Anda di halaman 1dari 4

Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan kurva kalibrasi senyawa obat rifampisin dan

penentuan kadar obat rifampisin dengan menggunakan spektrofotometri Vis dan menggunakan
kurva kalibrasi dan persamaan garis regresi linier. Rifampisin yang digunakan merupakan sediaan
tunggal yang umum digunakan oleh penderita tuberculosis. Rifampisin merupakan salah satu obat
yang diguanakan sebagai antibiotik yang digunakan untuk mengobati beberapa infeksi akibat
bakteri. Obat ini bekerja dengan cara menghentikan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.
Sejumlah infeksi yang dapat ditangani oleh rifampicin, di antaranya adalah tuberkulosis (TBC)
dan kusta. Selain itu, obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah meningitis akibat bakteri N.
meningitidis dan infeksi bakteri H. influenza tipe B (Hib).

Pada praktikum ini, jika analisis komponen tunggal meliputi absorbansi suatu seri
konsentrasi larutan yg diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama; dan
absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka akan diperoleh suatu
garis lurus yang memenuhi persamaan A = ɛ.b.c. Grafik ini disebut dengan plot hukum Lambert-
Beer dan jika garis yang dihasilkan berupa garis lurus maka dapat dikatakan bahwa hukum
Lambert-Beer masih berlaku pada kisaran konsentrasi yang teramati (Gandjar dan Rohman, 2008).
Pada pembuatan kurva kalibrasi senyawa obat rifampisin ini perlu dilakukan untuk memperoleh
persamaan kurva kalibrasi yang dapat digunakan dalam perhitungan kadar sampel obat rifampisin.
Persamaan kurva kalibrasi pada praktikum ini diperoleh melalui pengukuran serapan seri
konsentrasi larutan baku rifampisin pada panjang gelombang 457 nm, dan selanjutnya dibuat
persamaan garis regresi antara konsentrasi dengan absorbansi. Dari persamaan garis regresi
tersebut nantinya dapat diketahui kadar atau konsentrasi rifampisin dalam larutan sampel.

Kadar suatu obat dalam suatu sediaan farmasi mempengaruhi efek terapi yang diharapkan,
namun juga kadar yang tidak sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan pada suatu senyawa obat
tertentu juga dapat berefek buruk, baik ditunjukkan dengan timbulnya efek samping yang tidak
diharapkan ataupun timbulnya efek toksisitas. Penetapan kadar suatu obat merupakan
salah satu kontrol kualitas dalam menjamin keamanan suatu obat. Kadar atau konsentrasi
rifampisin dalam berbagai jenis merk obat generik yang dijual di pasaran umumnya memiliki 3
kekuatan sediaan, yakni 300 mg, 450 mg, dan 600 mg. Dalam praktikum kali ini sampel obat
rifampisin yang digunakan yaitu yang memiliki kekuatan sediaan teoritis 450 mg.
Dalam percobaan ini, digunakan rifampisin murni sebagai larutan standar dengan dibuat
seri konsentrasi 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm, 30 ppm, 35 ppm, dan 40 ppm yang diukur absorbansinya
kemudian dibandingkan dengan absorbansi dan kadar rifampisin yang terkandung dalam sampel
obat yang umum dijual di pasaran. Konsentrasi tersebut disiapkan sebagai larutan standar
rifampisin yang juga bertujuan untuk uji linearitas. Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui
apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini
biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Dalam hal ini
konsentrasi dengan absorbansi. Berdasarkan literature rentang absorbansi yang baik berada pd
rentang 0,2-0,8. Rentang tersebut dipilih karena absorban yang terbaca pada spektrofotometer jika
dibaca sebagai transmitten memiliki nilai kesalahan yang kecil sehingga dalam praktikum ini
dibuat 6 seri konsentrasi yang telah memenuhi rentang tersebut ( Gandjar dan Rohman, 2008).

Selain itu, pengukuran atau penentuan kadar pada praktikum ini dilakukan dengan metode
spektrofotometri visibel dengan prinsip dasar penyerapan dalam emisi radiasi oleh molekul dalam
senyawa obat yang diidentifikasi. Secara eksperimental, dilakukan pengukuran terhadap
banyaknya sinar yang diserap terhadap frekuensi atau panjang gelombang yang digunakan sinar
dan dinyatakan sebagai suatu spekrta absorpsi. Spektra absorpsi tersebut kemudian dapat dijadikan
sebagai bahan informasi dalam analisis kualitatif dan kuantitaif kadar obat yang diamati, dalam
hal ini ialah kadar rifampisin. Panjang gelombang yang digunakan merupakan panjang gelombang
maksimum dalam pengukuran larutan standar rifamisin yaitu 475 nm. Pertimbangan penggunaan
panjang gelombang maksimum dalam pengukuran absorbansi ialah karena pada panjang
gelombang maksimum, kepekaan larutan sampel yang diidentifikasi juga lebih maksimal
dibanding pada panjang gelombang yang lain. Di samping itu, pada panjang gelombang
maksimum, pembacaan absorbansi sampel dapat memenuhi hukum Lamber-Beer yang digunakan
sebagai dasar dalam perhitungan matematis dengan menggunakan alat spektrofotometer. Hukum
Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding
lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan (Gandjar dan Rohman, 2012).

Berdasarkan hasil pengujian pada larutan standar rifampisin dengan konsentrasi 15 ppm,
20 ppm, 25 ppm, 30 ppm, 35 ppm, dan 40 ppm menunjukkan nilai absorbansi yang meningkat
secara berturut turut. Hasil yang sama ditunjukkan pula pada grafik. Hal tersebut menunjukkan
bahwa peningkatan absorbansi larutan standar rifampisin berbanding lurus dengan nilai
konsnetrasinya. Semakin besar konsentrasi, maka nilai serapan (absorbansi) juga semakin besar.
Dari hasil perhitungan kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi linier y = 0,0083x + 0,3589
dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9860. Dari persamaan tersebut diperoleh hasil yang baik,
yaitu korelasi yang positif antara kadar (konsentrasi) dengan serapan (absorbansi). Artinya, dengan
meningkatnya konsentrasi maka absorbansi juga akan meningkat.

Pada praktikum ini, penetapan kadar sampel rifampisin dilakukan dengan menghitung
kadar teoritis 1 tablet rifampisin yaitu 450 mg, kemudian bobot 1 tabletnya ditimbang yaitu sebesar
617 mg. Data serapan penetapan kadar sampel rifampisin diperoleh dari pembacaan serapan
senyawa pada panjang gelombang 457 nm. Data serapan tersebut kemudian diolah dengan
menggunakan persamaan regresi linear yang diperoleh sebelumnya yaitu y = 0,0083x + 0,3589,
sehingga diperoleh kadar terukur rifampisin dalam larutan sampel. Dari data tersebut diperoleh
kadar rifampisin dalam sampel yaitu 43,987 mikrogram per mL dalam 10 mL. Sedangkan kadar
rifampisin dalam 50 mL yang telah diencerkan sebanyak 25 kali yaitu sebesar 146,83 %. Jika
dibandingkan dengan persyaratan tablet rifampisin yang berada pada Farmakope Indonesia IV
maka tidak memenuhu syarat, syarat yang tertera untuk kadar rifampisin yaitu tidak kurang dari
95,0% dan tidak lebih dari 103,0 %. Ketidak sesuaian syarat ini bukan terjadi pada sampel tablet
yang telah rilis, karena tablet tersebut pastinya telah lulus berbagai tahap pengujian sebelum diedar
luaskan, melainkan terjadi karena adanya kesalahan dalam pengujian sewaktu praktikum yg
dilakukan oleh praktikan, diantaranya karena pengenceran dan penimbangan bahan yang kurang
tepat sehingga berpengaruh pada hasil akhirnya.

Kesimpulan :

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan kadar rifampisin


dalam suatu sampel tablet yang diuji adalah sebesar 43,987 mikrogram per mL.

Dapus :

Gandjar, I, G dan A, Rohman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gandjar, I, G dan A, Rohman. 2012. Analisis Obat secara Spektrofotomtri dan Kromatografi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai