Anda di halaman 1dari 18

ANALSIS SEDIAAN PADAT

Jurnal PHARMACON – Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 4 2015


“Validasi Metode Analisis Untuk Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Sediaan Tablet Secara
Spektrofotometri Ultra Violet”
Oleh : Grace Pricilia Tulandi, Sri Sudewi, Widya Astuty Lolo

Pada Penelitian ini dilakukan Analisis untuk penetapan kadar parasetamol dalam sediaan
tablet secara Spektrofotometri Ultraviolet. Pemilihan parasetamol sebagai objek penelitian
disebabkan karena parasetamol merupakan salah satu obat analgetik-antipiretik yang banyak
digunakan khususnya di fasilitas pelayanan kesehatan, selain harganya terjangkau parasetamol
juga memiliki aktivitas yang mampu menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif dan relatif
aman dengan penggunaan dosis terapi.
Penetapan kadar parasetamol dalam suatu sediaan dibutuhkan metode yang teliti dan
akurat. Oleh karena itu terlebih dahulu dilakukan validasi dimana prosedur ini digunakan untuk
membuktikan bahwa metode analisis memberikan hasil seperti yang diharapkan dengan
kecermatan dan ketelitian yang memadai.
Pada penelitian ini, Tulandi (2015) menggunakan metode analisis dengan
spektrofotometri ultraviolet. Dengan langkah-langkah sebagai berikut :
 Pembuatan Larutan Baku Parasetamol Konsentrasi 330 ppm
Parasetamol baku 16,6 mg dimasukan dalam labu takar dan dilarutkan dengan metanol
sampai tanda batas hingga diperoleh konsentrasi 330 ppm (digunakan untuk pembuatan seri
konsentrasi)

 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum


Dimasukan kedalam labu takar 10 mL larutan induk sebanyak 0,36 mL, diencerkan
dengan metanol sampai tanda batas, dikocok homogen dan dimasukan ke dalm kuvet
kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm.

 Penetapan Operating Time


Dibuat larutan baku dengan konsentrasi 12,0 ppm dari larutan baku parasetamol 330
ppm. Larutan tersebut dikocok homogen dan dimasukan kedalam kuvet dan dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.

 Pembuatan Kurva Baku


Larutan baku dengan seri konsentarsi 3,0; 6,0; 9,0; 12,0; dan 15,0 ppm didiamkan selama
waktu operating time kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.
Dari data hasil absorbansi, selanjutnya dihitung persamaan kurva bakunya sehingga
diperoleh persamaan garis
y = bx+a.

 Ketelitian (Precision)
Dari larutan baku parasetamol 330 ppm dibuat larutan baku dengan konsentrasi 12,0 ppm
dengan cara seperti pada pembuatan seri konsentrasi. Larutan baku parasetamol dengan
konsentrasi 12,0 ppm tersebut didiamkan selama waktu operating time kemudian dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum. Uji ketelitian ini dilakukan dengan lima
kali pengulangan.

 Ketepatan (Accuracy)
Serbuk Parasetamol sebanyak 16,6 mg ditimbang secara duplo, masing-masing
dimasukan kedalam labu takar. 2 mL larutan baku parasetamol dengan konsentrasi 330 ppm
dimasukan kedalam salah satu labu takar. Perlakuan yang sama pada kedua sampel
selanjutnya yaitu ditambahkan metanol hingga volumenya 50 mL. Dikocok hingga homogen,
dari masing-masing larutan tersebut diambil 0,09 mL dan diencerkan dengan metanol hingga
volumenya tepat 10 mL, dibaca absorbansinya pada panjang gelombang maksimum dan
operating time. Uji ketepatan metode dilakukan dengan penambahan larutan baku 330 ppm
dengan pengulangan sebanyak 5 kali. Hasil absorbansi digunakan untuk menghitung harga
perolehan kembali (recovery).

 Penetapan Kadar Sampel


Dilarutkan dalam metanol 16,6 mg parasetamol hingga volumenya 50 mL dari larutan
tersebut dari larutan tersebut diencerkan dengan metanol seperti pada pembuatan seri
kosentrasi hingga 3 ppm. 20 tablet yang sudah memenuhi keseragaman bobot dan yang telah
digerus halus serta homogen ditimbang dan dilarutkan. buat perhitungan penimbangan
sampel untuk menentukan berat sampel dan volume larutan yang dibutuhkan masing-masing
sampel dan larutkan hingga kosentrasi 330 ppm lalu encerkan hingga kosentrasi 3 ppm,
kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang maksimum dan operating time.
Penetapan kadar dilakukan dengan pengulangan sebanyak tiga kali dan dilakukan terhadap
dua sampel tablet parasetamol merek dagang dan dua sampel tablet parasetamol generik.
Larutan baku parasetamol dengan kosentrasi tertentu dibuat dengan cara melarutkan
bahan parasetamol tersebut kedalam pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan pada
penelitian ini adalah metanol. Penggunaan metanol sebagai pelarut karena parasetamol larut
dalam metanol. Selain itu juga, diketahui metanol memiliki serapan pada panjang gelombang
dibawah 210 nm, sehingga metanol akan meneruskan atau tidak akan menyerap sinar dengan
panjang gelombang diatas 210 nm, akibatnya metanol tidak akan menggangu spektrum
serapan dari parasetamol.
Penentuan panjang gelombang pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur
absorbansi dari parasetamol pada panjang gelombang ultraviolet yaitu antara panjang
gelombang 200 nm – 400 nm. Dari hasil penelitian yang diperoleh panjang gelombang
maksimum adalah 248 nm. Secara teoritis serapan maksimum untuk parasetamol adalah 244
nm, terjadi pergeseran karena pada parasetamol memiliki gugus auksokrom yang terikat pada
gugus kromofor. Apabila Auksokrom terikat pada gugus kromofor akan mengakibatkan
pergeseran pita absorbansi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran
batokromik) disertai dengan peningkatan intensitas (hiperkromik).
Optimasi waktu kestabilan ini ditentukan dengan mengukur absorbansi dari larutan baku
parasetamol pada panjang gelombang maksimum yaitu 248 nm dengan waktu 0 - 10 menit
menggunakan spektrofotometer ultraviolet. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh
operating time setelah optimasi waktu hingga menit ke-6 karena hasil absorbansinya relatif
konstan. Optimasi waktu kestabilan dapat dilihat pada tabel.

Pada pembuatan kurva baku digunakan persamaan garis yang diperoleh dari metode
kuadrat terkecil yaitu y = bx+a, Persamaan ini akan menghasilkan koefisien korelasi (r). Nilai
koefisien korelasi yang memenuhi persyaratan adalah lebih dari 0,9770.

Pada penelitian ini memberikan harga LOD yang didapat sebesar 1,4684 ppm yang
artinya pada kosentrasi tersebut masih dapat dilakukan pengukuran sampel yang memberikan
hasil ketelitian suatu alat berdasarkan tingkat akurasi individual hasil analisis. Sedangkan,
harga LOQ sebesar 4,8945 ppm artinya pada kosentrasi tersebut bila dilakukan pengukuran
masih dapat memberikan kecermatan analisis.

Hasil pengujian presisi dan akurasi dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :
Kriteria Presisi diberikan jika metode memberikan nilai CV 2% atau kurang. Dan
ketepatan pada dasarnya adalah ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil analisis
dengan kadar analit yang sebenarnya. Range nilai persen (%) recovery analit yang dapat
diterima adalah 90-110%.
Pada penetapan kadar parasetamol ini digunakan limit deteksi (LOD) untuk melihat
kosentrasi terendah yang masih dapat terdeteksi oleh suatu alat. Perbedaan kadar tablet
terlihat pada keempat sampel parasetamol ini. Ini dapat terjadi karena perbedaan metode
produksi dari masing-masing produsen, termasuk pemilihan bahan tambahan tablet yang
digunakan. Beberapa bahan tambahan yang mungkin akan berpengaruh terhadap hasil
absorbansi sehingga akan berpengaruh juga terhadap kadar yang terukur.
Dengan adanya perbedaan kadar dalam tablet parasetamol generik dan parasetamol
merek, maka dimungkinkan akan terdapat perbedaan kadar yang terabsorbsi kedalam darah.
Kadar obat dalam darah akan menunjukkan banyaknya obat yang berikatan dengan reseptor
hingga menimbulkan efek terapi yang dihasilkan sehingga tablet parasetamol generik dan
merek mempunyai efek terapi yang berbeda. Pada keempat sampel tersebut menunjukkan
kadar rata-rata yang sesuai menurut persyaratan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV tahun
1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

