Anda di halaman 1dari 4

TEKS CERITA

INSPIRATIF

“ Buya Hamka Dan Awka”

Nama : Lutfiah Rahmadini Fitria


Kelas : IX-C
No. Absen : 16
KISAH INSPIRATIF BUYA HAMKA
DAN AWKA

Kisah Hamka dan Awka


Hamka adalah Ketua MUI pertama, juga dikenal sebagai tokoh Masyumi dan ulama
Muhammadiyah. Dirinyalah orang yang menetapkan fatwa haram bagi umat Islam terkait
perayaan Natal bersama. Pada 19 Mei 1981, Hamka meletakkan jabatannya sebagai Ketua
MUI karena merasa ditekan oleh menteri agama waktu itu, Alamsyah Ratu Perwiranegara. Ia
memilih mundur ketimbang harus menganulir fatwa tersebut.
Sembilan tahun sebelumnya, ketika Paus Paulus VI berkunjung ke Indonesia pada Desember
1970, Hamka berkata tegas kepada Presiden Soeharto bahwa ia menolak menghadiri
pertemuan dengan pemimpin Vatikan tersebut.
"Bagaimana saya bisa bersilaturahmi sedangkan umat Islam dengan berbagai cara, bujukan
dan rayuan, uang, beras, dimurtadkan oleh perintahnya?" tukasnya kala itu (Irfan Hamka,
Ayah... Kisah Buya Hamka, 2013:253).
Dan nantinya, Awka, adik kesayangannya Buya Hamka itu, menjadi seorang pendeta.
Melawat ke Barat
Awka dan sang kakak, Hamka, terlahir dari keluarga yang keislamannya sangat kuat di ranah
Minang. Ayah mereka, Muhammad Rasul atau Haji Abdul Karim Amrullah, adalah seorang
ulama besar dan merupakan salah satu orang Indonesia paling awal yang mendapat gelar
doktor kehormatan dari Universitas Al-Azhar Mesir, pencapaian yang kelak diraih pula oleh
Hamka.
Ayahanda Hamka dan Awka juga seorang pejuang nasional. Ketika sang ayah diasingkan ke
Sukabumi, Jawa Barat, pada 8 Agustus 1941 lantaran dianggap berbahaya oleh pemerintah
Hindia Belanda, Awka turut serta. Begitu pula saat ayahnya dipindah ke Jakarta seiring
berkuasanya Jepang ke Indonesia, Awka juga ikut. Sementara Hamka, yang 19 tahun lebih
tua darinya, sudah merantau ke mana-mana sejak usia belia.
Tanggal 2 Juni 1945, Haji Abdul Karim Amrullah wafat di pangkuan Awka. “Saya
mengucapkan kalimat syahadat sebagai kata penghabisan dari saya untuk melepasnya (sang
ayah),” tulis Awka dalam otobiografinya, Dari Subuh Hingga Malam: Perjalanan Seorang
Putra Minang Mencari Jalan Kebenaran (2011:32).
Beberapa tahun setelah sang ayah mangkat, Awka bertekad berdiaspora ke mancanegara.
Awal 1949, ia ikut kapal MS Willem Ruys yang berangkat dari Tanjung Priok menuju
Rotterdam. Awka bekerja sebagai tukang binatu di kapal Belanda itu. Setibanya di Belanda,
Awka tidak menetap, melainkan turut berlayar ke banyak tempat di belahan dunia lainnya.
Dari Amerika Selatan, kemudian ke Afrika, hingga akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di
San Francisco, California, Amerika Serikat.
Di sinilah pada 1952 Awka dikunjungi oleh sang kakak yang sudah cukup lama terpisah.
Hamka sengaja datang ke Amerika untuk membantu adiknya mencari pekerjaan dan akhirnya
diterima di Indonesia Supply Mission di New York kemudian di Konsulat RI yang berlokasi
di San Francisco.
Mengislamkan dan Dikristenkan
Awka—yang di negeri rantau memakai nama Willy Amrull—sempat jatuh cinta pada
seorang perempuan jelita bernama Sawitri. Namun, kasihnya tak pernah sampai karena
ayahanda sang pujaan hati, Ali Sastroamijoyo yang tidak lain adalah Duta Besar RI untuk
Amerika, tidak merestui.
Usai patah hati, Awka kemudian menikah dengan wanita asli Amerika yang usianya lebih tua
darinya dan sudah memiliki 4 orang anak, pada 1957. Namun, perkawinan ini hanya 5 tahun
saja bertahan.
Di Amerika Serikat, Willy Amrull menyibukkan diri dengan menggagas Ikatan Masyarakat
Indonesia (IM) di California pada 1962 selain aktif pula dalam kegiatan Islamic Center di Los
Angeles.
Tahun 1970, Awka kawin lagi. Kali ini dengan seorang gadis blasteran Amerika-Indonesia,
Vera Ellen George, yang bersedia masuk Islam demi menjalani bahtera rumah tangga dengan
Awka. Mereka dikaruniai tiga orang anak, yaitu Rehana Soetidja dan Sutan Ibrahim yang
lahir di Amerika, serta Siti Hindun yang lahir belakangan di Bali.
Awka memang memboyong keluarganya ke Indonesia pada 1977. Namun, ia tak pulang ke
kampung halamannya di Maninjau, Sumatera Barat, melainkan ke Pulau Dewata tempat di
mana Awka saat itu bekerja. Dari sinilah prahara itu dimulai. Vera ingin kembali memeluk
agama asalnya, Kristen. Awka pun diajaknya serta.
Semula Awka menolak mentah-mentah karena latar belakang keislamannya yang sangat kuat.
Namun, akhirnya ia luluh demi keutuhan rumah tangga dan ketiga buah hati mereka. Tahun
1981, Awka sekeluarga pindah ke Jakarta, dan tiga tahun berselang, ia dibaptis oleh Pendeta
Gerard Pinkston di Kebayoran Baru (Willy Amrull, 2013:141).
Di tahun yang sama, 1983, Awka kembali ke Amerika Serikat. Tak lama kemudian, ia
ditetapkan sebagai pendeta oleh Gereja Pekabaran Injil Indonesia (GPII) di California. Sejak
saat itu, Awka dikenal dengan nama Pendeta Willy Amrull.
Misionaris di Kampung Sendiri
Sebagai seorang pendeta, salah satu kewajiban utama Willy Amrull adalah menyebarkan
ajaran agamanya. Dan misi itulah yang didapat Willy dari lembaga misionaris Kristen di
Amerika. Pada 1996, ia ditugaskan untuk melakukan syiar agama di kampung halamannya,
Sumatera Barat.
Tentunya Awka alias Willy tidak langsung memperkenalkan diri sebagai misionaris. Mula-
mula, ia mengaku sebagai pengusaha dan bekerja untuk Kedutaan RI di Amerika Serikat.
Willy memakai nama samaran Badru Amrullah.
Misinya berjalan lancar berkat Yanuardi Koto, Ketua Persekutuan Kristen Sumatera Barat
(PKSB), yang berasal dari Lubuk Basung (Bakhtiar, Ranah Minang di Tengah Cengkeraman
Kristenisasi, 2009:153). Yanuardi Koto juga seorang pendeta Gereja Protestan Indonesia
Barat (Majalah Gamma, 1999:63).
Oleh Yanuardi Koto, Willy diangkat sebagai pembina PKSB dan mereka berhasil merekrut
anak-anak muda Minang, terutama dari kalangan ekonomi lemah, untuk dikristenkan—
kegiatan yang membikin Buya Hamka menolak bertemu Paus Paulus VI pada 1970.

