Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP ( ESP )


ESP adalah pompa sentrifugal yang terdiri dari susunan beberapa stages
(tingkat) dipasang pada poros pompa. Satu stage terdiri dari satu impeller dan satu
diffuser. Prinsip kerja dari pompa ESP ini adalah arus listrik dari transformer
disalurkan ke peralatan bawah permukaan melalui kabel listrik yang di klem pada
tubing, dimana motor listrik akan mengubah arus listrik menjadi energi mekanik
yang berputar pada kecepatan relatif konstan, kemudian memutar pompa
(Impeller) melewati poros motor (shaft) yang disambungkan dengan bagian
protector, kemudian energi kinetis fluida diubah menjadi energi potensial oleh
diffuser, sehingga fluida tersebut akan dapat dihisap oleh impeller pada stage yang
berikutnya. Proses ini berlangsung secara terus-menerus hingga stage terakhir,
sehingga fluida akan dapat naik ke permukaan melalui tubing. Setiap tingkat
(stage) yang digunakan akan sangat menentukan besarnya kapasitas produksi
pemompaan. (Imam W.Sujomo. 1995)
Menurut Arindya,R (2011), alasan penggunaan ESP sebagai artificial lift
pada sumur-sumur minyak yaitu:
a. Jenis pompa ini dapat digunakan pada sumur-sumur yang relative
dalam dengan laju produksi dari 100 BFPD sampai 90.000 BFPD
b. Gas Oil Ratio (GOR) yang rendah sangat baik untuk penggunaan ESP
c. Panas yang dimiliki electric motor dapat menurunkan viskositas
produksi fluida, dimana dapat mencairkan fliuda dari sifat paraffin

Universitas Islam Riau


5

Gambar 2.1 Instalasi Electric Submersible Pump (Brown, Kermit E. 1980)

2.1.1 Peralatan Electric Submersible Pump (ESP)


Berdasarkan buku dari (Baker Hughes, 2011), peralatan ESP dibagi menjadi
2 bagian, yaitu bagian permukan dan bawah permukaan. Dimana komponen
masing-masing perlatannya sebagai berikut.
A. Peralatan Permukaan (Surface Equipment)
1. Wellhead
2. Junction Box
3. Switchboard / Motor Controller
4. Transformer
B. Peralatan dibawah Permukaan (Subsurface Equipment)
1. Pompa
2. Intake (Gas separator)
3. Protector
4. Motor

Universitas Islam Riau


6

2.1.2 Pump Performance Curve


Pump Performance Curve adalah sistem kerja pompa yang meliput
hubungan antara kapasitas BFPD yang direkomendasikan, Head-feed per stage,
horse power per stage dan effesiensi pompa. Hubungan tersebut digambarkan
berupa grafik dimana pengujian pompa tersebut dilakukan di pabrik dengan
menggunakan fluida air tawar (SG = 1), jumlah stage dan kecepatan tertentu.
Dalam membaca kurva-kurva pompa harus diperhatikan RPM yang digunakam
saat pengujian pompa tersebut.

Gambar 2.2 Pump performance curve (sumber IJP.PT.BOB)

Gambar 2.2 menunjukkan Pump performance curve dengan penjelasan


sebagai berikut :
1. Head Capacity (Kapasitas Daya Angkat)
Kurva ini menunjukkan hubungan antara total dynamic head (TDH) dengan
laju produksi pada kecepatan (RPM) konstan. Pompa baru atau yang masih baik
daya kerjanya akan berkarakteristik kerja sepanjang kurva ini.
2. Pump Efficiency (Efisiensi Pompa)

Universitas Islam Riau


7

Laju produksi perlu dipertahankan agar pompa tetap bekerja pada effisiensi
maksimum, agar pemakaian pompa dapat bertahan lama. Laju produksi terlalu
besar dari kemampuan ESP akan menyebabkan up thrust kerusakan terjadi pada
bantalan (washer) atas. Sedangkan laju produksi terlalu kecil dari kapasitas ESP
akan menyebabkan down thrust yang akan merusak bantalan bawah. (Manajemen
Produksi Hulu Pertamina, 2003).
3. Brake Horse Power (Daya yang diperlukan)
Kurva BHP adalah kurva yang di plot berdasarkan data tes performa atau
kinerja aktual.
4. Operating Range
Merupakan range yang diperbolehkan suatu unit pompa untuk bekerja.
Pompa yang dipasang, diharapkan agar tidak melebihi batas operasi tersebut
untuk mencapai efisiensi pompa tertinggi. Operasi pompa yang diluar range nya
(terlalu sedikit atau terlalu banyak aliran) menyebabkan masalah karena efisiensi
yang rendah sehingga menimbulkan pemanasan dan keausan mekanis antara
impeller dan diffuser. Range nilai ini akan berbeda untuk tiap jenis atau tipe
pompa ESP.

2.1.3 Perencanaan Electrical Submersible Pump (ESP)


Dalam merencanakan maupun mengoptimalisasi Electrical Submersible
Pump (ESP) diperlukan berbagai macam data dan perhitungan sebagai berikut :
1. Hitung berat jenis rata-rata dan gradien tekanan menurut persamaan:
( ) ...... (1)
............................................. (2)
2. Produktivitas Indeks ( PI )

PI = ..................................................(3)

3. Penentuan Qb
Qb = PI (Ps-Pb) ..........................................(4)
4. Penentuan laju produksi maksimum (Qmax)

Qmax =( + Qb) ........................................... (5)

Universitas Islam Riau


8

5. Penentuan Pump Intake Pressure (PIP)


a. Perbedaan Kedalaman = Mid Perforasi – Pump Setting Depth.......(6)
b. Perbedaan Tekanan = Perbedaan kedalaman x SGf....................(7)
c. Pump Intake Pressure (PIP) = (Pwf – Perbedaan kedalaman) x Sgf........(8)
6. Penentuan Total Dynamic Head (TDH)

a. Menentukan Fluid Over Pump (FOP)


( )
Fluid Over Pump (FOP) = ..................................... (9)

b. Menentukan Vertical Lift (HD)


Vertical Lift (HD) = Pump Setting Depth (TVD) – FOP .......... (10)

7. Menentukan Tubing Friction Loss (Hf)


Friction Loss (F) dengan volume total fluida (Vt) dapat diperoleh
menggunakan persamaan :
( ) ( )
Friction Loss (F) = ................................ (11)

Tubing Friction Loss (Hf) = Friction Loss (F) x PSD (MD) ................ (12)
8. Menentukan Tubing Head ( Ht)
Tubing Head = Tubing Pressure (psi)/Gf(psi/ft) ............ (13)
9. Menentukan Total Dynamic Head (TDH)
10. Total Dynamic Head (TDH) = HD + HF+HT ........................................... (14)
11. Hitung jumlah stages yang digunakan
................................................... (15)

Head capacity didapatkan dari grafik pompa dari perusahaan berdasarkan laju
alirnya.

2.2 PERMASALAHAN SUMUR PRODUKSI ESP


Saat pengoperasian ESP, sering sekali dijumpai permasalahan yang menjadi
kendala. Permasalahan tersebut terbagi 2, diantaranya:
2.2.1 Permasalahan Akibat Kegagalan Pompa
A. Underload atau Low-amp (ampere motor rendah)

Universitas Islam Riau


9

Menurut Sumarna,E (2011) dalam bukunya menyatakan bahwa underload


terjadi apabila arus yang digunakan lebih tinggi dari normal running ampere.
Penyebab ESP motor underload adalah :
1. Produksi kecil dan produksi banyak membawa gas
2. Voltage yang tinggi atau belebihan
3. Ukuran pompa yang terlalu besar
B. Overload Hi-Amp (ampere motor tinggi)
Menurut Sumarna,E (2011), Overload terjadi apabila arus yang digunakan
melebihi dari normal running ampere Penyebab ESP motor overload adalah :
1. Berat jenis fluida yang dipompakan bertambah (fluida bercampur
pasir atau lumpur)
2. Voltage yang rendah atau kurang
3. Pompa susah berputar (stuck)
C. Zero-Meg (motor terbakar)
Penyebab motor terbakar adalah :
1. Overload (motor hidup melebihi ampere maksimum yang
diperbolehkan).
2. Terjadi hubungan pendek arus listrik
3. Motor terlalu sering hidup mati, sehingga akan sering mengalami load
yang tinggi.
4. Gangguan pada panel Switchboard
5. Scale
D. Low Effisiensi
Penyebab pompa low effisiensi :
1. Pompa di pakai sudah melewati batas pemakaian
2. Penggunaannya tidak maksimal karena pompa telah dipakai dalam
jangka waktu yang lama
E. Fluid Not Support (FNS)
FNS atau Fluid Not Support adalah kondisi dimana fluida yang tidak dapat
mengalir ke permukaan. Adapun penyebab dari FNS adalah :
1. Pemasangan ukuran pompa yang terlalu besar

Universitas Islam Riau


10

2. Sumur memiliki PI yang terlalu optimis (dari data swab) sehingga


tidak sesuai dengan ukuran pompa yang di desain.
3. Desain pompa yang tidak akurat karena estimate yang kebesaran
dengan kondisi aktual

2.2.2 Permasalahan Akibat Kondisi Sumur


A. Scale
Scale merupakan hasil kristalisasi dan pengendapan mineral dari formasi
air yang terproduksi bersama minyak dan gas. Jenis scale yang sering ditemui
adalah kalsium karbonat, kalsium sulfat,stronsium sulfat dan senyawa-senyawa
besi.
B. Gas Lock
Keadaan gas lock ditandai oleh adanya harga ampere yang rendah. Bila
harga ampere merosot hingga di bawah underload (batas bawah harga ampere)
maka pompa otomatis berhenti.
C. Pressure Drop adalah turunnya tekanan sumur pada waktu diproduksikan
D. Perubahan Temperatur, sejalan dengan berubahnya temperature (ada
kenaikan suhu) maka akan terjadi penguapan kemudian terjadi perubahan
kelarutan yang akan mempunyai akibat yang sama dengan perubahan tekanan,
karena perubahan tekanan akan mengakibatkan terjadinya temperature.
E. Mishandling
Pada dasarnya peralatan ESP memiliki prosedur penanganan khusus,
secara fisik perbandingan panjang dengan diameter sangat besar, khususnya pada
motor dan pompa. Mishandling merupakan kesalahan dalam penanganan yang
tidak sesuai standar operasi prosedur atau biasanya disebut dengan Human Error.
Sebagai contoh motor dengan panjang 30 ft hanya berdiameter 5,5 inchi dengan
beban dari motor itu sendiri jika diangkat dengan tidak baik mengakibatkan
deflect (bengkok), deflect berlebihan yang diakbatkan penanganan yang salah
akan merupakan masalah bagi motor tersebut. Berdasar penjelasan di atas,
peralatannya seperti motor, protector, pompa dan lain-lain ke dalam sebuah
shipping box steel. Selain itu juga sebagai pelindung terhadap benturan fisik

Universitas Islam Riau


11

selama pengiriman. Permasalahan dikarenakan kesalahan penanganan


(mishandling) berhubungan dengan memasang (Installation) atau memsukkan
unit pompa ke dalam sumur dan kondisi peralatan (Assembly).
F. Gassy
Gassy merupakan kondisi dimana masuknya gas bebas ke dalam fluida
produksi yang lebih berat (minyak), sehingga membuat gas yang terproduksi
terlebih dulu dibanding fluida dan membuat pompa tidak bekerja maksimal karena
sebagian besar ruang sudah terisi oleh gas. Untuk mengantisipasi gassy ini dapat
dipasang komponen AGH pada ESP.

2.3 TROUBLESHOOTING
Tujuan dari pengerjaan ini adalah untuk membantu engineer atau teknisi
dalam pengecekan operasi electic submersible pump untuk mengetahui penyebab
permasalahan pada komponen dan menyediakan rekomendasi agar mengurangi
atau mencegah.

2.3.1 Ampchart (Ammeter Chart)


Ampchart merupakan salah satu alat yang paling bernilai untuk
mendiagnosa masalah di dalam lubang sumur. Suatu kondisi yang dapat di
diagnosa dengan sebetulnya dapat membantu untuk mengambil tindakan yang
tepat tanpa perlu mengangkat peralatan pompa ke permukaan atau bila harus
mengangkatnya, keputusan yang lebih baik telah dapat ditentukan sebelumnya.
Ampchart memang bukan alat diagnostik satu-satunya tetapi ampchart lebih
penting karena dapat menunjukan apa yang terjadi pada unit ini selama unit ini
berjalan. Ampmeter sendiri mempunyai suatu alat pencatat melingkar (round
recording chart) dengan sebuah pena yang bergerak masuk atau keluar
berdasarkan jumlah arus listrik yang berada di dalam switchboard. Berikut ini
merupakan permasalaha sumur yang dapat dibaca oleh ampchart :
A. Pompa berjalan normal
Pada kondisi operasi normal, perekam ammeter akan menggambar kurva
simetris dan halus. Realisasi operasi normal dapat menghasilkan kurva yang

