuk saja keras-keras.

LIMA BATU PADA LIMA TANGAN DI KETUKAN PADA PINTU BESI.


SOUND EFFECT. LIMA BATU PADA LIMA TANGAN DI KETUKAN PADA PINTU
BESI.
SOUND EFFECT

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 35


490. SEMUA : Pak Direktut!!!

LIMA BATU PADA LIMA TANGAN DI KETUKAN PADA PINTU BESI.


SOUND EFFECT.

491. RETNO : (menunjuk ke atas) Itu dia. Kasihan. Masih dalam


kantuknya.
492. MAE : Hmmmm. Gemuknya. Persis babi.
493. HAMUNG : Tidak. Babi di kebiri.
494. SEMUA : (tertawa)
495. RETNO : Hush. Betul kataku. Dia marah-marah.
496. KOYAL : Maaf, pak–Kebutuhan mendesak.
497. MAE : Betul Tuan.
498. RETNO : — Tapi sangat mendesak sekali.
499. KOYAL : —Tukar lotre, pak. Maksud kami, kami menang lotre.
Kami mau tukar. — Tidak pak. Kami butuh malam ini.
500. RETNO : Kasihan dia. Menguap terus.
501. MAE : Husssh.
502. KOYAL : Tapi uang, uang kami kan? Kenapa mesti tunggu segala?
—Tidak, pak. Tidak bisa.
503. HAMUNG : Tidak.
504. MAE : Tidak bisa
505. RETNO : Tidak. Tidak.
506. KOYAL : — Apa? —- Sungguh-sungguh pak? — (pada kawan-
kawannya) Apa betul omongannya?
507. RETNO : Tentu saja betul.
508. MAE : Tentu saja.
509. HAMUNG : Tentu.
510. KOYAL : Bagaimana, Jan?
511. TUKIJAN : (marah) Betul!!!!
512. KOYAL : (tertawa) Jadi betul kita bebas beli apa saja cuma
dengan menunjukan lot ini, Mung?

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 36


513. HAMUNG : Betul.
514. KOYAL : Cuma dengan menunjukan lot?
515. HAMUNG : Cuma dengan menunjukan lot.
516. KOYAL : (tertawa besar kesenangan) Horeee!! Hidup Pak
Direktur!!!!
517. SEMUA : Hidup!!
518. KOYAL : Hidup uang!!!
519. SEMUA : Hidup!!!
520. KOYAL : Terimakasih, Pak. Silakan meneruskan tidur.
521. SEMUA : Selamat tidur, Pak (tertawa).
522. KOYAL : Kemana kita sekarang?
523. RETNO : Ke mana?
524. KOYAL : Mae?
525. MAE : Mae? Mae ingin makan.
526. RETNO : Makan gudeg.
527. MAE : Iya, gudeg.
528. KOYAL : Ke mana, Mung?
529. HAMUNG : Ke mana saja.
530. MAE : Ke tempat di mana kita paling sering dihina orang.
531. KOYAL : Ke pasar Gede Beringharjo.
532. MAE : Itu salah satunya. Tapi baik juga.
533. KOYAL : Ayo, Siap semua.

SEMUA BERBARIS.

534. KOYAL : Ke pasar makan gudeg.


535. SEMUA : (ambil jalan ke kanan) Ke pasar makan gudeg.

BERKALI-KALI MEREKA MENYERUKAN ITU. SAMPAI MEREKA LENYAP DAN


SAYUP-SAYUP KEDENGARANNYA. ANGIN GEMURUH MENGADUKNYA.
LAMPU JALAN TERGOYANG-GOYANG.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 37


SUARA MEREKA MULAI MAKIN JELAS LAGI KEDENGARANNYA AGAK
BEBERAPA LAMA. DARI SEBELAH KIRI MEREKA MUNCUL. MEREKA DI MUKA
PASAR SEKARANG. DI SANA BANYAK BECAK YANG PARKIR. JUGA BAKUL-
BAKUL SUDAH MULAI MERAMAIKANNYA DENGAN JUAL BELI MEREKA.

536. RETNO : Kebetulan sekali. Cuma ada seorang di sana yang sedang
makan.
537. KOYAL : Nampaknya malah sudah selesai.
538. MAE : Sudah ramai benar pasar.
539. HAMUNG : Memang waktunya. Sekarang sudah hampir pagi.
540. TUKIJAN : Kita ini mimpi.
541. KOYAL : Cerewet! Soalnya kan kita cari kenikmatan!
542. TUKIJAN : (menantang) Apa?
543. KOYAL : (ketakutan) Tidak—Kenapa takut? Bukankah malam ini
saya yang jadi raja? (pada bulan) Bukankah begitu
bulan?—-Harus? Baik (seketika berubah sikap untuk
meyakinkan dirinya ia bertolak pinggang) He, Jan!
Dengar!
544. TUKIJAN : (takut) Ya, Yal.
545. KOYAL : Kamu jangan banyak cerewet ya?
546. TUKIJAN : Ya, Yal.
547. KOYAL : Malam ini kita akan makan kabut.
548. TUKIJAN : Ya, Yal.
549. KOYAL : Dan menelan bulan.
550. TUKIJAN : Ya, Yal.
551. KOYAL : Kita akan mengenakan pakaian dari angin.
552. TUKIJAN : Iya, Yal.
553. MAE : Kalau perlu kita akan mencoba meniti garis kaki langit.
554. TUKIJIAN : Ya, Yal.
555. KOYAL : (pada bulan) Begitukah, bulan? (tertawa) Enak juga.
556. RETNO : E, kita ini jadi makan apa tidak?
557. KOYAL : Kenapa pula urung. Ayo. Makan sekenyang-kenyangnya.
Toh cuma mega—-Hamung, yang baik cara kau berjalan.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 38


558. HAMUNG : Lupa? Pincang (menunjuk kakinya)
559. KOYAL : (tersenyum agung) O, ya (pada Mae) Mae, cepat sedikit
berjalan supaya tidak kalah dengan matahari. Kalau
ketinggalan akan sia-sia saja pesta kita. Nah, ambil
tempat duduk masing-masing. Hamung, sopan sedikit.
Sopan santun diperlukan bagi siapa saja yang memilki
kekayaan. Dan kita? Kaya. Mulya. Faham? (akan duduk)
Permisi, mas (duduk) Retno di sisi saya. Yang lain satu
deret. (diam) Jangan pergi dulu, mas. Saksikan dulu
pesta kami —- Makan lagi? Boleh saja. Sepuas anda
(tertawa) Dunia kita yang punya. Semuanya kita yang
punya (tertawa) Monggo, monggo. Silahkan. Sampai
ketemu. Kalau kesusahan soal uang temui saja saya mas.
Rumah kami di…… (pada Mae) Di mana, Mae?
560. MAE : Baru dibangun besok. Besok jadi.
561. KOYAl : Baru dibangun. Besok jadi. (tertawa) Monggo. Monggo
562. HAMUNG : Kopi susu panas, pak!
563. RETNO : Saya coklat susu panas, pak!
564. KOYAL : Mae apa?
565. MAE : Teh susu panas.
566. KOYAL : Teh susu panas satu. Lalu satu gelas campuran dari
ketiga macam minuman yang tadi (pada Tukijan) Segera
kau pesan, Jan. Jangan sampai kadaluarsa seperti
Sangkuriang.
567. TUKIJAN : Minuman yang tidak ada, pak!
568. RETNO : Bagaimana, mbak yu? — Dada mentok.
569. KOYAL : Saya juga mbakyu. (pada yang lain) Kalian sama?
570. HAMUNG : Tambah telor lima butir.
571. MAE : Yang lain tidak usah kecuali enam potong hati dan
rempelo.
572. TUKIJAN : Campur aduk bijih besi dan kawat yang ruwet.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 39


BEGITULAH MEREKA MENDAPATKAN MINUMAN MEREKA MASING-
MASING. BEGITULAH MEREKA MENDAPATKAN MAKANAN MEREKA
MASING-MASING. MEREKA BERSANTAP DENGAN SOPAN DAN RAKUS
SEKALI, KECUALI TUKIJAN.

573. KOYAL : Enak jadi orang kaya, bukan?


574. RETNO : Ya. Terang enak (pada Mae) Bagaimana, Mae?
575. MAE : Tidak tahu.
576. KOYAL : Bagaimana menurut kau, Mung?
577. HAMUNG : Sama saja.
578. KOYAL : Tentu saja tidak sama.
579. HAMUNG : Ya, tidak sama.
580. KOYAL : Sudah kenyang semua?
581. SEMUA : Sudah.
582. KOYAL : Minuman dulu. Hitung, pak. — Gudeg berapa, mbak yu?
— Ya, semuanya saja lihat lot ini dan lihat sobekan koran
ini. —- Ha, beres? — (tertawa) Kalian lihat? (tertawa)
583. SEMUA : (tertawa)
584. KOYAL : Ke mana lagi kita?
585. RETNO : Sesudah makan tentu saja harus kita fikirkan soal
pakaian.
586. HAMUNG : Tangkas sekali fikiranmu.
587. KOYAL : Ya, untuk melengkapi sopan-santun, kita harus
membalut badan kita dengan pakaian yang gemerlapan
sehingga segalanya tersembunyi rapih.
588. RETNO : Kita ke toko Kim Sin.
589. KOYAL : Kita borong semua yang ada.
590. MAE : Saya akan ambil boneka.
591. HAMUNG : Betul semuanya.
592. TUKIJAN : Betul sekali. Saya butuh kampak dan cangkul.
593. KOYAL : Baiklah kita semuanya siap berangkat sekarang. Kita ke
toko Kim Sin

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 40


BEBERAPA KALI MEREKA MENYUARAKAN ITU. SAMPAI MEREKA LENYAP
DAN SAYUP-SAYUP KEDENGARANNYA. ANGIN GEMURUH MENGADUKNYA.
LAMPU JALAN TERGOYANG-GOYANG.

SUARA MEREKA MULAI JELAS LAGI KEDENGARANNYA SETELAH AGAK


BEBERAPA LAMA. DARI SEBELAH KIRI MEREKA MUNCUL. MEREKA DI MUKA
TOKO RAMAI SEKARANG. PENGUSAHA TOKO KEBETULAN ADA DI MUKA
PINTU.

