Anda di halaman 1dari 129

BUKU PANDUAN

METODE GEOLOGI
LAPANGAN

i
i
DAFTAR ISI

Judul ................................................................................. i
Daftar isi .......................................................................... ii
BAB I Pengenalan Kondisi Lapangan dan Alat - Alat
Dasar Geologi
1.1 Pengenalan Kondisi Lapangan Geologi ............. 1
1.2 Perlengkapan Alat - Alat Dasar Geologi ............ 3
1.3 Penggunaan Kompas Geologi ............................ 6
1.4 Penggunaan Palu Geologi .................................. 6
1.5 Teknik Konvoi Sepeda Motor ............................ 7
1.6 Pembuatan Bivouac Sederhana .......................... 9
1.7 Pembuatan Tandu Darurat ................................. 13
1.8 Hal – Hal yang Harus Dilakukan Jika Tersesat
atau Terjebak ..................................................... 16
BAB II BCL dan Sketsa
2.1 BCL (Buku Catatan Lapangan)........................... 17
2.2 Sketsa .................................................................. 20
2.3 Dasar-dasar Pembuatan Sketsa
Singkapan Geologi ............................................. 23
2.4 Tahap dalam Membuat Sketsa
Singkapan Geologi ............................................. 24
BAB III Navigasi Darat
3.1 Pendahuluan ........................................................ 31
3.2 Orientasi Peta ...................................................... 31
3.3 GPS Receiver ...................................................... 33
BAB IV Peta Lintasan
4.1 Pendahuluan ........................................................ 48
4.2 Prinsip Dasar Pembuatan Peta Lintasan.............. 49
4.3 Jenis Peta Lintasan .............................................. 50

ii
4.4 Metode Pengukuran Peta Lintasan ...................... 52
4.5 Koreksi Peta Lintasan ......................................... 54
4.6 Pembuatan Kontur .............................................. 56
BAB V Peta Topografi
5.1 Pengertian Peta Topografi ................................... 59
5.2 Jenis Peta Topografi Berdasarkan Skala ............. 59
5.3 Interpretasi Peta Topografi.................................. 60
5.4 Hubungan Kedudukan Lapisan Batuan dengan
Peta Topografi .................................................... 63
5.5 Metode Pembuatan Pola Penyebaran Singkapan. 67
5.6 Penampang Geologi ............................................ 69
BAB VI Stratigrafi Terukur
6.1 Pengertian ........................................................... 73
6.2 Tujuan ................................................................. 73
6.3 Metode Penyusunan Kolom Litologi .................. 74
4.4 Metode Pembuatan
Penampang Stratigrafi Terukur .......................... 74
6.5 Penentuan Lokasi Pengukuran ............................ 83
6.6 Teknik Menggambar
Penampang Startigrafi Terukur .......................... 84
BAB VII Pemetaan Geologi
7.1 Pendahuluan ........................................................ 89
7.2 Teknik dan Pengukuran di Lapangan.................. 92
7.3 Strategi Pemetaan................................................ 95
7.4 Kartografi Peta Geologi Skala 1:25.000 ............. 99

iii
BAB I
PENGENALAN KONDISI LAPANGAN DAN
ALAT-ALAT DASAR GEOLOGI

1.1 Pengenalan Kondisi Lapangan Geologi


Kegiatan Lapangan Geologi baik berupa kuliah
lapangan, praktikum sampai pemetaan memiliki risiko
yang relatif sangat tinggi karena kegiatan dilaksanakan di
alam terbuka. Untuk meminimalisasi risiko tersebut
dibutuhkan perencanaan kegiatan yang matang mulai dari
persiapan logistik dan peralatan, perencanaan teknis
lapangan sampai persiapan mental yang sehat. Risiko
dapat berasal dari berbagai arah, berikut merupakan
pengelompokan risiko yang dapat terjadi saat kegiatan
lapangan geologi :
1. Kesalahan Teknis :
 Tidak merencanakan rute kegiatan;
 Tidak memperkirakan estimasi waktu kegiatan
dengan baik;
 Tidak memperkirakan medan yang akan
ditempuh;
 Mengambil sampel terlalu banyak.
2. Potensi Negatif dari Alam
 Hujan;
 Sungai Banjir;
 Tanah Longsor;
 Tebing Runtuh;
 Medan yang sulit (licin, susur sungai, susur
tebing).

1
3. Kesalahan Pribadi :
 Tidak membawa alat tulis dan alat bantu lapangan
geologi;
 Tidak membawa topi;
 Tidak membawa jas hujan atau semacamnya;
 Tidak membawa pengaman data lapangan;
 Tidak membawa perlengkapan P3K;
 Tidak menggunakan pakaian standar;
 Tidak peregangan sebelum kegiatan;
 Tidak membawa minum yang cukup.
Untuk mengurangi segala potensi negatif tersebut,
maka kegiatan lapangan harus direncanakan secara
matang. Secara umum kegiatan lapangan geologi dibagi
menjadi tiga tahap yaitu :
1. Pra Kegiatan Lapangan Geologi (Perencanaan)
 Studi pustaka;
 Pembuatan peta;
 Pengamatan geomorfologi peta;
 Penentuan pengambilan jenis data;
 Penentuan titik penting pada peta;
 Reconnaissance;
 Perencanaan kesampaian daerah;
 Pembuatan rencana rute dan waktu berdasarkan
kondisi medan;
 Sesuaikan logistik dengan rute.
2. Kegiatan Lapangan Geologi (Eksekusi Lapangan)
 Pengambilan data usahakan sesuai dengan
rencana;
 Selalu perbaharui rencana waktu dan rute kegiatan
lapangan;

2
 Simpan dan rapikan data sesaat setelah selesai
kegiatan lapangan;
 Jaga kondisi tubuh;
 Sesuaikan kemampuan fisik dan mental dengan
kondisi lapangan serta selalu perhitungkan risiko
yang akan dihadapi.
3. Pasca Kegiatan Lapangan Geologi (Evaluasi dan
Pembuatan Laporan)
 Lakukan konsultasi dengan pembimbing;
 Catat bila ada kekurangan data lapangan
berdasarkan hasil konsultasi;
 Bila perlu, kembali ke lapangan untuk
menyempurnakan data;
 Proses data dengan metode analisis yang sesuai;
 Susun laporan dan atau poster;
 Kembali konsultasi dengan pembimbing;
 Sempurnakan laporan dan atau poster.

1.2 Pengenalan Alat-Alat Dasar Geologi


Dalam kegiatan lapangan geologi diperlukan
peralatan yang sangat beragam. Peralatan tersebut dapat
berupa alat bantu pengambilan data, pelindung/pengaman
pribadi sampai berupa makanan dan minuman.
Berdasarkan tingkat kepentingannya, keperluan lapangan
geologi dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Keperluan Baku
 Pakaian standar lapangan;
 Tanda pengenal / identitas;
 Daypack standar lapangan;
 Buku catatan lapangan;
 Pensil dan rautan pensil;

3
 Penghapus;
 Pulpen;
 Peta;
 Kertas HVS;
 Papan ujian (utamakan berbahan plastik) dan mika;
 Kompas geologi;
 Palu geologi;
 Kantong sampel + Label;
 HCl;
 Lup;
 Alat dokumentasi;
 Penunjuk waktu;
 Alat navigasi digital;
 Helm lapangan;
 P3K (minimal plester, perban dan larutan anti
infeksi);
 Alat komunikasi dengan kartu sim yang memiliki
jaringan luas;
 Jas hujan (diutamakan ponco);
 Pisau lipat atau semacamnya;
 Tali plastik (rafia);
 Alat penerangan atau semacamnya;
 Pemantik api atau semacamnya;
 Makanan dan minuman (diutamakan membawa
lebih);

4
2. Keperluan Opsional
 Pensil warna;
 Drawing pen;
 Komparator batuan;
 Kuas;
 Pahat;
 Pita ukur;
 Penggaris;
 Busur derajat;
 Kalkulator;
 Tongkat Jacob;
 Kacamata safety
 Payung;
 Power bank;
 Pakaian ganti;
 Alas kaki ganti;
 Parang;
 Tali Webbing;
 Pasak;
 Tandu darurat (tali
pramuka atau
sejenisnya dan
bambu atau
sejenisnya);
 Kendaraan dengan
bahan bakar cukup;
 Helm motor.

5
1.3 Penggunaan Kompas Geologi
Penggunaan kompas geologi merupakan kemampuan
yang sangat dasar bagi seorang ahli geologi. Maka dari itu
sangat penting bagi setiap ahli geologi untuk menguasai
teknik dasar penggunaan kompas geologi.
Makna dari menguasai penggunaan kompas geologi
bukan hanya bisa menggunakannya, tetapi juga sudah
terbiasa. Seorang ahli geologi yang sudah terbiasa
menggunakan kompas untuk pengukuran akan
membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat sehingga
dapat menambah efektivitas pengambilan data. Kompas
geologi memiliki fungsi yang beragam yaitu :
 Penunjuk arah Utara;
 Membidik suatu obyek, yaitu untuk menentukan nilai
azimuth suatu obyek terhadap kedudukan kita;
 Mengukur kedudukan batuan;
 Mengukur kedudukan struktur bidang;
 Mengukur kedudukan struktur garis;
 Mengukur kemiringan lereng.

1.4 Penggunaan Palu Geologi


Sama seperti kompas geologi, penggunaan palu
geologi dapat sangat membantu pengambilan data jika
dimanfaatkan dengan baik. Karena palu geologi
merupakan alat vital, maka ia harus selalu digenggam saat
berjalan selama melakukan kegiatan lapangan (tidak
dimasukkan ke dalam tas). Palu geologi memiliki beberapa
fungsi penting yaitu :
 Menggali bagian singkapan yang kurang segar;
 Mengambil sampel;
 Membantu untuk memanjat;

6
 Alat pertahanan diri.
Cara pengambilan sampel tidak selalu memiliki
standar baku seperti yang tertulis pada banyak literatur.
Prinsip dari pengambilan sampel adalah mendapatkan
sampel batuan sebaik-baiknya (ukuran, komposisi
internal, orientasi) dengan menggunakan tenaga sekecil-
kecilnya. Namun sebagai dasarnya, penggunaan palu
geologi untuk pengambilan sampel dibagi menjadi
beberapa tahap yaitu :
 Tentukan titik pengambilan (segar, titik lemah);
 Buat rekahan yang cukup pada titik lemah singkapan
menggunakan ujung runcing palu;
 Lakukan sampai rekahan sudah cukup terbuka;
 Pukul bagian singkapan yang sudah merekah dengan
arah yang masuk akal menggunakan ujung kotak palu.

1.5 Teknik Konvoi Sepeda Motor


Terdapat banyak aturan saat melaksanakan konvoi
motor. Berikut merupakan ringkasan berbagai macam
aturan yang telah disesuaikan dengan kondisi kegiatan
lapangan Teknik Geologi Universitas Diponegoro :
1. Tidak membentuk garis lurus dengan motor di
depannya
 Posisikan motor lebih ke kanan atau ke kiri
terhadap motor di depan untuk memberikan jarak
menghindar bila terjadi pengereman mendadak;
 Atur jarak aman sesuai kecepatan;
 Pastikan kecepatan tidak melebihi 60 km/jam atau
sesuaikan dengan kondisi jalan dan peraturan
yang berlaku.

7
2. Mematuhi peraturan rambu lalu lintas dan arahan
petugas. Tata cara di lampu lalu lintas atau di
persimpangan :
 Saat lampu lalu lintas menyala kuning untuk
menghindari putusnya konvoi kapten atau
vorijder wajib mengurangi kecepatan;
 Tetap dalam konvoi kecuali ditentukan lain oleh
kapten;
 Tidak menerobos lampu merah sekalipun konvoi
harus terputus.
3. Tidak bercanda atau mengobrol dengan sesama peserta
(apabila tidak diperlukan).
4. Tidak melakukan manuver yang membahayakan diri
sendiri, peserta lain juga pengguna jalan lain.
 Dilarang saling mendahului antar sesama peserta
konvoi;
 Dilarang berkendara secara ugal-ugalan;
 Salah satu motor dalam konvoi menemani peserta
yang mengalami masalah (trouble) di jalan.
5. Tidak membunyikan klakson terhadap hal yang tidak
perlu atau sudah diwakili oleh kapten kecuali pada
saat-saat yang memang sangat diperlukan.
 Bunyi panjang = konfirmasi siap berangkat
(hanya sweeper);
 Bunyi berulang sering = permintaan emergency
stop;
 Bunyi pendek dua kali = salam brotherhood.
6. Mengikuti semua petunjuk dari kapten, serta wajib
meneruskan semua petunjuk tadi ke seluruh barisan
hingga barisan yang paling belakang.

8
Gambar 1.1 Isyarat standar saat melakukan konvoi motor

1.6 Pembuatan Bivouac Sederhana


Bivouac merupakan tempat berlindung darurat saat
seseorang mengalami sesuatu yang memaksa dirinya
untuk tidak kembali ke basecamp. Bivouac memiliki jenis
yang sangat beragam tergantung dari kondisi alam dan
kesiapan pribadi. Syarat dari bivouac adalah mampu
menahan cahaya matahari, hujan, dan jika memungkinkan
untuk menahan paparan langsung dari suhu dingin. Pintu
bivouac harus dibuat tegak lurus terhadap arah angin. Dari
sekian banyak jenis bivouac yang dapat dibuat, di sini
akan dijelaskan cara membuat bivouac yang umumnya

9
diajarkan kepada mahasiswa Teknik Geologi Universitas
Diponegoro.