 Hasil validasi analisis yang dilakukan didapat presisi dan akurasi metode yang memenuhi
persyaratan validasi analisis, yaitu untuk nilai SD sebesar 0,0595; KV sebesar 0,0048 dan
akurasi metode sebesar 99,0795%. Diperoleh nilai linearitas sebesar r = 0,9982 dengan
batas deteksi 1,4684 ppm dan batas kuantitasi 4,8945 ppm.
 Hasil rata- rata penetapan kadar parasetamol generik dan merek dagang secara berturut-
turut adalah 3,034 ± 0,294 ppm; 3,049 ± 0,070 ppm; 3,019 ± 0,199 ppm; 3,079 ± 0,139
ppm.
Kadar parasetamol generik dan merek dagang memenuhi persyaratan yang ditetapkan
pada Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak
lebih dari 110,0%.
Kelebihan utama dari metode ini adalah memberikan cara sederhana untuk menetapkan
kuantitas zat, dan hasil yang diperoleh pun cukup akurat. Sedangkan untuk kekurangannya
absorbsinya dipengaruhi oleh pH larutan, suhu dan adanya zat pengganggu dan kebershian
dari kuvet, serta hanya dapat dipakai pada daerah ultraviolet yang panjang gelombangnya
185 nm.

ANALSIS SEDIAAN CAIR


Jurnal Kebidanan Vol. 2 No. 2 2016
“Analisis Asam Benzoat dan Asam Salisilat dalam Obat Panu Sediaan Cair”
Oleh : Ade Maria Ulfa, Nofita.

Pada penelitian ini dilakukan analisis dengan tujuan untuk mengetahui kadar asam
benzoat dan kadar asam salisilat pada obat panu (sediaan cair) dengan metode spektrofotometri
UV-Vis. Pemilihan Obat Panu sebagai objek penelitian dalam jurnal ini karena pada masa kini
obat-obatan anti jamur konvensional masih banyak digunakan oleh masyarakat. Asam benzoat
dan asam salisilat merupakan zat-zat aktif yang umumnya terdapat dalam obat anti jamur,
dimana asam benzoat memiliki khasiat fungistatis dan bakteriostatis sedangakn asam salisilat
mempunyai sifat keratolitik yaitu dapat melunakkan kulit. Keduanya dijadikan bahan kombinasi
untuk meningkatkan penetrasi dan aktivitas zat tersebut ke dalam kulit.
Penelitan ini dilakukan dengan menggunakan metode alkalimetri untuk asam benzoat dan
spektrofotometri Uv-Vis untuk asam salisilat. Alkalimetri yaitu metode penetapan kadar secara
titrimetri atau volumetri senyawa-senyawa asam dengan menggunakan baku basa, sedangkan
Spektrofotormetri uv-vis merupakan metode analisis kimia ang didasarkan pada sebarapa banyak
energi radiasi yang diabsorbsi suatu zat sebagai fungsi panjang gelombang.
Ulfa (2016), menggunakan metode Alkalimetri dan Spektrofotometri UV-Vis dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
 Identifikasi (Uji Kualitatif)
a. Asam Salisilat dengan Penambahan FeCl3
FeCl3 LP ditambahkan ke dalam larutan sampel yang telah diencerkan dengan etanol,
terjadi warna ungu.
b. Asam Benzoat dengan Penambahan H2SO4 2N
H2SO4 2N ditambahkan kedalam larutan pekat, terbentuk endapan putih.

 Penetapan Kadar (Uji Kuantitatif) Asam Benzoat dan Asam Salisilat pada Obat Panu
Sediaan Cair
Analisis kuantitatif Asam Benzoat dan Asam Salisilat dalam obat panu sediaan cair
dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :
 Pembakuan NaOH 0,1 N
 100 mg Kalium Biftalat P yang sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 1200 selama
2 jam ditimbang.
 Dilarutkan dalam 25 ml air bebas CO2, 2 tetes indikator Fenoftalein P. Ditambahkan
 Dititrasi dengan larutan NaOH hingga terjadi warna merah muda. 1 ml NaOH 0,1 N
setara dengan 20,42 mg Kalium Biftalat
 Penetapan Kadar Asam Benzoat
 2 gram cuplikan ditambah 150 ml air.
 Dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator Fenoftalein.
1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 12,21 mg Asam Benzoat
 Penetapan Kadar Asam Salisilat
 Larutan Uji Asam Salisilat
1) Hasil pengujian Asam Benzoat ditambahkan air sampai 250 ml dan disaring.
2) 5 ml filtrat dipipet, ditambahkan Fe(No.3)3 ke dalam labu takar 50 ml sampai
tanda, disaring.
3) Absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimum 530 nm.
 Pembuatan Larutan Stock
12 mg Asam Salisilat BPFI ke dalam labu takar 50 ml, dilarutkan sampai tanda
dengan air (konsentrasi 240 ppm).
 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum
1) 5 ml dipipet dari larutan stock, ditambah larutan Fe(No.3)3 ke dalam takar 50 ml
sampai tanda.
2) Dengan menggunakan blanko, transmitannya diukur dengan panjang gelombang
400 nm sampai dengan 600 nm.
3) Dibu=uat kurva hubungan antara absorban dengan panjang gelombang.
4) Ditentukan persamaan garis regresi dan dibuat garis regresinya.
 Pembuatan Kurva Kalibrasi
1) Disiapkan 5 buah labu takar 50 ml.
2) Dipipet larutan stock asam salisilat masing-masing 5,0 ml; 6,0 ml; 7,0 ml; 8,0 ml;
9,0 ml; kedalam labu takar 50 ml.
3) Disiapkan blanko.
4) Kedalam masing-masing labu takar ditambahkan tambah larutan Fe(No.3)3 ke
dalam takar 50 ml sampai tanda.
5) Diukur absorbansi masing-masing larutan standar dengan menggunakan panjang
gelombang maksimum yang telah ditentukan.

 Analisis Data
Data yang diperoleh untuk penetapan kadar asam salisilat disajikan dalam bentuk grafik dan
tabel. Untuk menentukan kadar asam salisilat dibuat persamaan kurva regresi dari larutan
standar, kemudian data absorbansi sampel dimasukkan dalam persamaan sehingga diperoleh
kadar sampel dengan menggunakan rumus :
y = ax + b
Dimana :
y = absorban
a = Slope
b = Intercept
x = kadar larutan sampel dalam kurva
Kadar sampel yang diperoleh (ppm) dikonversikan dalam satuan persentase (%), dimana :
ppm = mg/L
% = gram/100 mL
Kemudian dilanjutkan dengan penetapan kadar asam benzoat dengan rumus Asam Benzoat
(%) :

( Vt0,1× N − 13,81
Ks
)× 12,21
Bu
×
100 %
Ke

Keterangan :
Vt : Volume titran
N : Normalitas Pembakuan NaOH 0,1 N
Ks : Asam Salisilat dalam mg/g yang didapat pada penetapan kadar Asam Salisilat secara
Spektrofotometri UV-Vis
Bu : Bobot sampel
Ke : Kadar Asam Benzoat yang tertera pada etiket

Pengukuran konsentrasi asam salisilat dilakukan dengan cara mengukur serapan dan
konsentrasi larutan standar asam salisilat. Berdasarkan hukum Lambert-Beer, absorbansi
berbanding lurus dengan tebal kuvet dan konsentrasi larutan. berdasarkan pengukuran antara
nilai serapan (absorban) dan konsentrasi, diperoleh persamaan Y = 0,010033333X – 0,06066.
Nilai Y adalah serapan dan nilai X adalah konsentrasi, nilai a adalah slope (kemiringan) dan nilai
b adalah intercept. Persamaan regresi tersebut menunjukkan hubungan kelinieran antara
absorban dengan sampel dimana jika semakin besar absorban maka semakin besar juga
konsentrasinya.
Dari hasil data pembuatan kurva kalibrasi (Gambar 2) dapat dicari nilai r (korelasi Pearson)
yang menunjukkan ada atau tidaknya hubungan antara variabel X dengan variabel Y dan juga
untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas (X) dan
variabel terikat (Y). Setelah nilai r didapat maka akan diperoleh nilai R2 (koefisien determinasi)
yaitu menunjukkan kuadrat korelasi dari keragaman total variabel terikat (Y) yang dapat
diterangkan oleh keragaman variabel bebas (X) dimana nilai R2 didapat dari kurva kalibrasi
larutan standar asam salisilat dengan 0,9948 (99,48%). Hal ini menunjukkan bahwa dengan nilai
R2 mendekati 1, hubungan linier antara X (konsentrasi asam salisilat) dan Y (absorban standar
asam salisilat) sangat kuat dan terbentuk grafik yang linier. Hasil dari penetapan kadar asam
benzoat menunjukkan sampel A mendapat kadar rata-rata 4,312 % dan sampel B mendapat kadar
rata-rata 4,422 %. Dari keseluruhan sampel, kadar asam benzoat yang terkandung dalam obat
panu sediaan cair (tingtur) sesuai dengan kadar yang tertera pada etiket yaitu 4% dan juga
memenuhi kadar optimal asam benzoat sebagai zat antifungi yaitu kurang lebih 6%.

Hasil dari penetapan kadar asam salisilat menunjukkan sampel A mendapat kadar rata-rata
4,689% dan sampel B mendapat kadar rata-rata 4,651%. Dari keseluruhan sampel, kadar asam
salisilat dalam sampel A sesuai dengan kadar yang tertera di etiket yaitu 4% serta memenuhi
kadar optimal asam salisilat sebagai zat keratolitik yaitu 3-10%. Sampel B tidak sesuai dengan
kadar yang tertera di etiket yaitu 10% namun masih memenuhi kadar optimal asam salisilat
sebagai zat keratolitik yaitu 3-10%.
Pada sampel B, kadar asam salisilat tidak sesuai dengan kadar yang tertera pada etiket yaitu
10% dimana kadar yang didapat adalah 4,651%. Ada beberapa faktor yang kemungkinan
mempengaruhi hal tersebut. Pertama, penyimpanan untuk obat panu sampel B yaitu pada suhu
300oC serta harus dihindarkan pada panas dan nyala api. Kadarasam salisilat dapat berkurang
dikarenakan pada proses penyimpanan atau pendistribusian obat tersebut terpapar langsung oleh
sinar matahari dengan suhu lebih dari 300oC. Kedua, oleh karena pada pengujian tidak dilakukan
preparasi sampel yaitu proses pemisahan terlebih dahulu sehingga sampel masih berupa senyawa
yang multikomponen. Adapun senyawa-senyawa didalam sampel seluruhnya memiliki sifat
mudah larut dalam etanol, sehingga berdasarkan hasil kadar asam salisilat pada sampel B yang
didapat yaitu 4,651%, dimana kadar didalam etiket yaitu 10%, kemungkinan terdapat asam
salisilat yang masih berikatan kuat dengan etanol atau senyawa-senyawa lainnya sehingga tidak
ikut terbaca oleh di rentang panjang gelombang asam salisilat yaitu 400-600 nm yang
mengakibatkan ketidaksesuaian dengan kadar pada etiket. Akan tetapi walaupun senyawa-
senyawa didalam obat panu tersebut masih merupakan senyawa multikomponen yang tidak
dilakukan pemisahan sebelumnya, tetapi seluruh senyawa memiliki karakteristik panjang
gelombang yang berbeda-beda. Asam benzoat, asam undesilenat, povidon iodin, mentol, pelarut
etanol dan air secara keseluruhan memiliki panjang gelombang yang lebih pendek (daerah
ultraviolet) dibandingkan panjang gelombang asam salisilat (daerah visible). Dengan perbedaan
daerah absorbsi tersebut, dapat dipastikan bahwa senyawa-senyawa lain tidak akan ikut terbaca
pada rentang panjang gelombang asam salisilat.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, karena kadar asam benzoat pada sampel B sesuai
dengan kadar yang tertera pada etiket serta memenuhi kadar optimum, maka obat panu tersebut
dapat bekerja secara optimal sebagai zat keratolitik. Sedangkan untuk kadar asam salisilat,
walaupun tidak sesuai dengan kadar etiket, tetapi masih memenuhi kadar optimum sehingga
masih dapat berkhasiat sebagai zat keratolitik.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, obat panu sampel B tersebut dapat bermanfaat sebagai
zat antifungi, dan walaupun kadar asam salisilat yang didapat tidak sesuai dengan etiket, namun
masih memenuhi kadar optimal sebagai zat keratolitik sehingga masih berkhasiat untuk
mengobati penyakit panu. Adapun pada penggunaan obat panu yang mengandung asam benzoat
dan asam salisilat secara topikal dalam jangka waktu lama dapat memberikan efek toksisitas.
Semakin luas permukaan kulit yang kontak langsung dengan obat panu, semakin sering frekuensi
dan semakin lama durasi penggunaannya secara topikal dapat menimbulkan iritasi kulit bahkan
tokisisitas sistemik. Oleh karena itu, penggunaan produk obat panu secara topikal perlu
diperhatikan dengan baik dan benar untuk menghindarkan tubuh kita dari efek negatif yang tidak
diinginkan.
Dari hasil penelitian penetapan kadar asam benzoat dan asam salisilat pada obat panu sediaan
cair (tingtur) yang beredar di Pasar Tengah Bandar Lampung dengan metode alkalimetri dan
spektrofotometri UV-Visible dapat disimpulkan sebagai berikut :
 Dari semua sampel obat panu sediaan cair (tingtur) yang diperiksa memiliki
kandungan asam benzoat yang sesuai dengan kadar yang tertera pada etiket (4%)
serta memenuhi kadar optimal asam benzoat sebagai zat antifungi yaitu kurang lebih
6%.
 Dari semua sampel obat panu sediaan cair (tingtur) yang diperiksa untuk sampel A
memiliki kandungan asam salisilat yang sesuai dengan kadar yang tertera pada etiket
(4%) dan sampel B tidak memenuhi kadar pada etiket (10%) namun masih memenuhi
kadar optimal asam salisilat sebagai zat keratolitik yaitu 3-10%.
Kelebihan dari Metode titrimetri volumetri yaitu murah dan mampu memberikan ketepatan yang
tinggi. Sedangkan kelebihan dari Metode Spektrofotometri UV-Vis mempunyai kepekaan
analisis yang cukup tinggi serta banyak dipakai untuk analisis karena luasnya ragam bahan
farmasi dan bahan biokimia yang menyerap radiasi sinar UV dan sinar tampak.
ANALSIS SEDIAAN SEMI SOLID
Jurnal Inovasi Teknik Kimia Vol. 2 No. 2 2017
“Validasi Metode Penetapan Kadar Asiklovir dalam Sediaan Salep Menggunakan Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”
Oleh : Anita Dwi Puspitasari, Sumantri, Putri Nara Aqidah Pawae

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan validasi metode penetapan kadar
asiklovir menggunakan KCKT dan aplikasinya dalam sediaan salep. Salep Aiklovir dipilih
menjadi objek penelitian ini karena salep ini sering digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan
penyakit herpes. Walaupun harga sale ini murah dan mudah ditemukan, penelitian tentang
validasi asiklovir dalam sediaan salep masih sangat jarang dilakukan.
Salah satu pengujian dengan metode yang selektif dan sensitif seperti Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi diperlukan untuk menganalisis kadar asiklovir.
Pada penelitian ini, Puspitsari (2017) menggunakan metode Analisis dengan Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan prosedur sebagai berkut :
 Pembuatan Larutan Stok Baku Asiklovir
Ditimbang asiklovir sebanyak 50 mg, kemudian dilarutkan kedalam labu ukur 250 ml.
Kemudian ditambahkan dengan fase gerak asam fosfat : asetonitril (80:20 v/v) sampai tanda
batas sehingga diperoleh konsentrasi 200 µg/ml.
 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan stok baku asiklovir 200 µg/ml dipipet 100 µL kemudian dimasukkan ke dalam labu
takar 10,0 mL. Kemudian diencerkan dengan metanol sampai tanda batas sehingga diperoleh
larutan asiklovir 2 µg/ml. Larutan discanning menggunakan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 200-300 nm. Setelah itu dipilih panjang gelombang yang maksimum.
 Pembuatan Fase Gerak
Pembuatan fase gerak dengan perbandingan asetonitril : asam fosfat = 80:20 v/v dibuat
dengan cara sebanyak 200 ml asetonitril dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Kemudian
sebanyak 50 ml asam fosfat ditambahkan kedalam labu takar berisi asetonitril, lalu
dihomogenkan dengan digital ultrasonic cleaner pada suhu 30°C selama 15 menit.
Pembuatan fase gerak dengan perbandingan asetonitril : asam fosfat = 75:25 v/v dibuat
dengan cara sebanyak 187,5 ml asetonitril dimasukkan kedalam labu takar 250 ml. Kemudian
sebanyak 62,5 ml asam fosfat ditambahkan kedalam labu takar berisi asetonitril, lalu
dihomogenkan dengan digital ultrasonic cleaner pada suhu 30°C selama 15 menit.
Pembuatan fase gerak dengan perbandingan asetonitril : asam fosfat = 70:30 v/v dibuat
dengan cara sebanyak 175 ml asetonitril dimasukkan kedalam labutakar 250 ml. Kemudian
sebanyak 75 ml asam fosfat ditambahkan kedalam labu takar berisi asetonitril, lalu
dihomogenkan dengan digital ultrasonic cleaner pada suhu 30°C selama 15 menit.
 Optimasi Fase Gerak
Optimasi campuran fase gerak terdiri dari asetonitril:asamfosfat dengan perbandingan
asetonitril:asam fosfat(80:20 v/v); asetonitril:asam fosfat(75:25 v/v) dan asetonitril:asam
fosfat (70:30 v/v). Kemudian dipilih perbandingan fase gerak yang memberikan hasil resolusi
yang terbaik. Laju alir yang digunakan adalah 1 mL/menit.
 Pembuatan Kurva Baku
Larutan stok baku asiklovir 200 µg/mL dipipet sebanyak 100 µL, 200µL, 300 µL, 400 µL,
500 µL, dan 600 µL, masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 10 mL. Kemudian
masing-masing larutan stok tersebut ditambah fase gerak campuran asetonitril:asamfosfat
(80:20 v/v) sampai tanda batas dan kocok hingga homogen sehingga diperoleh kadar
Asiklovir 2 µg/mL, 4 µg/mL, 6 µg/mL, 8 µg/mL, 10 µg/mL, 12 µg/mL. Lalu masing-masing
larutan disaring dengan membrane penyaring nylon 0,2 µm, dan diinjeksikan kesistem
KCKT dengan volume penyuntikan 20 µL.
 Uji Ketelitian
Larutan yang mengandung Asiklovir 10 µg/mL diinjeksikan sebanyak 20 µL ke alat KCKT.
Uji ini dilakukan replikasi sebanyak 6 kali. Kemudian dicacat hasil uji berupa luas area,
waktu retensi, lebar dan tinggi puncak. Selanjutnyadihitung presentase koefisien variasinya
 Uji Ketepatan (Accuracy)
Uji ketepatan dilakukan dengan metode penambahan baku (standard addition method) yaitu
dengan membuat 3 konsentrasi analit sampel dengan penambahan baku 80 % setara dengan
40 µg/mL, 100% setara dengan 50 µg/mL dan 120% setara dengan 60 µg/mL, dimana
masing-masing dilakukan 3 kali replikasi. Masing-masing sebanyak 20 µL diinjeksikan
kedalam KCKT.
 Uji Liniaritas
Larutan baku Asiklovir dengan konsentrasi 2; 4; 6; 8; 10 dan12 µg/mL, diinjeksikan
sebanyak 20 µL ke alat KCKT. Luas area dari puncak Asiklovir yang diperoleh setiap
konsentrasinya dibuat persamaan regresi linier, dan dihitung koefisien korelasinya. Uji
linieritas dilakukan 3 kali pengulangan. Persamaan garis linier yang paling baik digunakan
sebagai persamaan kurva baku dalam menetapkan kadar sampel.
 Uji Selektivitas
Larutan yang mengandung Asiklovir diinjeksikan sebanyak 20 µL kealat KCKT.
Berdasarkan kromatogram dapat dilihat puncak analit Asiklovir dan komponen lainnya
dalam salep dapat terpisah dengan sempurna. Selektivitas metode dapat ditentukan melalui
perhitungan daya resolusinya (Rs).
 Uji Sensitivitas
Larutan yang mengandung Asiklovir konsentrasi 2; 4; 6; 8;10; dan 12 µg/mL diinjeksikan
sebanyak 20 µL kealat KCKT. Uji sensitivitas dinyatakan dengan uji batas deteksi (LOD)
dan batas kuantifikasi (LOQ). Batas deteksi dan batas kuantifikasi metode dihitung secara
statistik menggunakan persamaan garis regresi linier yang diperoleh dari uji linieritas.
 Penetapan Kadar Asiklovir dalam Sediaan Salep
Proses ekstrasi dilakukan dengan cara Asiklovir ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian
dilarutkan dengan 50 ml aquabidest suasana asam HCl. Lalu dipanaskan larutan dalam
tabung reaksi selama beberapa menit, setelah itu dibekukan dengan es. Untuk memisahkan
zat maka disentrifugasi pada30 rpm selama 15 menit. Disaring masing-masing dengan
membrane filter 0,45 µm. Kemudian larutan sampel diambil 1 ml diarutkan dengan fase
gerak sebanyak 50 ml. Sampel dianalisis dengan menggunakan KCKT dengan fase gerak
asetonitril : asam fosfat (80:20 v/v) dan fase diam C18. Detektor diatur pada panjang
gelombang 254 nm. Sebanyak 20 µL diinjeksikan dengankecepatanalir 1 mL/menit.
Penetapan kadar sampel dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan untuk salep sampel.
Dihitung kadar Asiklovir dengan mensubstitusikan luas area sampel Y kedalam persamaan
regresi linier y=bx+a
Hasil scanning larutan asiklovir menunjukkan serapan maksimum pada panjang
gelombang 254,90 nm.
Fase gerak yang terpilih adalah fase gerak dengan perbandingan asetonitril:asam fosfat
(80:20 v/v) karena memiliki waktu retensi yang cepat, luas puncak yang cukup luas dan
puncak yang simetris.
Kurva baku menghasilkan persamaan regresi linier y = 52932.53x + 16615.47 dengan
koefisien korelasi r = 0,9997.

Grafik diatas menunjukkan linieritas yang mendekati angka 1 yaitu 0.9997 dengan
sumbuY adalah luas puncak area kromatogram asiklovir dan sumbu X adalah kadar.
Uji presisi ditentukan berdasarkan nilai RSD (Relative Standard Deviasi), uji ketelitian
menghasilkan nilai RSD sebesar 0,302 %. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode
analisis yang divalidasi memenuhi persyaratan nilai RSD dan menunjukkan ketelitian yang
baik yaitu nilai RSD kurang dari 2%

Uji akurasi ditentukan melalui uji perolehan kembali dengan metode penambahan bahan
baku pada analit. Perolehan kembali dihitung dengan membandingkan jumlah asiklovir
terukur untuk masing-masing penambahan baku terhadap kadar baku asiklovir yang
ditambahkan. Untuk asiklovir, nilai range akurasinya yaitu antara 98-102%.
Uji linieritas dilakukan pada 6 konsentrasi asiklovir yaitu 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 µg/mL dengan
melakukan replikasi sebanyak 3 kali.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ketiga garis regresi linier menunjukkan
korelasi yang baik dengan koefisien korelasi (r) memenuhi kriteria yang dimana nilai r dapat
diterima yaitu r +1 atau -1 (Harmita, 2004). Persamaan garis regresi yang paling baik
berdasarkan nilai r adalah y = 52932.53x+16615.47; r = 0.9997.

Selektivitas dapat dinyatakan dengan derajat penyimpangan dari metode yang dilakukan
terhadap larutan pembanding yang mengandung bahan yang ditambahkan. Semakin besar
nilai resolusi maka pemisahan komponenkomponen yang terelusi dengan waktu retensi yang
berdekatan semakin efisien.
Berdasarkan hasil kromatogram diatas diketahui bahwa hanya ada 1 puncak saja dari
asikloviryang dapat diukur sedangkan komponen lain tidak ada yang terukur. Metode analisis
memiliki selektivitas yang baik karena dapat mengukur asiklovir secara tepat.
Berdasarkan perhitungan kurva baku, diperoleh nilai LOD asikloviradalah 0,282 µg/mL
sedangkan nilai LOQ asikloviradalah 0,635 µg/mL. Nilai ini cukup memadai untuk analisis
kualitatif asiklovir dengan menggunakan KCKT.
Metode penetapan kadar asiklovir dengan menggunakan KCKT yang dilakukan
menunjukkan bahwa presisi, akurasi, selektivitas, sensitivitas dan linieritas memenuhi
persyaratan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa validasi metode untuk penetapan kadar
asiklovir telah tervalidasi maka dapat dipastikan metode yang dilakukan dapat digunakan
untuk menetapkan kadar asiklovir.
Penetapan kadar asiklovir dalam sediaan salep menggunakan KCKT dihitung dengan
cara memplotkan luas area (Y) sampel dengan masing-masing kurva baku yang telah
diperoleh yaitu y = y = 52932.53x+16615.47
Kadar yang telah diperoleh memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Farmakope
Indonesia Edisi V (2014), yaitu asiklovir mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak
lebih dari 110,0%.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
 Validasi metode penetapan kadar asiklovir menggunakan KCKT dengan fase diam C18
dan fase gerak campuran asetonitril : asam fosfat dengan perbandingan 80:20 v/v dengan
laju alir 1 mL/menit, panjang gelombang 254 nm dan volume injeksi 20 µL dapat
dilakukan
 Metode validasi di atas dapat memenuhi persyaratan validasi, yaitu memberikan hasil uji
sebagai berikut : Uji presisi RSD 0,302 %, uji akurasi 99,603-101,800%, uji selektivitas
menghasilkan luas puncak yang tajam, waktu retensi yang pendek, uji linieritas dengan
(r) 0,9998 pada kisaran kosentrasi 2-12 µg/mL, dengan LOD sebesar 0,282 µg/mL dan
LOQ sebesar 0,635 µg/mL.
 Metode yang sudah divalidasi tersebut dapat diaplikasikan pada penetapan kadar
asiklovir dalam sediaan salep dengan hasil kadar rata-rata asiklovir pada sediaan salep
adalah 104,632 %. Hal ini memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope
Indonesia Edisi V (2014).
Metode KCKT dipilih karena banyak keuntungan diantaranya cepat, daya pisahnya baik,
peka, ideal untuk molekul besar dan ion, mudah memperoleh cuplikan, kolom dapat
digunakan berulang kali, tekniknya tidak memerlukan keahlian khusus, perangkatnya dapat
digunakan secara otomatis dan kuantitatif.

Anda mungkin juga menyukai