Anda di halaman 1dari 8

NABI ISMAIL AS

Dalam Islam, Nabi Ismail adalah nabi urutan kedelapan yang wajib diyakini. Nabi Ismail
(sekitar 1911-1779 SM) adalah seorang nabi dan rasul putera dari Nabi Inbrahim dan Siti Hajar, kakak
tiri dari Ishaq. Ia menjadi nabi pada tahun 1850 SM. Ia tinggal di Amaliq dan berdakwah untuk
penduduk Al-Amaliq, bani Jurhum dan Qabilah Yaman.
Bersama ayahnya Nabi Ibrahim as , Ismail membangun kembali Ka'bah. Beliau dilahirkan dari
istri kedua Nabi Ibrahim yang bernama Siti Hajar. Istri pertama Nabi Ibrahim yang bernama Siti
Sarah-lah yang memberi saran kepada Nabi Ibrahim untuk menikah lagi agar mendapatkan
keturunan. Sudah bertahun-tahun, Nabi Ibrahim tidak kunjung diberikan keturunan, padahal
umurnya sudah cukup tua. Beliau ingin memiliki seorang anak untuk dirawat dan diberi kasih
sayang. Maka, atas izin Allah Swt., Nabi Ismail pun lahir dari rahim istri kedua Nabi Ibrahim,
Siti Hajar. Nabi Ibrahim pun sangat gembira atas kelahiran anak laki-lakinya tersebut. Nabi
Ibrahim sangat bahagia dengan kelahiran Ismail yang kelak akan menjadi Nabi Allah.
Meski demikian, Allah menguji keimanan Nabi Ibrahim dengan memerintahkannya
mengajak Siti Hajar beserta Ismail ke sebuah tempat yang tandus bernama Mekah. Ketiganya
pun berangkat meninggalkan Siti Sarah di Syam. Tidak lama sesampainya di Mekah, Nabi
Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail di tempat tersebut dan ingin kembali ke Syam. Ketika
Hajar melihat Nabi Ibrahim pulang, maka Hajar segera mengejarnya dan memegang bajunya
sambil berkata, “Wahai Ibrahim, kamu mau pergi kemana? Apakah kamu (tega) meninggalkan
kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada sesuatu apa pun ini?” Hajar terus
saja mengulang-ulang pertanyaannya berkali-kali hingga akhirnya Ibrahim tidak menoleh lagi
kepadanya. Akhirnya Hajar bertanya, “Apakah Allah yang memerintahkan kamu atas semua
ini?” Ibrahim menjawab, “Ya.” Hajar berkata, “Kalau begitu, Allah tidak akan menelantarkan
kami.” Mendengar jawaban tersebut, Siti Hajar pun tunduk dan bersabar. Setelah itu, Nabi
Ibrahim pergi meninggalkan Siti Hajar dan Ismail di lembah tandus itu bernama Mekah tersebut
dengan perbekalan seadanya.
Kemudian Hajar kembali dan Ibrahim melanjutkan perjalanannya hingga ketika sampai
pada sebuah bukit dan mereka tidak melihatnya lagi, Ibrahim menghadap ke arah Ka’bah lalu
berdoa untuk mereka dengan mengangkat kedua belah tangannya, dalam doanya ia berkata, “Ya

1
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan
mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)

Nabi Ismail as. dan Air Zam-zam

Lembah itu sungguh sunyi. Tidak ada manusia atau seekor binatang pun di sana. Tidak juga ada
tumbuh-tumbuhan atau air yang mengalir. Kondisi itu membuat Siti Hajar sangat khawatir
dengan keadaan Ismail yang masih menyusui. Saat perbekalan mereka habis, Ismail mulai
menangis kehausan. Siti Hajar pun mendaki Bukit Safa untuk mencari air, tetapi ia tidak berhasil
menemukannya. Kemudian, ia berlari dan mendaki bukit Iainnya, yaitu Bukit Marwah, tapi tetap
tidak menemukan apa-apa. Pada saat di Bukit Marwah ia seperti mendengar suara manusia dari
arah Bukit Safa. la pun segera mendaki kembali ke sana, ternyata tidak ada siapa-siapa. Ketika
ada di atas Bukit Safa, ia seperti melihat mata air dari arah Bukit Marwah, ia pun kembali berlari
ke sana, tetapi lagi-lagi tidak berhasil menemukan apa-apa. Tangisan Ismail semakin kencang
dan menyayat hati Siti Hajar.
Tanpa sadar, Siti Hajar sudah bolak balik antara bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh
kali hanya untuk mencari air dan pertolongan. Akhirnya, ia kelelahan. Air susunya sudah habis
karena tubuhnya memang kehausan. Ismail terus menangis meminta minum. Kemudian Siti
Hajar mendengar suara Malaikat Jibril yang menunjuk suatu tempat (Shafa) dimana bayinya
(Ismail) dibaringkan dalam keadaan menangis sambil merentak-rentakan kakinya. Atas izin
Allah s.w.t. didekat Ismail menangis itu, memancarlah mata air. Siti Hajar tergesa-gesa
menampungnya. Kemudian Malaikat Jibril berkata kepada air yang berlimpah-limpah itu "Zam-
Zam!" yang artinya "Berkumpullah!" maka air itu berkumpul untuk kemudian menjadi telaga dan
sampai saat ini disebut telaga Zam-zam. Usaha Siti Hajar mencari air kian kemari dari bukit
Shafa ke Marwah dijadikan salah satu rukun Haji yang disebut Sha'i, yaitu berjalan kaki dari
Shafa ke Marwah, pulang pergi tujuh kali.

Siti Hajar segera meminum air zam-zam, lalu membasuh wajah Ismail dengan air
tersebut . Zam-zam adalah air ajaib, ia tidak hanya menghilangkan dahaga, tetapi juga

2
mengenyangkan perut sehingga air susu Siti Hajar terisi kembali. Lalu, Ismail mulai meminum
kembali air susu ibunya.
Hajar terus melalui hidup seperti itu hingga kemudian lewat serombongan orang dari
suku Jurhum atau keluarga Jurhum yang datang dari jalur bukit Kadaa’ lalu singgah di bagian
bawah Mekah kemudian mereka melihat ada seekor burung sedang terbang berputar-putar.
Mereka berkata, “Burung ini pasti berputar karena mengelilingi air padahal kita mengetahui
secara pasti bahwa di lembah ini tidak ada air.” Akhirnya mereka mengutus satu atau dua orang
yang larinya cepat dan ternyata mereka menemukan ada air. Mereka kembali dan mengabarkan
keberadaan air lalu mereka mendatangi air. Saat itu Hajar sedang berada di dekat air. Maka
mereka berkata kepada Hajar, “Apakah kamu mengizinkan kami untuk singgah bergabung
denganmu di sini?” Ibu Ismail berkata, “Ya boleh, tapi kalian tidak berhak memiliki air.”
Mereka berkata, “Baiklah.”
Ibu Ismail menjadi senang atas peristiwa ini karena ada orang-orang yang tinggal bersamanya.
Akhirnya mereka pun tinggal di sana dan mengirim utusan kepada keluarga mereka untuk
mengajak mereka tinggal bersama-sama di sana. Ketika itu, Nabi Ismail belajar bahasa Arab dari
mereka (suku Jurhum), dan Hajar mendidik puteranya dengan pendidikan yang baik serta
menanamkan akhlak mulia sampai Ismail agak dewasa
Setelah sekian lama, Nabi Ibrahim kembali ke Mekah untuk menjenguk anak dan istrinya
yang ia tinggalkan sendirian. Nabi Ibrahim sangat terkejut karena Mekah berubah menjadi
tempat yang ramai dan subur. la pun tinggal bersama Siti Hajar dan Ismail di tempat itu bersama
para penduduk yang lain
Kepatuhan Nabi Ismail as kepada Bapaknya

