Anda di halaman 1dari 2

Latar Belakang

Kebersihan merupakan keadaan bebas dari kotoran, debu, dan sampah. Di


Indonesia kebersihan masih menjadi masalah terbesar yang meningkat pada setiap
tahunnya (Alfarisi, dalam Qori’ah&Siswani, 2019). Kebersihan harus selalu
dijaga, diantaranya dengan cara mandi secara teratur, menggosok gigi, merawat
diri dan mencuci tangan. Mencuci tangan adalah suatu upaya untuk
menghilangkan kotoran pada kedua tangan dengan menggunakan sabun dan air.
Mencuci tangan menggunakan sabun adalah salah satu cara yang efektif dalam
mencegah penyebaran penyakit-penyakit menular seperti diare dan cacingan
(Kemenkes RI 2010). Perilaku mencuci tangan yang tidak benar masih sering
dijumpai pada anak, sehingga masih diperlukan peningkatan pengetahuan dan
kesadaran akan pentingnya mencuci tangan dengan benar termasuk dengan
menggunakan sabun. Tujuannya adalah untuk menghindari penyakit-penyakit
menular yang dapat ditularkan melalui tangan dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Peningkatan kesadaran dalam mencuci tangan
menggunakan sabun diperuntukan kepada kelompok berisiko diantaranya usia
anak Sekolah Dasar (Kemenkes RI, 2014).
Penyakit infeksi parasit cacing dan diare masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang penting, terutama di negara berkembang atau negara miskin di
seluruh dunia. Diperkirakan lebih dari 2 milyar orang terinfeksi cacing di seluruh
dunia, sekitar 300 juta menderita infeksi cacing yang berat dan sekitar 150.000
kematian terjadi setiap tahun akibat infeksi STH. Laporan terakhir memperkirakan
infeksi A. lumbricoides sebesar 1,2 milyar, T. trichiura 795 juta dan cacing
tambang 740 juta.1,2 Penyakit cacingan menimbulkan dampak yang besar pada
masyarakat karena mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif),
penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara kumulatif infeksi
cacing dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta
kehilangan darah, menghambat perkembangan fisik, mental, kemunduran
intelektual pada anak-anak dan produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahanan
tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. Di Indonesia penyakit cacingan
tersebar luas di pedesaan maupun di perkotaan. Sementara itu penyakit diare juga
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang.
Menurut World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund
(UNICEF), diare mengakibatkan 2 juta kematian setiap tahun dengan 1,9 juta di
antaranya adalah balita. Laporan Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) 2013
menyatakan prevalensi diare di Indonesia adalah 7%, pada
balita12,2%. Berdasarkan survei mobiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare,
Departemen kesehatan dari tahun 2000-2010 penyakit diare memiliki
kecenderungan insiden naik. Hal tersebut dapat dilihat pada tahun 2000 IR
penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000
penduduk, sedangkan tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411/1000 penduduk. Pada tahun 2008-2010 juga terdapat Kejadian
Luar Biasa (KLB) diare dengan CFR yang masih tinggi yaitu sebesar 2,94%
(Kemenkes RI, 2011). Penyakit diare merupakan penyebab kematian peringkat 13
dengan proporsi 3,5% berdasarkan pola penyabab kematian pada kategori semua
usia. Sedangkan apabila berdasarkan penyakit menular, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-3 setelah Tuberkulosis (TB) dan Pneumonia
(Riskesdas 2007). Menurut laporan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data
KLB (STP KLB) pada tahun 2010 penyakit diare berada diurutan ke-6 frekuensi
KLB terbanyak setelah penyakit DBD, Chikungunya, keracunan makanan dan
campak.

Sumber: Kemenkes RI. (2011). Situasi diare di Indonesia. Jurnal Buletin


Jendela Data & Informasi Kesehatan, 2, 1–44.

Anda mungkin juga menyukai