Anda di halaman 1dari 7

EFISIENSI PEMANFAATAN MATERIAL BAMBU PADA

PERANCANGAN BANGUNAN DI KAWASAN EKOWISATA


MANGROVE WONOREJO DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI

Kota Surabaya merupakan salah satu kota di Indonesia yang beruntung


memiliki kawasan hutan mangrove di kawasan pesisirnya. Kawasan hutan mangrove
tersebut tersebar di sepanjang kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) yang
terbentang dari Kenjeran sampai muara Sungai Dadapan dengan panjang pantai 2,65
km dan memiliki ketebalan hutan mangrove yang bervariasi. Salah satu titik di
kawasan Pamurbaya yang memiliki kawasan hutan mangrove yang cukup luas dan
dengan ketebalan yang cukup merata adalah di Kawasan Ekowisata Mangrove
Wonorejo yang terletak di muara Kali Jagir, Surabaya Timur. Dalam merancang
sebuah kawasan termasuk bangunan di dalamnya, khususnya pada kawasan
ekowisata mangrove, selain perlu memperhatikan aspek aspek kebutuhan manusia
mencakup aktivitas serta kenyamanan untuk menjamin aktivitas tersebut berjalan
dengan baik, diperlukan juga tinjauan yang lebih mendalam mengenai jenis material
yang akan digunakan. Kawasan hutan mangrove yang rapuh mengharuskan adanya
penggunaan material material yang tepat. 
Teknologi (Inggris: technology) adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang
diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.

Penggunaan teknologi oleh manusia diawali dengan pengubahan sumber daya alam menjadi alat- alat
sederhana.

Terkait dengan fungsinya sebagai kawasan konservasi, bangunan pada Kawasan


Ekowisata Mangrove Wonorejo harus memenuhi berbagai kriteria khusus, salah
satunya adalah kriteria pemilihan jenis material yang akan digunakan pada
bangunan. Material yang dapat menjadi pilihan untuk digunakan pada bangunan di
kawasan tersebut adalah material material alami yang ramah lingkungan dan mudah
untuk didapatkan, salah satunya adalah bambu. Bambu lazim digunakan pada
berbagai elemen bangunan, namun pada pemanfaatannya seringkali menyisakan
banyak potongan ruas bambu yang tidak terpakai dan terbuang sia sia. Perancangan
Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo ini akan mengefisiensikan sisa ruas bambu
yang tidak terpakai. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan
pengelompokkan jenis bambu berdasarkan ukuran dan peruntukkannya untuk
kemudian dilakukan perhitungan yang akan menghasilkan bilah bambu yang paling
sedikit menghasilkan potongan ruas sisa. Bilah bambu yang telah terpilih kemudian
dikaitkan dengan pendekatan geometri untuk untuk mendapatkan konfigurasi
bentuk pada rancangan bangunan. Hasil akhir yang didapatkan pada proses
perancangan ini adalah berupa rancangan bangunan yang tersusun dari berbagai
konfigurasi bentukan geometri berupa pola dasar lantai berbentuk segienam dan
pola dasar atap berbentuk segitiga yang terbuat dari material bambu.

Geometri (Yunani Kuno: γεωμετρία, geo-"bumi",-metron "pengukuran") adalah


cabang matematika yang bersangkutan dengan
pertanyaan bentuk, ukuran, posisi relatif gambar, dan sifat ruang. Seorang ahli
matematika yang bekerja di bidang geometri disebut ahli ilmu ukur.
Menurut data hasil penelitian Departemen Kehutanan Republik Indonesia terdapat
159 jenis bambu di Indonesia, lalu untuk29 jenisnya terdapat di Pulau Jawa. Namun,
tidak semua jenis bambu tersebut cocok untuk diterapkan sebagai sistem struktur
bangunan. Bambu yang sesuai untuk diterapkan pada sistem bangunan tentunya
adalah jenis bambu yang cukup kuat untuk menahan beban tertentu dan memiliki
kelenturan yang baik, seperti yang terdapat pada jenis bambu dengan tipe tumbuh
batang simpodial. Jenis bambu dengan tipe tumbuh batang simpodial yang dipilih
antara lain bambu betung, bambu andong, dan bambu apus. Ketiga jenis bambu
tersebut memiliki diameter dan panjang ruas yang berbeda beda. Perbedaan ukuran
tersebut akan menyebabkan peruntukkan yang berbeda beda pula pada ketiganya
dan pada saat pemotongan akan menyisakan ruas bambu yang tidak terpakai dalam
jumlah yang berbeda beda dan cukup banyak. Sehingga terkait dengan
pengaplikasiannya pada bangunan, diperlukan sebuah perhitungan yang tepat untuk
memilih bilah bambu dengan ukuran panjang (jumlah ruas) tertentu dan
menghasilkan seminimal mungkin sisa ruas bambu yang tidak terpakai untuk
kemudian dikaitkan dengan pendekatan geometri untuk mendapatkan bentukan
geometri bangunan yang menggunakan jumlah material yang paling efisien.
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk merancang bangunan yang terdapat
pada Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo dengan menggunakan material alami
ramah lingkungan (bamb u), dengan mengefesiensikan penggunaannya untuk
meminimalisasikan limbah sisa potongan ruas bambu yang tidak terpakai dengan
menerapkan pendekatan geometri. METODE Riset perancangan yang dilakukan
meliputi analisa, sintesa, dan evaluasi. Pada tahap awal yaitu menganalisa kajian
teori dan studi preseden sehingga didapatkan parameter dan kriteria desain
mengenai prinsip pemilihan dan pengefisiensian penggunaan material serta
bangunan pada kawasan ekowisata mangrove. Pada tahap ini juga menganalisa
tapak dan vegetasi lahan setempat (kerapatan hutan mangrove) dan kondisi fisik
bangunan existing. Dari data - data yang didapat kemudian diolah menggunakan
metode transformasi dan olah geometri (Antoniades, 1990) untuk pendapatkan hasil
perhitungan dari pengefisiensian penggunaan material. Hasil rancangan kemudian di
evaluasi dan disesuaikan dengan parameter serta kriteria desain yang telah dibuat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada hasil penyusunan kriteria desain untuk
bangunan pada kawasan ekowisata mangrove, terkait peruntukkan masing masing
jenis bambu, maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam proses
merancang selanjutnya, antara lain: Jenis bambu yang dipilih pada proses
perancangan ini adalah jenis bambu betung, bambu andong, dan bambu apus.
Bambu betung yang dipilih pada proses perancangan ini adalah bambu betung
dengan panjang 15 m berdiameter 10 cm dengan jarak antar buku (panjang per ruas)
30 cm dan bambu betung berdiamter 20 cm dengan jarak antar buku 50 cm. Bambu
andong yang dipilih pada proses perancangan ini adalah bambu andong dengan
panjang 15 m berdiameter 10 cm dengan jarak antar buku (panjang per ruas) 40 cm
dan bambu andong berdiameter 20 cm dengan jarak antar buku 45 cm. Bambu apus
yang dipilih pada proses perancangan ini adalah bambu apus dengan panjang 15 m
berdiameter 5 cm dengan jarak antar buku (panjang per ruas) 20 cm dan bambu
apus berdiameter 10 cm dengan jarak antar buku 75 cm. 
Dengan mempertimbangkan ukurannya, bambu betung akan diperuntukkan
sebagai kolom struktur bangunan, dengan diberi tulangan dan dicor beton. Dengan
mempertimbangkan ukurannya, bambu andong akan diperuntukkan sebagai struktur
atap bangunan. Dengan mempertimbangkan ukurannya, bambu apus akan
diperuntukkan sebagai elemen pelengkap bangunan (kisi kisi, pagar pembatas, dan
lantai bangunan). Jika harus dibagi bagi menjadi ruas ruas yang lebih pendek, maka
diperlukan perhitungan yang tepat agar tidak menyisakan banyak ruas bambu yang
tidak terpakai. Semakin sedikit sisa bambu yang dihasilkan maka akan semakin
sedikit limbah konstruksi yang dihasilkan dan hal ini menjadi isu utama dalam proses
perancangan ini

KESIMPULAN
 Jenis bambu yang sesuai untuk diterapakan pada perancangan bangunan pada
kawasan ekowisata ini adalah jenis bambu betung, bambu andong, dan bambu apus.
Dengan mempertimbangkan ukurannya, bambu betung akan diperuntukkan sebagai
kolom struktur bangunan, dengan diberi tulangan dan dicor beton, bambu andong
akan diperuntukkan sebagai struktur atap bangunan, dan bambu apus akan
diperuntukkan sebagai elemen pelengkap bangunan (kisi kisi, pagar pembatas, dan
lantai bangunan). Dalam memenuhi efisiensi pemanfaatan material (bambu) dengan
pendekatan geometri maka didapatkan hasil rancangan berupa konfigurasi dasar
lantai berbentuk segienam dan konfigurasi dasar atap bangunan berbentuk segitiga.
Konfigurasi dasar ini berfungsi sebagai acuan dalam menentukan luasan dan
bentukan berbagai bangunan yang dirancang pada kawasan ekowisata mangrove ini.
Hasil penelitian dan perancangan ini direkomendasikan kepada para akademisi dan
praktisi sebagai bahan acuan dalam merancang bangunan pada kawasan konservasi,
dalam hal ini kawasan ekowisata mangrove, di daerah iklim tropis lembab dengan
menekankan pada efisiensi pemanfaatan material bambu dengan pendekatan
geometri.

A . bamboo petung

B . bamboo andong
C . bamboo apus

Anda mungkin juga menyukai