Anda di halaman 1dari 4

Warisan Budaya Tak Benda Garak Jo Garik Tari Sayak kabupaten

Merangin.

Oleh : Rada Hakiki

Kebudayaan tumbuh melalui sejarah panjang, perjalanan berliku, tapak


demi tapak, trial dan error. Pada titik-titik tertentu terdapat peninggalan-
peninggalan yang eksis atau terekam sampai sekarang yang kemudian
menjadi warisan budaya. Warisan budaya inilah yang nantinya akan di
turunkan dari generasi ke generasi sehingga menjadi sebuah tradisi di setiap
jejaknya. Indonesia merupakan suatu negara yang sangat kaya akan
keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan indonesia terdiri dari berbagai
suku bangsa yang memiliki beraneka ragam kebudayaan.

Budaya merupakan sebuah ciri atau identitas sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah tertentu.
Pada hakikatnya budaya memiliki nilai-nilai yang senantiasa diwariskan secara turun temurun seiring
dengan proses perkembangan zaman. Biasanya setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri.

Kebudayaan di indonesia seperti sebuah tonggak penting pemajuan indonesia, dimana begitu banyak
kebudayaan indonesia yang telah mendunia. Kebudayaan menjadi satu hal yang tidak bisa dipisahkan
dari suku bangsa, kebudayaan menjadi ciri khas suatu suku bangsa. Tapi sayang saat ini banyak generasi
muda yang sudah tidak mencintai kebudayaannya sendiri malahan mencintai kebudayaan luar.

Warisan Budaya Tak Benda merupakan warisan budaya yang tidak bisa diindera dengan mata dan
tangan, namun sebuah warisan budaya tak benda hanya bisa diindera telinga dan akal budi. Warisan
budaya tak benda tidak banyak diketahui oleh masyarakat, jangankan untuk mengetahui warisan budaya
tak benda yang tidak bisa diindera telinga dan akal budi. Untuk mengenal kebudayaan sehari-hari saja
mereka tidak tahu.

Jambi memiliki begitu banyak aneka ragam budaya, dan untuk satu kebudayaan saja, banyak ragam
budayanya, dan untuk satu kabupaten saja, banyak ragam budaya yang belum tergali secara maksimal
seperti dikabupaten merangin . Kenapa hal ini terjadi?apa karena masyarakat yang mulai tidak peduli
dengan kebudayaannya atau pemerintah yang kurang memperhatikan.
Tari sayak merupakan salah satu contoh warisan budaya tak benda yang ada dikabupaten merangin
yang telah berumur 200 tahun tetapi banyak yang tidak mengetahui tari ini. Disebut sebagai tari sayak
karena keunikannya yaitu menggunakan tempurung kelapa yang dalam masyarakat air batu disebut
"Sayak". Tari sayak merupakan salah satu kebudayaan yang tidak terlalu dikenal masurakat karena tidak
terlalu mendapat perhatian dari pemerintah padahal tari syaak merupakan salah satu warisan budaya
tak benda yang penting karena telah ada sejak lama. Tari sayak mulai dikembangkan pada tahun 2017
karena adanya pengenalan kebudayaan yang dilakukan UNESCO, dan mulai didukung dengan kooperatif
oleh dinas kebudayaan mulai sejak itu.

Keberadaan tari sangat terikat dengan lingkungan masyarakat pendukungnya dan berkembang
sejalan dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi. Namun demikian sebagai budaya lokal
masyarakat tidak akan mau menghilangkan ciri khas yang dimiliki tari bersangkutan sebagaimana halnya
tari Sayak. Menurut seniman tradisi (Rasul, 12 April 2015), tari Sayak merupakan tari yang terinspirasi
dari sebuah legenda tentang Putri Letup yaitu seorang gadis yang hidup di tengah hutan yang tidak mau
menampakkan dirinya ketika ada orang yang datang ke hutan, karena wajahnya penuh luka bakar, dan
bagi orang yang seketika melihatnya dianggap Putri Letup adalah penunggu desa Air Batu. Dikisahkan
bahwa kebiasaan masyarakat pada masa lalu sering mencari kayu di hutan, dan sebelum kayu diperoleh
terlebih dahulu hutan dibakar untuk memperoleh kayu bakar untuk memasak dengan menebang pohon-
pohon yang sudah kering terbakar. Pada saat pembakaran hutan, Putri Letup mengalami musibah yang
wajahnya terbakar dan tetap bertahan hidup saat itu, sehingga ia malu menampakkan dirinya dan tidak
mau tersenyum. Ketika salah seorang penduduk pergi mencari sayak dan lewat di depan gubuk Putri
Letup, penduduk tersebut sengaja mengintip wajah Putri Letup dari dekat, saat ia mengintip Putri Letup
sedang tertawa lebar dan ternyata Putri Letup tersebut terlihat sangat cantik. Berdasarkan cerita yang
melegenda ini, maka seniman setempat terinspirasi membuat suatu karya tari yang diberi judul tari
Sayak sebagai penggambaran untuk menghibur Putri Letup, yang sampai saat sekarang masih hidup di
tengah masyarakat pendukungnya yaitu di desa Air Batu.

Tari sayak ditarikan oleh 4 orang secara berpasangan yang semua penarinya adalah lelaki
dan 2 orang diantaranya berperan sebagai perempuan. Hal ini dikarenakan tari sayak dilarang
dimainkan bersama perempuan. Penari yang berperan sebagai perempuan menggunakan baju
kurung dengan selendang untuk
penutup kepala layaknya perempuan kampung Air batu. Tari Sayak ini diiringi oleh alat
musik seperti gendang buluh yang terbuat dari bambu, gendang melayu,
gendang bambu, biola, gitar, krincing dan diiringi dengan vokal lagu yang
berjudul pisang kayak. Tari Sayak adalah sebuah bentuk teks yang memiliki gaya atau ciri khas
dimana tari ini hidup dan berkembang. 3

Kelestarian budaya sebenarnya tergantung pada pola pikir manusia itu sendiri untuk
mempertahankan apa yang telah diwariskan oleh leluhurnya. Jadi tergantung masyarakatnya untuk tetap
mau mempertahankan kebudayaannya atau tidak. Suatu kebudayaan merupakan satu ciri khas tersendiri
bagi daerahnya masing-masing jadi ada ba iknya bagi setiap generasi muda mempertahankan dan
memperkenalkan kebudayaannya.

Memperkenalakan atau melestarikan sebuah kebudayaan bukanlah satu hal yang mudah, karena
banyak hal yang harus dilakukan, tidak hanya berusaha namun harus mempunyai niay atau tekad yang
kuay untuk mengenalkan sebuah budaya. Terlebih warisan budaya tak benda.
DAFTAR PUSTAKA

https://journal.isipadangpanjang.ac.id.

Pusat data dan statistik pendidikan dan kebudayaan ( PDSPK) kementerian


pendidikan dan kebudayaan 2016.

Prof.Dr. Koentjaraningrat "pengantar ilmu antrpologi" renaka cipta jakarta


2009.

Anda mungkin juga menyukai