Tuberkulosis sudah ada sejak zaman Mesir kuno yang di buktikan dengan penemuan pada mumi. Pada Tahun 1882, ilmuan Robert Koch berhasil menemukan kuman Tuberkulosis, yang merupakan penyebab penyakit ini. Kuman ini berbentuk batang (Basil) yang di kenal dengan nama ‟Mycobakterium Tuberculosis”. (Kunoli, 2012). Penyakit TB Paru merupakan masalah kesehatan dunia yang erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisi, kepadatan penduduk, perumahan bawah standar dan fasilitas layanan yang tidak memadai (Brunner & Suddarht, 2015). Penyakit TB Paru sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat secara global dan merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian di seluruh dunia (Emma Novita, 2017). World Health Organization (WHO) tahun 2017 melaporkan bahwa diperkirakan 10,0 juta orang terjangkit TB Paru dan 1,3 juta orang meninggal dunia. TB Paru sebagai penyebab utama kematian di dunia, 90% mengenai usia produktif (15-59 tahun) dengan angka kejadian TB Paru pada laki-laki sebanyak 5,8 juta jiwa, wanita 3,2 juta jiwa dan anak-anak 1,0jiwa (WHO, 2018). DI Indonesia, berdasarkan laporan Global Tuberkulosis Report Tahun 2016 menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai beban kejadian TB Paru tertinggi diantara 6 negara yaitu India, Indonesia, China, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan. Indonesia menempati urutan kedua angka kejadian tuberkulosis tertinggi setelah India(Kemenkes RI, 2016). Jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan di Indonesia Tahun 2017 sebanyak 425.089 kasus lebih tinggi dibandingkan Tahun 2016 yaitu sebesar 360.565 kasus. Jumlah kasus tertinggi di Indonesia dilaporkan terdapat di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berdasarkan hasil survei prevalensi Tahun 2017 angka tuberkulosis adalah 619 per 100.000 penduduk. Sedangkan pada tahunyang sama 2016-2017 angka kematian tuberkulosis sebanyak 42 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2017). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung penemuan kasus TB Paru pada Tahun 2013 sebanyak 980 kasus (CDR 45,72%), dengan jumlah kasus baru BTA positif, BTA negatif/rotgen positif dan extra paru sebanyak 1491 kasus (CNR 111,29) (Dinkes Prov. Kep. Babel, 2016). Jumlah kasus yang ditemukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung TB Paru Tahun 2017 sebanyak 2.277 kasus (CDR 31,77%), dengan angka kejadian tertinggi terdapat di Kabupaten Bangka sebanyak 785 kasus (CDR 63,40%) dan angka kejadian terendah terdapat di Kabupaten Pangkalpinang sebanyak 177 kasus (CDR 17,55%) (Dinkes Prov.Kep.Babel, 2017). Berdasarkan data yang didapat dari Institusi Rekam Medik UPT RSUD Belitung Timur jumlah penderita TB Paru yang dirawat inap Tahun 2016 sebanyak 152 pasien, Tahun 2017 sebanyak 64 pasien dan menurun pada Tahun 2018 sebanyak 61 pasien. Dengan angka kejadian penyakit TB Paru yang fluktuaktif dari tahun ke tahun mengalami penurunan (RSUD Belitung Timur, 2018) Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksi menular yang menyerang saluran paru-paru dan saluran pernafasan yang ditandai dengan gejala klinis pasien mengalami batuk berdahak 2 sampai 3 minggu atau lebih serta bercampur darah, sesak napas, malaise, nafsu makan menurun, berkeringat pada malam hari tanpa melakukan kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan, dan nyeri dada (Aziz, 2018). Penyakit tuberkulosis dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada sistem pernafasan meliputi pola nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, intoleransi aktivitas, defisit nutrisi dan bersihan jalan nafas tidak efektif (Darliana, 2011). Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan ketidak mampuan membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas (Herdman & Kamitsuru, 2018). Akibat bersihan jalan nafas tidak efektif penderita mengalami adanya penumpukan sekret yang menyebabkan terjadinya pernapasan cuping hidung, peningkatan respiratory rate, dypsneu, timbul suara krekels saat di auskultasi, dan kesulitan bernapas. Hal ini berdampak pada penyempitan besihan jalan napas sehingga terjadi kesulitan bernapas yang menghambat pemenuhan suplai oksigen dalam tubuh serta membuat kematian sel, hipoksemia dan penurunan kesadaran sehingga dapat mengakibatkan kematian apabila tidak ditangani. Pasien perlu bantuan untuk mengeluarkan sekret sehingga bersihan jalan napas kembali efektif, dengan tekhnik nafas dalam, batuk efektif, fisioterapi dada, nebulizer, suction, dan pemberian oksigen (Hasaini, 2018). Batuk efektif dan teknik nafas dalam merupakan suatu upaya untuk membantu mengeluarkan sekret dengan cepat dan efektif, untuk menjaga paru-paru agar tetap bersih. Selain itu fisioterapi dada merupakan tindakan non farmakologi yang dilakukan untuk membantu pasien mengeluarkan sekret apabila mengalami gangguan oksigenasi, pemberian nebulizer tergantung dengan kekuatan pasien untuk membatuk supaya bisa membantu mendorong Sekret keluar dari saluran pernapasan, tindakan suction juga dilakukan apabila pasien sudah tidak dapat mengeluarkan sekret secara mandiri jadi dibantu dengan penghisapan untuk memudahkan pengeluaran sekret, pemberian oksigenasi pada pasien TB Paru dapat mengurangi sesak napas akibat dari penumpukan sekret yang belebihan (Hasaini,2018). Besarnya dampak yang ditimbulkan akibat Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada pasien TB Paru sehingga diperlukan perhatian dan asuhan keperawatan yang lebih baik, maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSUD Belitung Timur.
1.1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis
paru dengan Masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSUD Belitung Timur.
1.1.3 Tujuan Studi Kasus
1.1.3.1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis paru dengan masalah keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSU Belitung Timur.
1.1.3.2 Tujuan Khusus
A. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSUD Belitung Timur. B. Mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif. C. Mampu menyusun perencanaan keperawatan dengan masalah Bersihan jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSUD Belitung Timur. D. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien Tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSUD Belitung Timur. E. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSUD Belitung Timur. F. Mampu membandingkan asuhan keperawatan antara pasien kelolaan satu dengan pasien kelolaan dua pada pasien tuberkulosis paru dengan masalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif di Ruang Penyakit Dalam UPT RSUD Belitung Timur.
1.1.4 Manfaat Studi Kasus
1.1.4.1 Bagi UPT RSUD Belitung Timur
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi Rumah Sakit sebagai masukan dan pertimbangan dalam menyingkapi masalah asuhan keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru. 1.1.4.2 Bagi Pengembangan ilmu Keperawatan Penelitina ini dapat menambah informasi dan Reverensi untik mahasiswa dan mahasiswi Prodi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan. PangkalPinang khususnya Keperawatan Medikal Bedah.
1.1.4.3 Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalamanpenulis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien tuberkulosis paru dengan masalah bersihan jalan napas tidak efektif.