Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“MANAJEMEN KONFLIK”
Makalah ini disusun sebagai tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan

Disusun Oleh :
Kelompok 5
2B
1. Cadora Febrilla
2. Chintya Ellent Pratiwi
3. Rossy Ega Octaviani
4. Shinta Sofea Chazali
5. Soraya
6. Suci Nurjannah
7. Suharsono Yusup
8. Sutri Aditiyana
9. Syifa Aulia

AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH CIREBON


Jalan Walet No.21 Kedawung, Cirebon, Jawa Barat 45153 Telp. (0231) 201942
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Manajemen Konflik”. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Manajemen Keperawatan. Penulis berharap dapat menambah wawasan dan
pengetahuan khususnya dalam bidang medis. Serta pembaca dapat mengetahui tentang
bagaimana dan apa sebenarnya sistem informasi kesehatan itu.
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena itu penulis
sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala
kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
selama proses penyusunan makalah ini.

Cirebon, 01 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................ii


DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 2
A. Definisi Konflik............................................................................................................. 2
B. Pandangan Mengenai Konflik ....................................................................................... 2
C. Faktor Penyebab Timbulnya Konflik ............................................................................ 3
D. Jenis Konflik ................................................................................................................. 6
E. Strategi dalam Manajemen Konflik ............................................................................... 8
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 11
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 11
B. Saran ............................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki
ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang
terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang
akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi
suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya
konflik.
Konflik dalam suatu organisasi atau dalam hubungan antar kelompok adalah sesuatu
yang tidak dapat kita hindarkan. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap
organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika
konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk
mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas didapat rumusan masalah sebagai berikut :


1. Apakah definisi konflik?
2. Bagaimana pandangan mengenai konflik?
3. Apa sajakah faktor penyebab timbulnya konflik?
4. Apa sajakah jenis-jenis konflik?
5. Bagaimana strategi yang digunakan dalam manajemen konflik?
6. Bagaimana penerapan manajemen konflik dalam organisasi?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini yaitu :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Manajemen.
2. Sebagai media pembelajaran mengenai Manajemen Konflik.
3. Mengetahui konsep manajemen konflik, yang meliputi definisi konflik, factor
penyebab timbulnya konflik, jenis-jenis konflik, strategi dalam manjemen konflik
dan penerapan manajemen konflik dalam organisasi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Konflik

Konflik dalam pengertian yang sangat luas dapat dikatakan sebagai segala macam
bentuk antar hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan (antagonistik). Ia dapat
terlihat secara jelas dan dapat pula tersembunyi. Menurut kamus besar bahasa Indonesia,
konflik adalah percekcokan, perselisihan atau pertentangan baik dari segi pemikiran atau
kebijakan.Menurut sosiologis, konflik merupakan proses antara dua orang atau lebih yang
berusaha menyingkirkan dengan cara menghancurkan atau membuat tidak berdaya.
Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah proses memenuhi tujuan dengan cara
menentang pihak lawan disertai ancaman atau kekerasan. Menurut Lewis A.Coser,
konflik adalah perjuangan nilai kekuasaan dan sumber daya yang bersifat langka dengan
maksud menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan. Menurut Gillin dan Gillin,
konflik merupakan proses interaksi yang berlawanan .
Konflik adalah proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain
secara negatif mempengaruhi, atau akan secara negatif mempengaruhi, sesuatu yang
menjadi kepedulian pihak pertama.

B. Pandangan Mengenai Konflik

Terdapat perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau


organisasi. Ada yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan,
karena jika dibiarkan maka akan merugikan organisasi. Berlawanan dengan ini, pendapat
lain menyatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa maka konflik tersebut akan
membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Stoner dan Freeman menyebut
konflik tersebut sebagai konflik organisasional(organizational conflict).
Pertentangan pendapat ini oleh Robbins (1996:431) disebut sebagai the Conflict
Paradox, yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan
kinerja kelompok, namun di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha
untuk meminimalisir konflik.
Dalam uraian di bawah ini disajikan beberapa pandangan tentang konflik,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins (1996:429) :

2
1. Pandangan Tradisional (The Traditional View)
Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai
sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi
negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
Pandangan ini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok
dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional
akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-
orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View)
Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi
dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan
sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan
ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-
an.
3. Pandangan Interaksionis (The Interactionist View)
Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi
bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis,
apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini,
konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga
kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif. Stoner dan
Freeman (1989:392) membagi pandangan tentang konflik menjadi dua bagian, yaitu
pandangan tradisional (old view) dan pandangan modern (current view).

C. Faktor Penyebab Timbulnya Konflik

Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar -
belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai
sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga kategori, yaitu :
1. Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah -
pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak

3
cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap
komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
2. Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran
(kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan
jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok,
gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok.
Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan
variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
3. Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem
nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan
individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain.
Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang
sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik
yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para
karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam
kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan
(perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka
merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah
menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari
dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-
pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara
verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan
sebagainya.
Berbeda dengan Robbins yang hanya menyebut tiga factor dalam antecedent
conditions, Schermerhorn merinci antecedent conditions menjadi lima faktor, yaitu :
1. Ketidakjelasan peranan atau peranan yang mendua (role ambiguities)
2. Persaingan untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas
3. Rintangan-rintangan dalam komunikasi (communication barriers)
4. Konflik sebelumnya yang tidak terselesaikan

4
5. Perbedaan-perbedaan individual, yang mencakup: perbedaan kebutuhan, nilai-nilai, dan
perbedaan tujuan.
Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki (1995:284-285) merinci lagi antecedent
conditions itu menjadi 12 faktor sebagai berikut :
1. Ketidakcocokan kepribadian atau sistem nilai.
2. Batas-batas pekerjaan yang tidak jelas atau tumpang-tindih.
3. Persaingan untuk memperoleh sumberdaya yang terbatas.
4. Pertukaran informasi atau komunikasi yang tidak cukup (inadequate (communication).
5. Kesalingtergantungan dalam pekerjaan (misalnya, seseorang tidak dapat menyelesaikan
pekerjaannya tanpa bantuan orang lain).
6. Kompleksitas organisasi (konflik cenderung meningkat bersamaan dengan semakin
meningkatnya susunan hierarki dan spesialisasi pekerjaan).
7. Peraturan-peratuan, standar kerja, atau kebijakan yang tidak jelas atau tidak masuk akal.
8. Batas waktu penyelesaian pekerjaan yang tidak masuk akal sehingga sulit dipenuhi
(unreasonable deadlines).
9. Pengambilan keputusan secara kolektif (semakin banyak orang yang terlibat dalam
proses pengambilan keputusan, semakin potensial untuk konflik).
10. Pengambilan keputusan melalui konsensus.
11. Harapan-harapan yang tidak terpenuhi (karyawan yang memiliki harapan yang tidak
realistik terhadap pekerjaan, upah, atau promosi, akan lebih mudah untuk konflik).
12. Tidak menyelesaikan atau menyembunyikan konflik.
Menurut Kreitner dan Kinicki (1995), manajer atau pimpinan organisasi harus
proaktif untuk mengidentifikasikan keberadaan kondisi - kondisi tersebut dalam
organisasinya, dan jika salah satu atau lebih dari kondisi itu muncul, maka ia harus segera
mengambil tindakan, sebelum kondisi itu menjadi konflik terbuka atau konflik yang
nyata (manifest conflict). Dengan cara seperti ini, diharapkan konflik tidak meluas ke
seluruh organisasi dan akhirnya mempengaruhi kinerja karyawan. Untuk itulah maka
manajer harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik, sehingga konflik tidak
menjadi faktor yang mengancam keberlangsungan hidup organisasi, tetapi menjadi
faktor yang fungsional untuk meningkatkan kinerja organisasi.

5
D. Jenis Konflik

Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk
membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik berdasarkan pihak-pihak yang terlibat
di dalamnya, ada yang membagi konflik dilihat dari fungsi dan ada juga yang membagi
konflik dilihat dari posisi seseorang dalam suatu organisasi.
1. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Jenis konflik ini disebut juga konflik intra keorganisasian. Dilihat dari posisi
seseorang dalam struktur organisasi, Winardi membagi konflik menjadi empat
macam. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki
kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan
bawahan.
2. Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki
kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar
karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya
memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai
penasehat dalam organisasi.
4. Konflik peranan, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari
satu peran yang saling bertentangan.
2. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner membagi konflik
menjadi lima macam , yaitu:
1. Konflik dalam diri individu (conflict within the individual) yaitu konflik ini
terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena
tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya. Termasuk dalam konflik
individual ini, menurut Altman, adalah frustasi, konflik tujuan dan konflik
peranan .
2. Konflik antar-individu (conflict between individuals) yaitu terjadi karena
perbedaan kepribadian antara individu yang satu dengan individu yang lain.

6
3. Konflik antara individu dan kelompok (conflict between individuals and groups)
yaitu terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok tempat ia bekerja.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in
the same organization) yaitu konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok
memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
Masalah ini terjadi karena pada saat kelompok-kelompok makin terikat dengan
tujuan atau norma mereka sendiri, mereka makin kompetitif satu sama lain dan
berusaha mengacau aktivitas pesaing mereka, dan karenanya hal ini
mempengaruhi organisasi secara keseluruhan .
5. Konflik antar organisasi (conflict among organizations) yaitu konflik ini terjadi
jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi
organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
3. Konflik Dilihat dari Fungsi
Dilihat dari fungsi, Robbins membagi konflik menjadi dua macam, yaitu:
1. Konflik fungsional (Functional Conflict)
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan
kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
2. konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict)
Konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan
kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau
disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu
kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat
fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang
membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik
tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut
dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka
konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya
memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut
disfungsional.

