KAJIAN PUSTAKA
sekitarnya. Sendi lutut adalah merupakan salah satu sendi besar yang menahan
axial loading cukup berat (Flandry & Hommel 2011). Sendi lutut merupakan sendi
pergeseran dan berputar atau rotasi (Ángel et al. 2012). Sebagai sendi sinovial,
sendi lutut memiliki suatu membran sinovium dengan cairan sinovial sebagai suatu
lubrikan yang mengurangi friksi beban kerja dari sendi. Stabilitas sendi lutut
tergantung pada kekuatan dari otot dan tendon di sekeliling sendi lutut, ligamen
yang menghubungkan femur dan tibia, serta otot yang berperan besar dalam
menjaga stabilitas sendi lutut adalah otot quadricep femoris, khususnya serat
inferior dari vastus medial dan lateral (Flandry & Hommel 2011; Bs & Johanson
2009).
Anatomi dari sendi lutut terbagi dalam beberapa struktur jaringan yaitu
komponen tulang, komponen jaringan lunak, dan jaringan saraf serta jaringan
1. Komponen tulang dari sendi lutut antara lain femur, patella, tibia, dan fibula.
3. Sendi lutut adalah sendi yang terdiri dari dua buah sendi condyloid dan satu
5
109
kapsul sendi yang memiliki suatu resesus posterolateral dan posteromedial yang
memanjang ke arah distal permukaan subkondral dari tibial plateu. Condylus femoral
a. Kapsul Sendi
Kapsul sendi khusus berisi lapisan fibrous external (kapsul fibrous) dan
membran synovial internal yang melapisi permukaan internal dari celah artikular
yang tidak dilapisi kartilago artikular. Lapisan fibrous menempel ke femur pada
inferior lapisan fibrous berlekatan dengan margin dari permukaan artikular tibia
(tibial plateau) kecuali pada tempat di mana tendon popliteus menyilang tulang.
bagian anterior.
b. Membran sinovial
Membran sinovial yang tebal melapisi bagian internal dari kapsul fibrous dan
berlekatan ke perifer dari patella dan tepi meniskus. Membran synovial melapisi
berada di antara condylus femur dan tibial plateau. Meniskus bagian medial
berbentuk seperti huruf “C” dan kurang mobile karena terfiksir oleh ligamen
coronary dan kapsul. Sedangkan meniskus lateral berbentuk sirkular dan lebih
mobile sehingga lebih sering mengalami robekan pada cedera ligamen crutiatum
109
110
memiliki tiga lapisan yaitu lapisan superfisial, lapisan permukaan, dan lapisan
artikular, dan membantu rotasi dari sendi lutut(Mclean et al. 2010)Terdapat tiga
zona pada meniskus yaitu zona red, zona red/white, dan zona white. Sepertiga
bagian perifer dari meniskus memiliki vaskular yang berasal dari perivaskular
110
111
Selain itu terdapat dua ligamen intraartikular dalam sendi lutut yaitu
tibia, meyilang di dalam kapsul sendi tapi berada diluar celah artikular. Ligamen
Selama rotasi medial dari tibia pada femur, ligamen cruciatum berputar
satu sama lain sehingga jumlah rotasi medial terbatas sekitar 10°. Karena
terlepas satu sama lain selama rotasi lateral, hampir 60° rotasi lateral yang
mungkin ketika lutut fleksi >90°. Titik persimpangan dari ligamen cruciatum
berfungsi sebagai poros gerakan berputar di sendi lutut. Ketika sendi lutut fleksi
pada sudut yang benar, tibia tidak dapat ditarik anterior karena dipegang oleh
ACL. Saat fleksi lutut dengan loading, PCL adalah faktor utama untuk
111
112
Otot dan tendon pada sendi lutut memberikan stabilitas dinamis. Otot pada betis
f. Saraf
Saraf dari sendi lutut adalah cabang artikular dari saraf femoral, tibia, dan fibula
communis, serta saraf obturator dan saphena . Tetapi tiga macam saraf yang
penting dalam anatomi sendi lutut yaitu saraf tibial, saraf common peroneal, dan
saraf kutaneous
g. Vaskular
Arteri yang menyuplai sendi lutut adalah 10 pembuluh darah yang membentuk
112
113
femoral, poplitea, serta cabang anterior dan posterior rekuren dari arteri rekuren
Terdapat 12 bursa di sekitar sendi lutut karena sebagian tendon berjalan sejajar
bebas selama gerakan lutut. Empat bursa berkomunikasi dengan rongga artikular
sendi lutut yaitu: bursa suprapatellar (di dalam quadriceps distal), bursa
2.2 Biomekanik Sendi Lutut (Zaffagnini et al. 2013; Flandry & Hommel 2011)
Biomekanik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang aksi dari suatu gaya
atau tekanan (force) baik internal ataupun eksternal pada suatu benda hidup(Brown
et al. 2014). Dalam melihat biomekanik terdapat banyak unsur yang perlu dipahami
