Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

1.1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis sudah ada sejak zaman Mesir kuno yang di
buktikan dengan penemuan pada mumi. Pada Tahun 1882, ilmuan
Robert Koch berhasil menemukan kuman Tuberkulosis, yang
merupakan penyebab penyakit ini. Kuman ini berbentuk batang (Basil)
yang di kenal dengan nama ‟Mycobakterium Tuberculosis”. (Kunoli,
2012).
Penyakit TB Paru merupakan masalah kesehatan dunia yang
erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, kepadatan penduduk,
perumahan bawah standar dan fasilitas layanan yang tidak memadai
(Brunner & Suddarht, 2015).
Penyakit TB Paru sampai saat ini masih menjadi masalah
utama kesehatan masyarakat secara global dan merupakan salah satu
dari 10 penyebab kematian di seluruh dunia (Emma Novita, 2017).
World Health Organization (WHO) tahun 2017 melaporkan
bahwa diperkirakan 10,0 juta orang terjangkit TB Paru dan 1,3 juta
orang meninggal dunia. TB Paru sebagai penyebab utama kematian di
dunia, 90% mengenai usia produktif (15-59 tahun) dengan angka
kejadian TB Paru pada laki-laki sebanyak 5,8 juta jiwa, wanita 3,2 juta
jiwa dan anak-anak 1,0jiwa (WHO, 2018).
DI Indonesia, berdasarkan laporan Global Tuberkulosis
Report Tahun 2016 menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara
yang mempunyai beban kejadian TB Paru tertinggi diantara 6 negara
yaitu India, Indonesia, China, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan.
Indonesia menempati urutan kedua angka kejadian tuberkulosis tertinggi
setelah India(Kemenkes RI, 2016).
Jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan di Indonesia
Tahun 2017 sebanyak 425.089 kasus lebih tinggi dibandingkan Tahun
2016 yaitu sebesar 360.565 kasus. Jumlah kasus tertinggi di Indonesia
dilaporkan terdapat di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil survei prevalensi Tahun 2017 angka tuberkulosis
adalah 619 per 100.000 penduduk. Sedangkan pada tahunyang sama
2016-2017 angka kematian tuberkulosis sebanyak 42 per 100.000
penduduk (Kemenkes RI, 2017).
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung penemuan kasus TB Paru pada Tahun 2013 sebanyak 980
kasus (CDR 45,72%), dengan jumlah kasus baru BTA positif, BTA
negatif/rotgen positif dan extra paru sebanyak 1491 kasus (CNR 111,29)
(Dinkes Prov. Kep. Babel, 2016). Jumlah kasus yang ditemukan di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung TB Paru Tahun 2017 sebanyak
2.277 kasus (CDR 31,77%), dengan angka kejadian tertinggi terdapat di
Kabupaten Bangka sebanyak 785 kasus (CDR 63,40%) dan angka
kejadian terendah terdapat di Kabupaten Pangkalpinang sebanyak 177
kasus (CDR 17,55%) (Dinkes Prov.Kep.Babel, 2017).
Berdasarkan data yang didapat dari Institusi Rekam Medik
UPT RSUD Belitung Timur jumlah penderita TB Paru yang dirawat
inap Tahun 2016 sebanyak 152 pasien, Tahun 2017 sebanyak 64 pasien
dan menurun pada Tahun 2018 sebanyak 61 pasien. Dengan angka
kejadian penyakit TB Paru yang fluktuaktif dari tahun ke tahun
mengalami penurunan (RSUD Belitung Timur, 2018)
Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksi menular yang
menyerang saluran paru-paru dan saluran pernafasan yang ditandai
dengan gejala klinis pasien mengalami batuk berdahak 2 sampai 3
minggu atau lebih serta bercampur darah, sesak napas, malaise, nafsu
makan menurun, berkeringat pada malam hari tanpa melakukan
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan, dan nyeri dada
(Aziz, 2018).
Penyakit tuberkulosis dapat menimbulkan berbagai
permasalahan pada sistem pernafasan meliputi pola nafas tidak efektif,
gangguan pertukaran gas, intoleransi aktivitas, defisit nutrisi dan
bersihan jalan nafas tidak efektif (Darliana, 2011).
Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan ketidak
mampuan membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan bersihan jalan napas (Herdman & Kamitsuru, 2018).
Akibat bersihan jalan nafas tidak efektif penderita
mengalami adanya penumpukan sekret yang menyebabkan terjadinya
pernapasan cuping hidung, peningkatan respiratory rate, dypsneu,
timbul suara krekels saat di auskultasi, dan kesulitan bernapas. Hal ini
berdampak pada penyempitan besihan jalan napas sehingga terjadi
kesulitan bernapas yang menghambat pemenuhan suplai oksigen dalam
tubuh serta membuat kematian sel, hipoksemia dan penurunan
kesadaran sehingga dapat mengakibatkan kematian apabila tidak
ditangani. Pasien perlu bantuan untuk mengeluarkan sekret sehingga
bersihan jalan napas kembali efektif, dengan tekhnik nafas dalam, batuk
efektif, fisioterapi dada, nebulizer, suction, dan pemberian oksigen
(Hasaini, 2018).
Batuk efektif dan teknik nafas dalam merupakan suatu upaya
untuk membantu mengeluarkan sekret dengan cepat dan efektif, untuk
menjaga paru-paru agar tetap bersih. Selain itu fisioterapi dada
merupakan tindakan non farmakologi yang dilakukan untuk membantu
pasien mengeluarkan sekret apabila mengalami gangguan oksigenasi,
pemberian nebulizer tergantung dengan kekuatan pasien untuk
membatuk supaya bisa membantu mendorong Sekret keluar dari saluran
pernapasan, tindakan suction juga dilakukan apabila pasien sudah tidak
dapat mengeluarkan sekret secara mandiri jadi dibantu dengan
penghisapan untuk memudahkan pengeluaran sekret,
pemberian oksigenasi pada pasien TB Paru dapat
mengurangi sesak napas akibat dari penumpukan sekret yang belebihan
(Hasaini,2018).
Besarnya dampak yang ditimbulkan akibat Bersihan Jalan
Napas Tidak Efektif pada pasien TB Paru sehingga diperlukan perhatian
dan asuhan keperawatan yang lebih baik, maka penulis tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis paru dengan
masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam
UPT RSUD Belitung Timur.

1.1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis


paru dengan Masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang
Penyakit Dalam UPT RSUD Belitung Timur.

1.1.3 Tujuan Studi Kasus

1.1.3.1 Tujuan Umum


Mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis
paru dengan masalah keperawatan Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSU Belitung
Timur.

1.1.3.2 Tujuan Khusus


A. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien
tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSUD
Belitung Timur.
B. Mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien
tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif.
C. Mampu menyusun perencanaan keperawatan dengan
masalah Bersihan jalan Napas Tidak Efektif di Ruang
Penyakit Dalam UPT RSUD Belitung Timur.
D. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada
pasien Tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan
Napas Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT
RSUD Belitung Timur.
E. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien
tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSUD
Belitung Timur.
F. Mampu membandingkan asuhan keperawatan antara pasien
kelolaan satu dengan pasien kelolaan dua pada pasien
tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSUD
Belitung Timur.

1.1.4 Manfaat Studi Kasus

1.1.4.1 Bagi UPT RSUD Belitung Timur


Penelitian ini dapat bermanfaat bagi Rumah
Sakit sebagai masukan dan pertimbangan
dalam menyingkapi masalah asuhan
keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru.
1.1.4.2 Bagi Pengembangan ilmu Keperawatan
Penelitina ini dapat menambah informasi dan
Reverensi untik mahasiswa dan mahasiswi
Prodi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan.
PangkalPinang khususnya Keperawatan
Medikal Bedah.

1.1.4.3 Bagi Penulis


Menambah pengetahuan dan pengalamanpenulis
dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien tuberkulosis paru dengan masalah
bersihan jalan napas tidak efektif.

Anda mungkin juga menyukai