7
E. Strategi dalam Manajemen Konflik

1. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik
tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat
yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan
pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang
terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua
pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk
melakukan diskusi”
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan
masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini
memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka
untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat
mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat
yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak
informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin
mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi
bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang
bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua
pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai
tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat
untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
6. Pemecahan persoalan
Dalam strategi pemecahan persoalan, diambil asumsi dasar semua pihak
mempunyai keinginan menangualngi konflik yang terjadi dan karenanya oerlu

8
dicarikan ukuran-ukuran yang dapat memuaskan pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik. Atas dasar asumsi tersebut maka dalam strategi pemecahan persoalan harus
selalu dilalui dua tahap penting, yaitu proses penemuan gagasan dan proses
pematangannya. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Amerika membuktikan
bahwa usaha pemecahan persoalan menjadi lebih produktif bila semua gagasan
dikumpulkan terlebih dahulu sebelum dibahas.
Penelitian yang sama juga membuktikan bahwa mutu cara pemecahan akan lebih
baik bila pimpinan terlebih dahulu membahas persoalannya sebelum membicarakan
cara pemecahannya. Karena maksud pemecahan persoalan ialah untuk membahas
berbagai macam kemungkinan, maka justru menciptakan kemungkinan berbeda
pendapat, bukan menghilangkannya.
7. Musyawarah
Dalam strategi ini terlebih dahulu harus ditentukan secara jelas apa sebenarnya
yang menjadi persoalan. Berdasarkan jelasnya persoalan itulah kemudian kedua belah
pihak yang sedang dalam pertikaian mengadakan pembahasan untuk mendapatkan
titik pertemuan.
Pada waktu perundingan atau musyawarah tersebut dilakukan dapat pula
dikembangkan suatu konsensus bahwa setelah terjadi kesepakatan, masing-masing
pihak harus berusaha mencegah timbulnya konflik lagi.
8. Persuasi
Dalam strategi ini usaha penanggulangan konflik dilakukan dengan menemukan
kepentingan dan tujuan yang lebih tinggi dari tujuan pihak-pihak yang sedang
bertikai.
9. Mencari lawan yang sama
Strategi ini pada prinsipnya hampir sama dengan strategi ketiga. Perbedaannya
adalah bahwa pada strategi ini semua diajak untuk lebih bersatu kaena harus
menghadapi pihak ketiga sebagai pihak yang dianggap merupakan lawan dari kedua
belah pihak yang bertikai.
10. Meminta bantuan pihak ketiga
Hal yang penting adalah mengetahui dibidang apa pertikaian , dalam arti apakah
terjadinya berkaitan dengan konflik politik, konflik wewenang, konflik hukum,
konflik teknis pekerjaan, dan lainnya. Hal ini penting guna dapat memilih pihak

9
ketiga yang kiranya dapat untuk menanggulangi akibat yang lebih negatif dari suatu
konflik.
11. Peningkatan interaksi dan komunikasi
Alasan penggunaan strategi ini adalah bahwa bila pihak-pihak yang berkonflik
dapat meningkatkan interaksi dan komunikasi mereka, pada suatu saat mereka akan
dapat lebih mengerti dan menghargai dasar pemikiran dan prilaku pihak
lain. Pengertian dan penghargaan ini penting, karena dapat mengurangi pandangan
buruk terhadap kelompok lain.
12. Latihan kepekaan
Strategi ini bisa disebut “encounter session” strategi ini umumnya digunakan
untuk menghadapi konflik yang terjadi dalam suatu kelompok ataupun antar
kelompok. Pihak-pihak yang berkonflik diajak masuk dalam satu kelompok. Dalam
kelompok ini masing-masing pihak diberi kesempatan menyatakan pendapatnya
termasuk pendapatnya yang negatif, mengenai pihak yang lain. Sementara itu, pihak
yang dikritik diharapkan mendengarkannya lebih dahulu kemudian dapat pula
mengemukakan pendapatnya. Dengan telah dikeluarkan, segala perasaan atau
“ganjalan” yang dikandung, diharapkan masing-masing pihak akan lega.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Konflik dapat terjadi dalam organisasi apapun. Untuk itulah manajer atau pimpinan
dalam organisasi harus mampu mengelola konflik yang terdapat dalam organisasi secara
baik agar tujuan organisasi dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang menciptakan
terjadinya konflik.
Terdapat banyak cara dalam penanganan suatu konflik. Manajer atau pimpinan harus
mampu mendiagnosis sumber konflik serta memilih strategi pengelolaan konflik yang
sesuai sehingga diperoleh solusi tepat atas konflik tersebut. Dengan pola pengelolaan
konflik yang baik maka akn diperoleh pengalaman dalam menangani berbagai macam
konflik yang akan selalu terus terjadi dalam organisasi.

B. Saran

Menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini penyusun masih jauh dari kata
sempurna, kedepan nya penyusun akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat
dipertanggungjawabkan. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi
pembaca dan tentunya dapat bermanfaat bagi kita semua.

11
DAFTAR PUSTAKA

Garry Dessler. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 2. Jakarta : PT. Prehelinso. 1989.
Hani Handoko. Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia. Yogyakarta : BPFE.
2001.
Wahyudi. Manajemen Konflik Dalam Organisasi, Edisi Kedua. Bandung : Alfabeta. 2006.
Robbins S. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Jakarta : PT
Prenhalinddo.1996.

12

Anda mungkin juga menyukai