Awka atau Pendeta Willy Amrull menyebut proses pengkristenan tersebut dengan istilah
“pemuridan”. Ia menjelaskan cukup lengkap tentang berbagai tekniknya dalam buku
otobiografinya. Tahun 1998, Yanuardi Koto tersangkut kasus. Ia dituding terlibat dalam
perkara penculikan gadis 17 tahun bernama Khairiah Enniswah (Wawah). Beberapa sumber
menyebut siswi Madrasah Aliyah Negeri 2 Padang ini dijebak dan dikristenkan secara paksa,
termasuk dalam buku karya Deliar Noer, Islam & Politik.
Nama Pendeta Willy Amrull juga disangkut-pautkan dalam peristiwa itu. Namun, hingga
kasusnya disidangkan di Padang, keberadaan Willy tidak diketahui. Ia rupanya sudah kembali
ke Amerika. Willy mencurigai bahwa perkara Wawah sengaja digunakan untuk
menjebaknya, sehingga ia buru-buru menghilangkan jejak. Sebagai klarifikasi, ia
menghubungi sejumlah instansi internasional kendati babak akhirnya tetap saja mengambang.
Sejak terjadinya kasus Wawah di tanah kelahirannya itu, Pendeta Willy Amrull atau Abdul
Wadud Karim Amrullah alias Awka tidak pernah pulang lagi ke Indonesia hingga meninggal
dunia di California pada 25 Maret 2012, tepat tujuh tahun yang lalu.

Anda mungkin juga menyukai