594. RETNO : (gugup senang) Selamat malam, taokeh.


595. KOYAL : Jangan sebut taokeh. Kita ini pembeli.
596. MAE : Selamat pagi, tuan.
597. KOYAL : Apa kita budaknya? Dan lagi sekarang belum waktunya
matahari mempertontonkan dirinya. Kalau sempat
waktunya, tentulah selesai pula kita memiliki kekuasaan
ini (dengan cara merendahkan Cina itu dan memegang
pundak Cina itu) Selamat malam menjelang pagi. Heh,
selamat malam menjelang pagi. (Cina itu melepaskan
diri dari tangan Koyal) Apa? Sopan? —- Memang kamu
bukan budak saya — (kejam) Ya, tadi memang kamu
bukan budak saya. Tapi dalam beberapa menit ini kamu
adalah budak saya. Di tangan saya ada cukup uang untuk
menjadikan siapa saja budak-budak saya — Jangan ajari
saya soal kesopanan. Saya tahu saya kaya. Dan saya tahu
sopan santun itu cuma milik mutlak orang kaya dan
saya…
598. MAE : Kita!
599. KOYAL : Kita…
600. RETNO : Kita!
601. KOYAL : Kami. Kami adalah orang-orang kaya pada saat ini. Lagi
pula apa sebenarnya yang mendorong kamu orang
untuk tersinggung? Padahal saya…

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 41


602. MAE : Kami datang akan menimbuni kamu orang dengan
keuntungan yang berlebihan dibanding dengan
kebutuhan kamu orang untuk makan — Ya, pakaian biar
sopan — Bukan. Bukan untuk menghindari dingin. Demi
sopan santun. Kalau hanya karena dingin kita berpakaian
maka pada musim kemarau kita tak perlu berpakaian
artinya. Jadi, biar sopan. Paham? Biar semuanya
tersembunyi. Tapi apa perlunya kita berbincang soal ini.
Yang penting ini. Untuk kamu orang keuntungan, dan
untuk kami orang pakaian. Beres? (pada kawan-
kawannya) Ketawa dia.

SEMUA KETAWA.

603. KOYAL : (Pada Cina) Ya, ya …. (pada kawan-kawannya) Ayo


masuk kita (pada Cina) Tidak. Tidak usah dibuka semua
pintu. Cukup pintu ini saja. Kami maklum sebenarnya
toko sudah tutup kan.

SEMUANYA MASUK MELALUI PINTU YANG SEMPIT ITU. MEREKA


MENYERBU LEMARI-LEMARI DI MANA PAKAIAN-PAKAIAN BERTUMPUKAN
DAN JUGA BARANG-BARANG LAIN DIPAMERKAN.

604. RETNO : Oh, Tuhan. Betapa bahagia saya. Sudah lama saya impi-
impikan barang ini (pada Mae) Lihatlah, Mae. Mungil.
B-H ini sangat bagus, bukan?
605. MAE : Bagus sekali, Retno. Bagus sekali. Coba pilihkan Mae
satu.
606. KOYAL : Satu! Satu kotak sekalian. Kamu tidak boleh begitu
gampang melupakan bentuk pakaian yang pertama
setelah lama nenek-nenek kita kedinginan, eh bukan!
Setelah lama nenek-nenek kita tidak sopan.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 42


607. HAMUNG : Bisa terus pakai di sini. Bah? — Terima kasih. Ah,
pelayanannya sangat memuaskan sekali (ke tempat
ganti pakaian)

KOYAL MENDEKATI HAMUNG. DIA JUGA GANTI PAKAIAN. DIA


MENGENAKAN KEMEJA LEBIH DULU KEMUDIAN CELANA. SETELAH
BERCERMIN, IA BERCERMIN PADA HAMUNG.

608. HAMUNG : Kau tampak kukuh sekarang.


609. KOYAL : Persis bapak saya. Seperti orang Belanda, ya? (bangga)

LALU IA MENCARI DASI SEKARANG.

610. HAMUNG : Ah, pakai dasi segala.


611. KOYAL : Embel-embel. Biar sopan. Sopan itu embel-embel. Di sini
(tertawa) Bagaimana cara memasangnya?
612. HAMUNG : Kira-kira saja. Asal pantas.

KOYAL KINI MONDAR-MANDIR MENIKMATI PAKAIANNYA. DEMIKIAN JUGA


HAMUNG. TUKIJAN SAMPAI SAAT ITU BELUM MENDAPATKAN APA YANG
DIKEHENDAKI. BAHKAN IA DIBANTU OLEH CINA PEMILIK TOKO. TIBA-TIBA
RETNO DAN MAE KELUAR.

613. KOYAL : Hai, mau ke mana?


614. RETNO&MAE : (off stage) Ganti pakaian!
615. TUKIJAN : Ini dia! (begitu senangnya tangan pada dadanya)
616. KOYAL : Apa?
617. TUKIJAN : Kampak.
618. HAMUNG : Coba sebatang, Yal.
619. KOYAL : Apa?
620. HAMUNG : Rokok.

KOYAL DAN HAMUNG MEROKOK.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 43


621. TUKIJAN : Itu dia! (lari mendapatkan) Oh.
622. KOYAL : Apa Jan?
623. TUKIJAN : Cangkulku. Cangkulku. Hidupku. Hatiku

MAE MUNCUL, BEGITU LARI IA MENDAPATKAN SESUATU. DIPELUKNYA


DAN DICIUMNYA KINI. DIA MENANGIS KINI.

624. MAE : Kangen….kangen….oh, anakku….kangen….. cah


bagus…..bonekaku…mataku….hidungku…
tanganku….kakiku….
625. KOYAL : (heran takjub luar biasa) Aduuuh!
626. HAMUNG : Ada apa?
627. KOYAL : (menggeleng-geleng kagum dan nafasnya turun naik)
Aduuuh, bidadari sungguh-sungguh. Ratu bidadari.
Aduuuuh, seribu bidadadri jadi satu.

RETNO DENGAN KEMAYU MUNCUL.

628. KOYAL : Semuanya takluk. Aduuuh. Bagaimana bisa begitu


cantik. Bisa-bisanya kau jadi bidadari.
629. HAMUNG : Kau, cantik, Retno.
630. RETNO : Baru tahu sekarang?
631. KOYAL : Maksud saya kau jauh lebih, jauh lebih cantik dalam
pakaian merah menyala dengan ukuran yang ketat
seperti itu.

TUKIJAN MEMBUANG KAMPAKNYA.

632. KOYAL : He, kenapa? Kenapa dia buang kampaknya?

TUKIJAN MEMBUANG CANGKULNYA.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 44


633. KOYAL : He, nanti dulu. Kenapa dia lempar cangkulnya?
634. MAE : Cemburu dia.
635. HAMUNG : Biasa. Tukijan. Cemburu.
636. KOYAL : Betul kau cemburu, Jan?
637. TUKIJAN : (melotot)
638. KOYAL : Lalu kenapa?
639. TUKIJAN : (melotot)
640. RETNO : Memang dia cemburu. Tidak mungkin dia tidak
cemburu.
641. MAE : Tukijan, anakku sayang.

TUKIJAN DIAM SAJA.

642. KOYAL : Kau jangan diam saja, Retno.


643. RETNO : (dengan genit) Kau cemburu, Mas Jan?
644. TUKIJAN : (sekonyong meledak) Cape, Bangsat! Orang bisa cape
oleh impian apa pun. Lumpuh. Bajingan! Bajingan!

KOYAL MENENGADAH.

645. KOYAL : Bagaimana, bulan? Apakah saya masih berkuasa? — Baik


(bertolak pinggang) He, Jan. Kau jangan mentang-
mentang, ya!
646. TUKIJAN : (ketakutan) Tidak, Yal. Sungguh mati saya tidak
mentang-mentang.
647. KOYAL : (lebih bangga) Saya tahu kau cape. Ya?
648. TUKIJAN : Cape.
649. KOYAL : Ingin istirahat? Mengaso?
650. TUKIJAN : Mengaso.
651. KOYAL : Katakan saja itu lebih baik. Ini peringatan terakhir; ingat-
ingat dengan baik perananmu malam ini.
652. TUKIJAN : Saya usahakan.
653. KOYAL : Juga yang lainnya.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 45


654. SEMUA : Saya usahakan.
655. KOYAL : Nah, karena saya juga cape kita harus mengaso. Tapi
karena kita orang-orang terkaya di seluruh jagat raya ini
maka sudah sepatutnya tempat istirahat kita pun
terhebat. Ada usul?
656. MAE : Kaliurang.
657. RETNO : Kita semua pernah ke sana. Saya kira akan
menyenangkan sekali kalau kita ke Tawangmangu.
658. TUKIJAN : Sama saja.
659. MAE : Yang penting saya boleh naik kuda, kuda putih.
660. KOYAL : Bagaimana?
661. SEMUA : Tawangmangu.
662. KOYAL : Siap semua (semua berbaris) Kita ke stanplat bus.
663. SEMUA : (sambil jalan ke kiri) Kita ke stanplat bus.

BEBERAPA KALI MEREKA MENYERUKAN ITU SAMPAI MEREKA LENYAP DAN


SAYUP-SAYUP KEDENGARANNYA. ANGIN GEMURUH MENGADUKNYA.
LAMPU-LAMPU JALAN TERGOYANG-GOYANG. SUARA MEREKA MULAI LAGI
JELAS KEDENGARANNYA SETELAH AGAK BEBERAPA LAMA. DARI SEBELAH
KANAN MEREKA MUNCUL. MEREKA DI STANPLAT BUS KINI.

664. KOYAL : (tergesa) Ha, itu dia (mengejar) Solo! Solo! Sombong
betul dia. Bagaimana kalau kita sewa sedan saja?
665. HAMUNG : Kita bisa langsung.
666. RETNO : Begitu lebih baik. Kita bisa langsung. Bisa lebih cepat.

KOYAL MENDEKATI SEDAN ITU. DIA TAMPAK BERUNDING. TAPI KITA TIDAK
BISA MENDENGAR APA YANG MEREKA CAKAPKAN SEBAB MEREKA AGAK
JAUH. AKHIRNYA KITA TAHU KOYAL TERSENYUM DAN MELAMBAIKAN
TANGANNYA.

667. KOYAL : Ayo!

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 46


SEMUA MENDEKATI SEDAN ITU. SATU DEMI SATU MASUK KE DALAMNYA.
KOYAL DENGAN RETNO DUDUK DI MUKA DI SAMPING SUPIR. TAK BERAPA
LAMA MEREKA PUN BERANGKAT.

668. MAE : Naik apa kita?


669. KOYAL : Sedan!
670. MAE : (tersenyum) Lupa.

ANGIN MENDERU-DERU.

671. RETNO : Kita tidak mampir dulu ke prambanan?


672. HAMUNG : Mungkin saya dilahirkan di dalam candi sana.
673. KOYAL : Betul?
674. HAMUNG : Saya bilang mungkin. Mungkin saja saya dilahirkan di
atas pohon kelapa (tertawa)
675. RETNO : Kita tidak singgah dulu?

SEKONYONG KENDARAAN ITU SANGAT KENCANG LARINYA. MEREKA


TEGANG. RETNO AKAN MENGUCAPKAN SESUATU TAPI MAE
MENGISYARATKAN DENGAN JARI PADA BIBIRNYA. SEKONYONG SEDAN ITU
BERHENTI TIBA-TIBA. TENTU SAJA MEREKA SANGAT TERKEJUT DAN
TERDORONG KE DEPAN.

676. KOYAL : (pada sopir) Betul. Hampir saja.

SEDAN BERANGKAT LAGI.


677. RETNO : Apa?
678. KOYAL : Hampir ketabrak. Untung sopir kita ini seroang sopir tua
yang cekatan.
679. RETNO : Cuma hampir. Untung sekali.
680. KOYAL : Lebih dari untung.
681. RETNO : Panjang umur orang itu.
682. KOYAL : Bukan orang. bebek!

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 47


683. MAE : Bukan bebek. Ayam. Di tawangmangu banyak benar
orang jual sate ayam yang bukan ayam.
684. TUKIJAN : (jengkel) Mana ada sate ayam yang bukan dari ayam.
685. MAE : Ada. Sate kelinci.
686. KOYAL : Ya namanya sate kelinci.
687. MAE : Tidak. Namanya sate ayam.
688. RETNO : Kenapa?
689. MAE : Tidak apa-apa. Cuma satu cara untuk cari keuntungan.
690. TUKIJAN : Habis perkara.

ANGIN. DARI JAUH KEDENGARANNYA ANAK-ANAK MENYANYIKAN “NAIK-


NAIK KE TAWANGMANGU”

(FADE IN. FADE OUT)

691. MAE : Nah, yang berbaju kembang-kembang itu. Yang


rambutnya agak keriting
692. KOYAL : Apa?
693. MAE : Dia turut dalam truk anak-anak sekolah itu.
694. KOYAL : Kenapa?
695. MAE : Anak Mae dia
696. RETNO : Sampai kita.
697. KOYAL : Kita sudah sampai.
698. MAE : Sampai (girang sekali) Tawangmangu.

SECARA MEKANIS IA MENUNJUKAN LOT PADA SOPIR LALU KE LUAR DARI


SEDAN SETELAH SANG SOPIR MENGANGGUK.

699. KOYAL : Terima kasih.

SEMUA KELUAR DARI SEDAN ITU.

700. RETNO : Bangun. Mas Hamung, bangun.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 48


DENGAN MALAS HAMUNG BANGUN DARI TIDURNYA. IA TELAH TERTIDUR
LAMA SEKALI. BEGITU BANGUN KELUAR DAN BEGITU MENDEKATI SALAH
SEORANG PENJUAL JERUK.

701. KOYAL : Segar sampai ke tulang.


702. HAMUNG : Sungguh-sungguh manis? —- Ya, saya tahu jeruk ini
jeruk Tawangmangu. —- Berapa sepuluh? — Berapa?
Mahal betul?

RETNO SEGERA MENUJU KE TEMPAT DI MANA BERAGAM KEMBANG


TUMBUH. SEDANG MAE SIBUK MEMPERHATIKAN ORANG-ORANG YANG
SEDANG SIBUK. DAN TUKIJAN JONGKOK MEMANDANG SAWAH LADANG
YANG MEMBENTANG. ADAPUN KOYALL SEDANG MENATAP TUANNYA,
SANG PURNAMA.

703. TUKIJAN : Cuma otot dan otak yang dibutuhkan tanah-tanah itu
Sumatera.
704. HAMUNG : Mahal ah.
705. MAE : (melihat kabut) Kabut itu. Hidup ini.
706. HAMUNG : Kenapa di sini justru lebih mahal? (berseru) Yal !
707. KOYAL : Apa?
708. HAMUNG : Beli jeruk.
709. KOYAL : (menunjukkan lot) Nah, lihat!
710. HAMUNG : (pada penjual jeruk) Lihat! (dengan cuma-cuma
mengambil tiga buah)
711. KOYAL : Terimakasih, bulan saya sangat terharu. Terimakasih.
712. MAE : Saya membutuhkan seekor untuk mendaki kabut itu.
713. HAMUNG : (berseru) Jan! (melemparkan sebuah padanya)
714. TUKJAN : (setelah dipandangnya jeruk itu lalu dengan malas
dilemparnya)

HAMUNG MENDEKATI MAE DAN MENYERAHKAN SEBUAH JERUK.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 49


715. MAE : Saya tidak membutuhkan jeruk. Saya tidak pernah
ngidam (menangis) Saya ingin naik kuda.
716. RETNO : Saya juga butuh seekor. Biar tidak cape kita mendaki
puncak sana. Ah, betapa indahnya air terjun itu pasti.
717. KOYAL : Tu ada seekor — Mana lagi mas?
718. RETNO : Ada seekor lagi. Warnanya putih sama sekali.
719. MAE : Yang berwarna putih untuk Mae — Menunggang awan.
720. KOYAL : Kurang berapa? Satu. kan?
721. HAMUNG : Itu dia.
722. KOYAL : (kepada para pemilik kuda) Saudara-saudara kami
memerlukan kuda-kuda itu. Sekarang lihat!
(memperlihatkan lot) Beres. Beres — (tertawa) — Beres
(bangga) Ayo. Naiklah sendiri-sendiri.

PERTAMA RETNO. AGAK KESUKARAN.

723. RETNO : Tidak galak tho. Pak’e?


724. MAE : Kebetulan kecil sekali. Kecil mungil oh, putih seperti
awan. Tolong Mae dibantu sedikit (dengan dibantu dan
agak susah menunggang kuda)
725. KOYAL : Ah, sekarang saya jadi koboy (tertawa senang)

SEMUA SUDAH SIAP DI PUNGGUNG KUDA MASING-MASING.

726. RETNO : Kita ke tempat air terjun. Pake— Yuk, kita berangkat.

MEREKA BERANGKAT.

727. MAE : Menyenangkan. Bukan main menyenangkan


menunggang awan.

MEREKA LENYAP KE KIRI LALU MUNCUL LAGI DARI SEBELAH KANAN.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 50


728. HAMUNG : Dingin kau, Yal?
729. KOYAL : (tertawa) Mana dingin? Saya mengenakan jas dan dasi.
Bukan dingin, tapi segar. Segar bugar. Bahkan kita
seperti telanjang badan.
730. MAE : Ini namanya kesejatian. Nafas bayi — lepaskan, le. Saya
akan melarikan kuda ini cepat-cepat (dibawa lari oleh
kudanya)
731. RETNO : Hei, nanti jatuh, Mae!

MAE TELAH LENYAP.

732. RETNO : Lepaskan Pak’e


733. HAMUNG : Lepaskan, Mas.
734. KOYAL : Lepaskan, dik.
735. TUKIJAN : Lepaskan.

DENGAN CEPAT MEREKA MELARIKAN KUDANYA. MEREKA LENYAP. MEREKA


MUNCUL. MEREKA LENYAP. MEREKA MUNCUL LAGI.

ANGIN MENGADUK-ADUK. CAHAYA SEMAKIN SURAM.

736. RETNO : Di mana dia?


737. KOYAL : Di sana tak ada.
738. RETNO : Di situ tak ada.
739. HAMUNG : Di sebelah sana juga tak ada.
740. KOYAL : Di sebelah situ juga tak ada.
741. RETNO : Kita terus saja ke ujung sana.

LAGI DENGAN CEPAT MEREKA MELARIKAN KUDANYA. MEREKA LENYAP.


MEREKA MUNCUL. MEREKA LENYAP. MAE MUNCUL DENGAN KUDANYA
YANG LARAT DAN BERHENTI TIBA-TIBA DI SUDUT PANGGUNG KIRI ATAS.
CAHAYA HAMPIR HILANG SAMA SEKALI.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 51


KEEMPAT YANG LAIN MUNCUL, DAN BERHENTI. ANGIN SAMA SEKALI TAK
ADA. KINI SELURUHNYA HANYA SILUET.

742. RETNO : Itu dia. (berseru) Mae! — Ia tersangkut di kabut.


743. MAE : Mae!
744. HAMUNG : Mae!
745. TUKIJAN : Mae!
746. MAE : Mae sedang mengecap bahagia.
747. KOYAL : Ada apa di sana?
748. MAE : Kabut ini maksudmu?
749. KOYAL : Ya, ada apa di sana?
750. MAE : Asap dupa.

MEREKA TAK MENGERTI MEREKA BERTANYA-TANYA.

751. RETNO : Apa lagi Mae?


752. MAE : Air mata.

MEREKA TAK MENGERTI MEREKA BERTANYA-TANYA.

753. HAMUNG : Yang lainnya, Mae?


754. MAE : Kuburan.
755. TUKIJAN : Kuburan siapa, Mae?
756. MAE : Mae sangka mereka pahlawan-pahlawan. Ada tulisan
Jawa pada sebilah batu besar.
757. TUKIJAN : Apa bunyinya?
758. MAE : Jawabannya adalah sunyi. Merekalah yang mencoba
menjawab, namun sesungguhnya mereka jugalah wujud
jawabannya. Sunyi .
759. RETNO : (tiba-tiba ketakutan) Kita harus segera turun. Harus
segera. Tak tahan.
760. KOYAL : Mae! Turunlah segera dari kabut itu.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 52


761. SEMUA : (kecuali Retno yang menangis) Turun! Turun! Mae!

MAE MELARIKAN KUDANYA DAN LENYAP. SETELAH AGAK LAMA IA


MUNCUL DI MUKA MEREKA. TANPA KATA. DALAM SUNYI MEREKA SEGERA
BERBALIK DAN MELARIKAN KUDANYA MASING-MASING KEMBALI KE
TEMPAT SEMULA. MEREKA LENYAP. MEREKA MUNCUL. ANGIN. CAHAY
DEMI SEDIKIT KEMBALI TERANG.

MEREKA SEMUA TURUN DARI KUDANYA. RETNO TERUS MENANGIS.

762. MAE : Kenapa menangis, nak Retno?


763. RETNO : Terus menangis.
764. MAE : Kenapa? Kenapa, nak Retno?
765. RETNO : (dalam tangisnya) Pulang.
766. MAE : Benar. Kita harus pulang. Semua orang setelah sejauh
apapun berjalan mesti kembali pulang ke rumahnya.
Tapi dimana rumah kita?
767. RETNO : Ya, kemana kita akan pulang?
768. MAE : Ini juga pertanyaan.
769. KOYAL : Di mana?
770. HAMUNG : Di mana saja. Rumah saya dunia.
771. MAE : Keraton.
772. HAMUNG : Beli saja.
773. KOYAL : Apa?
774. HAMUNG : Kalau perlu kau beli saja keraton Mataram itu.
775. KOYAL : (terbahak-bahak) Setuju. Semua menyiapkan diri.

SEMUA BERBARIS.

776. KOYAL : Kita berangkat. Keraton kita beli.


777. SEMUA : (seraya berangkat) Keraton kita beli. Raja kita beli.
Keraton kita beli.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 53


BEBERAPA KALI MEREKA MENYERUKAN ITU. SAMPAI MEREKA LENYAP DAN
SAYUP-SAYP KEDENGARANNYA. ANGIN GEMURUH MENGADUK-ADUKNYA.
LAMPU JALAN TERGOYANG-GOYANG. LONCENG KERATON BERDENTANG
SATU KALI; SETENGAH TIGA. SUARA MEREKA KEMBALI JELAS SETELAH
AGAK BEBERAPA LAMA. DAN LALU MUNCULLAH MEREKA. DI SITIHINGGIL
KINI.

778. MAE : (melihat keliling) Keramat. Keramat. (gemetar) Sinuwun


Gusti Ndalem nyuwun ngapunten.
779. KOYAL : (menunjuk dirinya) Inii Sinuwun Gusti. Semua jangan
salah dan keliru. (berlagak raja jawa) Ha, ha,
ha…..Kebetulan. Mereka telah boyong, sebelum kita
menghunus keris dan tombak-tombak prajurit
diangkkatkan, paman patih.
780. HAMUNG : (berlaku sebagai patih) Demikianlah yang tersedia, Gusti.
781. KOYAL : Ajow, kemenangan tanpa setitik keringat.
782. HAMUNG : Demikianlah adanya, Gusti. Kemenangan angan-angan.
783. KOYAL : Paman Patih.
784. HAMUNG : Hamba, Gusti Prabu?
785. KOYAL : Ibunda.
786. MAE : Ada apa, ananda Raja?
787. KOYAL : Cuma memanggil. (diam) Rajinda.
788. RETNO : Kanda.
789. KOYAL : Paman Patih.
790. HAMUNG : Adakah yang dapat hamba lakukan, Gusti?
791. KOYAL : Aku hanya memanggil (tertawa) Bulan, sejak kini
permainan yang kau ciptakan luar biasa sekali.
Kenikmatan yang kau kirim terasa sangat aneh. Badan
saya tergetar-getar jadinya. Enak. Enak (tergetar-getar
seperti kedinginan) Nikmat. Nikmat (tertawa) Ibunda.
792. MAE : Mengapa, nanda sayang?
793. KOYAL : Sewaktu Ibunda melahirkan ananda, apakah mendiang
ayahanda tidak kelupaan sesuatu?

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 54


794. MAE : Kelupaan apa, ananda?
795. KOYAL : Memberi nama ananda.
796. MAE : Betul juga. Oh, baru ibunda ingat sekarang. (pada
Hamung) Patih.
797. HAMUNG : Hamba, bunda Ratu?
798. MAE : Kita harus mencari nama sekarang.
799. HAMUNG : Apa tidak sebaiknya nama koyal saja, Gusti?
800. KOYAL : Nama siapa itu?
801. HAMUNG : Nama Gusti Prabu.
802. KOYAL : Cuma satu? Begitu pendek.
803. MAE : Itu nama kecil (pada Hamung) Sekarang marilah kita cari
nama gelar yang sepadan dengan kesaktian dan
keagungan dan cita-cita ananda Prabu.
804. HAMUNG : Tepat saatnya. Bulan Syura. Sang Dewa Waktu telah
berkenan hadir malam ini untuk meramaikan keraton
jaya ini, dengan anugerah kemenangan besar kerajaan
mega dan berkenan pula semoga Sang Hyang
membisikkan ilham wahyu sebuah nama yang gagah
megah pada telinga Sinuwun Gusti Koyal. Sehingga
karenanya kerajaan mega dengan rakyatnya yang
bergumpal-gumpal banyaknya akan beroleh raja gagah
megah dengan nama gelar yang megah gagah.
805. MAE : Dengarlah; Sultan Batara Nirwana. Apakah bukan anam
yang merdu?
806. KOYAL : Cukup merdu tapi terlampau pendek untuk bisa
dinyanyikan.
807. HAMUNG : Sekiranya hamba diperkenankan, Gusti?
808. KOYAL : Tentu. Cobalah.
809. HAMUNG : Sultan Raja Purnama Maha Raja.
810. RETNO : Kanda.
811. KOYAL : Ya. Adinda?
812. RETNO : Apa tidak kena kalau kanda bergelar Pangeran Endah
Takterperi?

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 55


813. KOYAL : (manggut) Bagus sangat. Tapi saya kira ketiga-tiganya
sama-sama bagus.
814. HAMUNG : Jatuh tersila pada Sinuwun Gusti Prabu tentunya.
815. KOYAL : Saya tidak usah memilih. Yang terbaik adalah
menggunakan ketiga-tiganya.
816. HAMUNG : Bagaimana, Gusti?
817. KOYAL : Malam ini saya bergelar, siapa Rajinda?
818. RETNO : Pangeran Endah Takterperi.
819. KOYAL : Lengkapnya begini; Sultan Raja Pangeran Endah
Takterperi, kau punya usul, Paman?
820. HAMUNG : Sultan Raja Purnama Maha Raja.
821. KOYAL : Jadi, Sultan Raja Pangeran Endah Takterperi, eh
Purnama Maha Raja, eh, Ibu punya kemauan bagaimana
tadi?
822. MAE : Sultan Batara Nirwana.
823. KOYAL : Komplit; Sultan Raja Pangeran Endah Takterperi, eh,
Purnama, eh, Maha Raja, eh, Batara Nirwana.
Bagaimana Paman Patih?
824. HAMUNG : Agung nian, Gusti Prabu.
825. KOYAL : Coba kau yang sebutkan.
826. HAMUNG : Tidakkah lidah hamba terlampau pendek?
827. KOYAL : Maksud, paman?
828. HAMUNG : Ampuni hamba, Gusti, hamba bertanya tidakkah nama
sepanjag itu tidak sukar menyimpannya.
829. KOYAL : Panjang sekali sukar dihafal, pendek sekali sukar untuk
dinyanyikan (diam) Kita bagi empat saja. Begini.
Pertama, setiap kali saya menyebutkan Pangeran Raja
Sultan.
830. RETNO : (segera) Endah Takterperi.
831. HAMUNG : (segera) Purnama Maha Raja.
832. MAE : (segera) Indera Kehiyangan.
833. KOYAL : (tertawa) Ya, begitu maksud saya. Raja Pangeran Sultan.
834. RETNO : Endah Takterperi.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 56


835. HAMUNG :
Purnama Maha Raja.
836. MAE :
Indera Nirwana, eh, Batara Nirwana.
837. TUKIJAN :
Ampuni hamba, Gusti.
838. KOYAL Ya.:
839. TUKIJAN :
Apakah jabatan hamba dalam kerajaan mega ini, Gusti?
840. KOYAL :
Boleh kau pilih sesuka kau.
841. TUKIJAN :
Kalau begitu hamba akan bertindak, selaku Bendaha
Istana sahaja.
842. KOYAL : Terserah.
843. TUKIJAN : Ampuni hamba, Sinuwun Gusti. Sehubungan dengan
kewajiban hamba, perkenankanlah hamba bertanya
bukankah tatkala Paduka berkenan belanja di toko Kim
Sin Paduka telah khilaf, maksud saya Paduka belum
bayar?
844. KOYAL : Apa benar demikian, Paman Patih?
845. KOYAL : Apakah benar demikian, Ibunda?
846. MAE : Apakah itu tidak berarti dengan semena-mena kita
dituduh ceroboh dan tidak senonoh?
847. KOYAL : Jadi?
848. HAMUNG & MAE & RETNO : Ada udang dibalik batu.
849. KOYAL : (pada Tukijan) Bagaimana?
850. TUKIJAN : Sama saja.
851. KOYAL : (tersinggung) Sama bagaimana?
852. TUKIJAN : Semuanya mega.
853. KOYAL : Benar juga.
854. TUKIJAN : Kalau begitu mari ramai-ramai kita bakar saja kerajaan
ini.
855. KOYAL : (murka) Mau berontak?
856. MAE : (semangat) Pemberontakan?
857. HAMUNG : Pemberontakan?
858. RETNO : Pemberontakan?
859. TUKIJAN : (meledak) Cape! Kita jadi sinting semua!
860. MAE : (semangat) Penghinaan!

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 57


861. KOYAL : (murka) Saya yang di sini jadi raja yang bergelar
Pangeran Sultan Raja.
862. RETNO : (murka) Endah Takterperi!
863. HAMUNG : (murka) Purnama Maha Raja!
864. MAE : (murka) Batara Durga!
865. KOYAL : (tertawa dibuat-buat seperti raja) Jangan bicara
sembarang bicara. Bicara sopan besar anugrahnya.
Penghinaan, perang akibatnya. Di sini raja bukan
sembarang raja. Raja sakti mandraguna (manggut-
manggut). Masih ada ampunan. Nah, kalau kau ada usul
apa usulmu, kalau ada kehendak, ucapkan semerdu-
merdunya.
866. TUKIJAN : Hamba cape. Kita semua nanti bisa jadi hilang fikiran dan
hilang ingatan.
867. RETNO : Penghinaan lagi!
868. MAE : Habiskan riwayatnya!
869. HAMUNG : Huru Hara!
870. KOYAL : Sabar. Sabar. (pada Tukijan) Ulangi kalimat pertama saja.
Kalimat selanjutnya kau simpan saja sendiri. Itu
namanya kesopanan.
871. TUKIJAN : Hamba cape. Kita….
872. KOYAL : Cukup (pada Hamung) Bagaimana, usul itu ditimbnang,
Paman Patih?
873. HAMUNG : Berdasarkan kebutuhan kerajaan usul itu sangat tepat.
Memang sebaiknya kita harus segera menukar tenaga
yang lelah setelah berkeras menghalau prajurit musuh
dalam perang laga baru saja.
874. KOYAL : Usul diterima. Gatutkoco pun telah binaa. Tak ada lagi
kebutuhan tenaga (bertepuk sekali) Mari Rajinda mana
gundik-gundik saya?
875. HAMUNG : Dalam jumlah yang cukup memadai hasrat telah tersedia
dan tersaji dalam peraduannya masing-masing.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 58


876. KOYAL : Tak sabar yang ada (menahan nafasnya). Perintah!
Paman Patih tidur di kamar sana. Dan selama saya
beradu, umumkan pada rakyat bahwa kerajaan dalam
bahaya.
877. HAMUNG : Titah hamba agungkan, Gusti Paduka. (menyingkir dan
tidur)
878. KOYAL : Bendahara hanya boleh tiduran. Rancangkan sumber
harta dan kekayaan.
879. TUKIJAN : Hamba patuh, Gusti Prabu. (menyingkir lalu terbaring)
880. KOYAL : Ibunda.
881. MAE : Bunda di kamar sana.
882. KOYAL : Bunda bebas memilih ranjang. Hanya satu yang tabu.
Ranjang ananda.
883. MAE : Tentu (menyingkir terus tidur)

SEMUANYA KE KAMARNYA MASING-MASING.

884. KOYAL : (dengan corong tangannya berseru ) Paman Patih!


885. HAMUNG : (dengan nada jauh) Hamba, Gusti.
886. KOYAL : Berapa gundik paman?
887. HAMUNG : Cuma tujuh belas. Perawan semua.

KOYAL TERTAWA TERPINGKAL-PINGKAL.


888. KOYAL : (pada bulan) Kau lucu sekali, bulan gendut (tertawa)
Enak sekali (tertawa) Uang! Uang! (tertawa terpingkal-
pingkal)

SEMENTARA ANGIN MAKIN KENCANG DAN SEMENTARA KAWAN-


KAWANNYA TERTIDUR SEMUA DAN SEMENTARA CAHAYA MULAI SURUT,
KOYAL TERUS TERPINGKAL-PINGKAL. DALAM KEGELAPAN DAN ANGIN
YANG DERAS MASIH JUGA IA TERPINGKAL-PINGKAL. SELANJUTNYA,
ISTIRAHAT.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 59


BAGIAN 3

DI ATAS MEGA

BAGIAN KETIGA INI DIMULAI DENGAN TANGIS PANJANG TOKOH KITA,


KOYAL. CAHAY DEMI SEDIKIT MENYIBAK KEGELAPAN. HANYA SEROANG
SAJA DI ANTARA KAWAN-KAWANNYA YANG BELUM PUAS TIDUR YAITU
TUKIJAN. YANG SEJAK SORE TADI HANYA BERGULING-GULING SETENGAH
TIDUR. DI BAWAH TIANG LISTRIK KOYAL BERJONGKOK MEMBELAKANGI
PENONYON. IA MENANGIS.

889. KOYAL : Semua orang sudah tahu Koyal menang lotre. Kau juga
sudah tahu. Kelelawar juga sudah tahu, saya telah
menjadi orang yang terkaya. Kau juga, rumput. Kau juga
maklum, beringin tua. Lebih-lebih kau bulan. Kaulah
yang paling tahu segala apa yang sekarang ada pada
saya. Seantero jagat raya tahu segalanya tentang diri
saya. Tapi semuanya, juga kau bulan gendut tak pernah
tahu, tak pernah mau tahu……oh kalian…….oh,
kau……tak pernah peduli………pasti! Semuanya tidak tahu
bahwa sejak lama Koyal jatuh cinta……jatuh cinta pada
Retno……Kau menertawakan saya, ndut? Biar. Rumput-
rumputan juga mencibir. Biar. Kau juga terkekeh-kekeh,
beringin tua. Biar. Sudah sejak lama saya selalu ingin
memegang kakinya. (berhenti menangis) Malam ini, ya?
Ya? Saya akan pegang kaki itu. (tertawa) Bulan, kau pasti
jatuh hati pada kaki itu. Nah, saya pegang dia. — Berani.
Kenapa? —- Biar. Kalau dia marah beri saja dia uang
seratus dua ratus —- ribu. Saya orang kaya — (tertawa)
Kaya (tertawa) Kaki. Biar (bangkit perlahan dan dengan
bergetar dan nafas berdesah. Ia mendekati Retno yang
lelap tidur berselimut kain. Betisnya kelihatan. Beberapa
saat Koyal cuma memandangi saja dan sesekali ia

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 60


meminta pertimbangan sang rembulan. Lalu dengan
hati-hati sekali ia menyibak ujung selimutnya sehingga
betis Retno nampak lebih jelas. Lalu dengan nafasnya
yang makin kacau ia meraba betis Retno. Baru saja
sedikit kulit tangannya menyentuh kulit betis itu segera
ditariknya lagi seperti tersentuh api. tersenyum)
Bulan……(turun naik nafasnya) Kaki, eh, betis perempuan
itu lain, ya? (tertawa berdesis) Halus….. (dirabanya lagi
kaki itu) Halus….. Dia diam saja. (tertawa berdesis)
Barangkali dia juga senang….. (dipegangnya kaki itu agak
lama) Bulan, (tertawa) Kau tidak ingin pegang? ……….
Mana yang lebih enak, uang atau betis perempuan? …….
Saya jadi agak pusing. Pusing-pusing enak. (tertawa
berdesis)

SEKONYONG-KONYONG TUKIJAN BANGKIT DAN SEGERA MENANGKAP


LEHER BAJU KOYAL. SEHINGGA BAJU YANG BURUK ITU TENTU ROBEK
SEBAGIAN. KARENA SOBEK MAKA TUKIJAN MENJAMBAK LENGAN BAJUNYA.

890. TUKIJAN : Bajingan (diludahi muka Koyal )


891. KOYAL : (terkejut dan takut amat) Tidak, eh, tidak.
892. TUKIJAN : Tidak? Kau kurang ajar. Kau bangsat. Kau gila.
893. KOYAL : ….Tidak….
894. TUKIJAN : Kau mau melawan?
895. KOYAL : Tidak.
896. TUKIJAN : Kenapa kau lakukan itu? Kenapa?
897. KOYAL : Eh, ….. tidak.
898. TUKIJAN : Tidak?
899. KOYAl : Tidak.
900. TUKIJAN : Tidak? Bilang.
901. KOYAL : Tidak…..tidak sengaja…….barangkali.
902. TUKIJAN : Barangkali? Barangkali apa?
903. KOYAL : Barangkali……saya…..saya…..sedang mimpi….

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 61


904. TUKIJAN : Apa?
905. KOYAL : …..tidak…..
906. TUKIJAN : Kau gila. Bilang (meledak) Gila!
907. KOYAL : …..Gila…..
908. TUKIJAN : Bangsat!

SEKALI TUKIJAN MENEMPELENG PIPI KOYAL DAN KOYAL MENANGIS


MERAUNG-RAUNG.

909. TUKIJAN : Lagi?


910. KOYAL : …….tidak…..
911. TUKIJAN : Bajingan!

SEKALI LAGI TUKIJAN MENEMPELENG PIPI KOYAL DAN KOYAL MERAUNG-


RAUNG KESAKITAN SEHINGGA KARENANYA MAE TERKEJUT DAN TERJAGA
DARI TIDURNYA. JANTUNG PEREMPUAN TUA ITU KENCANG BERDENYUT.
SEGERA IA MASUK KE DALAM PERSOALAN ITU.

912. MAE : E,ee ada apa ini? Kenapa? Jan, jangan pukul dia.
913. TUKIJAN : Bangsat!
914. MAE : Ada apa? Kenapa?
915. TUKIJAN : Kamu telah menghina saya, Yal. Kamu telah mengejek
saya. Berapa kali telah saya katakan tentang ini semuua?
Kamu boleh, boleh melakukan apa saja dengan dia.
Siapa bisa melarang? Memang dia lonte. Saya tahu, Yal.
Dia lonte. Karena itu tidak ada yang bisa melarang kau
berbuat apa saja dengan dia. Tidak peduli kamu tidak
waras. Tapi janghan di muka hidung saya. Berapa kali
telah saya katakan? Jangan di muka saya. Semua kawan
mengerti. Tapi diam-diam rupanya kamu memancing-
mancing amarah saya.

RETNO TERBANGUN.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 62


916. RETNO : Ada apa?

HAMUNG TERBANGUN.

917. HAMUNG : Tidak ada apa-apa.


918. RETNO : Mae?
919. MAE : Nanti dulu. Nanti dulu. (baru saja ia membayangkan.
Tukijan seolah-olah akan memukul Koyal) Nanti dulu.
(mencucur air dari matanya) Sabar. Sabar. (mendekati
Koyal yang masih terisak dan membelai kepalanya)
Kenapa mesti bertengkar? Kenapa mesti?
920. TUKIJAN : Ikat pinggang saya. Bajingan. Setengah mati saya putar-
putar mencari barang itu, Kembalikan!
921. KOYAL : (seraya terisak) Saya tidak mencurinya. Saya
menemukannya.
922. TUKIJAN : Menemukan di tempat saya.
923. KOYAL : Tidak.
924. TUKIJAN : Lepaskan, bangsat.
925. KOYAl : Saya tidak mencuri. Saya menemukannya.
926. MAE : Lepaskan nak. Kau nanti boleh beli ikat pinggang yang
baru. Lepaskan.
927. KOYAL : Saya tidak mencuri.
928. TUKIJAN : Bilang lagi!
929. KOYAL : Tidak. Saya diberi.
930. TUKIJAN : Bangsat! Siapa yang memberi kamu? Setan?
931. KOYAL : Bukan. Orang.
932. TUKIJAN : Bangsat. Siapa?
933. KOYAL : Bukan. Dia.
934. TUKIJAN : Dia siapa? Ayo, lepaskan dulu.
935. KOYAL : (takut menyerahkan ikat pinggang) Jangan pukul saya.
Saya diberi kok.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 63


936. TUKIJAN : (menyambar ikat pinggangnya) Diberi pangeranmu!
Siapa yang memberi kamu?

KOYAL MELIHAT KEPADA RETNO.

937. TUKIJAN : Siapa?


938. KOYAL : Dia?
939. TUKIJAN : Dia siapa?
940. KOYAL : Retno.

RETNO PERGI MENYUSUP KEGELAPAN YANG MULAI AGAK TIPIS. SEJAK ITU
AGAK LAMA TAK TERJADI PERCAKAPAN. ANGIN SEMAKIN KENCANG.

941. TUKIJAN : Yal, kemari.

KOYAL DIAM SAJA.

942. TUKIJAN : Ke sini.


943. KOYAL : (takut-takut) Apa?
944. TUKIJAN : Maaf, ya?
945. KOYAL : Saya tidak mau mencuri.
946. TUKIJAN : Ke sini kau.
947. KOYAL : Saya juga tidak mau dipukul.
948. TUKIJAN : Tidak.
949. KOYAL : Tidak mau.
950. TUKIJAN : Kalau kau tidak mau ke sini malah saya pukul.

TAKUT-TAKUT KOYAL MENDEKATI TUKIJAN.

951. TUKIJAN : Yal.

CURIGA KOYAL MEMANDANG TUKIJAN.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 64


952. TUKIJAN : Kau tahu…
953. KOYAL : Tidak tahu.
954. TUKIJAN : Ya, kalau kau tahu artinya kau waras Yal. Kau ingin
sembuh?
955. KOYAL : Saya tidak sakit kok. Bagaimana?
956. TUKIJAN : Kau memang tidak sakit. Kau cuma tidak waras.
957. MAE : Tukijan! Jaga bicaramu! Tak patut kata-katamu!
958. TUKIJAN : Biar dia sembuh, Mae.
959. MAE : Tidak begitu caranya. Lagi pula dia masih bisa merasa
sakit hati seperti kau. Dia juga manusia seperti kau. —
Dan adakah perlunya?
960. HAMUNG : Diam saja. Mae.
961. MAE : Kau memang begitu. Kau tak pernah ambil pusing.
962. HAMUNG : Siapa orangnya yang rela pusing dan pusing-pusing,
Mae? Mae, jagat ini sangat besar dan tidak pernah
menghiraukan siapa saja. Sebaiknya Mae diam. Mae
akan senang.
963. MAE : Saya bukan kau.
964. TUKIJAN : Saya juga. Saya sebenarnya sayang pada Koyal.
965. HAMUNG : Mae nanti kecewa. Kita tidak akan mendapatkan apa
yang kita minta. Orang lain tidak akan memberikan apa-
apa pada kita. Lebih baik diam. Dan apa gunanya?
966. MAE : Kau memang tak punya hati, Hamung.
967. HAMUNG : Sama saja.
968. TUKIJAN : Tapi saya punya. He, Yal. Kau butuh apa?
969. KOYAL : Uang.
970. TUKIJAN : Kalau begitu serahkan kepada saya lot itu?

KOYAL MENYERAHKAN SEMUA LOTNYA, RAGU-RAGU DENGAN TANDA


TANYA.

971. TUKIJAN : Kau ingin uang?


972. KOYAL : Yang banyak.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 65


973. TUKIJAN : Kau bisa mendapatkannya lebih banyak tanpa kertas ini.
974. KOYAL : Kali ini saya pasti menang.
975. TUKIJAN : Saya kira kau nanti akan sembuh kalau saya berani
melakukan sesuatu. Betul kau ingin uang banyak?
976. KOYAL : Betul?
977. TUKIJAN : Pasti suatu ketika kau akan menjadi orang kaya, kaya
harta dan kaya segalanya (disobeknya lot itu)
978. KOYAL : Jangan! Mae, dia menyobek uang saya.
979. MAE : (benci) Kau telah menyakiti hatinya.
980. TUKIJAN : Ini lebih baik.
981. HAMUNG : Tak ada yang lebih baik. Juga sebaliknya.
982. TUKIJAN : Jangan menangis. Kau bukan anak kecil. Kalau kau tetap
menangis kau tak akan pernah mendapatkan uang yang
banyak itu, kecuali angka-angka.
983. KOYAL : Kau jahat (bangkit takut-takut mengancam Tukijan).
Berikan lot itu!
984. TUKIJAN : Tak ada gunanya.
985. KOYAL : Kau terlalu jahat. Berikan lot itu.
986. TUKIJAN : Lebih berguna untuk angin (dilemparkannya sobekkan
lot itu tepat tatkala angin menderas).
987. KOYAL : Mae, dia jahat sekali. Oh, uang saya diterbangkan angin.
(mengejar sobekan lot) Tolong….!

SERAYA BERTERIAK-TERIAK KOYAL TERUS MENGEJAR SOBEKAN-SOBEKAN


ITU DAN MENYUSUP KEGELAPAN. SEMENTARA ITU TUKIJAN DUDUK
TERPEKUR DAN HAMUNG MENYATAKAN KETIDAKSENANGANNYA.

988. HAMUNG : Kau sebenarnya ingin menampar Retno.

TUKIJAN CUMA MENARIK NAFAS BERAT.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 66


989. HAMUNG : Kalau saya jadi kau tentu pipi Retno yang saya tampar
dan bukan pipi orang lain, apalagi pipi si kepala kopong
itu.
990. TUKIJAN : Diam, Mung.
991. HAMUNG : Kau juga tahu saya bisa melakukan hal yang serupa atas
diri kau. Saya anggap kau sama dengan Koyal.
992. MAE : Sudah. semuanya diam.
993. HAMUNG : Tidak apa-apa, Mae
994. MAE : Cukup. Mae tak suka ada percekcokan lagi.
995. HAMUNG : Kau telah memperkosa kebahagiaan orang lain.
996. MAE : Cukup. Sekali lagi Mae minta. Berhenti kalian bertengkar
mulut. Kalian mulai lupa. Kalian sudah lupa. Kalian anak-
anak Mae. Sekarang Ibu kalian menyuruh kalian diam. —
Oh Betapa enaknya dunia ini tanpa….tanpa…Maksud
saya kita akan lebih bahagia tanpa pertengkaran.
997. HAMUNG : Jangan harapkan itu Mae.
998. MAE : Ini malam Syura. Di alun-alun ini bertebaran semalam
suntuk berbagai ragam berkah. Semuanya. Seluruhnya
bernama berkah.
999. HAMUNG : Kecewa pada akhirnya. Jangan terlalu banyak berharap.

SEORANG PEMUDA DENGAN WAJAH KUSUT DAN PUCAT KARENA


SEMALAMAN TAK TIDUR DENGAN GEMETAR LEWAT. IA ADALAH PEMUDA
YANG TADI SORE DIKEJAR RETNO. BEGITU IA KELUAR, LANGSUNG MUNCUL
BEBERAPA ORANG PERONDA. SEBELUM MEREKA KELUAR. SALAH SEORANG
DIANTARA MEREKA MENYOROTKAN LAMPU SENTER PADA SEKITAR YANG
GELAP. TAK LUPUT WAJAH TOKOH KITA. BEGITU MEREKA LENYAP,
TERDENGAR SUARA MEREKA.

1000. TUKIJAN : Bajingan.


1001. MAE : Sabar.
1002. HAMUNG : Susah, bukan ? Lebih baik tidak ambil pusing.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 67


1003. TUKIJAN : Mereka kira semua yang tidur di emper-emper adalah
pencuri-pencuri.
1004. MAE : Biarkan saja.
1005. TUKIJAN : Mereka orang-orang beragama. Saya berani taruhan,
sebagian besar dari mereka lebih jahat daripada
penghuni emper-emper toko. Untung saja mereka punya
pakaian yang bagus-bagus dan bersih-bersih.
1006. HAMUNG : Kau sendiri diam-diam menyamaratakan mereka.
1007. TUKIJAN : Tidak.
1008. HAMUNG : Mudah-mudahan.

MUNCUL RETNO.

1009. RETNO : Mae, kemana dia?


1010. MAE : Siapa?
1011. RETNO : Si banci tadi. Kemana dia? Saya melihatnya tadi dekat
masjid.
1012. MAE : Pemuda?
1013. RETNO : Ya. Kemana?
1014. MAE : Kemana ya? Mae kira kesana. Ke arah bioskop Sobo.
1015. RETNO : Huh, patah lehernya nanti, saya cekik. Betul bukan?
Sampai tujuh keliling si banci itu akan berputar-putar
sekitar alun-alun ini membuntuti saya. Kemana tadi?
1016. MAE : Ke Sobo. Tapi kenapa harus kesana? Lagipula sudah pagi.
1017. RETNO : Ke Sobo? Saya peluk dia (Menyusup kegelapan)

MAE MEMANDANGI TUKIJAN YANG MENAHAN JENGKEL.

1018. TUKIJAN : Saya bunuh dia.


1019. HAMUNG : Kenapa ?

SEKONYONG-KONYONG RETNO MUNCUL LAGI.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 68


1020. RETNO : Mana bedak saya?

RETNO MEMBEDAKI WAJAHNYA.

1021. MAE : Kau tidak akan pergi bukan?


1022. RETNO : Pergi kemana?
1023. MAE : Pergi jauh.
1024. RETNO : Saya senang disini.
1025. MAE : Ya, seharusnya kau berpikir begitu.

TAPI RETNO PERGI LAGI.

1026. MAE : Ya, saya harap begitu. Saya harus merebutnya. Oh, saya
tiba-tiba takut sekali. Hamung sebentar lagi pergi.
Sebentar lagi. Semuanya akan kembali sepi, Kenapa
jantung saya? Saya gemetar sekali (sekonyong-konyong
menubruk dan memeluk Tukijan ) Jan! (dalam isak ) Jan.
(dalam isak) Kenapa sama sekali kau tak punya rasa
terimakasih? Tapi siapa yang memilikinya? Tapi kau
anakku. Kalau sama sekali kau tak punya apa-apa namun
paling sedikit kau harus punya rasa terimakasih.
Sekarang kau diam saja serupa patung-patung di
museum. Kau tak melihat saya dalam memandang saya.
Sebab itu gampang saja kau akan tinggalkan ibumu
sendiri di alun-alun ini, di tanah bebas yang tidak bebas
ini (melepaskan dirinya dari Tukijan dan duduk
menunduk) Kalau saya muda pasti saya tak akan
mengucapkan kata-kata itu. Hamung sekalipun cintamu
samar-samar, tapi pasti kepergianmu nanti akan
melengkapi kesepian saya (setelah mengosongkan
dirinya) Tapi sebagai orang tua, sebagai seorang Ibu
yang tabah tentu saja saya harus melepaskan kalian
berdua dengan doa restu, dan saya akan menyertai

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 69


kalian dengan keprihatinan saya. Ikhtiar (tersenyum
sementara air mata itu masih kemerlap pada bulu
matanya yang kelabu itu) Nah, beginilah memang
kesudahannya.
1027. HAMUNG : (menyalakan rokok) Kita tak usah buru-buru. Kereta
yang akan membawa kita bertolak ke Solo jam empat.
Paling cepat, biasanya setengah tujuh kereta itu
berangkat dari Tugu. Dulu ada kereta yang berangkat
pagi dari sini. Kata Mas Dharmo, kita nanti memasuki
Senen jam sembilan atau delapan. Tapi jangan harapkan.
Lebih baik kita bayangkan lusa baru sampai.
— Barangmu dimana?

TUKIJAN TIDAK MENYAHUT.

1028. HAMUNG : Barangkali saya akan nguli di sana. Atau kembali ke


pekerjaan lama ; becak. Tapi saya akan berusaha jadi
calo. Kau harus membesarkan otot di Sumatera.
Musuhmu bukan saja binatang tapi batang pohon
raksasa. Kau pernah dengar cerita Mbah Wirjo tentang
sebuah keluarga yang habis musnah karena didatangi
seekor ular?— (tertawa) Saya tidak punya apa-apa, tapi
saya ingin apa-apa kalau sudah lama saya tinggal di
Jakarta. Saya kira saya harus belajar pada orang-orang
Batak. Kau pernah dengar bagaimana mereka menguasai
stanplat bus? Mereka sungguh-sungguh penguasa.
Jangan harap polisi bisa berbuat sesuatu di sana. Juga
yang lain jangan kau harapkan. Saya pikir begitu. Saya
harus seperti mereka. Kalau ukuran mereka mati, saya
pun harus demikian. Saya tidak punya apa-apa.—
Dimana barangmu?

TUKIJAN MASIH DIAM.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 70


1029. HAMUNG : Gelagatnya kau akan mengurungkan kepergianmu lagi.
Jangan kau hiraukan orang lain. Apalagi Mae. Biasa.
Orang tua. Katakan saja kau tidak akan melupakannya.
Katakan saja, kelak kalau ada rejeki dan kau bisa pulang,
kau tentu akan menengoknya dan membawa oleh-oleh,
niscaya perempuan tua itu pasti senang. Jangan
pedulikan kau tepati atau tidak janji-janji itu. Tadi sore
saya sudah mengatakannya. Sekarang kau.

TUKIJAN MENINGGALKAN TEMPAT ITU DAN PERGI. HAMUNG


MENYANYIKAN SEBUAH LAGU JAWA. DENGAN WAJAH PUCAT PANUT
MUNCUL. HAMUNG BERHENTI MENYANYI. HAMUNG TAJAM
MEMPERHATIKAN PANUT.

1030. HAMUNG : Darimana kau?


1031. PANUT : Tikarnya, Mae (berbaring)

MAE MENANGIS LAGI.

1032. MAE : Darimana?


1033. PANUT : Mana tikar yang satu lagi. Dingin sekali.

HAMUNG MENYANYI LAGI.

1034. MAE : Dengan diam, justru kau mengatakan semuanya begitu


lengkap. Tidak usah. Seharusnya kau tidak menceritakan
dengan cara apapun. Lebih baik begitu. Lebih baik bagi
kau sendiri. Juga bagi orang lain. Terutama bagi Mae.
Lebih baik tak ada apa-apa kalau saya sendiri tidak
pernah punya apa-apa.

PANUT BANGKIT MENAWARKAN ROKOK.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 71


1035. PANUT : Rokok, Mas Hamung.

SETELAH BEBERAPA LAMA MEMPERHATIKAN PANUT, HAMUNG


TERSENYUM DAN MENGAMBIL SEBATANG. TANPA DIMINTA, PANUT
MENGGORESKAN SEBATANG GERETAN DAN AKHIRNYA MENYALALAH
KEDUA UJUNG ROKOK. LAGI, HAMUNG MEMPERHATIKAN PANUT. KARENA
PANDANGAN ITU PANUT JADI AGAK RISIH DAN MERASA TIDAK ENAK. LALU
MELENTANGKAN BADAN.

1036. HAMUNG : Rokok mahal itu marem.


1037. MAE : Kau sekarang bukan bayi lagi. Kau sekarang seorang
lelaki setengah baya dengan kumis yang panjang dan
mata yang amat tajam. Di mana kau, Panut?

PANUT BANGKIT.

1038. MAE : Bayi itu maksud saya.

PANUT MEREBAHKAN BADANNYA LAGI.

1039. HAMUNG : Berapa harganya sebungkus?


1040. MAE : Sebaiknya saya juga merokok. Barangkali saya bisa lebih
baik. Berikan sebatang pada saya.
PANUT BANGKIT DAN MENYERAHKAN SEBATANG ROKOK. TATKALA ROKOK
ITU DI BIBIR MAE ITU MENYALA, PANUT MULAI BISA TERSENYUM. SATU
KALI HISAPAN MAE TIDAK APA-APA. DUA KALI HISAPAN JUGA TIDAK APA-
APA. TIGA KALI HISAPAN IA BATUK-BATUK. HAMUNG DAN PANUT
TERTAWA.

1041. MAE : Tidak enak. ( Sambil batuk-batuk) Tidak enak. Tidak ada
yang enak.
1042. PANUT : Belum biasa.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 72


1043. MAE : Kalau sudah biasa?
1044. PANUT : Enak.
1045. MAE : Tidak begitu. Kalau sudah biasa kita tidak akan lagi
merasakan pahitnya.
1046. PANUT : Nih (mengisap dengan nikmat dan menghembuskannya)
Nikmat.
1047. MAE : Seperti mencuri.
1048. PANUT : (Marah) Saya tidak mencuri! Bilang lagi!
1049. MAE : Saya tidak mengatakan kau mencuri. Saya hanya bilang
kalau sudah biasa mencuri lama-lama juga kita tidak
rasakan seperti kerjaan yang jahat.
1050. PANUT : Saya tidak mencuri! Bilang lagi! Saya pukul! Dengar!
1051. MAE : Saya tidak bilang kau mencuri. Kau pasti tidak pernah
mencuri. Dan kalau pun pernah melakukannya, kau pasti
tak akan mengatakannya.
1052. PANUT : Mas Hamung, rokok ini untuk Mas Hamung
(menyerahkan sebungkus rokok)
1053. HAMUNG : Buat saya?
1054. PANUT : Buat Mas Hamung.
1055. HAMUNG : Nanti dulu, dari siapa rokok itu?
1056. PANUT : Dari……
1057. HAMUNG : (menerima rokok) Jangan teruskan. Tak perlu. Tak ada
bedanya bagi saya. Yang penting rokok.
1058. PANUT : Saya senang.
1059. HAMUNG : Tidak perduli. Yang terang ini rokok mahal.
1060. PANUT : Rokok kretek termahal.
1061. HAMUNG : Kau masih punya?
1062. PANUT : Masih. Barangkali tinggal enam batang.
1063. HAMUNG : Coba beri saya sebatang. Saya isap sekarang.

PANUT MEMBERIKAN SEBATANG LAGI PADA HAMUNG.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 73


1064. HAMUNG : Yang masih utuh baru saya buka nanti kalau kereta api
itu telah membawa saya ke arah barat. Coba nyalakan.

PANUT MENGGORESKAN GERETAN.

1065. HAMUNG : Nah, lihat. Sekarang saya punya dua sekaligus. Sekali
waktu memang tak ada jeleknya kita menikmati sesuatu
lebih dari biasanya (tertawa)
1066. PANUT : Saya sungguh-sungguh senang.
1067. HAMUNG : Kau pikir begitu? Kau senang kalau saya mengisap rokok
pemberianmu ini?
1068. PANUT : Senang.
1069. HAMUNG : Biar kau lebih senang, berikan rokok itu semua.
1070. PANUT : Jangan, yang lima batang ini untuk saya sendiri.
1071. HAMUNG : Dan kau senang?
1072. PANUT : Senang.
1073. HAMUNG : Bagus. Kalau begitu kelak kau akan jadi laki-laki yang
jantan.
1074. PANUT : Saya makin senang sekarang.
1075. HAMUNG : Dan kalau kereta api itu membawa saya ke arah barat,
kau juga tetap senang?
1076. PANUT : Tidak.
1077. HAMUNG : Kenapa?
1078. PANUT : Karena saya sedih.
1079. HAMUNG : Jadi kau tidak senang karena kau sedih?
1080. PANUT : Saya tidak senang karena kita berpisah.
1081. HAMUNG : Betul?
1082. PANUT : Betul.
1083. HAMUNG : Betul tidak senang?
1084. PANUT : Tidak senang.
1085. HAMUNG : Betul sedih?
1086. PANUT : Sedih sekali

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 74


1087. HAMUNG : Sungguh sayang. Kalau begitu kau akan jadi laki-laki yang
tidak bahagia.
1088. PANUT : Saya sungguh-sungguh tidak paham.
1089. HAMUNG : Kau memang masih bocah.
1090. PANUT : Tapi kau seharusnya menerangkan semua itu. Saya ingin
menjadi laki-laki yang jantan.
1091. HAMUNG : Betul?
1092. PANUT : Betul. Bagaimana?
1093. HAMUNG : Itu gampang.
1094. PANUT : Bagaimana?
1095. HAMUNG : Kalau saya berangkat nanti, tepat sewaktu saya
melangkahkan kaki kesana kau harus membenci saya.
Setidak-tidaknya kau tidak boleh menyimpan perasaan
apa pun karena peristiwa itu. Sekalipun kita sudah lama
sekali bergaul.
1096. PANUT : Kenapa mesti begitu?
1097. HAMUNG : Tidak apa-apa. Memang harus begitu.

LAMA PANUT BERPIKIR. MEREKA BERTATAPAN.

1098. PANUT : Bisa.


1099. HAMUNG : Bisa?
1100. PANUT : Bisa.
1101. HAMUNG : Kau yakin akan berhasil?
1102. PANUT : Yakin. Dua hari ini saya selalu merasa yakin. Memang
harus begitu.
1103. HAMUNG : Betul?
1104. PANUT : Percayalah, Mas. Saya tidak tahu kenapa.
1105. HAMUNG : Kalau begitu saya juga yakin kelak kau akan bisa jantan
dan bahagia.

PANUT MENYALAKAN ROKOK LAGI MENYAMBUNG ROKOKNYA SENDIRI.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 75


1106. PANUT : Semalam ini saya sudah menghabiskan sebungkus lebih.
1107. HAMUNG : Kuat betul kau.
1108. PANUT : Saya sudah dewasa.
1109. HAMUNG : Saya lihat begitu.
1110. MAE : Saya lihat malah dia seperti telah beruban rambutnya.
Tapi kenapa kumisnya panjang sekali dan amat tajam
ujungnya.
1111. HAMUNG : Bukan main.
1112. MAE : Gatotkoco.
1113. PANUT : Saya lebih suka Ontorejo.
1114. HAMUNG : (seraya mengamati karcis sepur) Pas Betul uang saya.
1115. PANUT : Saya punya uang.
1116. HAMUNG : Banyak?
1117. PANUT : Tidak. Tapi lebih banyak dari biasanya.
1118. HAMUNG : Berapa?
1119. PANUT : Saya hitung dulu.
1120. HAMUNG : Tidak usah. Saya anggap saja jumlahnya terlampau
banyak sehingga sukar dihitung oleh tiga orang.
1121. MAE : (mengancam) jangan berani kau merampasnya,
Hamung. Jangan sekali-kali kau ambil uangnya. Uang itu
hak miliknya.
1122. HAMUNG : Siapa yang akan merampas uangmu, Nut?
1123. PANUT : Tidak ada. Malah saya ingin memberikan kepada Mas
Hamung sedikit.
1124. MAE : Jangan. kau anak tolol. Uang itu uangmu sendiri. Kenapa
kau berikan kepada orang lain?
1125. PANUT : Tidak semuanya.
1126. MAE : Jangan.
1127. PANUT : Mae nanti juga saya beri.
1128. MAE : Jangan.
1129. PANUT : Ini uang saya. Uang saya sendiri.
1130. MAE : Tapi kau anak saya.
1131. PANUT : Tapi kau bukan ibu saya.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 76


HAMUNG TERSENYUM. LAMA DIAM MEREKA.

1132. PANUT : Terimalah uang ini, Mas Hamung. Untuk jajan di jalan.
1133. HAMUNG : (setelah menerima uang itu) Sekarang saya akan pergi ke
museum. Saya akan mandi. Lalu saya berangkat ke
stasiun.

HAMUNG DAN PANUT SALING MEMANDANG.

1134. HAMUNG : Kita mulai.

HAMUNG LENYAP DALAM KABUT PAGI. LONCENG KERATON BERDENTANG


EMPAT KALI.

1135. PANUT : Mae, terimalah uang ini.

MAE CUMA MENANGIS.

1136. PANUT : Terimalah, Mae. Semuanya dapat bagian.


1137. MAE : Kau telah mencuri.
1138. PANUT : (marah) Bilang lagi! Saya pukul!
1139. MAE : Saya tidak bertanggung jawab. Saya salah.
1140. PANUT : (menahan diri) Karena saya bukan anak Mae. Lebih baik
begitu. Mae nanti bisa senang. Terimalah, Mae.
1141. MAE : Saya tidak mau makan tanpa lebih dulu saya bekerja.
1142. PANUT : (marah) Saya sudah bekerja!
1143. MAE : Kalau begitu makanlah sendiri.
1144. PANUT : (luka) Mae.

MAE CUMA MENANGIS.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 77


1145. PANUT : (pasti) Saya harus jadi laki-laki, tapi saya sedih. Lebih
baik merokok banyak-banyak. (membuang ingusnya)
Saya mulai merasa benci entah pada siapa. Persetan..

SETELAH MENYALAKAN ROKOK. PANUT PERGI. ADZAN PERTAMA DI


ANGKASA.

1146. MAE : Saya harus mempertahankan Retno. Kalau dia juga pergi
saya akan merasa hilang.

RETNO DAN TUKIJAN MUNCUL.

1147. RETNO : Sebagian di museum. Biar saya saja yang berkemas. —


Tapi nanti dulu. Kau tahu aku tak akan memberi kau
anak?
1148. TUKIJAN : Saya tidak butuh anak. Saya butuh kau.
1149. RETNO : Tapi sebenarnya kita butuh.
1150. TUKIJAN : Bukan halangan.

RETNO MENGEMASI BARANG-BARANGNYA YANG TERBUNGKUS DI BAWAH


BERINGIN. TATKALA TERPANDANG MAE YANG TENGAH MENANGIS, IA
BERHENTI BEKERJA. LAMA DIAM SAJA.