Nabi Ismail as tumbuh menjadi anak yang sangat patuh dan berbakti kepada orangtuanya.
Dia adalah anak laki-laki yang juga memiliki keimanan kuat kepada Allah seperti halnya
ayahnya. Nabi Ibrahim sangat menyayangi Nabi Ismail. Pada suatu hari, Allah memberi ujian
yang sangat berat kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Saat Nabi Ibrahim telah bersama
anaknya, ia (Ibrahim) bermimpi bahwa dirinya menyembelih puteranya, yaitu Ismail
‘alaihissalam. Setelah ia bangun dari tidurnya, Ibrahim pun mengetahui bahwa mimpinya itu
adalah perintah dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala karena mimpi para nabi adalah hak (benar),
maka Nabi Ibrahim mendatangi anaknya dan berbicara berdua bersamanya. Ibrahim berkata,

3
“Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah apa pendapatmu!” Ismail menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar.” (QS. Ash Shaaffaat: 102)

Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail. Dengan penuh
kesedihan, Nabi Ibrahim menyampaikan hal tersebut kepada Nabi Ismail. Namun, bukannya
menentang, Nabi Ismail malah mendukung sepenuhnya perintah Allah Swt. Nabi Ismail meminta
ayahnya segera melakukan penyembelihan itu. la berserah diri kepada Allah dan berharap
menjadi bagian dari kelompok orang-orang yang bersabar.

Sungguh kasihan Nabi Ibrahim. la sudah menunggu sekian lama untuk mendapatkan
keturunan di usia tuanya. Ketika mendapatkan anak laki-laki yang sangat ia sayangi, Allah
memerintahkan untuk menyembelihnya. Namun, sebagai seorang nabi, ia tidak pernah ragu
untuk menjalankan perintah Allah Swt.. Begitu juga Nabi Ismail yang begitu sabar dan ikhlas
menerima perintah tersebut

Akhirnya, kedua laki-laki luar biasa ini berangkat ke Mina dan mencari sebuah tempat
yang nyaman untuk melakukan penyembelihan. Nabi Ismail dibaringkan di atas batu yang rata
dan halus. Wajahnya ditutupi kain agar Nabi Ibrahim tidak melihat wajah anak yang begitu
disayanginya itu saat disembelih. Tepat ketika pisau hampir sampai ke leher Nabi Ismail,
malaikat Jibril segera mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba kibas yang gemuk dan sehat.
Nabi Ibrahim pun akhirnya menyembelih domba tersebut.

Peristiwa inilah yang mengawali perintah penyembelihan hewan kurban setiap hari raya
Idul Adha. Hal itu untuk mengenang kesabaran dan keteguhan iman dari Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail saat menjalankan perintah Allah Swt.

Nabi Ismail as. dan Istrinya

Kemudian Nabi Ismail semakin dewasa, ia pun menikah dengan seorang wanita dari suku
Amaliq yang tinggal di sekitar sumur Zamzam. Al Umawi mengatakan, wanita itu bernama
Imarah binti Sa’ad bin Usamah Bin Ukail Al Amaliqi. Tidak lama kemudian ibunya Ismail;
Hajar meninggal dunia.