Sendi lutut merupakan suatu sendi yang termasuk kurang stabil. Stabilitas
statis dan stabilizer dinamis (Ullrich 2002). Stabilizer dinamis akan mengkompensasi
jika stabilizer statis cedera (misalkan pada cedera ACL). Stabilizer statis dan dinamis
ligament arcuata
113
114
perpotongan garis yang berasal dari pusat lutut ke atas menuju pusat shaft femur dan
garis kebawah dari pusat lutut menuju ke pusat shaft tibia. Pada keadaan normal, axis
anatomis femur dan tibia membentuk sudut valgus 6 ± 2 derajat. Axis mekanik
(Mechanical Axis) ekstremitas bawah didefinisikan sebagai garis yang ditarik pada
radiografi anteroposterior kaki saat berdiri, dari pusat caput femoral ke pusat “dome”
talar. Sumbu mekanik ini biasanya terproyeksi melalui pusat sendi lutut,
digambarkan sebagai "netral". Ketika sumbu mekanik terletak pada sisi lateral pusat
lutut, lutut dalam keselarasan (alignment) valgus mekanik. Dalam keselarasan varus
mekanik, sumbu mekanik ekstremitas terletak pada sisi medial pusat lutut. Axis
anatomis ini tidak dapat menentukan adanya malunion atau abnormalitas lain dari
femur proximal, shaft femur, distal tibial, kaki atau ankle. Sedangkan axis mekanis
dapat menentukan hal tersebut. Sehingga axis mekanikal digunakan sebagai rencana
untuk prosedur rekonstruksi osteoartritis lutut (Moyer et al. 2010). Pasien dengan
alignment yang normal saat berdiri tegak dengan kedua kaki, garis gaya tumpuan
berat dar pusat caput femur melalui pusat sendi lutut dan melalui pusat ankle (Mclean
et al. 2010).
114
115
Gerakan lutut yang terjadi selama postur berjalan normal adalah fleksi, ekstensi,
abduksi, adduksi, dan rotasi di sekitar sumbu panjang ekstremitas. Fleksi lutut yang
terjadi di sumbu transversal adalah fungsi dari geometri artikular lutut dan kekuatan
tahanan ligamen. Axis fleksi bervariasi secara heliks pada lutut yang normal,
2011)
Fleksi dan ekstensi adalah gerakan sendi lutut yang utama selain beberapa
rotasi yang terjadi ketika lutut fleksi. Fleksi dari lutut merupakan suatu kombinasi
dari rolling and sliding femur pada tibia dengan rasio yang bervariasi. Ketika kaki
sepenuhnya mengalami ekstensi dengan kaki di atas bidang datar, lutut secara pasif
terkunci karena rotasi medial femur pada tibia. Posisi ini membuat ekstremitas
bawah menjadi penampang solid dan lebih adaptatif dengan tahanan berat. Ketika
115
116
lutut terkunci, otot paha dan otot betis mengalami relaksasi sebentar tanpa membuat
sendi lutut menjadi tidak stabil. Untuk membuka sendi lutut yang terkunci,
popliteus berkontraksi dan memutar femur ke lateral sekitar 5° pada tibial plateau
sehingga fleksi lutut dapat terjadi. Meniskus harus mampu bergerak di tibial
plateau sebagai titik kontak antara femur dan tibia (Nagura et al. 2002)
Selama berjalan normal force (gaya) sekitar 3 kali berat badan akan
ditransmisikan melalui sendi lutut dengan porsi terbesar loading dibebankan ke sisi
beban yang diberikan. Dengan adanya aktivitas yang lebih berat seperti naik turun
Agar tungkai bagian bawah untuk berada dalam kesetimbangan, tiga kekuatan
utama harus berperan: GRF (Ground Reaction Force) (W); ketegangan pada tendon
patela (FP); dan gaya kompresif di tibial plateau dari sendi lutut (Fj). Di sini FP
diasumsikan bekerja pada 2,5 cm dari pusat O lutut. Untuk memenuhi saat
116
117
disebabkan oleh gaya reaksi darat + (W) x (7.5) harus sama momen ekstensi (searah
jarum jam) yang disebabkan oleh kekuatan tendon patela - (Fp) x (2,5). Dengan
segitiga kekuatan, gaya reaksi sendi Fj ditentukan menjadi 3,5 W. Dengan demikian,
kekuatan yang besar untuk mengangkat berat badan dapat dibuat bahkan saat tungkai
menaiki tangga dengan beban yang diasumsikan mencapai 4 sampai 5 kali berat
Gait Cycle merupakan unit dasar pengukuran dalam analisis langkah (gait
analysis). Terdapat dua fase dalam gait cycle, yakni stance phase dan swing phase.
Stance phase merupakan bagian dari siklus gait dimana kaki mengalami kontak
dengan tanah. Fase ini mengambil 62% dari keseluruhan siklus, yang diawali
dengan initial foot strike dan diakhiri dengan toe-off. Swing phase terjadi ketika
kaki berada di udara dan mengambil 38% dari keseluruhan siklus, yang diawali oleh
fase toe-off dan diakhiri oleh foot strike pada sisi ipsilateral yang kedua kalinya.
Satu siklus gait dihitung saat satu kaki kontak dengan tanah berakhir ketika kaki
yang sama kontak lagi dengan tanah(Miller et al. 2015). Setiap fase dari kedua fase
ini dibagi lagi menjadi beberapa komponen yang lebih kecil. Secara klasik,
yaitu heel strike, foot flat, midstance dan.push-off atau toe-off. Sedangkan swing
phase dibagi menjadi tiga komponen, yaitu acceleration phase, midswing dan
117
118
deceleration. Mengacu kepada terminologi gait cycle yang baru, gait cycle dapat
dibagi menjadi enam periode, yaitu Initial Contact, Single Limb Support, Second
Double Limb support, Initial Swing, Mid-Swing, dan Terminal Swing(Mummolo &
Periode I: Initial Contact / Initial Double Limb Support (0-12% dari gait cycle)
Periode ini diawali dengan foot strike yang pertama dan diakhiri oleh toe-off
pada sisi kontralateral. Center of mass (COM) mulai meningkat sepanjang periode
ini seiring dimulainya pergerakan tungkai bawah. Periode ini ditandai oleh rapid
loading dengan absorpsi beban (shock absorption), terutama yang berasal dari lutut,
tanah. Kontrasnya, lutut mengalami ekstensi penuh dan kemudian fleksi selama
periode ini. Ankle berganti posisi dari netral menjadi plantarfleksi hingga kaki
Periode ini diawali dengan toe-off dan diakhiri dengan foot strike pada kaki
sisi kontralateral. Panggul kembali mengalami ekstensi selama periode ini seiring
periode ini namun pada akhir periode secara aktif mengalami plantarfleksi.
Periode III: Second Double Limb Support (50-62% dari gait cycle)
118
119
Periode ini disebut juga pre-swing, diawali dari foot strike dan diakhiri
dengan toe-off. COM berada pada nilai terendahnya saat awal periode ini dimana
kedua kaki mengalami kontak dengan tanah sebelum kemudian meningkat lagi saat
tungkai kontralateral berada pada permulaan double limb support. Saat berat badan
depan tubuh yang berakibat fleksi panggul dan lutut. Ankle mengalami plantarfleksi
Merupakan permulaan interval dari second single limb support. Diawali saat
kaki mengangkat dari tanah (toe-off) dan berakhir saat kaki yang mengayun
terangkat sepenuhnya dari tanah dan sisi kontralateral sepenuhnya berdiri pada kaki
kontralateral. COM mencapai puncaknya menuju akhir dari periode ini begitu kaki
sisi kontralateral berada pada pertengahan single limb support. Ankle berlanjut ke
terangkat dari tanah. Fleksi lutut berlanjut secara cepat dan mencapai puncaknya
pada akhir periode ini, yang mana akhirnya mengakibatkan fleksi hip.
Periode ini merupakan sepertiga tengah dari swing phase. Dimulai dari foot
clearance dimana kedua kaki bersebelahan dan diakhiri ketika kaki yang berayun
berada di depan tubuh dan tibia berada dalam posisi vertikal. COM berkurang
selama periode ini ketika tungkai kontralateral berada pada pertengahan periode
single limb support. Panggul berlanjut mengalami fleksi, lutut secara cepat mulai
119
120
Merupakan periode sepertiga akhir dari swing phase. Dimulai ketika tibia
berada pada posisi vertikal dan diakhiri dengan initial contact (foot strike). COM
mencapai nilai terendah pada akhir dari periode ini seiring dengan dimulainya
double limb support. Ekstensi lutut berlanjut, diiringi fleksi maksimal panggul pada
awal periode ini dan kemudian mengalami ekstensi sebelum periode double limb
support. Ankle tetap berada dalam posisi dorsofleksi hingga mencapai netral.
Saat berlari, fase toe-off terjadi sebelum 50% dari siklus berakhir. Pada siklus ini
tidak dijumpai periode dimana kedua kaki mengalami kontak dengan tanah secara
bersamaan. Kedua kaki melayang secara bersamaan sepanjang siklus, baik saat
awal dan akhir dari swing phase, yang disebut dengan double float. Durasi toe-off
semakin sedikit waktu yang dipakai untuk stance phase. Toe-off terjadi pada 39%
dari siklus berlari. Pada pelari cepat, toe-off hanya terjadi sebanyak 22% dari siklus
(Jordan, John H. Challis, et al. 2007; Jordan, John H Challis, et al. 2007)
120
121
saat berlari dapat disebut dengan absorption dan propulsion. Fase ini tidak
bertepatan dengan Initial contact dan toe-off, dimana keduanya berada diluar fase.
Saat periode absorption, pusat massa tubuh jatuh pada puncak tertinggi saat double
float. Periode ini dibagi menjadi Initial contact absorption pada swing phase dan
kecepatannya secara horizontal selama periode ini. Setelah stance phase, pusat
massa tubuh didorong ke depan dan ke atas saat propulsion stance phase.
phase). Setelah itu, periode absorption dimulai (Moe-nilssen & Helbostad 2004).