Gambar 1.2 Bivouac standar Teknik Geologi Universitas


Diponegoro

Untuk membuatnya diperlukan penguasaan beberapa


simpul yaitu :

10
Gambar 1.3 Simpul Pangkal

Gambar 1.4 Simpul Jangkar

11
Gambar 1.5 Simpul Delapan

Dalam pembuatan bivouac diperlukan beberapa bahan


yaitu :
1. Bahan Wajib:
 Ponco;
 Tali Pramuka;
 Tali Plastik.
2. Bahan Tambahan
 Tali Webbing;
 Pasak.

Tahap pembuatan bivouac :


1. Tentukan lokasi pembuatan, idealnya berada di antara dua
pohon;
2. Tentukan bentuk bivouac yang akan dibuat;
3. Jika ada lebih dari satu ponco, sambungkan ponco menggunakan
tali plastik dan kerikil/krakal;

12
4. Pasang tali pramuka/webbing ke pohon dan atau ke tanah dengan
simpul pangkal dan simpul jangkar;
5. Letakkan ponco di atas tali yang sudah terpasang;
6. Kencangkan seluruh bagian tepi ponco menggunakan tali plastik
ke pohon dan atau ke tanah;
7. Jika dibutuhkan, buatlah parit untuk mengalihkan pola aliran;
8. Jika diperkirakan akan bermalam dan cuaca akan hujan maka
buatlah bivouac serapih mungkin.

1.7 Pembuatan Tandu Darurat


Tandu merupakan alat evakuasi paling efektif jika korban tidak
mampu berjalan. Jika dibawa oleh seorang yang memiliki kekuatan
fisik serta keseimbangan yang baik, evakuasi korban dapat
dilakukan di medan yang terjal sekalipun.
Untuk membuat tandu darurat diperlukan :
 Dua tali pramuka @10 meter;
 Dua buah bambu panjang ( + 200cm) atau semacamnya;
 Dua buah bambu pendek ( + 60cm) atau semacamnya;
 Jaket/kain/bahan lunak sebagai bantalan kepala.

13
Dalam pembuatan tandu darurat dibutuhkan penguasaan membuat
simpul pangkal, jangkar dan ikatan palang.

Gambar 1.6 Ikatan Palang

14
Tahap pembuatan tandu :
1. Letakkan tongkat secara sejajar pada lantai, dengan jarang antar
tongkat minimal 50 cm;
2. Palangkan tongkat pendek pada kedua tongkat pramuka;
3. Mulailah simpul pangkal pada tongkat pramuka untuk
mengikatkan tali pada tongkat;
4. Ikatlah pertemuan tongkat pendek dan tongkat pramuka dengan
menggunakan ikatan palang;
5. Setelah keempat ikatan palang selesai, sisa ikatan palang dari
salah satu sisi saling silangkan antara bagian atas dan bawah di
tengah. Tali dari atas ditarik ke arah atas kembali, begitu juga
sebaliknya;
6. Buatlah simpul jangkar pada masing-masing tongkat induk
tandu;
7. Ulangi langkah 5 dan 6 sampai selesai dengan jarak masing-
masing simpul jangkar antara 20 – 25 cm;
8. Untuk mengakhiri pembuatan tandu, gunakan kembali simpul
pangkal pada ujung tandu;
9. Tambahkan bahan lunak di bagian kepala tandu untuk
melindungi kepala korban (bisa menggunakan jaket, kain atau
semacamnya).

Gambar 1.7 Hasil akhir tandu


15
1.8 Hal - Hal yang Harus Dilakukan Jika Tersesat atau Terjebak
Tidak ada aturan baku yang menjelaskan hal-hal yang harus
dilakukan saat tersesat atau terjebak. Hal yang paling penting adalah
duduk, istirahat sejenak dan berpikir dengan tenang. Kerja sama
dengan rekan merupakan kunci utama untuk mencegah dan
menanggulangi keadaan darurat seperti ini.
Skenario tanggap evakuasi bersama rekan satu basecamp :
 Menggunakan kartu sim dengan jaringan yang luas;
 Pasang aplikasi navigasi pada handphone (atau bawa GPS
Receiver);
 Selalu menjelaskan progres dan rencana pemetaan kepada rekan
satu basecamp;
 Jika memungkinkan, lakukan paparan teknis detail kegiatan
lapangan masing-masing setiap hari;
 Selalu menggunakan jaket himpunan atau pakaian lain dengan
warna terang;
 Membuat waktu tanggap penyisiran dan evakuasi bersama rekan
satu basecamp.
Skenario saat tersesat atau terjebak yang menyebabkan tidak bisa
kembali ke basecamp:
 Jika ada sinyal, segera kirim koordinat kepada rekan satu
basecamp;
 Diam dan bermalam di lokasi terakhir;
 Jika masih terang dan kondisi memungkinkan, berusaha
melewati kembali jalan yang telah dilalui dan bermalam;
 Jika mengetahui lokasi pribadi pada peta namun tidak
memungkinkan untuk kembali, berusahalah bergeser ke titik
evakuasi yang sudah diperkirakan oleh rekan satu basecamp.

16
BAB II
BCL DAN SKETSA

2.1. BCL (Buku Catatan Lapangan)


Pendeskripsian Buku Catatan Lapangan
Lokasi : Tanggal, lintasan, kesampaian daerah, nomor lokasi,
keterangan lokasi, koordinat, elevasi.
Singkapan : Keadaan fisik singkapan ( jenis, variasi, hubungan antar
batuan) , Jurus dan Kemiringan ( lapangan, foliasi,
intrusi) , Slope, Struktur Geologi ( sesar, kekar, lipatan,
kontak).
Deskripsi : Bentuk Lahan, Morfologi, Batuan, Struktur Primer,
Struktur Sekunder, Tata Guna Lahan.
Batuan :Batuan Beku

Sifat Untuk Di
Batuan beku
Deskripsi
Warna Segar, Lapuk
Besar Butir Afanit, Fanerik, Ukuran
Bentuk Butir Granular, Bladed, Prismatik
Hubungan Antar Butir Euhedral, Anhedral, Subhedral
Kemas
Homogenitas Equigranular, Inequigranular
Tekstur Aliran, Jatuhan
Karakteristik Diabasik, Vesikular, dll.
Komponen Komposisi Mineral, Ciri, Presentase

17
Batuan Sedimen
Bx Cglt Tuf Sds Sts Cys Serpih Napal Cbnt
Campuran V V V V V V V V V
Fragmen V V V V V V
Mx V V V V V V V V V
Semen V V V V V V V V V
Warna V V V V V V V V V
Sortasi V V V V V
Ukuran V V V V V V V V V
Bentuk btr V V V V V
Kemas V V V V
Porositas V V V V V
Kompaksi V V V V V V V V V
Tx/Comp
V V V V V V V V V
Maturity
Struktur V V V V V V V V V

Batuan Metamorf
Sifat Untuk Di
Batuan Metamorf
Deskripsi
Warna Segar, Lapuk
Besar Butir Ukuran, Faneritit, Afanitit
Foliasi Foliasi/ Non Foliasi
Struktur Schistose, Gneis, Slaty
Bentuk Kristal Idioblastik (euhed), Xenoblastik (anhed)
Ketahanan Relict / Kristaloblastik
Bentuk Mineral Granuloblastik, Lepido,Nemato,Grano
Karakteristik
Komposisi Mineral Mineral penyusun, Kondisi, Presentase

18
Struk. Primer : Struktur Sedimen, Ichno / Trace Fossil, Variasi
Lapisan, Pola Perlapisan, Struktur Aliran.
Struk.Sekunder : Kontak Batuan, Kekar, Sesar, Lipatan, Belahan,
Foliasi, Lineasi.
Morfologi : Kelerengan Van Zuidam, Lokasi Pengamatan (
Meander Sungai, Channel Bar )
Tata Guna Lhn : Hutan, Perkebunan, Tegalan, Pemukiman, dll.
Dokumentasi : Tanggal, Sampel Batuan, Foto, Sketsa Dekat, Sketsa
Jauh, Arah Utara, Skala Pembanding.

19
Gambar 2.1 Contoh halaman pertama buku catatan lapangan (Angela L. Coe,
dkk, 2010)

2.2 Sketsa
Sketsa geologi bertujuan untuk mengambil data berupa gambar
melalui pengambilan visual secara aktual di lapangan, hal ini
dilakukan karena tidak semua hal dapat diterangkan dengan baik
melalui foto. Sketsa juga berfungsi untuk penggambaran bentuk
lahan dan morfologi. Sketsa yang baik harus informatif dan

20
menunjukkan hal yang ingin diterangkan dan dijelaskan lebih detail,
seperti gambar dibawah ini.

Gambar 2.2. Sketsa singkapan yang menunjukkan struktur antiklin pada


litologi batupasir (K. R. McClay, dkk, 1991)

Beberapa contoh lain dari penggambaran sketsa untuk morfologi


dan bentuk lahan adalah seperti berikut :

21
Gambar 2.3. Sketsa Kaldera Rinjani dengan gunung api sekunder G. Barujari,
disketsa dari tepi danau dekat outlet Kokok Putih (Dokumentasi Ekspedisi
Cincin Api KOMPAS)

Gambar 2.4. Sketsa Gunung Paras (Punggungan Sinklin) disketsa dari Lok
Ulo (Dokumentasi Pribadi Budi Brahmantyo)

Terdapat pula sketsa lintasan dan sayatan umumnya digunakan


sebagai interpretasi awal kondisi bawah permukaan di lapangan

22
dengan cara digambar dari tampak samping. Berikut contoh
sketsanya :

Gambar 2.5. Sketsa kondisi bawah permukaan berdasarkan pengamatan


berjalan melalui satu lintasan oleh John W. Barnes (Richard J. Lisle, dkk,
2011)

2.3 Dasar-dasar Pembuatan Sketsa Singkapan Geologi


Pada sketsa singkapan geologi harus terdapat unsur unsur yang
dapat memperjelas keadaan singkapan. Unsur-unsur tersebut di
antaranya orientasi, anotasi (label), skala, interpretasi, simplifikasi,
shading, ornamentasi atau simbol, kotak inset, garis tebal tipis serta
pewarnaan (L.Coe, 2008). Dari unsur-unsur tersebut, unsur yang
paling sering digunakan yaitu lima unsur yang disebutkan dari
pertama secara berurutan (orientasi, anotasi, skala, interpretasi dan
simplifikasi). Untuk memudahkan untuk mengingat lima unsur
utama tersebut dapat disingkat menjadi OASIS (Richard J. Lisle,
dkk, 2011).

23
Gambar 2.6. Contoh sketsa menggunakan unsur-unsur dasar pada buku
catatan lapangan Angela L. Coe (Angela L. Coe, dkk, 2010)

2.4 Tahap dalam Membuat Sketsa Singkapan Geologi


Berikut adalah beberapa tahapan dalam membuat sketsa
singkapan geologi menurut para ahli :
2.4.1. Dasar Pembuatan Sketsa agar memiliki Geometri yang
sesuai oleh Maggie Williams (2011)
1. Pilih sudut pandang dan area yang ingin disketsa (lihat
Gambar 2.7).
2. Buatlah skala dan gambarkan garis untuk membagi
lembar sketsa (lihat Gambar 2.8).
3. Gambar garis horizon (batas antara singkapan dengan
langit) dan garis terdepan dari singkapan geologi (lihat
Gambar 2.9).
4. Buatlah garis-garis yang menggambarkan batas-batas
fitur geologi di dalamnya (lihat Gambar 2.10).
5. Gambar fitur geologi seperti jenis litologi. Tinggalkan
detail dari fitur minor karena akan lebih baik digambar
pada sketsa jarak dekat (lihat Gambar 2.10).

24
6. Beri anotasi atau label dari masing-masing fitur geologi
(lihat Gambar 2.11).
7. Masukan sentuhan akhir seperti tanggal, referensi grid,
judul, orientasi, skala, jenis litologi dan strike/dip

Gambar 2.7 Memilih sudut pandang dan batas sketsa (Williams


M., 2011)

Gambar 2.8 Membuat garis pembagi (Williams M., 2011)

25
Gambar 2.9 Membuat garis terluar dari obyek (Williams M.,
2011)

Gambar 2.10 Membuat garis fitur geologi (Williams M., 2011)

Gambar 2.11 Membuat label sketsa (Williams M., 2011)

26
2.4.2. Pembuatan Sketsa Singkapan Secara Detail oleh Angela
L. Coe
1. Amati singkapan (lihat Gambar 2.12).
2. Gambar garis terluar (lihat Gambar 2.13).
3. Gambar Major Geological Boundaries atau kontak dua
litologi (lihat Gambar 2.14).
4. Gambar Bidang Batas pada tiap Satuan Litologi (lihat
Gambar 2.15).
5. Sketsa secara Detail pada Setiap Satuan Litologi (lihat
Gambar 2.16).
6. Tambahkan sentuhan akhir ((lihat Gambar 2.17).

Gambar 2.12 Pengamatan singkapan geologi dan penentuan


area yang akan disketsa (Angela L. Coe, dkk, 2010)

27
Gambar 2.13 Tahap penggambaran garis terluar dalam
pembuatan sketsa (Angela L. Coe, dkk, 2010)

Gambar 2.14 Tahap pembuatan garis bidang kontak antara dua


litologi (Angela L. Coe, dkk, 2010

28
Gambar 2.15 Tahap pembuatan pelapisan pada tiap satuan
litologi (Angela L. Coe, dkk, 2010)

Gambar 2.16 Tahap sketsa secara detail pada tiap satuan litologi
(Angela L.Coe, dkk, 2010)

29
Gambar 2.17 Tahap penyelesaian sketsa singkapan (Angela L.
Coe, dkk, 2010)

30
BAB III
NAVIGASI DARAT

3.1 Pendahuluan
Menurut (Yudiawan,2002) navigasi darat merupakan salah satu
bagian dari orientasi medan yang digunakan sebagai penentuan
posisi atau letak suatu objek dan arah perjalanan serta
menggambarkan kondisi suatu wilayah baik dalam peta maupun
kondisi sebenarnya. Ruang lingkup navigasi ini meliputi perbukitan
maupun pegunungan yang membutuhkan kemampuan dan kondisi
khusus untuk mengenali medan tersebut. Dalam hal ini,
kemamampuan membaca dan memahami peta seperti
memperkirakan waktu dan rute perjalanan menjadi hal dasar yang
harus dimiliki bagi seorang penggiat alam. Sebagai orang yang
dekat dengan alam, pengetahuan peta dan kompas serta
penggunaannya mutlak harus dimiliki. Perjalanan ke tempat-tempat
jauh dan tidak dikenal akan lebih mudah. Pengetahuan bernavigasi
darat ini juga berguna bila suatu saat tenaga kita diperlukan untuk
usaha-usaha pencarian dan penyelamatan korban kecelakaan atau
tersesat digunung dan hutan, serta bencana alam.
3.2 Orientasi Peta
Orientasi peta adalah teknik untuk menyamakan kedudukan di
lapangan atau medan sebenarnya terhadap peta. Untuk keperluan
orientasi, perlu adanya pengenalan terhadap objek yang dapat
terlihat pada peta seperti sungai, bukit, nama gunung, lembah
ataupun tanda-tanda medan lainnya. Berikut merupakan dasar
dalam orientasi berupa teknik penggunaan peta dan kompas.
3.2.1 Azimuth dan Back Azimuth
merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui
kedudukan dengan bantuan objek tertentu yang menjadi
suatu objek bidikan. Seseorang akan membidik suatu bukit

31
yang ada didepannya, maka hal tersebut dapat disebut
dengan azimuth, jika dilihat sebaliknya yaitu posisi bukit
terhadap pembidik maka dapat dinamakan dengan back
azimuth. Untuk mengetahui nilai back azimuth, jika nilai
azimuthnya kurang dari 180⁰ ditambahkan 180⁰ ,
sebaliknya jika azimuthnya lebih dari 180⁰ dikurangkan
180⁰ .
3.2.2 Intersection
Prinsip intersection adalah menentukan posisi suatu titik
(benda) di pet dengan menggunakan dua atau lebih tanda
medan yang dikenali dilapangan. Intersection digunakan
untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda yang
terlihat dilapangan, tetapi sukar untuk dicapai. Pada
intersection, kita sudah yakin pada posisi kita di peta.
Langkah-langkah melakukan intersection : a) lakukan
orientasi medan, dan pastikan posisi kita; b)bidik obyek
yang kita amati; c) pindahkan sudut yang kita dapat dipeta;
d) bergerak ke posisi lain, dan pastikan posisi tersebut di
peta, lakukan langkah b dan c; e) perpotongan garis
perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah posisi
obyek yang dimaksud.
3.2.3 Resection
Resection adalah menentukan kedudukan/ posisi di peta
dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang
dikenali. Teknik resection membutuhkan bentang alam yang
terbuka untuk dapat membidik tanda medan. Tidak selalu
tanda medan harus selalu dibidik, jika kita berada di tepi
sungai, sepanjang jalan, atau sepanjang suatu punggungan,
maka hanya perlu satu tanda medan lainnya yang dibidik.
Langkah-langkah resection :
a) Lakukan orientasi peta;

32
b) Cari tanda medan yang mudah dikenali dilapangan dan
di peta, minimal dua buah;
c) Dengan penggaris buat perpotongan sumbu pada pusat
tanda-tanda medan itu;
d)Bidik dengan kompas tanda-tanda medan itu dari posisi
kita,sudut bidikan dari kompas itu disebut azimuth;
e) pindahkan sudut bidikan yang didapat ke peta, dan hitung
sudut pelurusnya;
f) perpotongan garis yang ditarik dari sudut-sudut pelurus
tersebut adalah posisi kita di peta.

3.3 GPS Receiver


3.3.1 GPS
3.3.1.1 Pengertian GPS
GPS atau Global Positioning System, merupakan
sebuah alat atau sistem yang dapat digunakan untuk
menginformasikan penggunanya berada (secara global) di
permukaan bumi yang berbasiskan satelit. Data dikirim dari
satelit berupa sinyal radio dengan data digital. Dimanapun
posisi saat ini, maka GPS bisa membantu menunjukan arah,
selama masih terlihat langit.
Menurut (Winardi, 2006) GPS merupakan sistem
untuk menentukan letak di permukaan bumi dengan
bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit.
Sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan, dan
digunakan untuk menentukan letak, kecepatan, arah, dan
waktu. Sistem yang serupa dengan GPS antara lain
GLONASS Rusia, Galileo Uni Eropa, IRNSS India.
Sistem GPS, yang nama aslinya adalah NAVSTAR
GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global
Positioning System), mempunyai tiga segmen yaitu : satelit,
pengontrol, dan penerima / pengguna. Satelit GPS yang
33
mengorbit bumi, dengan orbit dan kedudukan yang tetap
(koordinatnya pasti) dimana seluruhnya berjumlah 24 buah
dimana 21 buah aktif bekerja dan 3 buah sisanya adalah
cadangan.
Untuk dapat mengetahui posisi seseorang maka
diperlukan alat yang diberinama GPS receiver yang
berfungsi untuk menerima sinyal yang dikirim dari satelit
GPS. Posisi di ubah menjadi titik yang dikenal dengan nama
Way-point nantinya akan berupa titik-titik koordinat lintang
dan bujur dari posisi seseorang atau suatu lokasi kemudian
di layar pada peta elektronik.
GPS receiver sendiri berisi beberapa integrated circuit
(IC) sehingga murah dan teknologinya mudah untuk di
gunakan oleh semua orang. GPS dapat digunakan utnuk
berbagai kepentingan, misalnya mobil, kapal, pesawat
terbang, pertanian dan di integrasikan dengan komputer
maupun laptop. Berikut beberapa contoh perangkat GPS
receiver:

Gambar 3.1. Macam-Macam GPS Receiver (Andi, 2009)

34
3.3.1.2 Cara Kerja GPS
GPS Setiap daerah di atas permukaan bumi ini
minimal terjangkau oleh 3-4 satelit. Pada prakteknya, setiap
GPS terbaru bisa menerima sampai dengan 12 chanel satelit
sekaligus. Kondisi langit yang cerah dan bebas dari
halangan membuat GPS dapat dengan mudah menangkap
sinyal yang dikirimkan oleh satelit. Semakinbanyak satelit
yang diterima oleh GPS, maka akurasi yang diberikan juga
akan semakin tinggi. Cara kerja GPS secara sederhana ada
5 langkah, yaitu:
• Memakai perhitungan “triangulation” dari satelit.
• Untuk perhitungan “triangulation”, GPS mengukur
jarak menggunakan travel time sinyal radio.
• Untuk mengukur travel time, GPS memerlukan
memerlukan akurasi waktu yang tinggi.
• Untuk perhitungan jarak, kita harus tahu dengan pasti
posisi satelit dan ketingian pada orbitnya.
• Terakhir harus menggoreksi delay sinyal waktu perjalanan
di atmosfer sampai diterima receiver.

Gambar 3.2. Cara Satelit Menentukan Posisi (Andi, 2009)

Satelit GPS berputar mengelilingi bumi selama 12 jam di


dalam orbit yang akurat dan mengirimkan sinyal informasi ke
35
bumi. GPS receiver mengambl informasi itu dan dengan
menggunakan perhitungan “triangulation” menghitung lokasi
user dengan tepat. GPS receiver membandingkan waktu sinyal
di kiirim dengan waktu sinyal tersebut di terima. Dari
informasi itu didapat diketahui berapa jarak satelit. Dengan
perhitungan jarak jarak GPS receiver dapat melakukan
perhitungan dan menentukan posisi user dan menampilkan
dalam peta elektronik.
Sebuah GPS receiver harus mengunci sinyal minimal
tiga satelit untuk memenghitung posisi 2D (latitude dan
longitude) dan track pergerakan. Jika GPS receiver dapat
menerima empat atau lebih satelit, maka dapat menghitung
posisi 3D (latitude, longitude dan altitude). Jika sudah dapat
menentukan posisi user, selanjutnya GPS dapat menghitung
informasi lain, seperti kecepatan, arah yang dituju, jalur,
tujuan perjalanan, jarak tujuan, matahari terbit dan matahari
terbenam dan masih banyak lagi.
Satelit GPS dalam mengirim informasi waktu sangat
presesi karena Satelit tersebut memakai jam atom. Jam
atom yang ada pada satelit jalam dengan partikel atom yang
di isolasi, sehingga dapat menghasilkan jam yang akurat
dibandingkan dengan jam biasa. Perhitungan waktu yang
akurat sangat menentukan akurasi perhitungan untuk
menentukan informasi lokasi kita. Selain itu semakin
banyak sinyal satelit yang dapat diterima maka akan
semakin presesi data yang diterima karena ketiga satelit
mengirim pseudo-random code dan waktu yang sama.

3.3.1.3 Sistem Koordinat GPS


Pengenalan tentang sistem koordinat sangat penting
agar dapat menggunakan GPS secara optimum. Setidaknya
ada dua klasifikasi tentang sistem koordinat yang dipakai
36
oleh GPS maupun dalam pemetaan yaitu : sistem koordinat
global yang biasa disebut sebagai koordinat geografi dan
sistem koordinat di dalam bidang proyeksi.
Koordinat geografi diukur dalam lintang dan bujur
dalam besaran derajad desimal, derajad menit desimal, atau
derajad menit detikLintang diukur terhadap equator sebagai
titik nol (0° sampai 90° positif kearah utara dan 0° sampai
90° negatif kearah selatan). Bujur diukur berdasarkan titik
nol di Greenwich 0° sampai 180° kearah timur dan 0°
sampai 180° kearah barat.
Koordinat di dalam bidang proyeksi merupakan
koordinat yang dipakai pada sistem proyeksi tertentu.
Umumnya berkait erat dengan sistem proyeksinya,
walaupun adakalanya (karena itu memungkinkan)
digunakan koordinat geografi dalam bidang proyeksi.
Beberapa sistem proyeksi yang lazim digunakan di
Indonesia di antaranya adalah : proyeksi Merkator,
Transverse Merkator, Universal Tranverse Merkator
(UTM), Kerucut Konformal. Masing-masing sistem
tersebut ada kelebihan dan kekurangan, dan pemilihan
proyeksi umumnya didasarkan pada tujuan peta yang akan
dibuat. Dari beberapa sistem proyeksi tersebut, proyeksi
Tranverse Merkator dan proyeksi Universal Tranverse
Merkator-lah yang banyak dipakai di Indonesia.
Sistem koordinat dalam bidang proyeksi tidak dapat
terlepas dari datum yang digunakan. Ada dua macam datum
yang umum digunakan dalam perpetaan yaitu datum
horisontal dan datum vertikal. Datum horisontal dipakai
untuk menentukan koordinat peta (X,Y), sedangkan datum
vertikal untuk menentukan elevasi (peta topografi) ataupun
kedalaman (peta batimetri). Perhitungan dilakukan dengan
transformasi matematis tertentu. Dengan demikian
37
transformasi antar datum, antar sistem proyeksi, dan antar
sistem koordinat dapat dilakukan.

3.3.1.4 Manfaat GPS


Dengan menggunakan GPS, seseorang dapat
menandai semua lokasi yang pernah di kunjungi. Ada
banyak manfaat yang bisa diambil jika seseorang
mengetahui waypoint dari suatu tempat. Pertama, orang
dapat memperkirakan jarak lokasi yang akan dituju dengan
lokasi asal. GPS keluaran terakhir dapat memperkirakan
jarak pengguna ke tujuan, sampai estimasi lamanya
perjalanan dengan kecepatan aktual yang sedang pengguna
tersebut tempuh. Kedua, lokasi di daratan memang cukup
mudah untuk dikenali dan diidentifikasi. Namun, jika
seseorang kebetulan menemui tempat memancing yang
sangat baik di tengah lautan ataupun tempat melihat
matahari terbenam yang baik di puncak gunung, bagaimana
cara menandai lokasi tersebut agar orang tersebut dapat
balik lagi ke lokasi itu di kemudian hari tanpa tersesat. Di
saat seperti inilah sebuah GPS akan menunjukkan
manfaatnya.
Dari beberapa pemakaian di atas dikategorikan
menjadi:
 Lokasi, digunakan untuk menentukan dimana lokasi
suatu titik dipermukaan bumi berada.
 Navigasi, membantu mencari lokasi suatu titik di
bumi.
 Tracking, membantu untuk memonitoring pergerakan
obyek.
 Membantu memetakan posisi tertentu, dan
perhitungan jaringan terdekat.

38
 Timing, dapat dijadikan dasar penentuan jam seluruh
dunia, karena memakai jam atom yang jauh lebih
presesi di banding dengan jam biasa.

3.3.1.5 Istilah Penting Dalam GPS


 Waypoint
Istilah yang digunakan oleh GPS untuk suatu lokasi
yang telah ditandai. Waypoint terdiri dari koordinat
lintang (latitude) dan bujur (longitude). Sebuah
waypoint biasa digambarkan dalam bentuk titik dan
simbol sesuai dengan jenis lokasi.
 Mark
Menandai suatu posisi tertentu pada GPS. Jika
menandai lokasi menjadi waypoint, maka dikatakan
telah melakukan marking
 Route
Kumpulan waypoint yang ingin seseorang tempuh
secara berurutan dan dimasukkan ke dalam GPS.
 Track
Arah perjalanan yang sedang ditempuh dengan
menggunakan GPS. Biasanya digambarkan berupa
garis pada display GPS.
 Elevation
Istilah pada GPS untuk menentukan ketinggian.
 Bearing
Arah/posisi yang ingin dituju. Contohnya, A ingin
menuju ke suatu lokasi di posisi B yang letaknya di Utara,
maka bearing A dikatakan telah diset ke Utara
 Heading
Arah aktual yang sedang dijalankan. Contohnya, saat
menuju ke posisi B tadi, A menemui halangan sehingga

39
harus memutar ke selatan terlebih dahulu, maka
heading A pada saat itu adalah selatan.

3.3.1.6 Pengenalan GPS Garmin 76 CSX

Gambar 3.3. GPS Garmin 76 CSx


Sumber : Buku GPSMAP 76 CSx, 2007

40
Gambar 3.4. Menu GPS Garmin 76 CSx
Sumber : Buku GPSMAP 76 CSx, 2007

3.3.1.7 Pembuatan Waypoints


a. Pada tampilan peta, tekan tombol ENTER sampai
halaman mark waypoint muncul.*Waypoints yang akan
dibuat mengikuti lokasi tanda (pointer) yang muncul
pada tampilan peta. Jika pointer tidak berada di lokasi

41
kita sekarang (my location) maka kita harus menekan
tombol quit agar pointer kembali ke my location.
b. Gantilah waypoint name dan waypoint symbol sesuai
keinginan anda, dengan cara menekan enter pada
waypoint name dan symbol.
c. Setelah semua selesai pilih OK lalu tekan ENTER.

Gambar 3.5. Menu Mark Waypoint GPS Garmin 76 CSx Sumber :


Buku GPSMAP 76 CSx, 2007

3.3.1.8 Pembuatan Tracks


a. Tekan tombol MENU dua kali > pilih Tracks (Seperti
gambar sebelumnya)
b. Pilih clear (apabila precentage of memori in use belum
0 %) > tekan ENTER. Kemudian akan muncul
konfirmasi dan pilih OK.
*Jika persentasi track tidak nol menandakan sudah ada
track yang dimuat dalam GPS dan kita akan
meneruskan membuat track pada file tersebut.
c. Setelah track menjadi 0% maka, track baru siap
digunakan.
d. Untuk membuat track baru adalah dengan memilih
menu setup pada Main Menu > Track > ON > tekan
ENTER.
42
*Pada menu track digunakan untuk mengatur file track
yang sedang direkam dan sudah tersimpan, sedangkan
untuk mengaktifkan dan mematikan fitur merekam
track dilakukan pada menu setup.
e. Setelah kegiatan merekam track dirasa cukup maka
simpanlah dengan cara memilih SAVE > tekan ENTER
pada menu track.

Gambar 3.6. Menu Track GPS Garmin 76 CSx (Sumber : Buku


GPSMAP 76 CSx, 2007)

3.3.1.9 Pembuatan Route


Rute (route) adalah garis lurus antara lokasi kita dan
satu titik lokasi tertentu pada peta. Route akan membimbing
menuju titik tersebut dengan menampilkan arah, jarak serta
kecepatan pergerakan. Untuk membuatnya dapat dilakukan
dengan cara :
a. Tekan MENU dua kali > Routes.
b. Pilih New > Pilih Next Point >.
c. Gunakan Menu Find untuk memilih Route Waypoint
dari salah satu dari Find groups.
d. Pilih Select next point untuk menambahkan waypoint ke
dalam Route > waypoint yang akan digunakan yang akan
digunakan di Recent Finds / Waypoints / Cities / Geocache
/ Marine > pilih waypoint yang anda inginkan kemudian
ENTER dan pilih Use > tekan ENTER.
43
*Lakukan secara berulang sampai seluruh waypoints
yang anda butuhkan masuk ke dalam route.
e. Pilih Navigate > tekan ENTER
f. Pilih Follow Road (jika rute tersebut di buat mengikuti
jalan) atau Off Road (jika rute yang di buat tidak
mengikuti jalan)

3.3.2 Maverick
3.3.2.1 Pengertian Maverick
Maverick merupakan salah satu alat navigasi yang
digunakan dalam smartphone pada zaman modern ini.
Aplikasi ini memiliki system yang sama dengan GPS
Receiver yang menggunakan data satelit untuk mengetaui
medan atau keadaan di lapangan. Navigasi smartphone
terlihat lebih praktis dan fleksibel dalam penggunaannya di
lapangan karena pencatat atau logger dapat membawanya
kemanapun.

Gambar 3.7. Aplikasi Maverick sebagai navigasi Smartphone


(Sumber : https://www.apps2apk.com)

3.3.2.2 Cara Kerja Maverick


Maverick dapat digunakan di lapangan dengan kondisi
offline atau kondisi tanpa menggunakan akses internet.
Walaupun dapat digunakan secara offline, peta yang akan
44
digunakan untuk bernavigasi harus diunduh terlebih dahulu
dengan cara menggeser peta sesuai batas wilayah dan
resolusi yang diinginkan. Aplikasi ini digunakan dalam
airplane mode yang bermanfaat menghemat daya baterai
selama lapangan.

3.3.2.3 Menu Utama Maverick


Maverick memiliki 8 menu utama yang terdiri dari maps,
overlays, waypoints, place, tracks, pages dan tools. Berikut
merupakan fungsi dari menu utama maverick :
a. Maps : terdiri dari jenis peta yang digunakan dalam
navigasi, beberapa yang umum digunakan yaitu OSM
Cycle Maps, Microsoft Hybrid dan Esri Imagery. OSM
Cycle Maps merupakan peta topografi sedangkan
Microsoft Hybrid atau ESRI Imagery dapat berfungsi
seperti Google Earth
b. Overlays : Berfungsi untuk menambahkan peta lain
yang akan digunakan, atau mengoverlaykan peta baru
ke peta yang telah ada sebelumnya.
c. Waypoints: Fungsinya sama seperti yang ada pada GPS
Receiver yaitu membuat point atau penentuan lokasi
yang ada di lapangan
d. Places : Menu yang digunakan untuk melihat tempat
sekitar yang berdekatan, dan hanya dapat digunakan
pada Maverick Pro
e. Tracks : Menu ini berfungsi untuk membuat rute
perjalanan maupun merekam rute perjalanan yang akan
kita lewati.
f. Pages : Beberapa menu tambahan di dalamnya seperti
kompas, timmer, altimeter serta website aplikasi ini.
g. Tools: Fungsinya hampis sama dengan pengaturan.

45
3.3.2.4 Waypoints
Waypoint pada Maverick maupun GPS Receiver
memiliki fungsi yang sama yaitu membuat suatu titik atau
tempat tertentu pada medan. Berikut merupakan langkah
pembuatan waypoint pada Maverick :
a. Fokuskan lokasi pada peta.
b. Klik tanda lokasi yaitu warna hijau yang berada di
bagian bawah peta> add waypoint.
c. Klik waypoint 1>edit, maka akan muncul kotak dialog
yang berfungsi sebagai tempat untuk pendeskripsian
secara singkat>save
d. Lakukan hal yang sama untuk membuat waypoint baru.

Gambar 3.8. Menu Waypoint yang digunakan sebagai


pembuatan waypoint pada maverick

46
3.3.2.5 Track atau Rute
Fungsi track pada maverick tidak jauh berbeda dengan
GPS Receiver. Berikut Merupakan pembuatan track pada
maverick :
a. Buka menu utama Maverick>Track>Record
b. Langkah lain secara cepat dengan menekan rec yang
terletak pojok kanan bawah pada layar.

Gambar 3.9. Menu tracks yang digunakan untuk membuat track


pada Maverick

47
BAB IV
PETA LINTASAN

4.1 Pendahuluan
Lintasan adalah suatu seri titik pengamatan (station/stasiun)
yang terukur dalam arah dan jarak tertentu. Dari satu atau beberapa
lintasan yang dibuat dapat dirangkum menjadi satu dalam bentuk
peta lintasan. Dari peta lintasan tersebut dapat membantu seorang
geolog dalam interpetasi kondisi permukaan geologi yang dimuat
dalam bentuk peta geologi.
Pemetaan lintasan atau pembuatan peta lintasan adalah proses
pengamatan yang dilakukan pada sejumlah titik dan antar titik
sepanjang suatu lintasan yang terukur. Sehingga hasilnya akan
menunjukkan kondisi geologi yang nampak pada sepanjang lintasan
yang dilalui (Rahardjo, 2007). Kondisi geologi tersebut berupa:
a. Macam satuan batuan yang ada dan kedudukannya sepanjang
lintasan.
b. Penyebaran satuan tersebut sepanjang lintasan.
c. Lokasi, macam dan arah kontak antar satuan pada lintasan.
d. Macam dan lokasi potensi geologi yang ada pada lintasan.
Dalam pelaksanaan pembuatan peta lintasan harus
mempersiapkan peralatan-peralatan untuk menunjang pekerjaan
pembuatan peta lintasan. Berikut adalah perlatan yang harus
dipersiapkan dalam pembuatan peta lintasan:
a. Pensil dan penghapus
b. Ballpoint
c. Kertas HVS
d. Buku Lapangan
e. Papan (clipboard)
f. Palu Geologi
g. Kompas Geologi

48
h. Pita Ukur
i. Protaktor
j. Lup
k. Kantong Sampel
l. Ransel
m. Kamera

4.2 Prinsip Dasar Pembuatan Peta Lintasan


Pada pembuatan peta lintasan harus memperhatikan dasar-dasar
atau prinsi p dasar dalam peta lintasan. Prinsip dasar tersebut
bertujuan untuk peta lintasan yang dibuat merupakan peta lintasan
yang ideal dan baik. Sehingga dapat membantu mempernudah
dalam interpetasi kondisi geologi yang ada pada daerah peta
lintasan. Berikut adalah prinsip dasar pembuatan peta lintasan:
a. Pertama, peta lintasan dilakukan untuk membuat peta suatu
daerah yang belum terpetakan (tidak ada peta dasar) atau
membuat suatu peta daerah yang telah terpetakan menjadi skala
yang lebih besar (1:25.000 menjadi 1:1000)
b. Kedua, sebelum melakukan pembuatan peta lintasan hal yang
harus dilakukan adalah membuat perencanaan peta lintasan
dengan melakukan orientasi medan atau reconnaisance untuk
mengetahui kondisi lingkungan sekitar.
c. Ketiga, pengamatan lintasan dilakukan pada beberapa titik yang
berurutan yang terletak pada satu jalur lintasan. Terkadang juga
diperlukan lintasan samping disekitar lintasan utama bila di
lintasan utama tidak dijumpai elemen geologi yang lengkap.
Dalam pengamatan lintasan geologi yang sangat jauh diperlukan
adanya flycamp untuk waktu beristirahat dan penyusunan peta
lintasan.
d. Keempat, dalam melakukan pengamatan lintasan harus
memotong jurus umum dari perlapisan batuan, melewati semua

49
macam variasi batuan dan banyak singkapan geologi, lintasan
tidak diharuskan melalui area yang sulit ditempuh.
e. Kelima, dalam pencatatan atau pemerian suatu titik stasiun harus
dicatat secara rinci agar dapat mempermudah penggambaran
peta lintasannya.
f. Keenam, dalam pembuatan peta lintasan jangan lupa untuk
mencatat nomor titik stasiun pengamatan, simbol struktur
geologi maupun simbol jurus perlapisan batuan dan simbol
warna dan batas batuan.

4.3 Jenis Peta Lintasan


Pada peta lintasan terdapat dua jenis peta lintasan yaitu peta
lintasan terbuka dan peta lintasan tertutup. Kedua jenis tersebut
dibedakan berdasarkan hasil akhir dari peta lintasan yang dibuat.
Berikut adalah penjelasannya.
a. Peta Lintasan Terbuka
Peta lintasan terbuka adalah jenis peta lintasan pada hasil
akhirnya titik awal dan titik akhir tidak bertemu. Dan untuk
penentuan titik akhir dan titik awalnya menggunakan hasil
ploting area dengan kompas atau pengukurungan koordinat
menggunakan GPS (Gambar 5.1). Penggunaan peta lintasan
jenis ini cocok untuk mengetahui kedudukan suatu jurus batuan
pada batuan sedimen di area singkapan sungai atau dataran
lainnya.

50
Gambar 4.1 Peta Lintasan terbuka

b. Peta Lintasan Tertutup


Peta Lintasan Tertutup adalah jenis peta lintasan pada
hasil akhirnya titik penomoran akhir kembali ke titik awal lagi
sehingga membentuk suatu hasil pola garis tertutup (Gambar
5.2). Pada peta lintasan tertutup ini cocok untuk daerah yang
memiliki banyak variasi jenis batuan sehingga akan
mempermudah dalam interpetasi batas antar satuan batuan
tersebut.

51
Gambar 4.2 Peta Lintasan Tertutup

4.4 Metode Pengukuran Peta Lintasan


Sebelum melakukan pengukuran atau pembuatan peta lintasan
perlu untuk mengetahui syarat dalam penentuan titik atau
pemberian titik stasiun lintasan agar peta lintasan yang dibuat
nantinya akan mudah dilakukan interpetasi geologi. Berikut adalah
syarat-syarat penentuan titik lokasi stasiun lintasan:
a. Mewakili perubahan bentuk morfologi atau bentuklahan.
b. Mewakili perubahan sudut atau kemiringan lereng (slope).
c. Memotong jurus batuan dan tempat yang memiliki atau
ditemukan singkapan batuan.
Dalam pengukuran atau pembuatan peta lintasan ini terdapat dua
jenis metode yang dapat digunakan. Metode tersebut adalah metode
pengukuran langkah kaki dan metode pengukuran pita ukur. Kedua
metode tersebut dibedakan berdasarkan alat pengukuran yang
digunakan untuk pembuatan peta lintasan. Berikut adalah
penjelasan dari kedua metode tersebut:
1. Metode Pengukuran Langkah

52
Metode pengukuran langkah merupakan metode
pembuatan peta lintasan dengan menggunakan langkah kaki
sebagai media alat ukur jarak antar titik stasiun pengamatan pada
lintasan yang sudah direncanakan. Untuk ketelitiannya
menggunakan media ini tergantung dari besar langkah kaki tiap
orang yang digunakan. Umumnya tiap tiga langkah memiliki
besaran jarak satu meter. Namun dalam penggunaan metode ini
alangkah baiknya dilakukan pengukuran awal langkah kaki
sepanjang satu meter agar lebih tepat ketelitiannya dan
penggambaran peta lintasan mendekati sebenarnya atau nilai
eror semakin kecil. Dalam penggunaan metode ini baiknya
hanya menggunakan langkah kaki satu orang saja agar tidak
membingungkan dalam pengolahan data pengukurannya dan
penggambarannya bisa mendekati sebenarnya. Untuk
pembacaan arah metode pengukuan langkah ini tetap
menggunakan kompas geologi.
2. Metode Pengukuran Pita Ukur
Metode pengukuran pita ukur merupakan metode
pembuatan peta lintasan dengan menggunakan pita ukur atau
meteran sebagai media alat ukur jarak antar titik stasiun
pengamatan pada lintasan yang sudah direncanakan. Untuk
ketelitian pita ukur yang digunakan adalah 10 sentimeter dengan
gulungan pita ukur yang digunakan maksimal memiliki panjang
100 meter dan minimal memiliki panjang 10 meter untuk
mempermudah dalam penggambaran peta lintasan. Penggunaan
metode ini lebih mudah dilakukan area terbuka seperti area
sungai dan dataran yang panjang. Apabila area yang ditemui
berupa perbukitan dengan jalan yang agak terjal penggunaan
metode ini kurang efektif karena akan memakan waktu lama
karena jangkauannya tidak fleksibel seperti metode pengukuran
langkah. Untuk penggunaan pita ukur sendiri tidak perlu adanya
pengecekan panjang seperti metode pengukuran langkah.
53
Karena penggunaan alat pita ukur sendiri sudah memiliki nilai
ketelitian 10 sentimeter sehingga untuk pengukuran jaraknya
sudah mendekati sebenarnya saat dilakukan penggambaran.

4.5 Koreksi Peta Lintasan


Dalam membuat lintasan geologi tidak jarang ditemukan hasil
yang tidak sesuai dengan yang diinginkan seperti titik terakhir
pengukuran dalam lintasan tertutup tidak bertemu dengan titik awal
pengukurun maupun titik terakhir tidak berimpit dengan titik
terakhir yang ditentukan pada lintasan terbuka. Hal seperti dapat
terjadi oleh beberapa hal seperti berikut :
a. Kurangnya ketelitian dalam membaca kompas meliputi slope
maupun azimuth.
b. Kesalahan dalam menghitung jarak saat pengukuran.
c. Kesalahan pada ketelitian dan panjang alat ukur.
d. Angin kencang mempengaruhi bentangan tali ukur.
Oleh karena hal tersebut, jika dirasa dalam pembuatan akhir
lintasan geologi didapati sebuah kesalahan maka harus dilakukan
pengoreksian pada lintasan geologi yang dibuat. Dalam melakukan
koreksi pada lintasan geologi dapat dilakukan dengan dua cara
umum yakni:
1. Koreksi Jarak
Koreksi jarak ini dapat dilakukan dalam metode lintasan
tertutup maupun terbuka. Berikut merupakan langkah-langkah
yang harus dikerjakan dalam koreksi jarak pada lintasan
geologi:
 Plotkan masing-masing titik lokasi pengukuran dan hitung
jumlah segmen yang didapatkan.
 Pada kasus lintasan tertutup, jika titik terakhir pengukuran
tidak berimpit dengan titik awal pengukuran, hitung selisih
panjang antara titik akhir dengan titik awal pengukuran dan

54
lakukan koreksi selanjutnya. Sedangkan pada kasus lintasan
terbuka jika titik akhir pengukuran tidak berimpit pada titik
akhir yang sebenarnya hitung jarak selisih antara titik akhir
pengukuran dengan titik akhir sebenarnya dan lakukan
koreksi selanjutnya.
 Lakukan koreksi dengan rumus sebagai berikut

segmen ke−n
Koreksi = x selisih panjang titik akhir-
Ʃ segmen
titik awal

Gambar 4.3 (i) Koreksi Jarak Lintasan Tertutup, (ii) Koreksi Jarak
Lintasan Terbuka

2. Koreksi Sudut
Sama dengan koreksi jarak, koreksi sudut dapat dilakukan
apabila terjadi kesalahan dalam pembuatan lintasan geologi.
Koreksi ini juga dapat dilakukan dalam metode lintasan
tertutup maupun metode lintasan terbuka. Hal yang
membedakannya adalah pada langkah pengerjaannya yakni
sebagai berikut:

55
 Plotkan masing-masing titik lokasi
 Pada kasus lintasan tertutup, jika titik terakhir pengukuran
tidak berimpit dengan titik awal pengukuran, lakukan
perhitungan jarak yang dibutuhkan (D-A) dengan jarak
awal (D-E) lihat gambar 5.4, kemudian hitung sudut yang
terbentuk diantara kedua garis tersebut (garis D-A dengan
D-E) dan lakukan koreksi selanjutnya. Sedangkan pada
kasus lintasan terbuka jika titik akhir pengukuran tidak
berimpit pada titik akhir yang sebenarnya, lakukan
perhitungan jarak yang dibutuhkan (E-A) dengan jarak awal
(F-A) lihat gambar 5.4, kemudian hitung sudut yang
terbentuk diantara kedua garis tersebut (garis E-A dengan
F-A) dan lakukan koreksi selanjutnya.
 Faktor koreksi untuk koreksi sudut
(AD – ED)
 (k*) = ED
x 100%...lihat gambar 5.4 (i)
 Jarak terkoreksi = jarak terukur + (k*)

Gambar 4.4 (i) Koreksi Sudut Lintasan Tertutup, (ii) Koreksi


Sudut Lintasan Terbuka

4.6 Pembuatan Kontur


Dari peta lintasan yang telah dibuat, maka langkah selanjutnya
dapat dikembangkan untuk membuat jenis peta lain yakni peta
56
kontur. Hal ini dapat dilakukan karena pada setiap titik pada peta
lintasan telah diketahui elevasinya sehingga dapat digunakan untuk
membuat peta kontur untuk mengetahui persebaran elevasi pada
daerah penelitian dengan cara membuat garis kontur. Garis kontur
sendiri merupakan garis yang menghubungkan titik-titik yang
mempunyai ketinggian yang sama dari suatu datum atau bidang acuan
tertentu.
Sifat-sifat dari garis kontur pada umumnya adalah sebagai
berikut :
a. Berbentuk kurva tertutup.
b. Tidak bercabang.
c. Tidak berpotongan.
d. Menjorok ke arah hulu jika melewati sungai.
e. Menjorok ke arah jalan menurun jika melewati permukaan jalan.
f. Garis kontur yang rapat menunjukan keadaan permukaan tanah
yang terjal.
g. Garis kontur yang jarang menunjukan keadaan permukaan yang
landai.
h. Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang
lebih tinggi.
i. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "U" menandakan
punggungan gunung.
j. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf "V" menandakan
suatu lembah/jurang.
Sama halnya dalam membuat peta lintasan, dalam membuat peta
kontur juga diperlukan adanya suatu koreksi jika dirasa terdapat
kesalahan dalam pembuatannya. Adapun koreksi yang dilakukan
dalam pembuatan peta kontur adalah koreksi elevasi yang mana
prinsip utamanya hampir sama dengan perhitungan pitagoras.

57
Gambar 4.5 Prinsip Pitagoras dalam Koreksi Elevasi

58
BAB V
PETA TOPOGRAFI

5.1 Pengertian Peta Topografi


Peta topografi adalah jenis peta yang ditandai dengan skala besar
dan detail, biasanya menggunakan garis kontur dalam pemetaan
modern. Sebuah peta topografi biasanya terdiri dari dua atau lebih
peta yang tergabung untuk membentuk keseluruhan peta. Sebuah
garis kontur merupakan kombinasi dari dua segmen garis yang
berhubungan namun tidak berpotongan, ini merupakan titik elevasi
pada peta topografi.

5.2 Jenis Peta Topografi Berdasarkan Skala


 Kecil (>1 : 100.000)
Peta dengan skala 1:1.000.000 dan lebih kecil digunakan
untuk perencanaan umum dan untuk studi strategis. Peta skala
kecil standar memiliki skala 1:1.000.000. Peta ini meliputi area
yang sangat besar dengan mengorbankan detail.
 Menengah (1: 100.000 - 1 : 7.500)
Peta dengan skala lebih besar dari 1:1.000.000 tetapi lebih
kecil dari 1:75.000 digunakan untuk perencanaan operasional.
Peta ini mengandung detail dengan jumlah sedang. Peta skala
menengah standar memiliki skala 1:250.000. dengan skala
1:100.000.
 Besar ( < 1: 7.500)
Peta dengan skala 1:75.000 dan lebih besar digunakan
untuk perencanaan taktis, administrasi, dan logistik. Peta jenis
inilah yang sering ditemukan dan digunakan pihak militer. Peta
skala besar standar 1:50.000, namun banyak daerah telah
dipetakan dengan skala 1:25.000.

59
5.3 Interpretasi Peta Topografi
Peta topografi dapat di lakukan beberapa interpretasi, antara
lain interpretasi seperti jurus dan kemiringan perlapisan batuan,
morfologi, litologi, struktur geologi dan pola pengaliran dari sungai.
a. Interpretasi jurus dan kemiringan perlapiasan batuan
Interpretasi jurus perlapisan batuannya didasarkan pada
arah kecenderungan dari garis kontur dan spasi konturnya.
Dimana arah kemiringan umumnya mengarah ke arah spasi
kontur yang renggang.
b. Interpretasi Morfologi
Morfologi dari suatu daerah pada peta topografi dapat
terlihat sehingga dapat dilakukan interpretasi. Hal tersebut
fdapat dilihat berdasarkan pada rapat dan renggangnya suatu
kontur pada peta topografi.
 Apabila terdapat suatu bentuk morfologi perbukitan dimana
pada salah satu lereng bukitnya landai (kerapatan kontur
jarang) dan dibagian sisi lereng lainnya terjal, maka
ditafsirkan kemiringan (arah “dip”) lapisan tersebut ke arah
bermorfologi lereng yang landai, morfologi yang demikian
dikenal sebagai Hog back.
 Apabila suatu daerah bermorfologi perbukitan, dimana
punggungan bukitnya saling sejajar dan dipisahkan oleh
lembah sungai, maka kemungkinan daerah tersebut
merupakan perbukitan struktural lipatan-anjakan.
 Apabila suatu daerah bermorfologi pedataran, maka batuan
penyusunnya dapat berupa aluvium atau sedimen lainnya
yang mempunyai kemiringan bidang lapisan relatif
horizontal. Kondisi ini umumnya menunjukan bahwa umur
batuan masih muda dan relatif belum mengalami derformasi
akibat tektonik (lipatan dan sesar belum berkembang).

60
c. Interpretasi Struktur Geologi
Peta topografi dapat digunakan untuk interpretasi
struktur geologi, seperti struktur patahan/sesar dan perlipatan.
 Interpretasi Patahan/Sesar
Patahan / Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya
pola kontur rapat yang menerus lurus, kelurusan sungai dan
perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan
atau sungai, dan pola aliran sungai parallel dan rectangular.

Gambar 5.1. Kenampakan pola kontur rapat yang menerus lurus


sebagai indikasi sesar pada peta topografi (Djauhari Noor, 2012)

Gambar 5.2. Kenampakan belokan sungai sebagai indikasi sesar


pada peta topografi (Djauhari Noor, 2012)

61
Gambar 5.3. Kenampakan pergeseran bukit sebagai indikasi
sesar pada peta topografi (Djauhari Noor, 2012)

 Interpretasi Perlipatan
Perlipatan umumnya ditunjukan oleh pola aliran
sungai trellis atau parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-
slope, yaitu suatu kontur rapat dibagian depan yang
merenggang makin kearah belakang. Jika setiap bentuk dip-
slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka sumbu-
sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan.

Gambar 5.4. Contoh garis kontur sebagai indikasi lipatan sinklin


pada peta topografi (Djauhari Noor, 2012)

62
Gambar 5.5. Contoh garis kontur sebagai indikasi lipatan
antiklin pada peta topografi
Sumber : Google Maps

d. Interpretasi Pola Pengaliran


Interpretasi pola pengaliran dapat dilakukan dengan cara
mengamati pola pengaliran sungai pada peta topografi. Sehingga
dapat membantu dalam menafsirkan batuan penyusun serta
struktur geologinya.
 Pola pengaliran trelis dan paralel, mencerminkan bahwa
batuan di daerah tersebut sudah mengalami pelipatan.
 Pola pengaliran sejajar ditafsirkan bahwa daerah tersebut
telah mengalami proses pensesaran.
 Pola pengaliran rektangular mencerminkan bahwa daerah
tersebut banyak berkembang kekar.
 Pola pengaliran dendritik mencerminkan batuan penyusun
yang relatif seragam.

5.4 Hubungan Kedudukan Lapisan Batuan dengan Peta Topografi


Penyebaran singkapan batuan akan tergantung bentuk
permukaan bumi. Suatu urutan perlapisan batuan yang miring, pada
permukaan yang datar akan terlihat sebagai lapisan‐ lapisan yang

63
sejajar. Akan tetapi pada permukaan bergelombang, batas‐ batas
lapisan akan mengikuti aturan sesuai dengan kedudukan lapisan
terhadap peta topografi. Aturan yang dipakai adalah, bahwa suatu
batuan akan tersingkap sebagai titik, dimana titik tersebut
merupakan perpotongan antara ketinggian (dalam hal ini dapat
dipakai kerangka garis kontur) dengan lapisan batuan (dalam hal ini
dipakai kerangka garis jurus) pada ketinggian yang sama.

Gambar 5.6. Aturan kedudukan lapisan batuan pada peta topografi (Djauhari
Noor, 2012)

64
Aturan ini dapat dipakai untuk menggambarkan penyebaran
batuan dipermukaan dengan mencari titik‐ titik tersebut, apabila
jurus‐ jurus untuk beberapa ketinggian dapat ditentukan.
Sebaliknya, dari suatu penyebaran singkapan dapat pula ditentukan
kedudukan lapisan dengan mencari jurus - jurusnya. Sehubungan
dengan ini terdapat suatu keteraturan antara bentuk topografi,
penyebaran singkapan dan kedudukan lapisan. Pada suatu bentuk
torehan lembah, keteraturan ini mengikuti Hukum V.

Gambar 5.7. Pola Sebaran Singkapan Batuan Berdasarkan Topografi dan


Kemiringan Lapisan Batuan (Hukum V) (Ragan, 1973). a) Lapisan Horisontal
, b) Lapisan Miring Ke arah Hulu Lembah, c) Lapisan Tegak, d) Lapisan
Miring Ke Arah Hilir Lembah, e). Lapisan dan Lembah Memiliki Kemiringan
yang sama, f). Lapisan Miring Ke Arah Hilir Lembah dengan Sudut yang
Lebih Kecil Daripada Kemiringan Lembah (Kemiringan
Lapisan < Kemiringan Lembah).

65
(Sumber : Buku Structural Planes and Topography, 1985)

Untuk dapat lebih jelas menunjukkan gambaran bahwa


permukaan penampang dibuat sedemikian rupa sehingga akan
mencakup hal‐ hal yang penting, misalnya ; memotong seluruh
satuan yang ada struktur geologi dan sebagainya.
Untuk menggambarkan kedudukan lapisan pada
penampang, dapat dilakukan penggambaran dengan bantuan garis
jurus, yaitu dengan memproyeksikan titik perpotongan antara garis
penampang dengan jurus lapisan pada ketinggian sebenarnya.
Apabila penampang yang dibuat tegak lurus pada jurus lapisan,
maka kemiringan lapisan yang nampak pada penampang merupakan
kemiringan lapisan sebenarnya, sehingga kemiringan lapisan dapat
langsung diukur pada penampang, akan tetapi bila tidak tegak lurus
jurus, kemiringan lapisan yang tampak merupakan kemiringan
semu, sehingga harus dikoreksi terlebih dahulu dengan
menggunakan tabel koreksi atau secara grafis.

66
Gambar 5.8. Kenampakan Kedudukan lapisan batuan pada penampang
(Djauhari Noor, 2012)

5.5 Metode Pembuatan Pola Penyebaran Singkapan


Contoh Soal :
Di lokasi X tersingkap batas batulempung dengan
batugampung dengan kedudukan N900E/200. Batugampung

67
tersebut berada di atas batulempung. Petatopografi dan posisi x
diketahui.
Penyelesaian:
Lihat gambar 11.18 dan urutan penyelesaian sebagai berikut:
1. Buat garis SS’ yang sejajar dengan jurus (Strike) lapisan
batuan yang melewati titik X.
2. Buat garis tegak lurus SS’ sebagai garis AB dan berpotongan
di C (Ketinggian 800 meter)
3. Buat garis melalui C dan menyudut terhadap garis AB dengan
sudut sebesar kemiringannya (dip = 200), dan kemudian buat
gars CE
4. Pada garis SS’ buat skala sesuai dengan ketinggiannya, mulai
dari titik C dan ke arah luar semakin kecil sesuai dengan skala
peta tersebut
5. Buat garis melalui titik-titik ketinggian tersebut sejajar dengan
garis AB dan berpotongan dengan garis CE pada titik-titik
tertentu
6. Dari titik tersebut buat garis sejajar jurus (strike) lapisan
hingga berpotongan dengan garis kontur
7. Buat titik perpotongan garis tersebut dengan kontur yang
mempunyai ketinggian yang sama sebagai titik sama tinggi
8. Hubungkan titik-titik tersebut dari masing-masing ketinggian
sehingga membentuk pola penyebaran singkapan

68
Gambar 5.9. Mencari pola singkapan (Billings, 1977). Diketahui
kedudukan lapisan batuan di X adalah N900E/200. Pola sebaran singkapan
yang diharapkan (tanpa adanya gangguan struktur) akan diperlihatkan oleh
garis tebal yang melewati garis-garis kontur

5.6 Penampang Geologi


Peta geologi selalu dilengkapi dengan penampang
geologi, yang merupakan gambaran bawah permukaan dari
keadaan yang tertera pada peta geologi. Keadaan bawah
permukaan harus dapat ditafsirkan dari data geologi
permukaan dengan menggunakan prinsip dan pengertian
geologi yang telah dibahas sebelumnya. (Djauhari Noor,
2012)
Penampang geologi diperlukan untuk
menggambarkan hubungan struktur pada suatu kedalaman
terutama bila struktur tersebut terdiri dari berbagai jenis dan
memiliki arah yang tidak seragam. Arah garis penampang
dipilih untuk dapat menunjukan hubungan geologi secara
khusus.
Penampang pada umumnya dibuat kearah kanan
69
pada sisi arah timur atau pada arah utara. Informasi yang
diperlukan pada penampang geologi antara lain :
 Penampang Topografi sepanjang garis yang dipilih.
 Data Struktur, bidang kontak yang sudah
dicantumkan pada garis penampang dan di
eksploitasi kebawah permukaan.
Terdapat beberapa cara untuk melakukan konstruksi
bawah permukaan dari data permukaan,contohnya pada
batuan sedimen yang berlapis dengan cara arc-method,
untuk menentukan batas litologi tidak teratur, dan data yang
dipakai hanya data yang terdapat dipermukaan dan hanya
berlaku untuk kedalaman yang terbatas dan tidak dapat
diprediksi secara tepat.
5.6.1 Metode pembuatan Penampang Geologi
1. Tentukan wilayah yang akan dibuat diagram
penampang melintang pada peta topografi.

2. Buat garis penampang pada peta kontur yaitu


dengan membuat garis melintang/garis horizontal.

3. Buat grafik/digram ketinggian di bawah peta yang


sudah dibuat garis penampang

70
4. Tepat di titik per potongan antara garis
penampang dan kontur pada peta, tarik garis ke
bawah untuk dihubungkan ke grafik/diagram,
sehingga dihasilkan titik per potongan
ketinggian pada grafik ketinggian.

71
5. Hubungkan titik-titik per potongan pada grafik
ketinggian sehingga dihasilkan pola bentuk bumi
sesungguhnya.

6. Jika terdapat data struktur disekitar sayatan, tarik


garis strike memanjang tegak lurus dip agar
menyentuh garis sayatan dan bentukan sudut
lancip yang dihasilkan oleh garis sayatan dengan
penerusan strike diukur yang disebut (direction
angel).
7. Bandingkan nilai Direction Angels dan nilai True
Dips (sesuai hasil pengukuran dilapangan) agar
mendapatkan nilai Apparent Dips.
8. Plotkan nilai Apparent Dips pada sayatan agar
dapat mengetahui batas arah penerusan litologi
batuan.

72
BAB VI
STRATIGRAFI TERUKUR

6.1 Pengertian
Penampang stratigrafi terukur (measured
stratigraphic section) adalah suatu penampang atau kolom
yang menggambarkan kondisi stratigrafi suatu jalur, yang
secara sengaja telah dipilih dan telah diukur untuk
mewakili daerah tempat dilakukannya pengukuran
tersebut. Jalur yang diukur tersebut dapat meliputi satu
formasi batuan atau lebih.
Sebaliknya pengukuran dapat pula dilakukan
hanya pada sebagian dari suatu formasi, sehingga hanya
meliputi satu atau lebih satuan lithostratigrafi yang lebih
kecil dari formasi, misalnya anggota atau bahkan hanya
beberapa perlapisan saja .

6.2 Tujuan
 Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan
stratigrafi.
 Mendapatkan data litologi terperinci dari urutan-urutan
perlapisan suatu satuan stratigrafi.
 Menandai posisi stratigrafi (tepat & akurat) per contoh
batuan dan fosil.
 Mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi
antar satuan batuan dan urutan-urutan sedimentasi
dalam arah vertikal secara detail, untuk menafsirkan
lingkungan pengendapan.

73
6.3 Metode Penyusunan Kolom Litologi
Macam Metode :
1. Hasil pengamatan di lapangan (Data Primer)
2. Menyusun kembali hasil pemboran (Data Sekunder) :
 Core (Inti Pemboran)
 Cutting Pemboran

6.4 Metode Pembuatan Penampang Stratigrafi Terukur


1. Tongkat Jacob
Metode ini bertujuan untuk menggabungkan
ketepatan dan kecepatan waktu. (Fritz and Moore,
1988).
Perangakat dalam tongkat jacob meliputi :
 Tongkat jacob dengan panjang 1,5 meter atau
setinggi pengamat.
 Adanya pengukuran pada tongkat jacob sehingga
diberi warna putih dan merah. Setiap warna
berukuran 10 cm. Adanya suatu clinometer pada
bagian atas tongkat jacob. Dipasang dengan posisi
tegak dengan arah memanjang pada tongkat.
Besar kemiringan lapisan dapat dibaca langsug
dari clinometer. Namun untuk terpaksanya jika
tidak ada clinometer, dapat menggunakan busur,
tetapi harus diukur besar kemiringan dengan
kompas
Prosedur Pengukuran :
 Pengkuran dilakukan di bagian paling bawah dari
jalur lintasan dan ditandai dengan nomer atau
segmen, misal segmen 1 / nomer 1.
 Clinometer diarahkan hingga sesuai dengan besar
kemiringan lapisan dengan cara menggoyangkan

74
tongkat sampai pada posisi yang diinginkan yaitu
posisi tongkat tegak lurus pada bidang perlapisan.
 Tandai arah bidikian clinometer pada singkapan
kemudian catat tebal lapisan pada buku lapangan.
 Perhatikan kenampakan khusus pada singkapan,
misal endapan placer, batubara dan lain-lain.
 Lakukan hal yang sama sampai titik paling akhir
yang ditentukan.
 Ketebalan keseluruhan penyusun kolom litologi
adalah jumlah ketebalan masing-masing segmen.
 Pengukuran dengan tongkat jacob dapat dilakukan
sendiri namun lebih baik dilakukan berdua.

Gambar 6.1 Pengukuran ketebalan stratigrafi menggunakan tongkat


Jacob (Angela L. Coe, dkk, 2010)

75
Gambar 6.2 Aktivitas pengukuran stratigrafi terukur (Djauhari
Noor, 2012)

2. Rentang Tali
Metode ini juga sering disebut dengan istilah
Brunton and Tape (Coumpton, 1985). Metode ini
sangat sederhana dengan menggunakan tali meter 5
meter atau lebih. Pada metode ini, rentangan tali
sebagai pengganti jacob dan kompas geologi sebagai
pengganti klinometer.
Pengukuran dengan metoda ini akan langsung
menghasilkan ketebalan sesungguhnya hanya apabila
dipenuhi syarat sebagai berikut:
 Arah rentangan tali tegak lurus pada jalur
perlapisan.

76
 Arah kelerengan dari tebing atau rentangan tali
tegak lurus pada arah kemiringan.
 Diantara 2 ujung rentangan tali tidak ada
perubahan jurus maupun kemiringan.
Prosedur Pengukuran :
 Melakukan orientasi lapangan.
 Memilih jalur lintasan yang arah yang tegak lurus
strike perlapisan (singkapan dengan keadaan baik
dan fresh).
 Pengukuran penampang stratigrafi dapat
dilakukan pada topografi bagian atas atau bawah.
Untuk efektivitas dilakukan pada topografi bawah
(patokan awal).

Gambar 6.3 Sketsa pengukuran penampang stratigrafi (Djauhari


Noor, 2012)

Gambar 6.4 Macam-macam koreksi

77
Gambar 6.5 Posisi pengukuran pada daerah datar (Djauhari
Noor, 2012)

Pengukuran ketebalan perlapisan miring pada


daerah datar :
Jalur 1 – 2 t = d sin α
Jalur 1’-2’ t = d’ cos Θ sin α
α = kemiringan perlapisan
Θ = sudut penyimpangan dari arah tegak lurus jurus

78
Gambar 6.6 Posisi pengukuran pada lereng yang searah dengan
kemiringan (Djauhari Noor, 2012)

79
Gambar 6.7 Posisi pengukuran pada lereng yang berlawanan
dengan kemiringan lapisan (Djauhari Noor, 2012)

80
Gambar 6.8 Cara pengukuran arah dan penunjaman lineasi
(struktur garis)

3. Data Sekunder
Dalam kasus ini pembuatan kolom litologi
dilaksanakan memanfaatkan data sekunder yaitu
dengan melakukan pemboran dangkal ataupun
pemboran dalam. Proses coring harus selalu dilakukan
pada interval kedalaman tertentu. Apabila hal ini
dilakukan maka akan memakan waktu yang cukup
lama sehingga akan memperbesar biaya eksplorasi.
Untuk mengatasi hal tersebut (terutama apabila
terpaksa dilakukan dengan pemboran dalam, seperti
dalam eksplorasi minyak dan gas bumi atau panas
bumi). Maka penyusunan kolom litologi dilakukan
berdasarkan atas hasil pemeriksaan cuting (keratan
hasil pemboran) yang terbawa ke permukaan bersama
dengan lumpur bor. Dalam eksplorasi minyak dan gas
bumi serta panas bumi, tugas ini dilaksanakan oleh

81
wellsite geologist yang bertugas untuk menyusun log
litologi dari sumur eksplorasi.
Cuting merupakan keratan batuan, informasi yang
diperoleh darinya antara lain struktur sedimen, tebal
masing-masing lapisan batuan, warna batuan,
kandungan fosil, tidak selengkap seperti pada
singkapan yang ada di permukaan topografi. Cuting
telah berhasil dinaikkan bersama lumpur bor kemudian
dipisahkan dan ditempatkan pada kantong contoh
diberi label serta disusun secara stratigrafis pada kotak
kayu yang telah disediakan khusus untuk kepentingan
tersebut.

82
Gambar 6.9 Contoh Deskripsi Core Hasil Pemboran

6.5 Penentuan Lokasi Pengukuran


Penentuan Lokasi :
 Medan mudah dicapai dan dapat dilakukan
pengukuran.
 Banyak ditemukan singkapan segar dan menerus.
 Daerah sasaran bukan merupan daerah longsoran.

83
 Daerah sasaran tidak terganggu oleh struktur geologi.
 Pengukuran dengan tegak lurus strike untuk melihat
adanya suatu variasi litologi dan menghindari koreksi
ketebalan.
 Sesuaikan dengan kebutuhan dalam menggunakan
metode pengukuran stratigrafi baik tongkat jacob atau
rentangan tali.

6.6 Teknik Menggambar Penampang Startigrafi Terukur


 Teknik melukisnya tidak sesuai dengan skala peta
karena jika mengikuti tidak akan terbaca (terlukiskan).
 Tingkat penggambaran lebih ke keterbacaan gambar
dan estetika penggambaran.
 Melukiskan kolom litologi yang diekspresikan. Lebih
ke simbol litologi karena jika memakai warna akan
memakan waktu.
 Penggambaran dilakukan tanpa skala untuk kolom
stratigrafi.
 Ketebalan litologi digammbarkan secara proporsional.

84
85
86
87
Gambar 6.5 Sketsa kolom stratigrafi terukur yang menunjukkan
perlapisan dan struktur sedimen

88
BAB VII
PEMETAAN GEOLOGI

7.1 Pendahuluan
A Penelitian Lapangan
Penelitian Lapangan merupakan suatu kegiatan yang
paling penting karena berkaitan dengan pengumpulan
data lapangan yang merupakan data primer (data utama).
Kualitas dari Penelitian Lapangan dipengaruhi oleh :
2. Kompetensi Geologi (Keahlian Peneliti di Bidang
Geologi)
3. Alat yang Dipakai
4. Kondisi Alam
Pekerjaan geologi ini dilakukan karena beberapa
tujuan, yaitu:
1. Mendapatkan pengetahuan umum mengenai kondisi
geologi suatu daerah
2. Dapat Merekonstruksi sejarah geologi suatu daerah
3. Membuat Peta Geologi
4. Mendeterminasi lingkungan pengendapan
5. Mengetahui persebaran sumberdaya mineral
6. Merekam sejarah deformasi suatu daerah dll.
Oleh karena itu, dibutuhkan lokasi yang baik untuk
dilakukannya pengambilan data, seperti:
 Dataran tinggi yang kering – semi kering (rendah
pelapukan)
 Semua aliran sungai, terutama gradien sungai
 Daerah tambang atau galian
 Pemotongan jalan (tebing di sekitar jalan)
 Bagian belakang tanah longsor

89
 dll.
Untuk mengetahui atau mendeteksi lokasi kita
berada, kita dapat menggunakan metode plotting, atau
dengan bantuan GPS.
Pengamatan geologi perlu dilakukan dengan berbagai
skala, dari pengamatan berskala besar seperti geologi
regional, kemudian lanjut pada lokasi penelitian
mendeskripsi unit-unit pada singkapan, dan pada
akhirnya fokus pada pengamatan batuan conto. Oleh
karena itu, observasi geologi dapat dimulai dengan :
 Pra Mapping
 Reconnaissance
 Melihat secara regional mengenai lokasi
penelitiannya Geologi Regional, Penelitian
terdahulu, Citra, dll)
 Syn Mapping
 Mendeskripsi unit-unit pada singkapan yang
terdapat pada lokasi penelitian, meliputi aspek
litologi, geomorfologi, struktur geologi, potensi
dan sebagainya.
 Post Mapping*
 Melakukan pengolahan data dan pembuatan
laporan, serta analisis lebih lanjut terhadap
litologi yang ditemui

Peta Geologi
Peta geologi adalah suatu peta khusus yang
menunjukkan gejala geologi yang ada di suatu daerah. Di
dalamnya terdapat satuan-satuan batuan yang
digambarkan dengan warna tertentu yang menunjukkan

90
dimana mereka tersingkap di permukaan bumi. Perlapisan
batuan dan unsur unsur struktur yang lain seperti sesar,
lipatan, foliasi ditunjukkan dengan simbul-simbul dan
jurus serta kemiringannya.

Secara periodik, peta geologi perlu diperbaharui karena:


1. Data lama hilang, kemudian data baru akan muncul
(galian/longsor)
2. Terjadi pula perubahan konsep-konsep pemetaan

91
A Penggambaran Peta Geologi
1. Penggunaan warna harus kontras satu dengan yang
lain, tetapi tidak menutup latar belakang
2. Penyebaran semakin luas warna relatif muda, semakin
sempit warna relatif tua
3. Urutan ketebalan garis: batas satuan, jurus /
kemiringan, sumbu lipatan, sesar
4. Untuk peta detail, penggambaran batas supaya
memperhatikan hukum V dll.

B. Peta Geologi yang Baik


Peta Geologi yang baik harus disertai dengan:
1. Profil Geologi Profil geologi merupakan sebuah
gambaran tampak samping dari bentukan morfologi
pada lokasi penelitian, direkonstruksi dengan metode
yang baku, sehingga menunjukkan hubungan struktur
antaran stratigrafi yang ada.
2. Kolom Stratigrafi Sebuah kolom yang menunjukkan
sebuah urutan susunan batuan yang terdapat pada
lokasi penelitian, serta hubungan antara setiap satuan
stratigrafi itu sendiri.

7.2 Teknik dan Pengukuran di Lapangan


Pencatatan dilakukan pada lokasi yang:
1. Titik dimana dijumpai kontak antara dua litologi

92
2. Titik dimana terdapat perbedaan morfologi yang
menyolok

3. Titik dimana dijumpai struktur yang penting

4. Titik dimana dijumpai singkapan yang baik dan lengkap

93
5. Titik yang menunjukkan potensi geologi positif dan atau
negatif

6. Titik dimana dari situ dapat diamati bentuklahan daerah


sekitarnya

7. Titik yang letaknya lebih dari 2 cm dari titik lain pada


peta topografi yang digunakan (skala 1:25000)

94
7. 3 Strategi Pemetaan
Dalam sebuah pemetaan ada baiknya kita menyiapkan
strategi-strategi agar dapat menyelesaikan pemetaan dengan
efisien. Namun, sebelum membuat strategi tersebut ada
baiknya melakukan studi dari penelitian terdahulu dan
kemudian melakukan Reconnaissance untuk mengetahui
persebaran litologi secara umum, struktur geologinya, dan
juga kondisi morfologi dari lokasi pemetaan tersebut.
Seperti yang kita ketahui terdapat tiga jenis batuan secara
umum yaitu:
1. Batuan Beku (Intrusif dan ekstrusif)
2. Batuan Sedimen (Klastik & Non-Klastik)
3. Batuan Metamorf (Foloasi & Non-Foliasi)
Sehingga strategi yang harus dimiliki tentu berbeda pula.
1. Batuan Beku

Strategi Pemetaan Pada Batuan Beku Intrusi/Ekstrusi:


1. Lakukan Pengamatan Titik Serapat Mungkin dan
temukan kontak sebanyak mungkin
2. Bila bertemu suatu batuan berstruktur intrusi, putari
daerah tersebut untuk mendapatkan batas dari
intrusi tersebut.

95
2. Lakukan observasi pada lembahan ataupun sungai
untuk mendapatkan lava ataupun breksi dan juga
dimungkinkan adanya perbedaan litologi
3. Perhatikan morfologi-morfologi yang menunjukkan
adanya sebuah intrusi
4. Dll

Yang perlu dicatat pada pengamatan singkapan batuan


beku intrusi/ekstrusi:
1. Struktur batuan beku tersebut (sheeting joint,
collumnar joint, skoria, dll), struktur sedimen
(Pyroclastic rock)
2. Tekstur batuannya
3. Komposisi mineral (Felsic, mafic, accesory,
secondary)
4. Hubungan dengan batuan samping atau
disekitarnya (kontak)
5. Dominan matriks atau Fragmen (Pyroclastic rock)
6. Sketsa Singkapan

2. Batuan Metamorf

96
Strategi Pemetaan Pada Batuan Metamorf:
1. Lakukan Pengamatan Titik Serapat Mungkin dan
temukan kontak sebanyak mungkin
2. Lakukan observasi pada lembahan, galian warga
ataupun hal lain yang diperkirakan dapat
menyingkap batuan metamorf
3. Batuan metamorf merupakan batuan yang terbilang
ke dalam hardrock, sehingga ia akan membentuk
suatu morfologi yang menonjol dibandingkan
dengan yang lain
4. Perhatikan dengan detail dari satu singkapan ke
singkapan lain apakah ada kesamaan atau
perbedaan, baik komposisi atau jenis foliasinya
5. Lakukan pengukuran foliasi di beberapa titik
6. Dll

Yang perlu dicatat pada pengamatan singkapan


batuan metamorf:
1. Struktur batuan metamorf tersebut (foliasi atau non-
foliasi)
2. Tekstur batuannya
3. Interpretasi tipe metamorfisme
4. Komposisi mineral
5. Hubungan dengan batuan samping atau
disekitarnya (kontak)
6. Orientasi folioasi (strike/dip)
7. Orientasi Urat (vein)*
8. Variasi mineral secara lateral
9. Sketsa singkapan
10. Dll

97
3. Batuan Sedimen

Strategi Pemetaan Pada Batuan Sedimen:


1. Lakukan Pengamatan Titik Serapat Mungkin dan
temukan kontak sebanyak mungkin
2. Lakukan observasi pada lembahan, galian warga
ataupun hal lain yang diperkirakan dapat menyingkap
sedimen
3. Lakukan lintasan dengan memotong strike untuk
mendapatkan litologi yang berbeda
4. Perhatikan setiap struktur geologi yang terdapat pada
singkapan
5. Datangi sebuah lembah yang dapat diinterpretasikan
sebagai sebuah lipatan
6. Lakukan sampling lebih dari satu pada satuan
batugamping
7. Lakukan stratigrafi terukur
8. Dll

Yang perlu dicatat pada pengamatan singkapan batuan


sedimen:
1. Struktur batuan sedimen (laminasi, silang siur, dll)

98
2. Tekstur batuannya (ukuran butir, tingkat kekerasan,
sortasi, dll)
3. Komposisi mineral
4. Hubungan dengan batuan samping atau disekitarnya
(kontak)
5. Orientasi bidang (strike/dip)
6. Tebal Setiap lapisan
7. Tingkat Pelapukan
8. Sketsa Singkapan
9. Dll

7. 4 Kartografi Peta Gologi Skala 1:25.000


Unsur-unsur yang terdapat dalam kartografi Peta
Geologi tercantum dalam Badan Standarisasi Nasional,
yaitu dalam SNI Spesifikasi Penyajian Peta Rupa Bumi
(2010) dan SNI Penyusunan Peta Geologi (1998).
Kemudian ditambahkan dan dianalisis juga berdasarkan
jurnal-jurnal internasional, yang menghasilkan Karya
Ilmiah Peta Geologi Skala 1:25.000 dengan membahas
mengenai unsur Simbol, Huruf, Warna, dan Corak Peta
Geologi.
7.4.1 Simbol
Simbol merupakan tanda yang dipakai untuk
menggambarkan sesuatu pada peta geologi, berupa
bentuk umum, warna, simbol batuan dan corak, atau
gabungannya.
 Simbol Bentuk Umum
a) Kontur : Garis yang menghubungkan tempat-
tempat atau titik-titik yang mempunyai
ketinggian sama dengan selang kontur tiap 12.5
meter.

99
: warna hitam, ketebalan
0.1mm.

b) Kontur Indeks : Kontur yang digambarkan lebih


tebal untuk mempermudah pembacaan
ketinggian dan diberi angka tiap kelipatan
kontur 50meter.
: warna hitam, ketebalan
0.2mm.

c) Batas Negara : Batas Negara atau batas


internasional dengan 2 negara.
: Warna hitam,
panjang 4mm, tebal 1mm, jarak antar garis
1mm.

d) Batas Provinsi : Batas administrasi wilayah


provinsi.
: Warna hitam,
panjang 4mm, tebal 0.5mm, jarak antar titik
1mm.

e) Batas Kabupaten/Kota : Batas administrasi


kota/kabupaten.
: Warna hitam,
panjang 3mm, tebal 0.3mm, jarak antar titik
1mm,panjang titik 0.4mm.

f) Batas Kecamatan : Batas administrasi


kecamatan.

100
: Warna hitam,
panjang 2mm, tebal 0.2mm, panjang titik 0.2cm.

g) Batas Desa/Kelurahan : Batas administrasi


wilayah kelurahan/desa.
: warna hitam,
panjang 2mm, tebal 0.2mm, panjang titik
0.2mm, jarak antar garis dibatasi 4titik.

h) Danau : Genangan air tawar atau payau yang


luas di daratan.
: Warna garis luar
Cyan 100%, warna dalam cyan 20%, tebal
0.2cm.

i) Sungai : Aliran air sepanjang tahun, dengan


lebar lebih dari 15m digambar sesuai dengan
bentuk dan skala, sedangkan lebar kurang dari
15m digambar dengan garis tunggal.

: Warna garis luar


Cyan 100%, warnadalam cyan 20%, tebal
menyesuaikan.
j) Sungai Musiman : Aliran air pada musim
tertentu.
: warna garis
cyan 100%, garis tunggal.

k) Jalan Tol : Jalan alternative untuk mengatasi


kemacetan lalu lintas atau untuk memperpendek
jarak tempuh dari satu tempat ke tempat lain.

101
: Warna hitam,
magenta, dan kuning. Tebal 0.5 mm, panjang
garis kuning Jalan tol 15mm.
l) Jalan Arteri : Jalan yang melayani angkutan
utama, dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh dan
kecepatan rata-rata tinggi.
: tebal garis
hitam 0.25mm, dan tebal garis magenta 0.5mm.

m) Jalan lokal : jalan yang melayani angkutan


setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat
dan kecepatan rata-rata rendah.
: tebal 0.1-0.4 mm,
warna hitam.

n) Jalan setapak : jalan khusus pejalan kaki,


biasanya menghubungkan kampong satu dan
lainnya atau di daerah pegunungan.
: tebal 0.3mm,
panjang garis 3mm, jarak antar garis 1mm,
warna magenta.

o) Jalan Kereta Api : Jalan khusus kendaraan kereta


api 2 jalur.
: Tebal 0.3mm, panjang antar
ujung rel 10mm, warna hitam.

102
 Simbol Bentuk Geologi

: Warna Hitam,
tebal 0,3 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

103
104
: Warna Hitam,
tebal 0,3 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

105
: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

106
: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,2 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,2 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

107
: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

108
: Warna Hitam,
tebal 0,2 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,2 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,2 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,4 mm

109
: Warna Hitam,
tebal 0,3 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,3 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,3 mm

110
: Warna Hitam,
tebal 0,2 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,2 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,2 mm

111
: Warna Hitam,
tebal 0,2 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,2 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

112
: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

: Warna Hitam,
tebal 0,1 mm

113
7.4.2 Huruf
 Jenis dan Ukuran Huruf

No Nama Unsur Huruf Ukuran


1 Perairan : samudera, Serif, Italic, biru. Ukuran maksimum
laut, sungai, teluk, Ukuran huruf dari- 5,0mm dan minimum
selat, danau, dan nama unsur perairan 1.5mm.
sejenisnya. sesuai dengan luas
unsur tersebut.
2 Rupa bumi : Serif, Italic, hitam. Ukuran maksimum 5,0
pegunungan, gunung, Ukuran huruf dari mm dan minimum
bukit, tanjung, pulau, nama unsur rupa bumi 1.5mm. tergantung dari
kepulauan, lembah, sesuai dengan luas tingkat unsur tersebut.
dan sejenisnya. unsur tersebut.
3 Nama-nama tempat
- Ibukota Negara Serif, huruf besar, Ukuran 4,0mm
tegak, hitam.
- Ibukota Provinsi Serif, huruf besar, Ukuran 3,0mm
tegak, hitam.
- Ibukota Serif, huruf besar, Ukuran 2,5mm
Kabupaten/Kota tegak, hitam.
- Kota, Kecamatan, Serif, huruf besar dan Ukuran 1,5-2,0mm
Kampung, lainnya. kecil, tegak, hitam.

114
4 Nama daerah San Serif, Huruf besar, Ukuran 2,0mm
administrasi, yaitu : tegak, medium, hitam.
-kabupaten
5 Nama unsur diluar San serif medium, Ukuran maksimum
tersebut : huruf besar dan kecil, 2,0mm dan ukuran
1,2,3, dan 4 tegak, hitam. minimum 1,5mm.

Singkatan Huruf
Satuan kronostratigrafi pada peta geologi ditunjukkan
dengan singkatan hurup (Gambar 3.1).
1). Huruf pertama (hurup besar) menyatakan jaman, misalnya
P untuk Perem, TR untuk Trias, T untuk Tersier.
2) Huruf kedua (hurup kecil) menyatakan seri, misalnya Tm
berarti kala Miosen dalam jaman Tersier.
3) Huruf ketiga (hurup kecil) menyatakan nama formasi atau
satuan litologi, misalnya Tmc berarti Formasi Cipluk
berumur Miosen.
4) Hurup Keempat (hurup kecil) menyatakan jenis litologi atau
satuan peta yang lebih rendah (anggota), misalnya Tmcl
berarti anggota batugamping Formasi Cipluk yang berumur
Miosen.
5) Hurup kelima digunakan hanya untuk batuan yang
mempunyai kisaran umur panjang, misalnya Tpokc berarti
Anggota Cawang Formasi Kikim berumur Paleosen-
Oligosen.
6) Huruf pT (p kecil sebelum T besar ) digunakan untuk
singkatan umur batuan sebelum Tersier yang tidak diketahui
umur pastinya.

115
7) Untuk batuan yang mempunyai kisaran umur panjang,
urutan singkatan umur berdasarkan dominasi umur batuan,
misalnya QT untuk batuan berumur Tersier hingga Kuarter
yang didominasi batuan berumur Quarter; JK untuk batuan
berumur Jura hingga Kapur yang didominasi batuan
berumur Jura.
8) Batuan beku dan malihan yang tak terperinci susunan dan
umurnya cukup dinyatakan dengan satu atau dua buah
hurup, misalnya a untuk andesit, b untuk basal, gd untuk
granodiorit, um untuk ultramafik atau ofiolit dan s untuk
sekis.
9) Batuan beku dan malihan yang diketahui umurnya
menggunakan lambang hurup jaman, misalnya Kg berarti
granit berumur Kapur.
10) Pada peta geologi skala kecil, himpunan batuan cukup
dinyatakan dengan hurup di belakang lambang era, jaman
atau sub-jaman; misalnya Pzm berarti batuan malihan
berumur Paleozoikum, Ks berarti sedimen berumur Kapur,
Tmsv berarti klastika gunungapi berumur Miosen, Tpv
berarti batuan gunungapi berumur Paleogen, Tni berarti
batuan terobosan berumur Neogen. Satuan bancuh
dinyatakan dengan notasi m.

7.4.3 Warna
Warna dipakai untuk membedakan satuan peta
geologi, dipilih berasaskan jenis batuan, umur satuan
dan satuan geokronologi.
Tata Warna

116
 Warna yang dipilih untuk membedakan satuan
batuan sedimen dan endapan permukaan
sepenuhnya menganut sistem warna berdasarkan
jenis litologi. Untuk membedakan beberapa satuan
seumur dapat digunakan corak .
 Batuan malihan dibedakan berdasarkan (1) derajat
dan fasies serta (2) umur nisbi batuan pra-malihan
dan litologi. Tata warna batuan malihan sama
dengan batuan sedimen atau mengunakan bakuan
warna khusus.
 Warna batuan beku menyatakan tingkat keasaman
atau juga dapat berupa luasan daerahnya.
 Batuan gunungapi yang berlapis dan dan diketahui
umurnya, mengikuti tata warna untuk batuan
sedimen. Perbedaan litologi untuk lahar, breksi
gunungapi dan tuf dinyatakan dengan corak.
 Atas dasar pertimbangan keilmuan atau prospek
ekonomi, beberapa hal yang menonjol seperti
batuan terubah, derajat pemalihan atau persifatan
khusus lainnya, pada peta geologi dapat disajikan
secara khusus, di luar yang diuraikan.

117
Gambar 7.1 Singkatan Huruf satuan
kronostratigrafi pada
peta geologi. (SNI Penyusunan Peta Geologi,
1998)

118
Penggunaan Aturan Warna
Aturan Warna yang digunakan Menurut USGS yaitu
menggunakan pengaturan warna CMYK (Cyan, Magenta,
Yellow, Key) dan juga RGB (Red, Green, Blue). CMYK
adalah proses pencampuran pigmen warna antara tinta cyan,
magenta, kuning, dan warna hitam. Dengan pengaturan
warna sebagai berikut :

Tabel 7.1 Pengaturan Warna Kode Nilai CMYK


Kode Warna Nilai
A 8%
X 100%
0 0%
1 13%
2 20%
3 30%
4 40%
5 50%
6 60%
7 70%

Penggunaan aturan CMYK dan RGB dapat digunakan


dengan contoh software Corel Draw (Gambar 3.2 dan
Gambar 3.3).

119
Gambar 7.2 Cara Pengunaan Aturan Warna CMYK dengan
Perangkat Lunak CorelDraw

Kode warna yang tertera dalam aturan


CMYK menurut USGS, 2004.

Gambar 7.3 Cara Pengunaan Aturan Warna RGB dengan


Perangkat Lunak CorelDraw

120
Warna Litologi
 Batuan Beku
Pewarnaan Batuan beku berdasarkan tingkat
keasaman dan luas cakupan litologi. Semakin asam
batuan digunakan tingkat warna merah. Sedangkan
jika menurut luas daerah, batuan dengan area luasan
yang besar menggunakan warna jenuh (merah), dan
warna dengan area luasan kecil semakin berwarna
terang.

Gambar 7.4 Kode Warna CMYK Batuan Beku


dan Vulkanik
(USGS, 2004. Selection of Colors and Patterns for
Geologic Maps)

 Batuan Sedimen
Pewarnaan Batuan sedimen berdasarkan Jenis
Litologi.

121
Gambar 7.5 Kode Warna RGB Batuan
Sedimen (USGS, 2004. Selection of Colors
and Patterns for Geologic Maps)

 Batuan Metamorf
Pewarnaan Batuan metamorf berdasarkan (1)
derajat dan fasies serta (2) umur nisbi batuan pra-
malihan dan litologi.

122
Gambar 7.6 Kode Warna RGB
Batuan Metamorf
(USGS, 2004. Selection of Colors and
Patterns for Geologic Maps)

Corak Dasar Batuan pada Peta Geologi


Corak Dasar Batuan merupakan penciri suatu
batuan yang pada peta dasar, corak yang tertera pada
peta geologi harus tertera pada legenda dan sebaliknya.
Bentuk dan ukurannya coraknya harus sama (Gambar
7.7).

123
Gambar 7.7 Corak Dasar Peta Geologi
(SNI Penyusunan Peta Geologi, 1998)

124
125

Anda mungkin juga menyukai