1151. TUKIJAN : Apalagi yang kau tunggu?

MASIH DIAM.

1152. TUKIJAN : Kita nanti terlambat.

MASIH DIAM.

1153. TUKIJAN : Apalagi yang dipikirkan? Kita sudah kehilangan waktu


satu hari.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 78


RETNO MEMANDANG MAE.

1154. TUKIIJAN : Retno.


1155. RETNO : Kau saja yang pergi.
1156. TUKIJAN : Kenapa? Apalagi?
1157. RETNO : Saya tidak tahu.
1158. TUKIJAN : Semuanya hanya berkisar pada perasaan saja. Ruwet
jadinya. Semua tidak ada yang terwujud.

DI KEJAUHAN MELENGKING PELUIT KERETA API.

1159. RETNO : Saya tidak bisa.


1160. TUKIJAN : Kenapa?

RETNO DIAM.

1161. TUKIJAN : Berubah lagi. Kau harus berpikir, bukan merasakan.


1162. RETNO : Dan saya tidak sanggup.

TUKIJAN MEMANDANG BERINGIN TUA.

1163. RETNO : Saya mencintai kau, tapi juga mencintai yang lain.
1164. TUKIJAN : Siapa?
1165. RETNO : Saya tidak bisa berdusta.
1166. TUKIJAN : Ya, kau mencintai dirimu juga. Kau tidak pernah
mencintai siapapun kecuali mencintai gincumu.
1167. RETNO : (bangkit marah) Apa kau pikir kau juga mencintai saya?
Omong kosong! Kau cuuma mencintai dirimu sendiri.
saya akui yang paling saya cintai tentu diri saya sendiri,
sebab tak ada orang yang mencintai orang lain lebih
daripada mencintai dirinya sendiri.
1168. TUKIJAN : Kenapa kau jadi marah-marah begitu?

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 79


1169. RETNO : (marah) Siapa yang mulai?
1170. TUKIJAN : Saya marah karena kau berubah sikap lagi.
1171. RETNO : Saya marah karena kau marah. Belum apa-apa sudah
berani marah-marah. Akan kau jadikan apa saya di tanah
seberang sana? Jadi babu? Seenaknya saja. Apa kau pikir
saya akan mati kelaparan kalau tetap tinggal di sini?
(tiba-tiba menangis) Saya jadi bingung.
1172. TUKIJAN : Tentu saja kau jadi bingung. Sudah saya bilang yang
harus kau lakukan sekarang adalah berpikir bukan
merasakan.
1173. RETNO : Saya bingung karena terlampau banyak orang yang saya
cintai. Dan, O Gusti, saya tidak bisa melupakannya. Saya
sangat mencintai perempuan tua itu juga.
1174. TUKIJAN : Saya mengerti. Bukan kau saja yang mencintainya.
Banyak orang yang mencintainya. Kita semua berhutang
budi kepada Mae. Dengan sayang ia mengurus makanan
kita. Paling tidak saya tidak bisa melupakan masakannya.
Kita selalu tidak percaya bahwa dengan bahan-bahan
yang kacau kita dapat menikmati makanan yang luar
biasa lezatnya. Saya yakin, orang-orang yang berumah
mewah akan menghabiskan makanan itu dalam sekejap,
sekiranya makanan itu disajikan dalam wadah yang biasa
dipergunakan mereka. Apalagi kalau disajikan dalam
wadah yang berukir dari keraton (diam) Tapi apa kau
pikir demikian picik Mae, sehingga Mae mengharapkan
balasan dari setiap yang dilakukannya untuk kita? Mae
orang tua. Orang tua tidak pernah mengharap apa-apa.
Mereka cuma mengharapkan anak-anaknya senang dan
bahagia; jauh lebih senang daripada dia sendiri.
1175. RETNO : Justru karena itu saya tidak tega. Saya tidak bisa.
Sudahlah. Kau nanti terlambat. Pergilah kau. kalau
mungkin, saya akan menyusul kelak. Percayalah, saya

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 80


mencintai kau kapan saja. Saya akan selalu
mengenangkan kau.
1176. TUKIJAN : Betul-betul kau tidak punya kepala. Apa kau mau makan
tanah karena perempuan bangka itu?
1177. MAE : Retno putriku.
1178. RETNO : Ya, Mae (pada Tukijan) Kau tidak tahu. Seminggu yang
lalu dia terjatuh di parit sana. Sudah sangat lemah. Tidak
lama lagi.
1179. MAE : Retno. Dekatlah kemari.
1180. RETNO : (mendekati Mae) Saya tidak akan pergi, Mae. Saya tidak
mau.
1181. MAE : Mae akan mengatakan sesuatu.
1182. RETNO : Kali ini saya akan mendengarkan lebih dari yang pernah
saya lakukan.
1183. MAE : Kau memang anak perempuan saya. Kau cantik dan baik
budi. Itulah yang sebenarnya. Sayang, kau sendiri tidak
tahu (diam) Sekarang sebagai anak yang baik turutlah
apa kata Mae; Pergilah dengan Tukijan.
1184. RETNO : (menangis dan memeluk) Tidak, Mae. Saya tidak bisa.
1185. MAE : Tentu kau tidak bisa. Dan siapa yang suka ajal? Tidak
ada. Tapi siapa yang bisa menolaknya? Juga tidak ada.
Dan apakah kau mengira Mae mengharap kau pergi
meninggalkan Mae? (Retno menggeleng kepalanya)
Tidak, bukan? Mae juga tidak mau kau tinggalkan. Mae
sangat mencintai kau lantaran kau anak perempuanku
satu-satunya. Kalau kau pergi, Mae tidak akan pernah
mempunyai anak secantik dan sebaik kau lagi. Tapi
apakah kau berpikir Mae juga ingin mempertahankan
kau tetap di sini dan terus menjual diri?

RETNO MENUTUP BIBIR MAE.

1186. RETNO : Saya mengerti.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 81


1187. MAE : Kenapa saya tiba-tiba melihat kau sedang menimang
anak di suatu rumah yang teduh di bawah pohon-pohon
yang rimbun?
1188. RETNO : Melihat saya?
1189. MAE : Dalam khayalan Mae. Tapi saya harap demikianlah yang
sebenarnya. Kau nanti dapat berkah. Sebagai anak
perempuan Mae, pergilah kau sebab masih banyak yang
lebih baik yang perlu kau kerjakan. Kau harus lebih cepat
dari pada matahari sekarang. Apalagi di sana.
1190. TUKIJAN : Segera, Retno.
1191. RETNO : Mae.
1192. MAE : Lebih baik kau tak mengucapkan apa-apa.
1193. RETNO : Saya tidak bisa.
1194. MAE : Apa dulu kau menyangka bisa melakukan apa yang
selama ini kau lakukan di sini setiap malam?
1195. RETNO : Mae.
1196. MAE : Percayalah. lama-lama kau bisa dan biasa.
1197. TUKIJAN : Minta pangestu, Mae.

MAE CUMA MEMANDANG KOSONG TATKALA MEREKA MELANGKAH


PERLAHAN DAN LENYAP. BEGITU MEREKA LENYAP, BEGITU BERDENTANG
LONCENG KERATON SATU KALI.

KEDENGARAN KOYAL BERTERIAK-TERIAK. IA LALU MUNCUL DENGAN


MEMEGANG KEPALANYA.

1198. KOYAL : Mae, mereka memukuli saya. Tolong. Mereka memukuli


saya. Kepala saya berdarah.
1199. MAE : (berdebar meraba kepala Koyal. Lama ia mencari luka
itu) Tak ada darah.
1200. KOYAL : Ada. Tadi saya raba. Tangan saya merah. Lihat.
1201. MAE : Tangamu kotor. hitam.
1202. KOYAL : Tadi merah. Tapi kepala saya berdarah.

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 82


1203. MAE : Sekarang tidak.
1204. KOYAL : Pening. Sakit bukan main
1205. MAE : Kenapa mereka memukul kepalamu?
1206. KOYAL : Ada tiga orang laki-laki menyuruh saya menyobeki
gambar yang terpancang di muka kantor pos sana.
1207. MAE : Gambar bioskop?
1208. KOYAL : Bodoh. Gambar partai.
1209. MAE : Lalu?
1210. KOYAL : Tiga laki-laki itu menyuruh saya menguliti gambar itu.
1211. MAE : Siapa mereka?
1212. KOYAL : Siapa. Bodoh. Mereka yang punya hambar. Mereka
perlu memperbarui. Kalau sudah selesai nanti saya
diberi upah.
1213. MAE : Mana uang itu sekarang?
1214. KOYAL : Tidak ada.
1215. MAE : Tidak ada?
1216. KOYAL : Tidak ada.
1217. MAE : Kenapa?
1218. KOYAL : Kenapa. Bodoh. belum selesai. lalu mereka memukuli
kepala saya.
1219. MAE : Tiga orang tadi?
1220. KOYAL : Tiga orang tadi. Bodoh. Ada beberapa orang lain dari
arah barat datang dan segera memukuli kepala saya
sehingga kepala saya berdarah. Lihat.
1221. MAE : (setelah meraba) Tidak ada.
1222. KOYAL : Tadi ada. (tiba-tiba) Mae! Mereka mengejar saya!
Mereka mengejar saya!
1223. MAE : Mana mereka? Mana?
1224. KOYAL : Mereka! Mereka datang! Mereka! Mae! Masing-masing
membawa kayu yang sangat besar. Tolong, Mae. Tolong!
Kayu itu sangat besar!
1225. MAE : Mana?

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 83


1226. KOYAL : Jangan pukul kepala saya! Jangan! Aduh! Sakit!
Berdarah. Jangan! Tolong! Tolooooong! (seraya
menjerit-jerit ia lari menyusup kabut yang biru itu,
setelah berputar-putar menghindari pukulan-pukulan
yang tak ada itu. Dengan sedih, Mae mengikuti
pusingan-pusingan Koyal)

ADZAN SUBUH BERKUMANDANG DI UDARA DI SELA-SELA GARIS CAHAYA


FAJAR YANG LEMBUT. LALU MAE MUNCUL LAGI.

1227. MAE : Gusti Pangeran. (anaknya bangun) Kau bangun, sayang.


Kau tertawa, sayang (memainkan anak itu) Nah, cah
bagus. Kita tak pernah mendapatkan, tapi selalu meraa
kehilangan (memejamkan mata) Tak ada. Sama saja —-
gustiku, cuma kita berdua.

LAMA-LAMA MAE TERTIDUR BERSANDAR PADA BATANG BERINGIN.


WARNA FAJAR. LALU BERAGAM WARNA WAKTU BERPUTAR DI SANA
BERBAGAI WARNA. SEMENTARA ITU SECARA PERLAHAN LAYAR
DITURUNKAN BAGAI KELAMBU SUTERA.

SELESAI

Festival Teater Ke-XXIII Tingkat SMA/SMK/MA se-Jawa Timur 84

Anda mungkin juga menyukai