Anda di halaman 1dari 6

KISAH NABI ISMAIL A.

Kelahiran Ismail
Setelah Ibrahim kembali dari Mesir ke Palestina Bersama istri dan hamba
sahaya istrinya yang bernama Hajar, Ibrahim menginginkan seorang anak.
Kemudian ia berdoa kepada Allah SWT agar di karuniai seorang anak yang saleh
:”Wahai Tuhanku, berikanlah aku anak yang saleh”.
Nampaknya sarah merasakan apa yang terlintas di hati Ibrahim maka ia
berkata “Sesungguhnya Tuhan mengharamkan anak dariku maka aku berpendapat
supaya engkau kawin dengan sahayaku Hajar, barangkali Allah SWT memberimu
anak darinya”.
Karena sarah sudah lanjut usia dan tidak bias diharapkan untuk menghasilkan
anak, maka Ibrahim kawin dengan Hajar yang kemudian menurunkan Ismail
sebagaimana yang diceritakan dalam Kitab Kejadian.
Adapun Ismail, aku telah mendengar perkataanmu mengenai dia, dan inilah
Aku memberkatinya, mengembangkan serta memperbanyak dengan jumlah yang
banyak sekali, yaitu melahirkan dua belas pemimpin dan aku menjadikannya suatu
umat yang besar (Fasal 17 ayat 20).
Ini adalah berita gembira mengenai umat Muhammad, karena sesungguhnya
Muhammad adalah keturunan Ismail. Begitu Pula bangsa arab Hijaz dan janji yang
tidak terwujud dalam keturunan Ismail, kecuali melalui Muhammad SAW, dan
umatnya.

Hijrah Ke Wadi Makkah


Setelah beberapa waktu dari kelahiran Ismail, Allah Subhaanahu wa
Ta’ala memerintahkan Ibrahim pergi membawa Hajar dan Ismail ke Mekah, maka
Nabi Ibrahim memenuhi perintah itu dan ia pun pergi membawa keduanya ke Mekah
di dekat tempat yang nantinya akan dibangunkan ka’bah.
Tidak lama setelah sampai di sana, Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar
dan Ismail di tempat tersebut dan ingin kembali ke Syam. Ketika Hajar melihat Nabi
Ibrahim pulang, maka Hajar segera mengejarnya dan memegang bajunya sambil
berkata, “Wahai Ibrahim, kamu mau pergi kemana? Apakah kamu (tega)
meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada sesuatu
apa pun ini?” Hajar terus saja mengulang-ulang pertanyaannya berkali-kali hingga
akhirnya Ibrahim tidak menoleh lagi kepadanya. Akhirnya Hajar bertanya, “Apakah
Allah yang memerintahkan kamu atas semua ini?” Ibrahim menjawab, “Ya.” Hajar
berkata, “Kalau begitu, Allah tidak akan menelantarkan kami.”
Kemudian Hajar kembali dan Ibrahim melanjutkan perjalanannya hingga
ketika sampai pada sebuah bukit dan mereka tidak melihatnya lagi, Ibrahim
menghadap ke arah Ka’bah lalu berdoa untuk mereka dengan mengangkat kedua
belah tangannya, dalam doanya ia berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah
menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-
tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang
demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian
manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)
Kemudian Hajar mulai menyusui Ismail dan minum dari air persediaan.
Hingga ketika air yang ada pada geriba habis, dia menjadi haus, begitu juga anaknya.
Lalu dia memandang kepada Ismail sang bayi yang sedang meronta-ronta, kemudian
Hajar pergi meninggalkan Ismail dan tidak kuat melihat keadaannya.
Maka dia mendatangi bukit Shafa sebagai gunung yang paling dekat
keberadaannya dengannya. Dia berdiri di sana lalu menghadap ke arah lembah
dengan harapan dapat melihat orang di sana namun dia tidak melihat seorang pun.
Maka dia turun dari bukit Shafa dan ketika sampai di lembah, dia menyingsingkan
ujung pakaiannya lalu berusaha keras layaknya seorang manusia yang berjuang
keras, hingga ketika dia dapat melewati lembah dan sampai di bukit Marwah lalu
berdiri di sana sambil melihat-lihat apakah ada orang di sana namun dia tidak melihat
ada seorang pun. Dia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali (antara bukit Shafa dan
Marwah).
Memancarnya Air Zamzam
Saat dia berada di puncak Marwah, dia mendengar ada suara, lalu dia berkata
dalam hatinya “diamlah” yang Hajar maksud adalah dirinya sendiri. Kemudian dia
berusaha mendengarkannya maka dia dapat mendengar suara itu lagi, maka dia
berkata, “Engkau telah memperdengarkan suaramu jika engkau bermaksud
memberikan bantuan.” Ternyata suara itu adalah suara malaikat
Jibril ‘alaihissalam yang berada di dekat zamzam, lantas Jibril mengais air dengan
sayapnya hingga air keluar memancar. Akhirnya Hajar dapat minum air dan
menyusui anaknya kembali. Kemudian malaikat Jibril berkata kepadanya,
“Janganlah kamu takut ditelantarkan, karena di sini adalah rumah Allah, yang akan
dibangun oleh anak ini dan ayahnya dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-
nyiakan hamba-Nya.”
Hajar terus melalui hidup seperti itu hingga kemudian lewat serombongan
orang dari suku Jurhum atau keluarga Jurhum yang datang dari jalur bukit Kadaa’
lalu singgah di bagian bawah Mekah kemudian mereka melihat ada seekor burung
sedang terbang berputar-putar. Mereka berkata, “Burung ini pasti berputar karena
mengelilingi air padahal kita mengetahui secara pasti bahwa di lembah ini tidak ada
air.” Akhirnya mereka mengutus satu atau dua orang yang larinya cepat dan ternyata
mereka menemukan ada air. Mereka kembali dan mengabarkan keberadaan air lalu
mereka mendatangi air. Saat itu Hajar sedang berada di dekat air. Maka mereka
berkata kepada Hajar, “Apakah kamu mengizinkan kami untuk singgah bergabung
denganmu di sini?” Ibu Ismail berkata, “Ya boleh, tapi kalian tidak berhak memiliki
air.” Mereka berkata, “Baiklah.”
Ibu Ismail menjadi senang atas peristiwa ini karena ada orang-orang yang
tinggal bersamanya. Akhirnya mereka pun tinggal di sana dan mengirim utusan
kepada keluarga mereka untuk mengajak mereka tinggal bersama-sama di sana.
Ketika itu, Nabi Ismail belajar bahasa Arab dari mereka (suku Jurhum), dan Hajar
mendidik puteranya dengan pendidikan yang baik serta menanamkan akhlak mulia
sampai Ismail agak dewasa dan sudah mampu berusaha bersama ayahnya; Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam.

Pengorbanan Ismail
Selanjutnya, Nabi Ibrahim berkunjung menemui Hajar dan anaknya untuk
menghilangkan rasa kangennya kepadanya. Maka pada suatu hari, saat Nabi Ibrahim
telah bersama anaknya, ia (Ibrahim) bermimpi bahwa dirinya menyembelih
puteranya, yaitu Ismail ‘alaihissalam. Setelah ia bangun dari tidurnya, Ibrahim pun
mengetahui bahwa mimpinya itu adalah perintah dari Allah Subhaanahu wa
Ta’ala karena mimpi para nabi adalah hak (benar), maka Nabi Ibrahim mendatangi
anaknya dan berbicara berdua bersamanya. Ibrahim berkata, “Wahai anakku,
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah apa pendapatmu!” Ismail menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang sabar.” (QS. Ash Shaaffaat: 102)
Nabi Ibrahim membawa anaknya ke Mina, lalu ia taruh kain di atas muka
anaknya agar ia (Ibrahim) tidak melihat muka anaknya yang dapat membuatnya
terharu, sedangkan Nabi Ismail telah siap menerima keputusan Allah. Ketika Nabi
Ibrahim telah membaringkan anaknya di atas pelipisnya dan keduanya telah
menampakkan rasa pasrahnya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, maka Ibrahim
mendengar seruan Allah Subhaanahu wa Ta’ala, “Wahai Ibrahim, sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu
ujian yang nyata.” (QS. Ash Shaafffat: 104-106)

Tidak lama setelah ada seruan itu, Nabi Ibrahim melihat malaikat Jibril
dengan membawa kambing yang besar. Maka Nabi Ibrahim mengambilnya dan
menyembelihnya sebagai ganti dari Ismail.
Dari sinilah asal permulaan sunah berkurban yang dilakukan oleh umat Islam pada
tiap hari raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia.

Ibrahim dan Ismail Membangun Ka’bah

Sejak peristiwa itu, umat Islam dianjurkan untuk berkurban setiap hari raya
Idul Adha.
Advertisements
Ismail tumbuh menjadi anak yang saleh dan sehat. la selalu mendampingi
ayahnya dalam berdakwah. Suatu ketika, Nabi Ibrahim dan Ismail mendapatkan
petunjuk dari Allah agar membangun Ka'bah.
Selama berhari-hari, mereka membangun ka'bah. Setelah selesai, mereka
berdoa, "Ya Tuhan kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami. jadikanlah kami berdua
sebagai orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak
cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami
cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang."
Kemudian Allah rnenyuruh keduanya untuk menyeru kepada manusia agar
melaksanakan haji ke Mekah. Allah berfirman, "Dan berserulah kepada manusia
untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan
kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh
supaya menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut
nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan
berikanlah
untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir." Sejak saat itu, manusia
di penjuru dunia melaksanakan ibadah haji
Setelah sekian lama mengikuti dakwah ayahnya, Ismail diangkat Allah sebagai nabi.
Ismail layak menjadi seorang nabi. la memiliki sifat yang sangat mulia. Hal ini
dijelaskan oleh Allah dalam firmannya, "Dan ceritakanlah kisah Ismail di dalam Al
Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya dan dia adalah seorang
rasul dan nabi." Nabi Ismail diutus Allah untuk berjuang di jalan Allah dan
menyebarkan kebaikan kepada manusia yang lainnya.
Selain itu, kepribadiannya mencerminkan anak yang saleh. Hal ini terlihat dari
sifatnya yang taat dan patuh kepada Allah dan kedua orang tuanya, serta sikap
bijaksananya ketika menanggapi mimpi ayahnya.

Pesan dan Hikmah dari Kisah Di Atas ialah :


1. Keluarga Ibrahim layak dijadikan teladan karena ketaatan dan kepatuhannya
menjalankan perintah Allah. Mereka sukses melewati beberapa ujian.
2. Ketaatan dan Kepatuhan Nabi Ismail terhadap perintah Allah dan orang tuanya
mencerminkan kepribadian anak saleh yang patut dijadikan teladan.
3. Ketinggian budi pekerti yang dimiliki Ismail menjadikannya dicintai Allah dan
mendapatkan banyak keistimewaan dari-Nya, diantaranya diangkat menjadi nabi
dan rasul.
4. Perintah penyembelihan Ismail mengandung hikmah bahwa Allah mengajarkan
tentang berkorban, agar manusia senantiasa saling peduli dengan yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai