Disusun Oleh:
Tingkat 3 C
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi
pemerintahan mengenai akuntansi persediaan.
2. Untuk mengetahui definisi persediaan.
3. Untuk mengetahui pengakuan persediaan dalam akuntansi pemerintahan.
4. Untuk mengetahui pengukuran persediaan dalam akuntansi pemerintahan.
5. Untuk mengetahui cara pencatatan akuntansi persediaan.
6. Untuk mengetahui penyajian dan pengungkapan persediaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam PSAP NO. 05 tentang akuntansi persediaan menyatakan bahwa standar ini
diterapkan dalam penyajian seluruh persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum
yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja,
transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban. dan
ekuitas. standar ini diterapkan untuk seluruh entitas pemerintahan pusat dan daerah tidak
termasuk perusahaan negara/daerah.
Pengakuan merupakan pencatatan suatu item dalam akuntansi yang selanjutnya akan
disajikan dalam laporan keuangan. Pengakuan membutuhkan konsep untuk menentukan kapan
dan bagaimana transaksi keuangan dapat diakui sebagai unsur dalam laporan keuangan.
Bagaimana persediaan diakui sebagai unsur yang akan disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah berbasis akrual, yaitu pada saat terpenuhinya hal-hal berikut ini:
a. Pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh dan mempunyai nilai atau biaya yang
dapat diukur dengan andal. Biaya tersebut didukung oleh bukti/dokumen yang dapat diverifikasi
dan di dalamnya terdapat elemen harga barang persediaan sehingga biaya tersebut dapat diukur
secara andal, jujur, dapat diverifikasi, dan bersifat netral, dan/atau
b. Pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau penguasaannya berpindah. Dokumen
sumber yang digunakan sebagai pengakuan perolehan persediaan adalah faktur, kuitansi, atau
Berita Acara Serah Terima (BAST).
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan
setiap unsur laporan keuangan. Persediaan dicatat sebesar jumlah uang yang menjadi nilai dari
persediaan tersebut. Jumlah uang tersebut menunjukkan biaya yang dapat diukur secara andal
atas perolehan/kepemilikan persediaan. Persediaan yang diperoleh dari pembelian disajikan
sebesar harga perolehan, yang meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan
ditambah dengan biaya lain yang secara langsung dapat dibebankan pada persediaan serta
dikurangi apabila ada potongan harga, rabat, atu pengurang lain yang serupa. Untuk persediaan
yang diproduksi sendiri diukur sebesar harga pokok produksi, yaitu biaya langsung yang terkait
dengan produksi persediaan ditambah biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis.
Sedangkan persediaan yang diperoleh dengan cara lainnya, pengukurannya menggunakan nilai
wajar. Contoh persediaan berupa hewan dan tanaman dari hasil pengembangbiakan, persediaan
dari donasi, dari rampasan dan lainnya. Pada akhir periode, apabila terdapat sisa persediaan,
metode yang digunakan untuk mengukur nilai persediaan akhir tersebut adalah metode First In
First Out (FIFO) dan metode harga pembelian terakhir. Metode FIFO digunakan untuk jenis
persediaan untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat/pemda, sedangkan harga pembelian
terakhir digunakan untuk persediaan yang nilainya tidak material dan jenisnya bermacam-
macam, seperti barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan
untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku dan barang dalam
proses/setengah jadi.
1. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan meliputi harga
pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa
mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan
yang terakhir diperoleh. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan
untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
2. Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan meliputi
biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang
dialokasikan secara sistematis berdasarkan ukuran – ukuran yang digunakan pada saat
penyusunan renana kerja dan anggaran.
3. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan. Harga/nilai wajar
perseiaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang memahami dan
berkeinginan melakukan transaksi wajar. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakan
dinilai dengan menggunakan nilai wajar.
Misalkan
menurut
Ikhtisar L/R
perhitungan Jika hasil inventarisasi fisik tidak
Persediaan 150
fisik pada akhir sama dengan saldo rekening
B.D. 150
tahun saldo persediaan, perusahaan perlu
persediaan Rp membuat jurnal, jika sama tidak
200 dan pada perlu membuat jurnal.
Persediaan
awal tahun Rp
B.D 200
150.
Ikhtisar L/R 200
Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit.
Tentukan:
1. Persediaan per 31 Januari 2006.
2. Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.
Barang yang tersedian untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 =
1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya
berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar penentuan
harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir sebagai berikut:
1. FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali
dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian yang termuda/terakhir.
2. LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang pertama kali keluar,
sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.
3. Rata-rata (Everage), pengeluaran barang secara acak dan harga pokok barang yang sudah
digunakan maupun yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.
Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem perpetual.
1. Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik
1. FIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang digunakan sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari
barang yang pertama kali dibeli, yaitu:
200 unit @ Rp10 = Rp2,000
400 unit @ Rp12 = Rp4,800
100 unit @ Rp11 = Rp1,100
Harga pokok penjualan Rp7,900
Selanjutnya persediaan yang 300 unit dianggap dari pembelian tanggal 26 dan 30 Januari 2006
dengan rincian sebagai berikut:
200 unit @ Rp11 = Rp2,200
100 unit @ Rp13 = Rp1,300
Persediaan akhir Rp3,500
2. LIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang dijual sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang
yang terakhir dibeli, yaitu:
100 unit @ Rp13 = Rp1,300
300 unit @ Rp11 = Rp3,300
300 unit @ Rp12 = Rp3,600
Harga pokok penjualan Rp8,200
Selanjut persediaan akhir 300 unit dianggap berasal dari pembelian tanggal 1 dan 12 Januari
2006, yaitu:
200 unit @ Rp10 = Rp2,000
100 unit @ Rp12 = Rp1,200
Persediaan akhir Rp3,200
3. Metode Rata-rata
Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan sebagai
berikut:
Tanggal Keterangan Unit Harga per Unit Jumlah
Jan 1 Persediaan 200 Rp10 Rp2,000
12 Pembelian 400 Rp12 Rp4,800
26 Pembelian 300 Rp11 Rp3,300
30 Pembelian 100 Rp13 Rp1,300
Jumlah 1,000 Rp11,400
Rata-rata = Rp11,400 : 1,000 Rp11.4
Harga pokok penjualan = 700 x Rp 11.4 = Rp7,980
Persediaan akhir = 300 x Rp11.4 = 3,240
2. Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual
Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan
persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan
menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan. Satu
jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok untuk persediaan
yang nilainya tinggi.
Misalkan atas satu jenis barang diperoleh informasi sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Unit Harga Beli per Unit
Jan. 1 Persediaan 200 Rp10
12 Pembelian 400 Rp12
17 Dijual 300
26 Pembelian 300 Rp11
27 Dijual 200
28 Dijual 300
30 Pembelian 100 Rp13
A. Simpulan
Definisi Persediaan (Menurut Peraturan Pemerintah RI No 71 Th. 2010) : Persediaan
adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung
kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau
diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Dalam PSAP NO. 05 tentang akuntansi
persediaan menyatakan bahwa standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh persediaan dalam
laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk
pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk
pengakuan pos-pos aset, kewajiban. dan ekuitas. standar ini diterapkan untuk seluruh entitas
pemerintahan pusat dan daerah tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
Persediaan (inventory) adalah aset lancar bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang
dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Pengakuan merupakan pencatatan suatu item dalam akuntansi yang selanjutnya akan disajikan
dalam laporan keuangan. Pengakuan membutuhkan konsep untuk menentukan kapan dan
bagaimana transaksi keuangan dapat diakui sebagai unsur dalam laporan keuangan. Sedangkan
persediaan dicatat sebesar jumlah uang yang menjadi nilai dari persediaan tersebut. Jumlah uang
tersebut menunjukkan biaya yang dapat diukur secara andal atas perolehan/kepemilikan
persediaan. Akuntansi pemerintahan dalam mencatat pengadaan persediaan menggunakan
metode fisik (physical method) atau metode periodik (periodical method) artinya persediaan
yang diperoleh atau diadakan dicatat sebagai “belanja” yang merupakan komponen atau
nominal/temporer. Namun persediaan yang dibeli/diperoleh secara pisik diadministrasikan oleh
bagian gudang/barang berdasarkan prinsip perpetual. Secara periodik (biasanya akhir tahun
buku) berdasarkan hasil perhitungan pisik, nilai persediaan dicatat dalam akun “persediaan” di
sisi debit, dan akun “cadangan” dicatat di sisi kredit.
DAFTAR PUSTAKA