Anda di halaman 1dari 15

AKUNTANSI PERSEDIAAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Matakuliah Akuntansi Pemerintahan


Dosen Pengampu Muhamad Joharudin, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

Suci Fajarrany Puspitaningrum


Agung Sedayu
Adam Kurniawan
Sri Mulyaningsih
Fikriah

Tingkat 3 C

PRODI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
2015
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persediaan merupakan salah satu jenis aset yang cukup penting dalam perusahaan
manufaktur maupun perusahaan dagang. Hal ini karena persediaan menggambarkan sumber
utama pendapatan kedua jenis perusahaan tersebut. Akuntansi komersial mendefinisikan
persediaan sebagai barang-barang yang disimpan untuk dijual kembali dalam kegiatan bisnisnya,
barang-barang, atau bahan-bahan yang digunakan atau akan digunakan dalam proses pembuatan
produk yang akan dijual.
Dalam perusahaan dagang, jenis persediaannya adalah barang dagang (merchandise
inventory), sedangkan jenis persediaan dalam perusahaan manufaktur umumnya dibagi menjadi
tiga, yaitu bahan baku (raw material), barang setengah jadi (work in process), dan barang jadi
(finished goods). Perlengkapan, yaitu barang-barang yang digunakan untuk mendukung kegiatan
operasional dicatat dalam kelompok tersendiri dan tidak termasuk dalam golongan persediaan.
Di Indonesia, pengertian persediaan dalam akuntansi komersial secara jelas ditunjukkan
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 14 tentang persediaan. Definisi
persediaan dalam akuntansi pemerintahan cukup dipengaruhi oleh karakteristik organisasi
pemerintahan. Karakteristik pemerintahan yang hampir sama dengan organisasi sektor publik
lainnya dan berbeda dengan perusahaan adalah bahwa sumber daya ekonominya dikelola untuk
tujuan mencari laba (nirlaba). Secara spesifik, tujuan utama entitas pemerintahan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan. Sumber pendanaan organisasi sektor
publik tidak melalui laba operasi, tetapi melalui cara khusus berupa sumbangan atau donasi yang
bersifat sukarela. Di entitas pemerintahan, cara seperti ini direalisasikan melalui penerimaan
pajak atau retribusi.
Dengan latar belakang tersebut, maka persediaan dalam akuntansi pemerintahan
mempunyai definisi dan cakupan yang agak berbeda. Di Indonesia, definisi persediaan meliputi
juga perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi. Hal ini dijelaskan dalam PSAP 5
tentang akuntansi persediaan. Oleh karena itu untuk lebih memahami tentang persediaan kami
memilih judul “ Akuntansi Persediaan “.
1.1  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana menurut pandangan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang
standar akuntansi pemerintahan mengenai akuntansi persediaan?
2.      Apakah yang dimaksud dengan persediaan?
3.      Apakah yang dimaksud dengan pengakuan persediaan?
4.      Apakah yang dimaksud dengan pengukuran persediaan?
5.      Bagaimana pencatatan akuntansi persediaan?
6.      Bagaimana penyajian dan pengungkapan persediaan?

1.2  Tujuan
1.      Untuk mengetahui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi
pemerintahan mengenai akuntansi persediaan.
2.      Untuk mengetahui definisi persediaan.
3.      Untuk mengetahui pengakuan persediaan dalam akuntansi pemerintahan.
4.      Untuk mengetahui pengukuran persediaan dalam akuntansi pemerintahan.
5.      Untuk mengetahui cara pencatatan akuntansi persediaan.
6.      Untuk mengetahui penyajian dan pengungkapan persediaan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Dasar Hukum Akuntansi Persediaan


Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan terdiri dari dua lampiran, yaitu Lampiran I mengatur kebijakan akuntansi yang
menggunakan basis akrual sedangkan Lampiran 2 mengatur kebijakan akuntansi yang masih
menggunakan basis kas menuju akrual (cash toward accrual). Adanya dua lampiran ini,
menunjukkan sesuatu yang logis, karena meskipun dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memberi amanat untuk melaksanakan akuntansi berbasis
akrual lima tahun setelah diundangkannya UU tersebut, namun butuh waktu dan proses dalam
menyiapkan sistem yang digunakan untuk mengiplementasikan akuntansi berbasis akrual. PP
Nomor 71 Tahun 2010 mengakomodir masa transisi sekaligus merupakan tekad untuk
melaksanakan amanah UU Nomor 17 Tahun 2003. Definisi  Persediaan (Menurut Peraturan
Pemerintah RI  No 71 Th. 2010) : Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau
perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan
barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan
kepada masyarakat.

Dalam PSAP NO. 05 tentang  akuntansi persediaan menyatakan bahwa standar ini
diterapkan dalam penyajian seluruh persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum
yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja,
transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban. dan
ekuitas. standar ini diterapkan untuk seluruh entitas pemerintahan pusat dan daerah tidak
termasuk perusahaan negara/daerah.

Aset Digolongkan kedalam Persediaan Apabila :


1.      Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional
pemerintah.
2.      Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi.
3.      Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat.
4.      Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan
pemerintahan;

B.       Pengertian Persediaan


Persediaan (inventory) adalah aset lancar bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang
dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Persediaan termasuk asset, dimana merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau
dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau
sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta
dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah
dan budaya.
Persediaan merupakan aset yang berwujud berupa :                            
a.       Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional
pemerintah.
b.      Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi.
c.       Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada
masyarakat.
d.      Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan
pemerintah.
e.       Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan,
misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen
peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
f.       Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi barang yang digunakan
dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-alat pertanian.
g.      Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai persediaan, contohnya alat-alat
pertanian setengah jadi.
Persediaan dapat meliputi : barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku
cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang
dalam proses/setengah jadi, anah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat,
hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. Dalam hal pemerintah
menyimpan barang untuk tujuan cadangan strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak)
atau untuk tujuan bejaga-jaga seperti cadangan pangan (misalnya beras), hewan dan tanaman
untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakatantara lain berupa sapi, kuda, ikan, benih padi,
dan bibit diakui sebagai persediaan. Sementara persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak
dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
C.   Pengakuan Persediaan

Pengakuan merupakan pencatatan suatu item dalam akuntansi yang selanjutnya akan
disajikan dalam laporan keuangan. Pengakuan membutuhkan konsep untuk menentukan kapan
dan bagaimana transaksi keuangan dapat diakui sebagai unsur dalam laporan keuangan.
Bagaimana persediaan diakui sebagai unsur yang akan disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah berbasis akrual, yaitu pada saat terpenuhinya hal-hal berikut ini:

a.    Pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh dan mempunyai nilai atau biaya yang
dapat diukur dengan andal. Biaya tersebut didukung oleh bukti/dokumen yang dapat diverifikasi
dan di dalamnya terdapat elemen harga barang persediaan sehingga biaya tersebut dapat diukur
secara andal, jujur, dapat diverifikasi, dan bersifat netral, dan/atau
b.    Pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau penguasaannya berpindah. Dokumen
sumber yang digunakan sebagai pengakuan perolehan persediaan adalah faktur, kuitansi, atau
Berita Acara Serah Terima (BAST).

D.  Pengukuran Persediaan

Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan
setiap unsur laporan keuangan. Persediaan dicatat sebesar jumlah uang yang menjadi nilai dari
persediaan tersebut. Jumlah uang tersebut menunjukkan biaya yang dapat diukur secara andal
atas perolehan/kepemilikan persediaan. Persediaan yang diperoleh dari pembelian disajikan
sebesar harga perolehan, yang meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan
ditambah dengan biaya lain yang secara langsung dapat dibebankan pada persediaan serta
dikurangi apabila ada potongan harga, rabat, atu pengurang lain yang serupa. Untuk persediaan
yang diproduksi sendiri diukur sebesar harga pokok produksi, yaitu biaya langsung yang terkait
dengan produksi persediaan ditambah biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis.
Sedangkan persediaan yang diperoleh dengan cara lainnya, pengukurannya menggunakan nilai
wajar. Contoh persediaan berupa hewan dan tanaman dari hasil pengembangbiakan, persediaan
dari donasi, dari rampasan dan lainnya. Pada akhir periode, apabila terdapat sisa persediaan,
metode yang digunakan untuk mengukur nilai persediaan akhir tersebut adalah metode First In
First Out (FIFO) dan metode harga pembelian terakhir. Metode FIFO digunakan untuk jenis
persediaan untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat/pemda, sedangkan harga pembelian
terakhir digunakan untuk persediaan yang nilainya tidak material dan jenisnya bermacam-
macam, seperti barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan
untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku dan barang dalam
proses/setengah jadi.

Pengukuran Nilai Persediaan disajikan sebesar:

1.      Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan meliputi harga
pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa
mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan
yang terakhir diperoleh. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan
untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
2.      Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan meliputi
biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang
dialokasikan secara sistematis berdasarkan ukuran – ukuran yang digunakan pada saat
penyusunan renana kerja dan anggaran.
3.      Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan. Harga/nilai wajar
perseiaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang memahami dan
berkeinginan melakukan transaksi wajar. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakan
dinilai dengan menggunakan nilai wajar.

E.   Pencatatan Persediaan


Akuntansi pemerintahan dalam mencatat pengadaan persediaan menggunakan metode fisik
(physical method) atau metode periodik (periodical method) artinya persediaan yang diperoleh
atau diadakan dicatat sebagai “belanja” yang merupakan komponen atau nominal/temporer.
Namun persediaan yang dibeli/diperoleh secara pisik diadministrasikan oleh bagian
gudang/barang berdasarkan prinsip perpetual. Secara periodik (biasanya akhir tahun buku)
berdasarkan hasil perhitungan pisik, nilai persediaan dicatat dalam akun “persediaan” di sisi
debit, dan akun “cadangan” dicatat di sisi kredit.
Contoh :
Berdasarkan bukti-bukti pendukung, pemerintah daerah A melakukan pembeliaan kertas ukuran
folio sebanyak 500 rim dan ukuran HVS 80 gram sebanyak 500 rim. Harga kertas termasuk PPN
sebesar Rp.33.000.000,- dan pajak penghasilan yang dipungut senilai Rp.450.000,-
Transaksi diatas akan dicatat sebagai berikut :
Belanja Barang                                                       Rp.33.000.000,-
       Utang pada pihak ketiga-PPN                                                Rp. 3.000.000,-
       Utang pada pihak ketiga-PPN pasal 22                      Rp.    450.000,-
Kas pada bendaharawan pengeluaran                         Rp.29.550.000,-
Barang berupa kertas folio dan HVS 80 gram diadministrasikan oleh bagian gudang/barang
kedalam buku persediaan barang sebesar nilai pisiknya sebagai kartu pengendali.
Apabila PPN dan PPh pasal 22 telah disetor ke kas Negara, maka ayat jurnalnya adalah :
Utang pihak ketiga-PPN                                        Rp. 3.000.000,-
Utang pihak ketiga-PPh pasal 22                           Rp.    450.000,-
       Kas pada bendaharawan pengeluaran                         Rp. 3.450.000,-
Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodik, namun
belum mencakup seluruh transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos
angkut, penerimaan dan pemberian diskon.

Transaksi Sistem Periodik Sistem Perpetual


Membeli barang Persediaan Brg
Pembelian
1. dagangan secara 10.000   Dag 10.000  
Hutang
kredit Rp 10.000 10.000 Hutang 10.000
Hutang Hutang
Retur pembelian
2. Retur 500   Persediaan Brg 500  
Rp 500
Pembelian 500 Dag 500
Terdapat barang
Piutang/Kas
yang dijual. 4.000  
Penjualan
Harga jual Rp Piutang/Kas 4.000
3. 4.000   HPP
4.000 dan harga Penjualan  
4.000 Persediaan Brg
pokok barang 1.500  
Dag
Rp 1.500 1.500
4.  Pada akhir Mutlak harus dilakukan Tanpa inventarisasi sudah dapat
tahun  inventarisasi fisik karena tanpa diketahui persediaan, namun
inventarisasi fisik barang, tidak
dapat diketahui persediaan yang inventarisasi perlu dilakukan 
ada

Misalkan
   
menurut
Ikhtisar L/R  
perhitungan Jika hasil inventarisasi fisik tidak
Persediaan 150  
fisik pada akhir sama dengan saldo rekening
B.D. 150
tahun saldo persediaan, perusahaan perlu
 
persediaan Rp membuat jurnal, jika sama tidak
   
200 dan pada perlu membuat jurnal.
Persediaan  
awal tahun Rp
B.D 200  
150.
Ikhtisar L/R 200

MENENTUKAN COST DARI PERSEDIAAN AKHIR


Jika perusahaan sering membeli barang dan harga beli masing-masing pembelian berbeda, maka
perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menentukan harga pokok barang yang
dipakai/dijual dan harga pokok barang yang masih ada di gudang.
Sebagai contoh data persediaan barang dagangan untuk bulan Januari 2006 sebagai berikut:    
Januari 1 Persediaan        200 unit @ Rp 10 = Rp 2,000
            12 Pembelian       400 unit @ Rp 12 = Rp 4,800
            26 Pembelian       300 unit @ Rp 11 = Rp3,300
            30 Pembelian       100 unit @ Rp 13 = Rp1,300

Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit.
Tentukan:
1.      Persediaan per 31 Januari 2006.
2.      Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.
    Barang yang tersedian untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 =
1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya
berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar penentuan
harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir sebagai berikut:
1.      FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali
dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian yang termuda/terakhir.
2.      LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang pertama kali keluar,
sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.
3.      Rata-rata (Everage), pengeluaran barang secara acak dan harga pokok barang yang sudah
digunakan maupun yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.
Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem perpetual.
1.      Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik
1.      FIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang digunakan sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari
barang yang pertama kali dibeli, yaitu:
    200 unit                @ Rp10 = Rp2,000
    400 unit                @ Rp12 = Rp4,800
    100 unit                @ Rp11 = Rp1,100
    Harga pokok penjualan          Rp7,900
Selanjutnya persediaan yang 300 unit dianggap dari pembelian tanggal 26 dan 30 Januari 2006
dengan rincian sebagai berikut:
    200 unit                @ Rp11 = Rp2,200
    100 unit                @ Rp13 = Rp1,300
    Persediaan akhir                     Rp3,500 
2.      LIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang dijual sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang
yang terakhir dibeli, yaitu:
100 unit                @ Rp13 = Rp1,300
300 unit                @ Rp11 = Rp3,300
300 unit                @ Rp12 = Rp3,600
Harga pokok penjualan          Rp8,200
Selanjut persediaan akhir 300 unit dianggap berasal dari pembelian tanggal 1 dan 12 Januari
2006, yaitu:
200 unit                @ Rp10 = Rp2,000
100 unit                @ Rp12 = Rp1,200
Persediaan akhir                     Rp3,200
3.      Metode Rata-rata
Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan sebagai
berikut:
Tanggal Keterangan Unit Harga per Unit Jumlah
Jan 1 Persediaan 200 Rp10 Rp2,000
12 Pembelian 400 Rp12 Rp4,800
26  Pembelian  300 Rp11  Rp3,300 
30  Pembelian  100  Rp13  Rp1,300 
Jumlah  1,000  Rp11,400 
Rata-rata = Rp11,400 : 1,000  Rp11.4 
Harga pokok penjualan = 700 x Rp 11.4 = Rp7,980
Persediaan akhir = 300 x Rp11.4 = 3,240
2.      Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual
Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan
persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan
menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan. Satu
jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok untuk persediaan
yang nilainya tinggi.
Misalkan atas satu jenis barang diperoleh informasi sebagai berikut:
    Tanggal  Keterangan  Unit  Harga Beli per Unit 
Jan. 1  Persediaan  200  Rp10 
12   Pembelian 400  Rp12 
17   Dijual  300 
26  Pembelian  300  Rp11 
27   Dijual  200 
28  Dijual  300 
30  Pembelian  100  Rp13 

Berikut ini hanya diberikan contoh metode FIFO:


Dibeli Dipakai Persediaan
   
Unit Cost Jumlah Unit Cost Jumlah Unit Cost Jumlah
Tgl Ket
Jan 1 Persediaan 200 10 2,000
200 10 2,000
12  Pembelian  400 12 4,800
400  12  4,800 
200 10 2,000
17  Dijual  300  12  3,600 
100 12 1,200
300 12 3,600
26  Pembelian  300  11  3,300 
300  11  3,300 
100 12 1,200
27  Dijual  200 12 2,400
300  11  3,300 
100 12 1,200
28  Dijual 100  11  1,100 
200  11  2,200 
100 11 1,100
30  Pembelian  100  13  1,300 
100  13  1,300 

F.   Penyajian dan Pengungkapan Persediaan


Persediaan disajikan di neraca pada bagian aset lancar. Persediaan yang disajikan adalah
jumlah persediaan hasil opname fisik dikalikan dengan nilai per unit sesuai dengan metode
penilaian yang digunakan. Termasuk dalam persediaan tersebut adalah barang yang dibeli
dengan belanja hibah dan/atau belanja bantuan sosial yang belum didistribusikan sampai dengan
akhir periode pelaporan. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) untuk persediaan,
mengungkapkan, antara lain kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan,
penjelasan lebih lanjut atas persediaan, seperti barang atau perlengkapan yang digunakan untuk
pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang
yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam
proses produksi yang dimaksudkan untuk dijuak atau diserahkan kepada masyarakat. Penjelasan
atas selisih antara pencatatan dengan hasil inventarisasi fisik dan jenis, jumlah, dan nilai
persediaan dalam kondisi rusak dan usang juga dituangkan dalam CaLK.
Jurnal Transaksi Persediaan
a.       Pada saat diterima persediaan dari penyedia barang dan jasa melalui bukti berupa Berita Acara
Serah Terima (BAST), dilakukan penjurnalan sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D    Persediaan yang Belum Diregister                                             xxxx
K    Utang yang Belum Diterima Tagihannya                                             xxxx
b.      Pada saat persediaan diregister (diinput pada Aplikasi Persediaan), dilakukan penjurnalan
sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D    Persediaan                                                                                    xxxx
K    Persediaan yang Belum Diregister                                                        xxxx
c.       ada saat diajukan SPP/SPM Belanja Barang untuk perolehan persediaan, dilakukan penjurnalan
sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D    Utang yang Belum Diterima Tagihannya                                 xxxx
K    Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar                                        xxxx
d.      Pada saat terbit SP2D Belanja Barang untuk perolehan persediaan, dilakukan penjurnalan
sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D    Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar                            xxxx
K    Ditagihkan ke Entitas lain                                                                     xxxx
Untuk Buku Besar Kas
D    Belanja Barang                                                                            xxxx
K    Ditagihkan ke Entitas lain                                                                     xxxx
e.       Pada saat pemakaian persediaan, dilakukan penjurnalan senagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D    Beban Persediaan                                                                        xxxx
K    Persediaan                                                                                               xxxx
f.       ada saat akhir periode, setelah dilakukan opname fisik, apabila ada perbedaan
g.      antara saldo menurut catatan dengan saldo menurut fisik, akan dibuat jurnal penyesuaian sebagai
berikut:
Untuk Buku Besar Akrual, di mana jumlah saldo fisik lebih besar
D    Persediaan                                                                                    xxxx
K    Beban Persediaan                                                                                   xxxx
Untuk Buku Besar Akrual, di mana jumlah saldo fisik lebih kecil
D    Beban Persediaan                                                                        xxxx
K    Persediaan                                                                                               xxxx
BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Definisi  Persediaan (Menurut Peraturan Pemerintah RI  No 71 Th. 2010) : Persediaan
adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung
kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau
diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Dalam PSAP NO. 05 tentang  akuntansi
persediaan menyatakan bahwa standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh persediaan dalam
laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk
pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk
pengakuan pos-pos aset, kewajiban. dan ekuitas. standar ini diterapkan untuk seluruh entitas
pemerintahan pusat dan daerah tidak termasuk perusahaan negara/daerah.

Persediaan (inventory) adalah aset lancar bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang
dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Pengakuan merupakan pencatatan suatu item dalam akuntansi yang selanjutnya akan disajikan
dalam laporan keuangan. Pengakuan membutuhkan konsep untuk menentukan kapan dan
bagaimana transaksi keuangan dapat diakui sebagai unsur dalam laporan keuangan. Sedangkan
persediaan dicatat sebesar jumlah uang yang menjadi nilai dari persediaan tersebut. Jumlah uang
tersebut menunjukkan biaya yang dapat diukur secara andal atas perolehan/kepemilikan
persediaan. Akuntansi pemerintahan dalam mencatat pengadaan persediaan menggunakan
metode fisik (physical method) atau metode periodik (periodical method) artinya persediaan
yang diperoleh atau diadakan dicatat sebagai “belanja” yang merupakan komponen atau
nominal/temporer. Namun persediaan yang dibeli/diperoleh secara pisik diadministrasikan oleh
bagian gudang/barang berdasarkan prinsip perpetual. Secara periodik (biasanya akhir tahun
buku) berdasarkan hasil perhitungan pisik, nilai persediaan dicatat dalam akun “persediaan” di
sisi debit, dan akun “cadangan” dicatat di sisi kredit.
DAFTAR PUSTAKA

Akuntansi, Ilmu. 2013. “pengertian persediaan dalam akuntansi”. [online]. Tersedia:


http://ilmuakuntansi.web.id/pengertian-persediaan-dalam-akuntansi/.
[11 april 2015].
Depkeu, Bppk. 2010. “kekayaan negara dan perimbangan keuangan dan kebijakan akuntansi
berbasis akrual kaba untuk persediaan”. [online]. Tersedia:
http://www.bppk.depkeu.go.id/publikasi/artikel/149-artikel-kekayaan-negara-dan-perimbangan-
keuangan/19960-kebijakan-akuntansi-berbasis-akrual-kaba-untuk-persediaan. [11 april 2015].
Mursyidi. 2013. “Akuntansi Pemerintahan di Indonesia”. Bandung: Refika Aditama.
Nordiawan, Deddi dan Iswahyudi. 2009. “Akuntansi Pemerintahan”. Jakarta:
Salemba Empat.
The world, Accounting. 2012. “psap no 05 akuntansi persediaan”. [online]. Tersedia:
http://accountingfortheworld.blogspot.com/2012/07/psap-no-05-no-akuntansi-persediaan.html.
[11 april 2015].

Anda mungkin juga menyukai