Universitas Islam Riau


12

sedikit diatas atau dibawah ampere name plate tetapi selama kurva simetris dan
konsisten dari hari ke hari, sistem ini beroperasi dengan benar, contoh pada
gambar 2.3

Gambar 2.3 Pompa berjalan normal (Baker Huges, 2008)

B. Gassy
Kondisi ini biasanya terjadi pada sumur yang mengandung gas ringan
(associated gas), dimana minyak yang mengandung gas atau emulsi gas, minyak
atau air masuk ke dalam pompa. Hal ini dapat diatasi dengan memasang gas
separator pada rangkaian pompa, sebagai pengganti pump intake. Pada gambar
2.4 terlihat kurva ampere bergerak secara tidak teratur mulai dari awal

Gambar 2.4 Ampchart – gassy (Baker Huges, 2008

Universitas Islam Riau


13

C. Beban Rendah
Grafik pada gambar 2.5, yaitu menunjukkan pompa dijalankan (distart)
dengan normal tetapi diikuti dengan penurunan harga ampere secara bertahap,
selanjutnya terjadi keadaan tanpa beban untuk beberapa saat dan akhirnya terjadi
kerusakan pada unitnya dan pompa berhenti karena overload (beban berlebih).
Grafik ini menandakan pompa yang salah desain (ukurannya), atau salah
melakukan penyetelan pelindung beban rendahnya (underload protection relay),
kesalahan tersebut mengakibatkan tertahannya fluida produksi, sehingga motor
bekerja pada keadaan tanpa beban. Selanjutnya karena tidak ada aliran maka tidak
terjadi pendinginan motor sehingga timbul panas dan ini menyebabkan overload
(beban berlebih) dan akhirnya motor mati.

Gambar 2.5 Beban Rendah (Baker Huges, 2008)

D. Beban berlebih.
Grafik pada gambar 2.6, titik A pada gambar adalah saat dijalankan;
biasanya menunjukkan harga ampere yang meningkat, B adalah pada keadaan
pompa bekerja normal, C menunjukkan kenaikan beban hingga mencapai batas
tertinggi (overload) dan akhirnya pompa mati.

Universitas Islam Riau


14

Gambar 2.6 Beban Berlebih (Over Load) (Baker Huges, 2008)

2.4 PREMATURE FAILURE


Dalam pengoperasia Electrical Submersible Pump (ESP) memiliki banyak
masalah yang sering timbul, diantaranya tidak sesuainya laju produksi yang
diinginkan dengan laju produksi sebenarnya. Kondisi tersebut dapat disebabkan
karena adanya gas lock, kepasiran, scale, viscous serta tidak sesuainya ukuran
pompa yang di pasang pada sumur. Namun ada juga yang mengalami kerusakan
diawal produksi yang sering disebut premature failure.
Premature failure adalah kondisi abnormal yang terjadi pada electrical
submersible pump dimana umur pompa atau run life pompa yang sebelumnya
panjang tiba-tiba menjadi begitu singkat. Kegagalan yang biasanya terjadi pada
saat premature failure adalah Fluida Not Support (FNS) serta adanya partikel-
partikel seperti pasir dan scale yang menghambat kinerja pompa.

2.5 PEKERJAAN DISMANTLE


Pekerjaan dismantle merupakan salah satu prosedur pekerjaan yang
dilakukan untuk menganalisa dan menentukan masalah pada pompa produksi
minyak tidak terkecuali pompa ESP. Pekerjaan dismantel dilakukan apabila
terjadi permasalahan saat ESP yang beroperasi memiliki run life kecil dari 90 hari

Universitas Islam Riau


15

atau premature failure (Tergantung Kontrak Perusahaan) dengan cara mencabut


unit ESP dan di analisa di central shop satu per satu. Berdasarkan rufe of term
perusahaan, apabila run life ESP lebih dari 90 hari maka tidak perlu dilakukan
pekerjaan dismantle. Hal ini bergantung kepada keputusan dari pihak perusahaan
mengenai tindakan selanjutnya. Namun sebaliknya apabila run life ESP kecil dari
90 hari atau premature failure maka akan dilakukan pekerjaan dismantle yang
mana dilakukan program Well Service dengan mencabut unit ESP lalu dibawa ke
Central Shop untuk dilakukan identifikasi mengenai permasalahan yang terjadi
pada komponen ESP. Kemudian,setelah dianalisis maka hasil akhir pekerjaan
dismantle akan dibuat di laporan ESP Pullling Report oleh pihak company.

2.6 SWAB TEST DAN SONOLOG TEST


2.6.1 Swab Test
Swab test dan swabbing job adalah pekerjaan dengan prosedur yang sama,
data dari hasil swab test menunjukkan tingkat produktivitas interval perforasi
(lapisan) yang di uji.
Tujuan swab test adalah untuk menentukan production rate atau laju alir
produksi saat pengujian melalui prosedur pengangkatan fluida untuk sekali run
sehingga laju alirnya mencapai konstan. Selain itu, tujuan lain swab test adalah
untuk melakukan production test melalui penentuan SFL (static fluid level) dan
WFL (working fluid level) serta untuk mengambil sampel fluida dari lapisan yang
di uji untuk di ukur water cut dari fluida tersebut. Ketiga data tersebut berguna
untuk menentukan parameter reservoir performance, seperti Productivity Index
(PI), laju alir (q) dan tekanan reservoir masing-masing lapisan. Semua data yang
diperoleh akan digunakan untuk menentukan jenis dan ukuran pompa yang akan
dipasang pada sumur.
Data yang didapat dari hasil swab : Initial/Static Fluid level (IFL/SFL), Low
Fluid Entrance (LFE), Tubing Load, Casing Load, Total Load, Total Recovery,
Formation Fluid Recovery, Working Fluid level (WFL), Flow rate per day (Q),
Productivity Index (PI), Rate maximal (Q max), Water Cut (WC).

Universitas Islam Riau


16

2.6.2 Sonolog Test


Sonolog Test merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui ketinggian
kolom fluida pada sumur, baik sumur produksi dalam kondisi hidup atau dalam
keadaan pompa bekerja (Working Fluid level), maupun sumur produksi dalam
kondisi mati atau dalam keadaan pompa dimatikan (Static Fluid level). Test ini
dilakukan dengan menggunakan sonolog unit. Sonolog unit adalah peralatan
acoustic penghasil gelombang suara.
Teknik pemantulan gelombang bunyi untuk mengetahui efek pantulannya
dari sumur telah dikenal selama 50 tahun Pada awalnya, penggunaannya terbatas
hanya untuk mengetahui adanya cairan di anulus di atas pompa. Kemudian setelah
pengembangan teknik pemantulan gelombang bunyi, beberapa operator dapat
membuat interpretasi dari rekaman data. (Taryana,N,2014).
Amperianto,A.(2007) dalam paper nya mengemukakan bahwa semakin
tinggi fluid level maka semakin besar pula fluida yang dapat diproduksikan karena
tekanannya masih besar. Fluid level ini dapat menentukan ukuran dan setting
depth pompa yang akan dipasang. Ketinggian fluida diatas pompa (fluid above
pump) yang aman berkisar antara 300 – 400 ft. Jika kurang dari ketinggian
tersebut pompa akan cepat panas atau bisa terjadi masalah FNS yang dapat
merusak pompa. Sedangkan setelah sumur diproduksikan, penentuan fluid level
sangat diperlukan untuk mengetahui apakah sumur tersebut masih support untuk
pompa yang sebelumnya dipasang. Suatu sumur dikatakan masih support untuk
ukuran suatu pompa jika WFL sumur tersebut sekitar 300-400 ft diatas pump
setting depth. Istilah support disini menandakan bahwa pompa yang digunakan
dapat menghisap fluida dari dalam sumur dengan efisiensi optimal dan tidak
merusak pompa.
Dalam pengambilan data test dengan menggunakan sonolog unit sering
sekali terjadi kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
1. Keberadaan foam, keberadaan gas pada sumur akan mengakibatkan
kesalahan interpretasi data sehingga data yang diambil menjadi lebih
dangkal dari pada data sebenarnya.

Universitas Islam Riau


17

2. Kesalahan pembacaan chart, hal ini terjadi jika dalam menentukan batas
atas sumur dan batas level fluida dalam sumur terjadi kesalahan.
3. Adanya kebocoran pada tubing atau tubing leak.
4. Tidak terconnect nya cable dari gas gun ke leptop sehingga pembacaan
chart tidak dapat dilakukan.

Universitas Islam Riau

Anda mungkin juga menyukai