4
Nabi Ibrahim As kembali mengunjungi Mekah setelah Nabi Ismail AS mempunyai istri Akan
tetapi, pada saat itu, beliau tidak mendapatkan putranya. Beliau hanya bertemu istrinya. Nabi
Ibrahim as menanyakan perihal putranya, Ismail, kepada istrinya.
"Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami," jawab istrinya. Kemudian, Nabi Ibrahim
AS menanyakan ihwal penghidupan dan kesejahteraannya. Istri Nabi Ismail AS berkata, "Kami
dalam kondisi yang buruk. Kami hidup dalam kesempitan dan kemiskinan." Sang istri mengadu
kepada Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim AS berkata, "Apabila suamimu datang, sampaikan
salamku kepadanya. Sampaikan pesan, bahwa dia harus mengubah palang pintunya."
Setelah Nabi Ismail AS datang, beliau bertanya kepada istrinya, "Apakah tadi ada orang
yang datang?" Sang istri menjawab, "Benar. Tadi ada orangtua datang ke sini. Dia bertanya
kepadaku ihwal engkau. Aku pun menceritakan-nya. Dan dia bertanya tentang ihwal kehidupan
kita. Akupun bercerita bahwa kita hidup dalam kemiskinan dan kesusahan."
Nabi Ismail AS bertanya, "Apakah dia berpesan sesuatu kepadamu.” Istrinya menjawab,
"Benar. Dia menyuruhku menyampaikan salamnya kepadamu dan menyuruh engkau untuk
mengubah palang pintu rumahmu."
Nabi Ismail AS berkata, "Dia adalah bapakku. Dia menyuruhku menceraikanmu. Maka
kembalilah kamu kepada keluargamu." Nabi Ismail AS kemudian menceraikannya dan beliau
mengawini wanita lain dari suku Jurhum yang bernama Sayiidah binti Madhadh bin Amr Al
Jurhumi
Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka selama beberapa waktu. Kemudian, dia
menjumpainya lagi. Kali ini, beliau juga tidak bertemu dengan Nabi Ismail AS. Dia masuk ke
rumah istrinya dan menanyakan ihwal putranya. Sang istri berkata, "Dia sedang pergi mencari
nafkah untuk kami."
Nabi Ibrahim AS bertanya, "Bagaimana keadaan penghidupan dan kondisi kalian?"
Sang istri menjawab, "Alhamdulillah. Kami baik-baik saja dan berkecukupan," kata sang istri.
Nabi Ibrahim AS bertanya, "Apa yang kalian makan?" "Daging," jawab sang istri. Nabi Ibrahim
AS bertanya lagi, "Apa yang kalian minum?" "Air," jawab istri Nabi Ismail
Ismail dan istri keduanya akhirnya melahirkan banyak keturunan (ada yang mengatakan
berjumlah 12 anak laki-laki), dan anak-anak Nabi Ismail menjadi pemimpin bagi kaumnya.
Sedangkan Ismail sendiri akhirnya diperintah Ilahi untuk menyebarkan risalah ke Yaman dan

5
'Amaliq sampai tua. Melalui perkawinan kedua ini merupakan awal silsilah kelahiran atau asal
muasal orang tua dari Nabi Muhammad SAW.

Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim Membangun Ka'bah


Kemudian Ibrahim meninggalkan mereka lagi untuk waktu tertentu sebagaimana
dikehendaki Allah. Pada kesempatan berikutnya, Nabi Ibrahim kembali datang menemui Nabi
Ismail as. Nabi Ibrahim mendapat Nabi Ismail as sedang meruncingkan anak panah di samping
sumur Zam-zam. Melihat sang bapak, Nabi Ismail as. langsung memeluk bahagia, melepas rindu
akibat lama tak sua.

Kepada Ismail, Nabi Ibrahim menceritakan perintah Tuhan, untuk membangun rumah
peribadatan, yang disebut Ka'bah Baitullah. Sang bapak menunjukkan letaknya sesuai petunjuk
Allah , lantas sang anak menyatakan agar perintah Allah segera dilaksanakan. Singkat kata,
Ibrahim dan Ismail lantas bahu-membahu membangun Ka'bah Baitullah. Ibrahim memasang,
menyusun, dan melekatkan antar batu, sedangkan Ismail mencarikan dan membawakan batu
kepada ayahnya. Keduanya bekerja sambil mengucapkan kalimat doa, “Wahai Tuhan kami,
terimalah (amal) dari kami sesunggunya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”
Keduanya terus saja membangun hingga mengelilingi Baitullah dan keduanya terus membaca
doa, “Wahai Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami sesungguhnya Engkau Maha Mendengar
dan Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 127).
Suatu kali, Nabi Ibrahim berkata kepada anaknya, "Bawakan untukku sebongkah batu
terbaik untuk kuletakkan di sudut, sehingga menjadi tanda bagi manusia." Kala itulah Malaikat
Jibril menunjukkan batu hitam, yang kini disebut dengan Hajar Aswad yang artinya memang
batu hitam. Di tempat itulah, tanda awal dan akhir dari Thawaf dilakukan. Ketika bangunan itu
telah tinggi, Nabi Ibrahim AS. tak mampu menjangkau lagi. Maka berdirilah ia di atas sebuah
batu, sebagai ancik-ancik alias landasan berdiri, sehingga di kemudian hari dikenal dengan
maqom (tempat berdiri) Nabi Ibrahim. Ancik-ancik ini tentu dipindah-pindah, memutari
bangunan Ka'bah, sampai selesai.
Sebagai ancik-ancik tentu kala itu terletak agak menempel alias tepat di samping
Ka'bah. Barulah pada masa Umar bin Khattab menjadi khalifah maqam Ibrahim digeser sedikit
dari Ka'bah guna memudahkan orang melakukan salat. Setelah kerja bakti anak bapak