2.3.2 Kinematika
secara grafik variabel kinematik sebagai fungsi dari persentase total gait cycle atau
waktu. Salah satu yang harus diperhatikan, adalah cara pengukuran sudut seperti
apa yang mewakili gerakan tertentu ketika membaca grafik tersebut. Sebagai
121
122
contoh adalah, sudut pinggul merupakan posisi absolut dari segmen paha yang
relatif terhadap bidang vertikal atau sudut yang dibentuk diantara orientasi paha dan
Kinetika dalam berlari termasuk penyerapan beban dan kontrol dari vertical
collapse selama fase penerimaan beban, kontrol keseimbangan dan postur bagian
atas tubuh, dan kontrol perubahan arah terhadap pusat massa tubuh.
tekanan dapat direpresentasikan secara grafis dalam banyak cara. Tekanan awalnya
122
123
medial tumit dan kaki depan di mana dua puncak tekanan yang besarnya hampir
sama dijumpai di bawah metatarsal pertama dan kedua. Tentu saja hal ini dapat
berbeda secara signifikan oleh pemakaian sepatu yang dapat membedakan aplikasi
tekanan untuk struktur anatomi kaki yang berbeda (Tom & Novacheck 1998)
Data Raw force plate dapat dianalisa dan digambarkan relatif di laboratorium
analisis koordinat. Tipe analisis ini telah banyak dilaporkan. Beberapa studi
force, net joint moment and power dapat dihitung. Metode matematis yang
digunakan untuk perhitungan ini adalah inverse dynamic. Selama berlari, pola ankle
moment sama dengan saat berjalan. Kontak awal adalah dengan tumit. Forefoot
Mulai timbulnya ankle moment adalah saat ankle mengalami plantar flexion yang
terjadi pada 5 - 10% dari siklus berlari. Sebaliknya, selama berlari tidak terjadi
dorsofleksi saat awal karena kontak awal adalah pada forefoot diikuti dengan
dorsofleksi segera (Lee et al. 2009; Ullock et al. 2009; Dugan & Bhat 2005). Energi
total yang diserap di bagian pergelangan kaki lebih besar dalam berlari cepat.
Periodeabsorbsi diikuti oleh periode generasi baik berjalan, berlari, atau lari cepat.
123
124
Pola pada knee moment saat berlari sama dengan berlari cepat. Untuk
phase yang memproduksi knee flexion momen tdan juga mengontrol ekstensi lutut
yang cepat. Tak lama setelah kontak awal, quadriceps menjadi dominan
memproduksi extensor knee moment (Winby et al. 2009; Lee et al. 2009).Besarnya
puncak saat lutut ekstensi cenderung lebih besar saat berlari dibanding lari cepat.
Hal ini terkait dengan besarnya derajat fleksi lutut yang sesuai dengan beban yang
Dalam berlari, fleksi lutut diikuti kontak awal dan kontraksi quadriceps secara
eksentrik. Hal ini dipandang sebagai kekuatan absorbsi dan mencerminkan peran
penting meniscus sebagai shock absorbant. Dalam berlari cepat, plantar flexors
ankle menyerap banyak gaya dari kontak dengan tanah. Oleh karena itu, sedikit
kekuatan diserap di lutut. Dalam berlari dan juga lari cepat, ekstensi lutut terjadi di
paruh kedua stance phase. Otot quadriceps berkontraksi secara konsentris dan
dihasilkan daya propulsi (Winby et al. 2009). Pada swing phase, daya yang
dihasilkan oleh otot yang melintasi lutut sangat sedikit. Sebaliknya otot menyerap
kekuatan untuk mengontrol pergerakan kaki saat swing phase. Kontraksi rektus
secara eksentrik untuk mengontrol momentum tibia dan mencegah lutut ekstensi
Pola momentum hip sama bentuknya untuk semua gerakan ke depan. Hanya
saja sebelum dan setelah kontak awal didominasi oleh ekstensor hip. Sebaliknya,
fleksor hip dominan di paruh kedua stance phasemelalui paruh pertama swing
124
125
phase. Kedua fleksor dan ekstensor dari hip bertanggung jawab untuk
meningkatkan generasi kekuatan dalam berlari. Puncak fleksi hip terjadi pada paruh
kedua dari swing phase. Setelah puncak fleksi terjadi, ekstensor hip berkontraksi
awal (Winby et al. 2009). Ekstensor hip terus menghasilkan tenaga melalui paruh
pertama stance phase dan panggul terus berekstensi. Kemudian, fleksor hip menjadi
dominan dan kecepatan tungkai berkurang dan berputar mundur bersiap untuk
yang menciptakan mereka berfungsi terutama sebagai stabilisator. Oleh karena itu,
daya yang dihasilkan dan diserap jauh lebih sedikit daripada di bidang sagittal.
Selama stance phase, momen hip abductor diproduksi terus menerus terutama oleh
gluteus medius. Adduksi hip terjadi dalam tahap absorbsi karena ground reaction
force jatuh ke sisi medial hip dan momen hip abduksi berkurang dari saat momen
hip adduksi eksternal akibat beban gravitasi dan percepatan (Meardon et al. 2011).
Kontraksi gluteus medius secara eksentrik dilakukan untuk mengontrol gerakan ini.
Selama fase propulsi, kontraksi gluteus medius secara konsentris mengabduksi hip
2.4 Berlari
125
126
Berlari merupakan salah satu bentuk olahraga yang paling populer, baik
dilakukan dimana saja oleh semua kalangan masyarakat. Di Amerika Serikat sekitar
40 juta pelari berlari secara rutin setiap tahunnya, dengan lebih dari 10 juta pelari
berlari sedikitnya 100 hari dalam setahun (Messier et al. 2008). Di Indonesia sendiri
belum ada studi epidemiologi yang mendata jumlah pelari baik secara profesional
Walaupun berlari dikaitkan dengan banyak keuntungan dan hal positif guna
menjaga kesehatan, namun aktifitas ini juga berhubungan erat dengan tingginya
risiko cedera, dimana cedera yang terbanyak terjadi adalah cedera akibat berlari
yang terjadi pada pelari dengan insiden pertahunnya sebesar 19.4% - 79.3%,
dimana lutut menjadi bagian tubuh yang paling sering mengalami cedera, dengan
prevalensi sebanyak 15-25% dari keseluruhan kejadian cedera (Ferreira et al. 2012;
Messier et al. 2008; Brunet et al. 1990). Kejadian cedera lebih banyak didapat pada
pelari laki-laki yang berlari sedikitnya 6 hari dalam seminggu dengan jarak tempuh
lebih dari 30 mil setiap minggunya (Van Gent et al. 2007). Di kalangan pelari
tungkai bawah, dimana pada pelari perempuan cenderung mengalami keluhan pada
olahraga, ditemukan kejadian nyeri lutut pada pelari pada rentang usia 15-35 tahun
126
127
dengan prevalensi sebanyak 19.6% dari seluruh cedera pada pelari perempuan,
Sebuah studi retrospektif pada tahun 2006 yang melibatkan 2886 pelari
mencapai 46%, dimana melibatkan jaringan lunak/soft tissue injury pada daerah
tungkai bawah/betis, tendon Achilles dan hamstring (McKean et al. 2006). Namun
sering dialami pelari yaitu cedera pada daerah lutut, yang mana secara khusus yaitu
cedera pada bagian anterior lutut (patellofemoral pain syndrome), Iliotibial band
fricition syndrome, tibial stress syndrome, plantar fascitis, Achilles tendonitis dan
dengan kecepatan sedang dapat melindungi kartilago dari proses degradasi yang
untuk menggambarkan cedera umum pada daerah lutut yang dialami pelari. Kondisi
127
128
sendiri sebenarnya mencakup seluruh masalah yang terkait dengan nyeri pada sisi
anterior lutut. Dengan mengekslusikan keluhan nyeri pada anterior lutut yang
dengan kelainan klinis anterior knee pain dapat didiagnosis dengan Patellofemoral
dalam hal ini tepat digunakan, mengingat tidak adanya temuan spesifik yang dapat
membedakan apakah nyeri berasal dari struktur dari patella atau femur pada regio
temuan patologis yang lebih spesifik (Pretorius et al. 2016; Petersen et al. 2014)
Runner’s knee banyak dijumpai pada pelari tanpa riwayat cedera langsung
pada lutut sebelumnya, namun secara gradual mengalami keluhan atau perasaan
tidak nyaman pada daerah lutut setelah berlari pada jarak tertentu. Perasaan tidak
nyaman biasanya timbul setelah berlari dengan intensitas berat, misalnya setelah
lebih jauh dibanding biasanya, atau berlari melintasi perbukitan (hill running). Hill
running (terutama dengan lintasan menurun) memicu timbulnya nyeri, yang juga
timbul saat menaiki atau menuruni tangga(Pretorius et al. 2016). Nyeri meningkat
dirasa memburuk, posisi duduk dengan lutut fleksi lebih dari 90 derajat akan
128
129
menyebabkan rasa tidak nyaman, yang akan menghilang setelah lutut diluruskan
2.5.2 Etiopathofisiologi
Runner’s Knee yaitu adanya pronasi berlebihan pada sendi subtalar pada
pertengahan stance phase dari siklus berlari, yang menyebabkan internal rotasi pada
tibia dan eksternal rotasi pada femur. Pada lutut, gerakan abnormal ini berakibat
(Zaffagnini et al. 2013). Predisposisi untuk mengalami cedera ini bertambah seiring
dengan overpronasi fungsional pada pelari. Faktor tambahan lainnya juga perlu
Secara garis besar ada tiga faktor yang memiliki kontribusi besar terhadap
2.5.2.1 Malalignment
hal ini yaitu anteversi femoral neck, genu valgum, hiperekstensi dari lutut, Q-angle,
tibia varum, dan pronasi berlebihan dari rearfoot (Klingman et al. 1997). Namun
129
130
derajat Q-angle yang tinggi dan patellofemoral pain (Karlsson et al. 1996; Kannus
Runner’s Knee, namun hal ini tetap memerlukan studi klinis lebih lanjut .
konfigurasi trochlea dan hubungan satu dengan yang lainnya sering menjadi
patella, yaitu subluksasi tanpa tilting, subluksasi dengan tilting, dan tilting tanpa
1999). Penelitian yang dilakukan oleh Insall et al., menyatakan bahwa abnormalitas
penyebab mayor terjadinya nyeri patellar (JN 1982). Penelitian yang dilakukan oleh
kelompok sampel wanita usia pertengahan dengan anterior knee pain dibandingkan
dengan kelompok kontrol tanpa keluhan (Dillon et al. 1983). Pada studi lainnya
yang dilakukan oleh Powers et al., (Powers CM, Perry J, Hsu A 1997) kelompok
sampel dengan Runner’s Knee maupun tidak, diminta melakukan pemeriksaan gait
akibat kompensasi dari gait primer pada kelompok sampel dengan anterior knee
130
131
pain dalam fungsinya pada stride length dan ritme berjalan. Namun hal ini tidak
Kombinasi dari malalignment dan defisit fungsi otot diyakini dapat menjadi
Bagaimanapun, pengukuran range of motion dari sendi panggul, lutut, dan ankle
anterior knee pain dan individu yang sehat (Thomeé et al. 1999).
hipotrofi atau adanya inhibisi pada otot ekstremitas bawah diyakini merupakan
131
132
penyebab potensial anterior knee pain. Namun demikian, belum dapat dibedakan
apakah penurunan kekuatan otot ini merupakan penyebab ataukah sebagai akibat
ditemui pada penderita anterior knee pain, dan ragam jenis kelemahannya telah
dilaporkan (Thomee et al. 1995; Kannus & Niittymaki 1994). Bennett dan
aktifitas yang lebih tinggi dan kurang efisien pada tungkai yang nyeri ketimbang
tungkai yang tidak nyeri (Calder et al. 2014). Meskipun demikian, Mȍller et al., dan
Thomeé et al., mengemukakan bahwa pasien dengan anterior knee pain memiliki
aktifitas EMG yang lebih rendah dibanding pasien kontrol selama akhir ekstensi
lutut pada posisi duduk(Thomeé et al. 1999). Souza dan Gross mempelajari pasien
dengan anterior knee pain, dan Voight dan Wieder juga mempelajari pasien-pasien
abnormal antara pola aktifasi Vastus Medialis (VMO) dan Vastus Lateralis (VL)
Banyak latihan terapi anterior knee pain ditekankan pada VMO sebab tarikan
ototnya pada sisi medial patella. Walaupun demikian, Cerny melaporkan bahwa
baik latihan yang secara selektif mengaktifasi VMO maupun patellar taping tidak
dapat memperbaiki VMO:VL rasio jika dibanding dengan latihan serupa (Thomeé
132
133
atau terhentinya aktifitas otot-otot vastus pada pasien dengan anterior knee pain
2.5.2.3 Overaktivitas
Knee lebih dikaitkan dengan peningkatan aktivitas fisik dan overloading ketimbang
bahwa pelari dengan anterior knee pain secara signifikan lebih terlibat dalam
yang diambil dari populasi normal, dan bahwa nyeri yang timbul berkaitan dengan
peningkatan aktivitas fisik (Powers CM, Perry J, Hsu A 1997). Thomeé et al.,
periode, dan kelompok ini secara signifikan lebih terlibat dalam kegiatan olahraga
kompetitif dibanding kelompok kontrol (Thomeé et al. 1999). Hal ini mendukung
temuan Fairbank bahwa pasien-pasien dengan level aktivitas yang tinggi tidak
mengalami nyeri lebih berat saat melakukan aktivitas ringan (Powers CM, Perry J,
Hsu A 1997).
lokal, distal, dan proksimal (Davis & Powers 2010). Faktor lokal merupakan faktor-
patellar ligament, synovium, retinakulum medial dan lateral, dan medial dan lateral
133
134
patellar ligament (Biedert & Sanchis-Alfonso 2002). Area kontak patella yang
meningkat seiring dengan bertambahnya fleksi lutut tidak serta merta diimbangi
(VMO) berperan penting sebagai medial stabilizer patella (Davis & Powers 2010).
Penyebab Runner’s Knee oleh adanya ganguan struktur pada bagian distal
distal, meliputi posisi eksternal rotasi pada kaki selama stance phase (Davis &
eversi rearfoot saat berjalan dan berlari, yang mana akan menimbulkan peningkatan
pada fleksi dan abduksi lutut, yang diasosiasikan dengan bertambahnya beban pada
mobilitas midfoot saat bergerak dari sendi subtalar pada posisi netral menuju static
Pada regio proksimal, adanya gangguan pada panggul pada bidang frontal dan
menggunakan cadaver dan MRI menunjukkan bahwa adanya internal rotasi femur
yang berlebihan memicu patellar tracking ke arah lateral dan meningkatkan stress
gerakan abduksi dan eksternal rotasi pada kelompok wanita sehat jika dibandingkan
dengan kelompok laki-laki sehat. Begitu pula pada wanita dengan Runner’s Knee,
Pada kelompok wanita sehat, menunjukkan adanya gerakan hip adduksi yang lebih
134
135
besar saat melakukan aktifitas fungsional jika dibandingkan dengan kelompok pria
sehat, dan begitu pula pada wanita dengan Runner’s Knee, menunjukkan gerakan
adduksi yang lebih besar jika dibanding dengan kelompok wanita sehat(Boling et
al. 2010; Ireland et al. 2003). Hal ini merupakan bukti bahwa pelari yang nantinya
akan mengalami Runner’s Knee mengalami adduksi dan internal rotasi hip yang
lebih besar(Ireland et al. 2003). Ditemukan juga bukti yang menunjukkan adanya
kompensasi mekanis dari salah satu hal ini, yaitu tibia vara, forefoot equinus dengan
triceps surae yang tegang, subtalar varus, forefoot varum, atau keduanya, dan torsi
yaitu inklinasi permukaan lari dan pemilihan sepatu lari yang tidak tepat. Ketika
pelari berlari pada permukaan yang tidak rata, kaki pada sisi atas dipaksa untuk
melakukan pronasi secara berlebihan, lutut menjadi valgus, dan menarik patella
keluar dari alignment normalnya (Myer et al. 2010; Besier et al. 2009). Sepatu
dengan lengkung dan material sol yang lembek pada bagian tengahnya secara lemah
Peningkatan jarak tempuh (mileage) secara ekstrim atau berlari dengan lintasan
135
136
berbukit-bukit yang terjal juga dapat menjadi predisposisi terjadinya runner’s knee
2.5.3 Patologi
patella. Gejala yang ditimbulkan berupa lutut seperti terkunci, terdengar bunyi pop,
memiliki riwayat trauma pada daerah lutut, atau pernah mengalami cedera
136
137
melakukan fleksi dan ekstensi pada lututnya, dan palpasi dapat menyebabkan
mencetuskan nyeri dilakukan pada kompresi, krepitasi dan nyeri pada palpasi,
2.5.4 Diagnostik
inferolateral, atau batas inferior dari patella, daerah pada insersi medial atau lateral
Keluhan yang dirasakan oleh pelari hendaknya tidak disebabkan oleh adanya
penyakit atau disfungsi lutut atau tulang lainnya, atau khususnya adanya krepitus
patella. Gejala lainnya yaitu nyeri saat aktivitas menekuk lutut yang berulang,
seperti naik tangga, berlari, loncat dan jongkok. Juga nyeri setelah duduk lama, dan
suara krepitasi saat menaiki tangga ataupun setelah duduk dalam waktu lama.
Kompresi patella dengan femur sebagai penahan dengan lutut fleksi 20º akan
Pada tahun 1962, MMPs pertama kali diperkenalkan oleh Jerome Gross dan
137
138
disintesis dari pro-MMPs inaktif yang kemudian diaktivasi saat pembelahan oleh
enzim proteinase ekstraseluler (Chu et al. 2015). MMPs terdiri dari tiga domain,
al. 2002). Enzim MMP memegang peranan penting pada pemecahan matriks
ekstraseluler (ECM), yang juga didapat pada proses remodeling jaringan normal
MMPs telah teridentifikasi, namun demikian hanya beberapa tipe tertentu yang
macam proses proteolitik. Peranannya yang pertama kali dikenali yakni dalam
138
139
reseptor permukaan sel, dan molekul-molekul adhesi sel (O. Zitka1, J. Kukacka2,
berbagai proses kerja sel, diantaranya diferensiasi tingkat seluler, migrasi, proses
atau MT4-MMP, MMP-24 atau MT5-MMP, dan MMP-25 atau MT6-MMP), dan
139
140
transkripsi dan translasi dari gen protease dan aktifasi enzim bentuk proform.
berbagai faktor seperti MMPs jenis lainnya, serine protease atau radikal bebas.
2.6.1 MMP-3
Kelompok gen MMP3 merupakan anggota kluster gen MMP yang terletak di
kromosom 11q22. Enzim ini diperkirakan memiliki berat molekul 42 kilodalton (O.
Enzim ini mendegradasi kolagen tipe II, III, IV, V, dan X serta proteoglycans,
140
141
fibronectin, laminin, dan elastin. MMP-3 juga mengaktivasi MMP lainnya, yaitu
krusial pada proses remodeling jaringan penunjang (Mamehara et al. 2010; Nerusu
kondisi sendi yang diberi beban dibandingkan dengan sendi yang tidak diberi
beban. Penelitian oleh Bevill et al. dimana dilakukan studi perbandingan efek
mechanical load pada beberapa regio sendi yang berbeda, memberi hasil bahwa
pada sisi yang diberi mechanical load terjadi peningkatan hitung jumlah molekul
kartilago, termasuk diantaranya Coll-II dan MMP-3 jika dibandingkan pada area
tanpa pembebanan sebagai grup kontrol(Bevill et al. 2009). Lin et al. pada studi in
dan chondrocytes yang diberi beban, dibandingkan dengan yang tanpa beban, dan
ditemukan peningkatan yang signifikan dari ekspresi gen MMP-3, MMP-1, dan
MMP-13 pada grup yang diberi beban (Lin Y-Y, Tanaka N, Ohkuma S, Iwabuchi
salah satu faktor yang memberikan kontribusi didapatkan perbedaan kadar ekspresi
MMP-3. Pada studi terbaru Akamine et al. ditemukan pengaruh bedanya besar
beban pada kerangka / scaffold kolagen, dimana MMP-3 dapat dilepas ke dalam
141
142
jaringan interstitial sebagai akibat dari pemberian beban yang berlebihan pada
kerangka kolagen (Akamine et al. 2012). Studi yang dilakukan oleh Lin et al.
dapat dipicu oleh osteoblast yang mengalami stres, termasuk disini jika terjadi
knee joint load, yang apabila terus berlanjut dapat menyebabkan terjadinya fase
juga dilaporkan dapat meningkatkan kadar mRNA MMP-3 sebanyak 10 kali lipat
pada jaringan artikular kartilago femoropatellar groove sapi dalam 24 jam pertama
pemberian beban secara terus-menerus / intermittent pada sel yang sama berakibat
pada peningkatan ekspresi MMP-3 sebanyak 8 kali lipat (Nicodemus & Bryant
penting pada regulasi kadar MMP-3. Pada studi yang dilakukan oleh Zielinska
Hertz (Hz) dapat meningkatkan ekspresi MMP-3 dengan perbedaan yang signifikan
142
143
tersebut tidak berbeda secara signifikan pada sampel yang telah mengalami cedera
kartilago sapi. Kartilago yang diekstrasi dipaparkan pada kompresi yang berpotensi
cedera, dan agen degradatif pada turnover kartilago, kemudian ekspresi mRNA
mRNA MMP-3 meningkat 10 kali lipat pada grup kartilagonya diberikan beban
yang berpotensi cedera, dibandingkan dengan grup kontrol (Patwari et al. 2003).
secara langsung. MMP dapat berperan penting pada proses tercetusnya rangsang
nyeri yang dipicu oleh inflamasi dan lesi saraf melalui jalurnya yang kompleks
reseptor nociceceptor yang responsif. Interleukin-1 beta (IL-1ß), TNF, dan nerve
growth factor sebagai contoh, mencetuskan terjadinya potensial aksi melalui kanal
arus sodium dan kalsium pada terminal nociceptor periferal (Parks et al. 2004).
Setelah terjadi kerusakan neural, mediator inflamasi yang sama dilepaskan oleh sel
143
144
imun periferal dan microglia di dalam spinal cord dan berkontribusi terhadap nyeri
Berkaitan dengan penelitian yang kami lakukan, setelah terjadi trauma akut pada
daerah lutut, yang disebabkan akibat pembebanan sendi secara abnormal atau berlebihan,
akan memicu terjadinya respon biologis yang didominasi oleh aktifitas katabolisme
(Mamehara et al. 2010). Bersamaan dengan terjadinya trauma akut, flare-flare sitokin
dilepas, menyerupai gambaran yang ditemukan pada proses penyembuhan luka, dan
mengandung tumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1ß, IL-6, IL-8, IL-1 receptor
antagonist (IL-1Ra), dan IL-10 (Abramson & Attur 2009). Kerusakan kartilago
ditunjukkan dari pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen setelah tejadinya cedera,
yang dilepas dan mencapai puncaknya pada minggu pertama, namun dapat bertahan selama
beberapa bulan dalam cairan sinovial. Matrix metalloproteinase yang lain seperti MMP-3,
protein (COMP) juga ditemukan tetap tinggi kadarnya dalam cairan sinovial setelah cedera
Gambar 2.12 Patofisiologi nyeri dan aksi-reaksi tingkat seluler pada sendi synovial
(Lee et al. 2013; Abramson & Attur 2009)
144
145
Pada kondisi dimana beban pada lutut berlebihan, terjadi aktifasi kondrosit dalam
2). Protein-protein ini dapat disekresi ke dalam cairan synovial dan bekerja pada
pada cairan synovial dan berfungsi sebagai catabolic inducers (Sun et al.
2014).Pada kondisi dimana terjadi beban berlebihan pada lutut, sebagian kondrosit
mengaktifkan sintesis protease dan sitokin yang dapat memberikan efek negatif
membuka jalan pada munculnya angiogenesis dan innervasi yang berujung pada
145