Anda di halaman 1dari 14

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Kelompok 5 :
1. Angghi Ari Widiyanti – 041711133195
2. Dewi Noviani Asmoro Putri – 041711233256
3. Fitriana Anggraeni Sekar Ayu – 041711233264
4. Candra Andianto – 041711233286
5. Febrinia Rizky Adita – 041711233292
6. Dian Karimah Wildani – 041711233294

Universitas Airlangga
Mata Kuliah Wajib Umum
Kewarganegaraan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar
1945. Hal ini berarti Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin warga
negaranya mendapat perlakuan yang sama di mata hukum dan pemerintahan. NKRI sebagai
negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945 bertujuan
untuk mewujudkan kehidupan negara yang aman, damai dan tertib dimana kedudukan hukum
setiap warga negaranya dijamin sehingga dapat tercapai keseimbangan dan keselarasan antar
kelompok masyarakat. Negara hukum harus memenuhi beberapa unsur antara lain
pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan hukum dan
peraturan perundang – undangan, adanay jaminan terhadap Hak Asasi Manusia, adanya
pembagian kekuasaan dalam negara, adanya pengawasan dari badan peradilan.
Hak Asasi Manusia merupakan nilai – nilai universal yang telah diakui secara universal.
Berbagai instrumen internasional mewajibkan negara – negara untuk memberikan jaminan
perlindungan dan pemenuhan hak warga negara. Indonesia merupakan negara hukum yang
memiliki sejarah panjang dalam perjuangan perlindungan Hak Asasi Manusia.. perlindungan
konstitusi terhadap Hak Asasi Manusia tersebut, salah satunya adalah perlindungan terhadap
nyawa warga negaranya seperti yang tercantum dalam Pasal 28A Undang – Undang Dasar
1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuuk hidup serta mempertahankan hidup dan
kehidupannya”. Nyawa adalah Hak Asasi Manusia yang diberikan oleh Tuhan dan tidak ada
seorangpun yang dapat merampasnya.
Jaminan perlindungan dan pemenuhan hak warga negara tersebut perlu didukung oleh
kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan norma-norma dasar dalam UUD 1945.
Selain kewajiban dan tugas pemerintah, sebagai negara hukum yang demokratis, warga
negara Indonesia harus diberikan ruang yang luas untuk berpartisipasi guna mempertahankan
dan pemenuhan hak – haknya. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Negara
Hukam dan Hak Asasi Manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Definsi negara hukum ?
2. Bagaimana ciri – ciri negara hukum ?
3. Apa makna Indonesia sebagai negara hukum ?
4. Apakah yang dimaksud dengan negara hukum dan hak asasi manusia ?
5. Definisi hak asasi manusia ?
6. Bagaimana sejarah pengakuan hak asasi manusia ?
7. Bagaimana sejarah hak asasi manusia di Indonesia ?

1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kewarganegaraan dimana makalah
ini membahas tentang Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia dan memberikan pengetahuan
bagi pembaca tentang Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN CIRI NEGARA HUKUM


1. Pengertian Negara Hukum
Negara pandangan teori klasik diartikan sebagai suatu masyarakat yang sempurna.
Negara pada hakikatnya adalah suatu masyarakat sempurna yang para anggotanya mentaati
aturan yang sudah berlaku. Suatu masyarakat dikatakan sempurna jika memiliki sejumlah
kelengkapan, yakni internal dan eksternal. Kelengkapan secara internal yaitu adanya
penghargaan nilai - nilai kemanusiaan di dalam kehidupan masyarakat itu. Kelengkapan
secara eksternal jika keberadaan suatu masyarakat dapat memahami dirinya sebagai bagian
dari organisasi masyarakat yang lebih luas. Dalam konteks ini pengertian negara seperti
halnya masyarakat yang memiliki kedua kelengkapan internal dan eksternal, there exist
only one perfect society in the natural order, namely the state (Henry J. Koren 1995:24).
Pengertian negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan
menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan
bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum (Mustafa Kamal Pasha, dalam Dwi
Winarno, 2006).
Dengan demikian dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas hukum,
bukan kekuasaan belaka serta pemerintahan negara berdasar pada konstitusi yang
berpaham konstitusionalisme, tanpa hal tersebut sulit disebut sebagai negara hukum.
Supremasi hukum harus mencakup tiga ide dasar hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian. Oleh karena itu di negara hukum, hukum harus tidak boleh mengabaikan “rasa
keadilan masyarakat”.
Negara-negara komunis atau negara otoriter memiliki konstitusi tetapi menolak
gagasan tentang konstitusionalisme sehingga tidak dapat dikatakan sebagai negara hukum
dalam arti sesungguhnya. Jimly Asshiddiqie (dalam Dwi Winarno, 2006) menyatakan
bahwa negara hukum adalah unik, sebab negara hendak dipahami sebagai suatu konsep
hukum. Dikatakan sebagai konsep yang unik karena tidak ada konsep lain. Dalam negara
hukum nantinya akan terdapat satu kesatuan sistem hukum yang berpuncak pada konstitusi
atau undang-undang dasar.
Negara tidak campur tangan secara banyak terhadap urusan dan kepentingan
warga negara. Namun seiring perkembangan zaman, negara hukum formil berkembang
menjadi negara hukum materiil yang berarti negara yang pemerintahannya memiliki
keleluasaan untuk turut campur tangan dalam urusan warga dengan dasar bahwa
pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Negara bersifat aktif dan
mandiri dalam upaya membangun kesejahteraan rakyat.

2. Ciri Negara Hukum


Konsep negara hukum yang berlaku pada abad 19 cenderung mengarah pada
konsep negara hukum Formil, yaitu negara hukum dalam artian sempit dimana negara
membatasi ruang geraknya dan bersifat pasif terhadap kepentingan rakyat negara. Segala
tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu, dan harus berdasarkan undang-
undang. Peranan negara lebih kecil daripada peranan rakyat karena pemerintah hanya
berperan sebagai pelaksana dari berbagai keinginan rakyat yang diperjuangkan secara
liberal sehingga menjadi keputusan parlemen.
Lalu pada abad 20 konsep negara hukum berkembang menjadi negara hukum
Materiil atau dapat disebut Welfare State yaitu negara yang pemerintahnya memiliki
keleluasaan untuk turut campur tangan dalam kehidupan masyarakat dengan dasar bahwa
pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat (Freies Ermessen).

Jika dalam negara hukum formil negara bersifat pasif dan semua tindakan harus
berdasarkan hukum, maka dalam konsep negara hukum materiil negara bersifat aktif, yaitu
pemerintah dapat melakukan tindakan yang menyimpang dari undang-undang (asas
opportunitas) dalam hal mendesak demi kepentingan warga negara.

Ciri-ciri negara hukum:


a) HAM terjamin oleh undang-undang
b) Supremasi Hukum
c) Pembagian Kekuasaan (Trias Politika) demi kepastian hukum
d) Kesamaan kedudukan di depan hukum
e) Peradilan administrasi dalam perselisihan
f) Kebebasan menyatakan pendapat, bersikap dan berorganisasi
g) Pemilihan umum yang bebas
h) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak

B. MAKNA INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM


Bukti yuridis atas keberadaan negara hukum Indonesia dalam arti material tersebut harus
dimaknai bahwa negara Indonesia adalah negara hukum dinamis, atau negara kesejahteraan
(welfare state), yang membawa implikasi bagi para penyelenggara negara untuk menjalankan
tugas dan wewenangnya secara luas dan komprehensif dilandasi ide-ide kreatif dan inovatif.
Makna negara Indonesia sebagai negara hukum dinamis, esensinya adalah hukum
nasional Indonesia harus tampil akomodatif, adaptif dan progresif. Akomodatif artinya
mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang dinamis.
Makna hukum seperti ini menggambarkan fungsinya sebagai pengayom, pelindung
masyarakat. Adaptif, artinya mampu menyesuaikan dinamika perkembangan jaman, sehingga
tidak pernah usang. Progresif, artinya selalu berorientasi kemajuan, perspektif masa depan.
Makna hukum seperti ini menggambarkan kemampuan hukum nasional untuk tampil
dalam praktiknya mencairkan kebekuan-kebekuan dogmatika. Hukum dapat menciptakan
kebenaran yang berkeadilan bagi setiap anggota masyarakat.

C. NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


Dimana pun suatu negara hukum tujuan pokoknya adalah melindungi hak asasi manusia
dan menciptakan kehidupan bagi warga yang demokratis. Keberadaan suatu negara hukum
menjadi prasyarat bagi terselenggaranya hak asasi manusia dan kehidupan demokratis. Dasar
filosofi perlunya perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia adalah bahwa hak asasi
manusia adalah hak dasar kodrati setiap orang yang keberadaannya berada sejak dalam
kandungan, dan ada sebagai pemberian Tuhan, negara wajib melindunginya.
Perlindungan hak asasi manusia di Indonesia secara yuridis didasarkan pada UUD
Negara RI 1945. Makna hukum seperti ini menggambarkan fungsinya sebagai pengayom,
pelindung masyarakat, namun pada masa reformasi fungsi Negara Hukum di Indonesia untuk
melindungi Hak Asasi Manusia terdapat beberapa pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
penguasa.
Negara Hukum haruslah memiliki ciri atau syarat mutlak bahwa negara itu melindungi
dan menjamin Hak Asasi Manusia setiap warganya. Dengan demikian jelas sudah keterkaitan
antara Negara hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana Negara Hukum wajib menjamin dan
melindungi Hak Asasi Manusia setiap warganya.

Perumusan ciri-ciri Negara Hukum yang dilakukan oleh F.J. Stahl, yang kemudian ditinjau
ulang oleh International Commision of Jurist pada Konferensi yang diselenggarakan di
Bangkok tahun 1965, yang memberikan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi
harus pula menentukan cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak
yang dijamin;
b) Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
c) Pemilihan Umum yang bebas;
d) Kebebasan menyatakan pendapat;
e) Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
f) Pendidikan Kewarganegaraan

D. PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA


Hak Asasi Manusia (HAM) menurut definisi para ahli adalah hak-hak dasar yang dimiliki
setiap pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. sedangkan
pengertian HAM menurut perserikatan bangsa-bangsa (PBB) adalah hak yang melekat
dengan kemanusiaan kita sendiri, yang tanpa hak itu kita mustahil hidup sebagai manusia.
Dari pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) dapat disimpulkan bahwa sebagai anugerah dari
Tuhan terhadap makhluknya, hak asasi tidak boleh dijauhkan atau dipisahkan dari dipisahkan
dari eksistensi pribadi individu atau manusia tersebut.
Hak asasi tidak bisa dilepas dengan kekuasaan atau dengan hal-hal lainnya, Bila itu
sampai terjadi akan memberikan dampak kepada manusia yakni manusia akan kehilangan
martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan. Walapun demikian, bukan berarti
bahwa perwujudan hak asasi manusia dapat dilaksanakan secara mutlak karena dapat
melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri sembari mengabaikan hak
orang lain merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak
asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain, karena itulah ketaan terhadap
aturan menjadi penting.

Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut Para Ahli


Ada berbagai versi umum pengertian mengenai HAM. Setiap pengertian menekankan pada
segi-segi tertentu dari HAM. Berikut beberapa definisi tersebut:
1. Austin - Ranney
HAM adalah ruang kebebasan individu yang dirumuskan secara jelas dalam
konstitusi dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah.
2. J.M. Milne
HAM adalah hak yang dimiliki oleh semua umat manusia di segala masa dan di
segala tempat karena keutamaan keberadaannya sebagai manusia.
3. UU No. 39 Tahun 1999
Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
4. John Locke
Menurut John Locke, hak asasi adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan
sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Artinya, hak yang dimiliki manusia menurut
kodratnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga sifatnya suci.
5. David Beetham dan Kevin Boyle
Menurut David Beetham dan Kevin Boyle, HAM dan kebebasan-kebebasan
fundamental adalah hak-hak individual yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan serta
kapasitas-kapasitas manusia.
6. de Rover
HAM adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia. Hakhak tersebut
bersifat universal dan dimiliki setiap orang, kaya maupun miskin, laki-laki ataupun
perempuan. Hak-hak tersebut mungkin saja dilanggar, tetapi tidak pernah dapat
dihapuskan. Hak asasi merupakan hak hukum, ini berarti bahwa hak-hak tersebut
merupakan hukum. Hak asasi manusia dilindungi oleh konstitusi dan hukum nasional
di banyak negara di dunia. Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang
dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi
manusia dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
dan setiap orang. Hak asasi manusia bersifat universal dan abadi.
7. Franz Magnis - Suseno
HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia bukan karena diberikan kepadanya oleh
masyarakat. Jadi bukan karena hukum positif yang berlaku, melainkan berdasarkan
martabatnya sebagai manusia. Manusia memilikinya karena ia manusia.
8. Miriam Budiardjo
Miriam Budiardjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai hak yang
dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran
atau kehadirannya di dalam masyarakat.
9. Oemar Seno Adji
Menurut Oemar Seno Adji yang dimaksud dengan hak-hak asasi manusia ialah hak
yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang seolah-olah merupakan
suatu holy area.

E. SEJARAH PENGAKUAN HAK ASASI MANUSIA


Dalam sejarah umat manusia telah tercatat banyak kejadian tentang seseorang atau
segolongan manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau golongan lain untuk
memperjuangkan apa yang dianggap menjadi haknya. Sering perjuangan itu menuntut
pengobanan jiwa dan raga. Di dunia barat telah berulangkali ada usaha untuk merumuskan
serta memperjuangkan beberapa hak yang dianggap suci dan harus dijamin. Keinginan itu
muncul setiap kali terjadi hal-hal yang dianggap menyinggung perasaan dan merendahkan
martabat manusia.
Pengakuan dan penghargaan HAM tidak diperoleh secara tiba-tiba, tetapi melalui sejarah
yang panjang. Pengakuan HAM dimulai dari:
1) Inggris dengan dikeluarkanya Magna Charta pada tahun 1215 yaitu suatu
dokumen yang mencatat tentang beberapa hak yang diberikan Raja John kepada
para bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus
membatasi kekuasaan raja. Pada tahun 1689 keluarlah Bill of rights (Undang-
Undang Hak) suatu undang-undang yang diterima oleh Parlemen Inggris sesudah
berhasil dalam tahun sebelumnya mengadakan perlawanan terhadap Raja James II,
dalam suatu revolusi tak berdarah (The Glorius Revolution of 1988).
2) Di Perancis pada tahun 1789 terjadi revolusi untuk menurunkan kekuasaan Raja
Louis XVI yang sewenang-wenang. Revolusi ini menghasilkan UUD Perancis yang
memuat tentang “La Declaration des droits de l’homme et du citoyen (pernyataan
hak manusia dan hak warga Negara)
3) Di Amerika Serikat pada 4 Juli 1776,lahirlah The Declaration of American
Independence atau naskah pernyataan kemerdekaan rakyat Amerika Serikat dari
koloni Inggris.
4) Di Rusia pada tahun 1937 mulai mencantumkan hak untuk mendapat
pekerjaan, hak untuk beristirahat serta hak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran bagi warga negara.

Hak-hak yang dirumuskan pada abad ke-17 dan ke-18 sangat dipengaruhi oleh
gagasan mengenai Hukum Alam, seperti yang dirumuskan oleh John Locke (1632-1714)
dan Jean Jaques Rousseau (1712-1778) dan hanya terbatas pada hak-hak yang bersifat
politik saja, seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih dan
sebagainya. Pada abad ke-20 hak-hak politik itu dianggap kurang sempurna, dan mulailah
dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya. Yang sangat terkenal
adalah empat hak yang dirumuskan Presiden Amerika Franklin D. Roosevelt yang
terkenal dengan The Four Freedoms (empat kebebasan), yaitu:

a) Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech);


b) kebebasan beragama (freedom of religion);
c) kebebasan dari ketakutan (freedom from fear);
d) kebebasan dari kemelaratan (freedom from want).
Hak yang keempat, yaitu kebebasan dari kemelaratan, khususnya mencerminkan
perubahan dalam alam pikiran umat manusia yang menganggap bahwa hak-hak politik pada
dirinya tidak cukup untuk menciptakan kebahagiaan baginya. Menurut pendapat ini hak
manusia juga harus mencakup bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Komisi Hak-hak Asasi (Commission on Human Rights) pada tahun 1946 didirikan
oleh PBB, menetapkan secara rinci beberapa hak ekonomi dan sosial, di samping hak-
hak politik. Pada tahun 1948 hasil pekerjaan komisi ini, Pernyataan Sedunia tentang Hak-
hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) diterima secara aklamasi oleh
negara-negara yang tegabung dalam PBB. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak terlalu
sulit untuk mencapai kesepakatan mengenai pernyataan hak asasi,yang memang sejak
semula dianggap langkah pertama saja. Ternyata jauh lebih sukar untuk melaksanakan
tindak lanjutnya, yaitu menyusun suatu perjanjian (covenant) yang mengikat secara yuridis,
sehingga diperlukan waktu 18 tahun sesudah diterimanya pernyataan. Baru pada tahun 1966
Sidang Umum PBB menyetujui secara aklamasi Perjanjian tentang Hak-Hak ekonomi, Sosial
dan Budaya (Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) serta Perjanjian tentang Hak-
Hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and Political Rights). Selanjutnya diperlukan 10
tahun lagi sebelum dua perjanjian itu dinyatakan berlaku. Perjanjian tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya mulai berlaku 1976, setelah diratifikasi oleh 35 negara,
sedangkan Perjanjian tentang Hak-Hak Sipil dan Politik juga telah diratifikasi. Hak -hak sipil
dan politik agak mudah dirumuskan.Untuk melaksanakannya tidak cukup membuat undang-
undang, akan tetapi pemerintah harus secara aktif menggali semua sumber kekayaan
masyarakat dan mengatur kegiatan ekonomi sedemikian rupa sehingga tercipta iklim di
mana hak-hak ekonomi, seperti hak atas pekerjaan, hak atas penghidupan yang layak,
betul-betul dapat dilaksanakan. Kegiatan yang menyeluruh itu akan mendorong
pemerintah untuk mengatur dan mengadakan campur tangan yang luas dalam banyak
aspek kehidupan masyarakat, dengan segala konsekuensinya.
Harus disadari bahwa pelaksanaan hak-hak ekonomi bagi banyak negara merupakan
tugas yang sukar diselenggarakan secara sempurna, oleh karena itu dalam perjanjian Hak-hak
ekonomi ditentukan bahwa setiap negara yang mengikat diri cukup memberi laporan kepada
PBB mengenai kemajuan yang telah dicapai.Pada hakekatnya perjanjian ini hanya
menetapkan kewajiban bagi negara-negara yang bersangkutan untuk mengusahakan
kemajuan dalam bidang-bidang itu, tetapi tidak bermaksud untuk mengadakan pengawasan
secara efektif. Sebaliknya hak-hak politik harus dapat
dilaksanakan secara efektif, pemikiran ini tercermin dalam dalam Perjanjian tentang Hak-
Hak Sipil dan Politik, bahwa didirikan suatu Panitia Hak-Hak Asasi (Human Rights
Committee) yang berhak menerima serta menyelidiki pengaduan dari suatu negara
terhadap negara lain dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap sesuatu ketentuan dalam
perjanjian itu. Disamping Perjanjian tentang Hak-hak Sipil dan Politik juga disusun
Optional Protocol yang menetapkan bahwa Panitia Hak-Hak Asasi juga dapat menerima
pengaduan dari perseorangan terhadap negara yang telah menanda tangani Optional
Protocol itu jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Perjanjian Hak-Hak Sipil
dan Politik.

F. HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA


Hak asasi yang tercantum dalam UUD 1945 tidak termuat dalam suatu piagam
yang terpisah, tetapi tersebar dalam beberapa pasal, terutama pasal 27 hingga 31. Hak-
hak asasi yang dimuat terbatas jumlahnya dan dirumuskan secara singkat.
Di antara para tokoh Indonesia pada waktu itu terdapat perbedaan pendapat
mengenai peranan hak-hak asasi di dalam negara demokratis. Pendapat-pendapat pada waktu
itu banyak dipengaruhi oleh “declaration des droits de l’homme et du citoyen” yang
dianggap pada waktu itu sebagai sumber individualisme dan liberalisme, oleh karena itu
dianggap bertentangan dengan asas negara “kekeluargaan dan gotong royong”. Ir Soekarno
pada waktu itu menyatakan sebagai berikut: “Jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan
negara kita kepada faham tolong meolong, faham gotong royong dan keadilan sosial,
enyahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya”.
Sebaliknya Dr.Hatta mengatakan bahwa walaupun yang dibentuk itu negara
kekeluargaan, tetapi masih perlu ditetapkan beberapa hak dari warga negara, jangan sampai
timbul negara kekuasaan (negara penindas).
Akhirnya bisa dimengerti mengapa hak-hak asasi manusia tidak lengkap dimuat dalam
UUD 1945, karena UUD tersebut dibuat beberapa tahun sebelum pernyataan hak-hak asasi
diterima oleh PBB. Diterimanya pernyataan serta perjanjian oleh mayoritas anggota PBB
menunjukkan bahwa gagasan mengenai perlunya jaminan HAM bagi setiap negara, mendapat
dukungan mayoritas umat manusia, bukan merupakan gagasan liberal semata.
Pengalaman menunjukkan pada masa Demokrasi terpimpin Orde Lama maupun zaman
Orde baru, betapa gampangnya suatu UUD dapat diselewengkan untuk kepentingan
penguasa yang ambisius. Hal itu terjadi antara lain dikarenakan tidak lengkapnya HAM
dicantumkan dalam UUD, serta kurang adanya jaminan dari undang-undang yang ada.
Berikut berbagai hak, menurut UUD 1945, Declaration of Human Rights dan Covenant on
Civil and Political Rights:
1. Hak atas kebebasan untuk mengeluarkan pendapat
2. Hak atas kedudukan yang sama dalam huku
3. Hak atas kebebasan berkumpul
4. Hak atas kebasan beragama
5. Hak atas penghidupan yang layak
6. Hak atas kebebasan berserikat
7. Hak atas pengajaran.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Pengertian negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahannya didasarkan atas hukum. Ciri negara hukum diantaranya yaitu HAM
terjamin oleh undang-undang, supremasi hukum, pembagian kekuasaan ( Trias Politika) demi
kepastian hukum, kesamaan kedudukan di depan hukum, peradilan administrasi dalam
perselisihan, kebebasan menyatakan pendapat, bersikap dan berorganisasi, pemilihan umum
yang bebas, dan badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
Negara Indonesia adalah negara hukum dinamis. Makna negara Indonesia sebagai negara
hukum dinamis, esensinya adalah hukum nasional Indonesia harus tampil akomodatif, adaptif
dan progresif. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat
yang dinamis.
Dimana pun suatu negara hukum tujuan pokoknya adalah melindungi hak asasi manusia dan
menciptakan kehidupan bagi warga yang demokratis. Keberadaan suatu negara hukum
menjadi prasyarat bagi terselenggaranya hak asasi manusia dan kehidupan demokratis.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah anugerah dari Tuhan terhadap makhluknya yang tidak
boleh dijauhkan atau dipisahkandari eksistensi pribadi individu atau manusia tersebut.
Pengakuan dan penghargaan HAM tidak diperoleh secara tiba-tiba, tetapi melalui sejarah
yang panjang. Pengakuan HAM dimulai dari Inggris dengan dikeluarkanya Magna Charta
pada tahun 1215, Perancis pada tahun 1789 dimana terjadi revolusi untuk menurunkan
kekuasaan Raja Louis XVI yang sewenang-wenang, Amerika Serikat pada 4 Juli 1776
dengan lahirnya The Declaration of American Independence atau naskah pernyataan
kemerdekaan rakyat Amerika Serikat dari koloni Inggris, dan Rusia pada tahun 1937 yang
mulai mencantumkan hak untuk mendapat pekerjaan, hak untuk beristirahat serta hak untuk
memperoleh pendidikan dan pengajaran bagi warga negara.
Hak asasi yang tercantum dalam UUD 1945 tidak termuat dalam suatu piagam yang
terpisah, tetapi tersebar dalam beberapa pasal, terutama pasal 27 hingga 31. Hak-hak asasi
yang dimuat terbatas jumlahnya dan dirumuskan secara singkat. Akhirnya bisa dimengerti
mengapa hak-hak asasi manusia tidak lengkap dimuat dalam UUD 1945, karena UUD
tersebut dibuat beberapa tahun sebelum pernyataan hak-hak asasi diterima oleh PBB.

Anda mungkin juga menyukai