6
dituntaskan, Nabi Ibrahim lantas berdoa menengadahkan tangan, "Wahai Tuhan, jadikan negeri
ini sentosa dan aman, limpahi rizqi kepada penduduknya dengan buah-buahan, jadikan
penghuninya sebagai kaum yang beriman kepada Allah dan hari pembalasan." Doa kesayangan
Tuhan (baca: Khalilullah) itu dikabulkan, sehingga Ka'bah menjadi pusat arah kiblat, tempat
i'tikaf dan wakaf bagi umat manusia sampai akhir masa.

Setelah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail selesai membangun Ka’bah, maka keduanya
berdoa, “Ya Tuhan Kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui–Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk
patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh
kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji Kami,
dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 127-128)

Allah Subhaanahu wa Ta’ala memuji Nabi-Nya Ismail ‘alaihissalam dan menyifatinya


dengan sifat hilm (santun), sabar, menepati janji, menjaga shalat dan memerintahkan keluarganya
menjaga shalat (QS. Maryam: 54-55).

Nabi Ismail menjadi rasul yang diutus kepada kabilah-kabilah yang tinggal di sekitar
sumur Zamzam, kabilah Jurhum, ‘Amaliq, dan penduduk Yaman. Allah memberikan wahyu
kepadanya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah memberikan
wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub
dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada
Dawud.” (QS. An Nisaa’: 163)

Para ahli nasab dan sejarah menyatakan bahwa Ismail adalah orang yang pertama kali
menaiki kuda, seorang Syaikh dari suku Quroisy pernah memberitahu kami, Abdul Malik bin
Abdul Aziz memberitahu kami, dari Abdullah bin Umar Bahwa Rasulullah bersabda : “Milikilah
kuda dan jadikan ia warisan di antara kalian, karena sesungguhnya kuda itu merupakan warisan
dari orang tua kalian, Ismail.” Nabi Ismail adalah nenek moyang bangsa Arab dan ia adalah
orang yang pertama memanah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

7
“Panahlah wahai keturunan Ismail, karena nenek moyangmu adalah seorang pemanah.” (HR.
Bukhari)

Nabi Ismail dimakamkan di Hijr bersama ibunya Hajar, beliau wafat pada usia 173 tahun.
Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz, ia menceritakan Ismail pernah mengadu kepada
Tuhannya, Allah SWT supaya membebaskan kota Mekkah, Maka Allah pun mewahyukan
kepadanya,” Aku(Allah) akan bukakan untukmu pintu surge sampai ke tempat di mana engkau
dikebumikan. Sedangkan bagian Barat Hijaz menisbatkan diri kepada Nabit dan Qaidzar.

Maroji :

1. Kisah Para Nabi, ibnu Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar, cet 16 Jakarta : Pustaka Azzam,
2013
2. Siroh Nabawiyah, Syaikh Shofiyyurrohman, terj. Kathur Suhardi,cet 1, Jakarta:pustaka
Kautsar, 1997
3. Internet, Kisah Muslim, Wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai