Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap daerah yang ada di Indonesia sudah tentu memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
Kebudayaan yang ada pada masing-masing daerah merupakan kesenian yang lahir, tumbuh dan
berkembang ditengah-tengah masyarakatnya, sehingga membuat kebudayaani itu menjadi
gambaran dari kebiasaan masyarakatnya. Sebuah kesenian yang tumbuh dan berkembang pada
masyarakat daerah tertentu akan menjadi ciri khas daerah itu. Hal inilah yang akan membuat
daerah tersebut dapat dikenal oleh masyarakat di luar daerah atau masyarakat propinsi lainnya.
Perbedaan inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman
budaya dan tradisi

Kebudayaan yang ada di daerah-daerah tertentu akan mencerminkan kebiasaan dari


masyarakatnya, masyarakat yang memiliki kebiasaan atau penghasilan dari bercocok tanam,
biasanya mereka akan membuat pesta panen dengan mengadakan ritual ataupun upacara adat
untuk mensyukuri hasil panen yang didapatkan. Kebiasaan atau tradisi semacam ini sudah ada
sejak nenek moyang terdahulu, dan masih banyak juga yang masih tetap memelihara serta
melestarikannya hingga sekarang sebagai ciri khas ataupun identitas dari daerah tersebut.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang mempunyai banyak keanekaragaman budaya
yang sangat menarik dan unik. Dalam eramodernisasi sekarang ini, tidak sedikit penduduk
Indonesia yangmenganut budaya asing dan melupakan budaya sendiri. Perkembangan
teknologi dan masuknya budaya barat ke Indonesia, tanpa disadari secara perlahan telah
menghancurkan kebudayaan daerah. Rendahnya pengetahuan menyebabkan akulturasi
kebudayaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung didalam kebudayaan
daerah. Masuknya kebudayaan barat tanpa disaring oleh masyarakat dan diterima secara
mentah/apa adanya, mengakibatkan terjadinya degredasi yang sangat luar biasa terhadap
kebudayaan asli.Budaya Indonesia secara perlahan mulai punah, berbagai budayabarat yang
menghantarkan kita untuk hidup modern yang meninggalkan segala hal yang tradisional, hal ini
memicu orang bersifat antara lain sebagai sikap individualis dan matrealistis

Berkurangnya nilai budaya dalam diri hendaknya perlu perhatian khusus untuk menjaga
segala budaya yang kita miliki. Salah satu penyebabnya karena saat ini kebudayaan daerah
hanya dikenalkan lewat buku bacaan sehingga kurang menarik minat untuk mempelajarinya.
Sedangkan kualitas buku-buku bacaan tentang pengenalan budaya daerah yang baik belum
tentu menarik minat untuk membacanya. Salah satu upaya dalam menanamkan kecintaan
terhadap budaya asli kita adalahmemberikan pembelajaran budaya Indonesia melalui sistem
berbasismultimedia yang terkomputerisasi. Dengan multimedia pengenalan tentang
kebudayaan Indonesia akan lebih menarik, interaktif dan praktis.

B. Rumusan Masalah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebudayaan Sulawesi Tengah

1) Rumah Adat Souraja

Proses pembuatan rumah adat satu ini, memadukan antara arsitektur bergaya
bugis. Yang membuatnya semakin menarik, terdapat setidaknya 36 buah tiang
penyangga dalam bangunan tradisional tersebut. Sejumlah tiang tersebut telah tersebar
merata di bagian induk hunian seperti bagian dapur, teras, ataupun pada bagian
induknya.Tersebar dengan sempurna, membuat bangunan satu ini terlihat kokoh dan
tidak mudah goyah.

Material yang dipilih dalam pembuatannya, berasal dari bahan yang diambil dari
alam langsung. Pada umumnya, masyarakat menggunakan kayu ulin ataupun
menggunakan kayu kapas, sebagai material bangunannnya. Material tersebut, dianggap
memiliki daya tahan kuat untuk membuat hunian menjadi aman dan nyaman. Namun
seiring berjalannya waktu, rumah adat ini menggunakan material berbeda.
Bahan bangunan yang kini dipilih masyarakat untuk membangun rumah tradisional
ini, terbuat dari kayu besi. Material tersebut terpilih, lantaran dianggap memiliki daya
tahan lebih kuat dan kokoh daripada material sebelumnya. Masyarakat sekitar masih
berpegang teguh, untuk menggunakan kayu keras dalam pembangunannya. Walaupun
penggunaan kayu keras tersebut, akan mempersulit pengaplikasikan dalam pembuatan
rumah adat.

Ketika memasuki rumah adat tersebut, tamu akan dibuat takjub dengan
dekorasinya. Sebab anda bisa melihat berbagai kaligrafi Arab, ketika memandang
bagian pintu dan jendela rumah. Tidak hanya dekorasi kaligrafi saja, namun ada pula
ukiran pompeninie. Ukiran tersebut bisa ditemukan di bagian dinding, pinggiran cucuran
atap, bangko bangko hunian, maupun di loteng hunian. Selain adanya ukiran indah
tersebut, beberapa rumah adat Souraja menggunakan motif bunga bunga ataupun
dedaunan. Tidak dibuat sembarang, motif tersebut memiliki arti dibalik pembuatannya.
Motif tersebut memiliki filosofi yang melambangkan kemuliaan, keramah tamahan,
kesuburan, serta kesejahteraan. Hanya saja, rumah adat satu ini hanya dihuni oleh
kalangan bangsawan beserta para keturunannya.

2) Tarian Pamonte

Tari Pamonte adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Sulawesi
Tengah. Tarian ini menggambarkan kebiasaan para gadis Suku Kaili saat menyambut
musim panen padi tiba. Tarian ini biasanya ditampilkan oleh para penari wanita dengan
berpakaian layaknya para petani pada umumnya. Tari Pamonte merupakan salah satu
tarian tradisional yang cukup terkenal di Sulawesi Tengah dan sering ditampilkan di
berbagai acara seperti penyambutan tamu penting, pertunjukan seni dan festival budaya.
Tarian ini menjadi simbol dan refleksi gerak dari salah satu kebiasaan gadis-gadis Kaili
pada zaman dulu dalam menuai (panen) padi. Suku Kaili adalah suku asli masyarakat
lembah palu dengan mayoritas hidup sebagai petani.

Sejarah Tari Pamonte Menurut sejarahnya, Tari Pamonte sudah ada dan dikenal
oleh masyarakat Sulawesi Tengah sejak tahun 1957. Tarian ini diciptakan oleh salah
satu seniman besar dan merupakan putra asli daerah Sulawesi Tengah, bernama Hasan.
M. Bahasyua. Tari pamonte ini terinspirasi dari aktivitas dan kebiasaan para gadis-gadis
Suku Kaili saat menyambut masa panen padi tiba. Karena pada zaman dahulu
masyarakat Suku Kaili mayoritas berprofesi sebagai petani, maka biasanya mereka
menyambut musim panen tersebut dengan gembira dan suka cita. Dari kebiasaan itulah
Hasan. M. Bahasyua mengangkat kehidupan masyarakat Suku Kaili tersebut menjadi
sebuah karya seni yang indah dan dinamakan dengan Tari Pamonte.

Makna Tari Pamonte Tari pamonte sendiri melambangkan sifat gotong royong dan
memiliki daya komunikasi yang tinggi, hidup dan berkembang di tengah masyarakat
yang telah menyatu dengan budaya masyarakat. Kata pamonte berasal dari bahasa Kaili
Tara yang terdiri dari dua potongan kata, Po bermakna pelaksana, Monte bermakna
Tuai (menuai). Sehingga Pomonte bermakna penuai. Menurut (Suci Molidina, 2015),
Pamonte artinya menuai padi, tarian tersebut menggambarkan suatu kebiasaan para
gadis-gadis suku Kaili di Sulawesi Tengah yang sedang menuai padi pada waktu panen
tiba dengan penuh suka cita. Jadi, Tari Pamonte tersebut menggambarkan
kegembiraan dan ungkapan rasa syukur mereka atas panen yang mereka dapatkan.
Rasa bahagia tersebut mereka lakukan dengan saling bergotong-royong dan bahu-
membahu sehingga terlarut dalam semangat kebersamaan yang tinggi dan penuh suka
cita.

Pertunjukan Tari Pamonte Tarian yang dibawakan oleh gadis-gadis ini memiliki
daya pikat karena dalam penampilannya mampu menciptakan suasana gembira
terhadap penonton, baik dalm gerak maupun lagu yang dinyanyikan dalam bahasa
daerah Kaili, sehingga Tari Pamonte dapat dimengerti langsung oleh yang menyaksikan
khususnya masyarakat di lembah Palu. Dalam pertunjukannya, Taei Pamonte ditarikan
oleh para penari wanita. Jumlah penari Tari Pamonte ini biasanya terdiri dari 10 orang
penari. Sebelum menuai padi, terlebih dahulu dipandu oleh seorang penghulu yang
dalam bahasa Kaili disebut Tadulako. Tadulako pada tarian ini berperan sebagai
pengantar rekan-rekannya mulai dan menuai, membawa padi ke rumah, membawa padi
ke lesung, menumbuk padi, menapis serta membawa beras ke rumah yang kemudian
disusul dengan upacara selamatan yakni No’rano, Vunja, Meaju, dan No’raego mpae
yang merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan pada upacara panen suku Kaili di
provinsi Sulawesi Tengah. Seorang Tadulako dalam tarian ini berperan sebagai
pemimpin tari dan memberikan aba-aba kepada para penari dengan megenakan busana
yang khas layaknya para petani, penari menari dengan gerakannya yang khas mengikuti
alunan musik pengiring. Gambaran Tari Pamonte tersebut diambil dari aktivitas petani
yang dikemas dalam suatu gerak tari yang khas dengan menggunakan caping atau toru
sebagai alat yang digunakan untuk menari. Tarian ini juga ditampilkan di Festival Danau
Lindu yang diadakan setiap tahun di Sulawesi Tengah. Kini, Tarian Pamonte sering
ditampilka untuk menyambut tamu. Tarian ini tergolong sudah terkenal sampai tingkat
nasional karena sering ditampilkan di event-event nasional.

Pengiring Tari Pamonte Dalam pertunjukan Tari Pamonte biasanya diiringi oleh
musik tradisional seperti Ngongi, Ganda, dan alat musik tradisional Sulawesi Tengah
lainnya. Selain itu tarian ini juga diiringi dengan nyanyian syair adat yang dinyanyikan
oleh pengiring vokal. Gerakan para penari, biasanya juga mengikuti syair yang
dibawakan agar terlihat lebih padu. Namun di beberapa pertunjukan Tari Pamonte, ada
juga beberapa kelompok tari yang lebih memilih menggunakan rekaman kaset daripada
music pengiring aslinya karena dianggap lebih praktis. Tapi banyak juga yang masih
mempertahankan musik tradisional sebagai musik pengiring, karena agar kesan seni
tradisional dalam tarian tersebut tidak hilang.

Kostum dari Tari Pamonte Menurut (suci Molidina, 2015), pakaian Tari Pamonte
terdiri dari kebaya berwarna merah, dihiasi dengan benang emas. Pakaian Tari Pamonte
ini dilengkapi dengan kerudung warna merah. Pada bagian bawah, memakai sarung
donggala berwarna ungu, bersulamkan emas, serta propertinya seperti caping dan toru.
Jadi, dalam pertunjukannya, penari menggunakan kostum layaknya para petani dan
dipadukan dengan gaya tradisional Sulawesi Tengah. Para petani pamonte biasanya
memakai baju kebaya pada bagian atas. Pada bagianb bawh biasanya menggunakan
kain sarung donggala. Baju kebaya dan sarung tersebut biasanya memiliki motif dan
warna khas Sulawesi tengah. Sedangkan pada bagian kepala biasanya menggunakan
kerudung dan memakai caping (Toru).

Perkembangan Tari Pamonte Dalam perkembangannya, Tari Pamonte masih terus


dilestarikan dan dikembangkan di daerah Sulawesi Tengah. Berbagai kreasi dan variasi
juga sering ditambahkan di setiap penampilannya agar terlihat menarik, namun tidak
meninggalkan keasliannya. Tarian Pamonte juga masih sering ditampilkan di berbagai
acara seperti penyambutan tamu penting, pertunjukan seni, festival budaya dan lain-lain.

2.2 Kebudayaan Maluku

1) Tradisi Sasahil dan Nekora

Budaya Sasahil dan Nekora merupakan dua budaya yang perlu kita lestarikan saat ini.
Meski kerap dianggap kuno, tidak sedikit budaya Indonesia yang memiliki nilai-nilai yang
masih sangat relevan untuk diterapkan pada masa kini. Kedua budaya tersebut,
misalnya, merupakan budaya yang dapat mengajarkan kita tentang indahnya perbedaan
dan cara menghargainya. Meski perbedaan selalu ada, tapi bukan berarti perbedaan
tidak memiliki keindahan. Perbedaan inilah yang menjadi kunci kedua budaya tersebut.

Tradisi Sasahil pada masyarakat adat di Negeri Siri Sori Serani dan Siri sori Islam
di Pulau Saparua, maupun Nekora pada masyarakat Desa Telalora di Pulau Masela
memiliki basis nilai (basic value) yang sama yaitu tolong menolong antar warga untuk
melaksanakan tradisi tuutp rumah. Perbedaan pada tradisi Sasahil dan Nekora terletak
pada cara dan proses pelaksanaan karena sistem kontruksi, bahan dasar, dan tata
ruang serta fungsi yang berbeda. Nilai dasar tentang tolong menolong yang terdapat
dalam tradisi Sasahil maupun Nekora memiliki basis solidaritas yang kuat, dan
menciptakan relasi saling memberi dan menerima antar warga agar suatu pekerjaan
yang berat untuk mengerjakan rumah bisa lebih ringan. Dalam menghadapi dinamika
perubahan yang terus berlangsung pada aspek tertentu dalam tradisi Sasahil, maupun
Nekora tetapi hakikat orang basudara untuk saling tolong menolong dalam tradisi tutup
rumah masih terpelihara secara baik, dan terus-menerus dilestarikan oleh masyarakat
pendukung tradisi Sasahil maupun Nekora, sehingga berfungsi sebagai modal sosial
untuk kelangsungan hidup bermasyarakat.

2 ) Baju Adat Maluku

Salah satu baju adat yang begitu kaya warna dan moti, adalah baju adat dari daerah
Maluku. Baju adat Maluku ini memiliki corak warna beragam seperti merah, coklat,
marun dan sebagainya. Moti, baju adat ini biasanya adalah garis-garis geometri atau
kotak'kotak kecil yang merupakan hasil anyaman dari berbagai macam benang.
Mengenakan baju adat ini biasanya dikombinasikandengan sarung tenun khas Maluku
yang biasanya dipilih berdasarkan warna yangsenada. Kain sarung tenun kas Maluku ini
begitu indah dan dibuat masih secaratradisional dengan teknik tenun yang begitu
mena(an. Anda bisa memilikinyauntuk dipadukan dengan atasan baju kerja atau
dikombinasikan dengan kebaya. Bukan hanya itu & sarung tenun kas Maluku juga
sangat pas untuk dijadikan cinderamata atau buah tangan untuk rekan kerja maupun
orang-orang tercinta. Baju adat Maluku ini yang dikenal dengan cele ini masih sering
digunakan untuk beberapa upacara adat & seperti upacara pelantikan raja & upacara
cuci negri & dan lain lain . Baju adat Maluku ini sering digunakan beserta kain pelekat
yang disebut disalele & penggunaannya ada yang di luar dan melapisi baju yang ada di
dalamnya. Sedangkan sarung dikenakan sampai sebatas lutut & dengan menggunakan
lenso di pundak maka lengkap sudah baju adat kas Maluku ini. Lenso adalah
saputangan yang diletakkan di pundak.

Sebagian besar pakaian adat hanya digunakan pada acara'acara tertentu seperti
pernikahan& upacara adat dan lain'lain. Di daerah Maluku pakaian adat disebutPakaian
baju !ale atau kain Selele. Pakaian adat ini biasa digunakan sebagai pelatikan raja& cuci
negeri& pesta negeri& acara panas pela dan lain-lain. ciri ciiri dari baju cele ini terlihat
dari moti, garis'garis yang geometris berkotak-kotak kecil. Baju cele ini biasanya
dikombinasikan dengan kain sarung yang warnanya tidak terlalu jauh berbeda& harus
seimbang dan serasi dan dikombinasi dengan kain yang pelekat yang disalele yaitu
disarung dari luar dilapisi sampai batas lutut dan dipakai lenso sapu tangan yang
diletakan di pundak. Pakaian ini dipakai tanpa pengalas kaki atau boleh juga pakai
selop.Konde/sanggul yaitu konde bulan yang diperkuat lagi dengan tusukan kondeyang
disebut haspel yang terbuat dari emas atau perak. Selain itu ada juga baju nona rok

Kebaya merah tangan panjang berlengan kancing dari jenis kain Brokar halus.
Pengikat pinggang terbuat dari perak yang disebut pending.Pada bagian bawah
mungkin sedikit modern yakni memakai sepatu vantovel berwarna hitam dan berkaos
kaki putih. Selain itu pada pakaian perempuan mengenakan rok yang dibuat dijahit lipit
kecil sekali dari jenis kain moti, kembang kecil-kecil warna merah atau orange. Seperti
halnya orang pada bagain atas perempuan menggunakan konde yang dibuat dari
rambut asli atau konde palsu yang siap dipakai yaitu konde Bulan.Selain itu ada juga
bagian-bagain perlengkapan konde sebagai berikut 7 Tusuk konde disebut aspel yang
dibuat dari emas atau perak.Kak kuping 8 buah ditusuk pada lingkaran konde bentuknya
seperti kembang terbuat dari perak atau emas.Sisir Konde diletakan pada bagian
tengah dari konde tersebut dibuat juga dari emas atau perak. Bunga ron dilingkar pada
konde tersebut dibuat dari bahan gabus atau Papeceda. Sebagain besar pakaian adat
hanya membuat bagian luarnya saja. Di Maluku tidak hanya membuat pakain luar
namun ada juga yang menjadi ciri khas pakaian Maluku yaitu memperhatikan pakaian
dalam juga. Berikut bagian-bagian pakaian dalam seperti cole yaitu baju dalam atau
disebut kutang yang dipakai digunakan sebelum memakai kebaya. Ada cole berlengan
panjang tapi ada juga !ole berlengan pendek dan pada bagian atasnya diberi renda
border. cole sendiri terbuat dari kain putih sedangkan bagian belakang dari !ole tersebut
disebut belakang cole dibordir bagian belakang. Sedangkain pada bagian depan cole
memakai kancing dan pada bagian ujung lengan diberi renda bordir. Selain itu pada
golongan menengah atau orang-orang terpelajar dan keluarga goolongan pemerintahan
seperti guru, pendeta.

3) Alat Musik Tradisional Maluku

Alat musik tradisional Maluku digunakan sebagai pengiring musik, proses ibadah
dan ritual adat. Alat musik Maluku ini memiliki keunikan dan ciri khas masing-masing.
Contoh alat musik populer yang terkenal yaitu tahuri, fu, totobuang, bonang, gong, suling
bambu, toleng-toleng, dan bulu aer.

Alat Musik Maluku dan Cara Memainkannya :


1. Tifa

Tifa adalah alat musik dari Maluku dan Papua. Bentuk alat musik ini seperti tabung
yang dimainkan dengan cara dipukul. Biasanya, pemain musik memakai tongkat
pemukul yang terbuat dari pelepah dahan sagu, yang disebut gaba-gaba. Tifa
ditampilkan untuk upacara adat, pertunjukan musik, mengiringi tarian tradisional dan
pentas seni. Di daerah Maluku, tifa digunakan untuk acara pertandingan Perahu Belang
Arumbai dan komponen totobuang. Pemakaian tifa di acara pertandingan berfungsi
memberikan semangat pada pendayung yang sedang bertanding.

Mengutip dari Kemenparekraf.go.id, tifa khas Maluku tidak diberi pegangan dan
berbentuk tabung. Bentuk alat musik ini berbeda dengan Papua Tengah yang memiliki
pegangan dan bentuk tifa melengkung. Bahan membuat tifa yaitu kayu, rotan, dan kulit
binatang. Ada juga model tifa yang bentuknya bulat dan dianyam memakai tali rotan.
Bagian yang dipukul adalah kulit binatang, sehingga menghasilkan suara.

2. Tahuri Alat Musik dari Kerang

Mengutip dari Kemdikbud.go.id, dahulu masyarakat di Maluku memakai kulit bia


atau kerang untuk berkomunikasi. Kemudian, berkembang musik tahuri yang terbuat
dari kerang.Tahuri diambil dari kata hua yang artinya pertama, sedangkan uri artinya uri
bunyi. Tahuri berarti bunyi yang pertama keluar dari permukaan bumi. Dahulu alat musik
ini dipakai sebagai tanda adanya peristiwa yang akan terjadi, memanggil dan
menghormati leluhur.

Tahuri juga dipakai untuk musik pengiring Tari Cakalele. Alat musik ini digunakan
dipakai sebagai tanda perahu akan berlayar, upacara adat, sampai upacara pelantikan
raja. Tahuri dibuat dari kulit kerang yang sudah dikeringkan. Cara memainkan alat musik
ini ditiup sampai tahuri menghasilkan suara yang merdu dan harmoni.

3 .Fu

Alat Musik Maluku Utara ini terbuat dari kerang. Cara memainkannya sama seperti
tahuri, yaitu ditiup pada bagian yang berlubang. Fu menghasilkan suara yang keras dan
berdengung. Dibutuhkan teknik pernapasan yang maksimal untuk bermain alat musik ini.

Mengutip dari Binus.ac.id, alat musik ini dipakai sebagai media komunikasi antara
raja dan rakyat dahulu. Ketika memberi pengumuman, maka raja akan meniup Fu
sebagai penanda dimulainya pengumuman.Menurut cerita rakyat, musik Fu
menceritakan seorang pemuda yang tersesat. Pemuda itu meminta warga sekitar untuk
meniup kerang yang kini dikenal sebagai alat musik Fu.
4. Totobuang

Totobuang adalah alat musik yang mirip dengan gamelan. Alat musik Maluku ini
terbuat dari kuningan yang dimainkan dengan cara dipukul. Totobuang berasal dari
bahasa Jawa yang artinya gamelan.Alat musik ini terdiri dari gong dan yang ditata
berjumlah 12 - 14 buah. Selain gong, totobuang terdiri dari empat jenis tifa antara lain
tifa fikir, tifa fasa, tifa potong, dan tifa bass. Keempat tifa ini memiliki nada yang
berbeda.

5. Rumba

Rumba adalah alat musik tradisional yang berasal dari Kuba. Kemudian, alat musik
ini dibawa ke Ambon oleh pedagang Spanyol atau Portugis. Cara memainkan rumba
cukup dengan digoyangkan mengikuti irama. Alat musik dari Maluku ini terbuat dari
tempurung kelapa yang didalamnya berisi pasir atau kerikil. Kemudian pegangan
tempurung terbuat dari kayu.

6. Floit atau Suling Bambu

Floit bentuknya hampir mirip seruling yang dimainkan dengan cara ditiup. Alat
musik ini terbuat dari bambu yang menghasilkan nada berbeda. Floit bisa menghasilkan
suara bass, tenor, sopran dan alto. Biasanya, suling bambu ini digunakan sebagai
pengiring lagu gereja, pengiring orkes musik dan resepsi pernikahan.

7. Bulu Aer

Mengutip dari jurnal Alat Musik Dalam Adat dan Gereja, ditulis oleh Nancy
Destherecia Natalia Botter, alat musik bulu aer dipakai sebagai pengiring musik
keagamaan. Alat musik ini dimainkan dengan cara ditiup memakai pipa atau besi berisi
air.

8. Hawaian

Alat musik Maluku ini termasuk modern, karena memakai aliran listrik untuk
gitarnya. Hawaiian terbuat dari kayu dan 8 dawai dari bahan kawat. Cara memainkannya
yaitu dipetik memakai alat yang terbuat dari plat besi dan kaca. Hawaiian masuk dalam
seperangkat musik seperti tifa, ukulele, gitar, rimba dan hawaian.

9. Ukulele

Ukulele merupakan alat musik Maluku yang bentuknya mirip gitar. Alat ini terbuat
dari tempurung kelapa, kayu dan senar. Ukuran ukulele lebih kecil dari gitar sekitar 40-
50 sentimeter (cm). Alat musik ini biasanya menjadi pengiring hawaian.
10. Toleng-toleng

Alat musik Maluku ini terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara ditiup.

11. Yangere

Yangere lahir dari perpaduan budaya musik Portugis. Instrumen musik satu ini
terdiri dari biola, banyo, gitar, rebana dan cello. Yangere kemudian diadaptasi oleh
penduduk di Maluku memakai alat musik tradisional.Musik ini dimainkan ketika masa
bercocok tanam atau berkebun. Yangere biasanya ditampilkan untuk upacara
keagamaan, pesta dan hari-hari besar. Persebaran alat musik ini dari Halmahera Utara,
Kecamatan Galela Selatan dan daerah lainnya.

Instrumen pendukung alat musik yangere yaitu bas kasteh atau tali dua, hitara
lamoko, koroncongan, kolole, loca-loca dan tam-tam. Ada juga penyanyi untuk
membawakan lagu.Yangere menjadi sarana hiburan masyarakat Maluku. Alat musik ini
dimainkan untuk menjalin kebersamaan masyarakat.

2.3 Kebudayaan Kalimantan Utara

1) Tari Magunatip (Lalatip)

Tari lalatip menurut asal usulnya, lahir dari suku Dayak Tahol. Yaitu tepatnya di
daerah Tarakan, Nunukan dan Malinau, Provinsi Kalimantan Utara. Komunitasnya salah
satunya ada di Desa Salap, Kabupaten Malinau.

Berasal dari kata “lalati” yang dalam bahasa dayak berarti “menjepit”. Ya, kaki para
penarilah yang bisa saja terjepit. Nah, pada awalnya, lalatip hanyalah sebuah latihan
mengasah keterampilan berperang, yang wajib dimiliki para pemudanya. Karena, perang
antar suku yang seringkali terjadi. Sehingga mengancam penduduk suku Dayak Tahol.
Latihan ini berupa ketangkasan kaki untuk melompat dan menghindar dari rintangan.

Seiring perkembangan zaman, latihan ini berubah menjadi sebuah tarian. Tarian
inilah yang kini menjadi kekayaan suku Dayak Tahol. Tari lalatip / magunatip memang
tidak sepopuler beberapa tarian lain dari suku dayak. Sebut saja seperti tari Balean
Dadas atau pun tari Giring-giring. Akan tetapi, pemerintah dari provinsi yang baru
diresmikan pada 25 Oktober 2012 ini, giat menggenjot kebudayaannya. Bahkan, tari
magunatip / lalatip sudah terdaftar pada tahun 2017, sebagai Warisan Budaya Tak
Benda (WBTB) di catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Dengan nomor registrasi 201700551, pada tanggal 4 Oktober 2017 lalu, Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Utara, Sigit Muryono, menerima langsung
sertifikat WBTB dari Mendikbud RI, Muhadjir Effendy. Di Gedung Kesenian Jakarta itulah,
tari lalatip Kabupaten Malinau, menjadi salah satu dari 3 karya budaya khas Kaltara
yang diakui sebagai WBTB.

Aturan Main dalam Tari Magunatip / Lalatip

Dalam tarian lalatip / magunatip ini, para penonton akan dibuat berdebar-debar
hingga terkesima. Karena, para penari akan ditutup matanya dan melompat oleh
beberapa bilah batang kayu bergerak-gerak. Jika terlambat melompat (menghindar),
maka kaki mereka bisa terjepit.

Keunikan tari lalatip adalah pada atraksi melompat di antara bilah kayu yang menari
-nari mengikuti iringan musik. Kunci dari tari lalatip / magunatip terletak pada fokus,
konsentrasi dan kestabilan.

Nah, beginilah beberapa aturan main dalam tari magunatip / lalatip.

1) Para penari mengenakan pakaian adat suku dayak. Biasanya mereka memakai
pakaian berwarna hitam, merah atau kuning. Yaitu baju berupa rompi dengan lengan
pendek dan rok sebatas lutut.

2) Para penari juga dilengkapi ikat kepala dari daun pandan atau kain, yang berhias bulu
burung. Selain itu, mereka juga memakai aksesoris dayak seperti gelang di tangan dan
kaki hingga tato.
3) Kelompok pertama bertugas memainkan (menggerakkan) batang kayu. Ada 3
pasang (6 orang) yang berjongkok berjajar dan saling berhadapan. Mereka akan
memegang 2 bilah kayu atau bambu yang berukuran 2 – 3 meter. Mereka mengikuti
irama musik, lalu menghentakkan kayu: menjepit dan melepas.

4) Kelompk kedua bertugas sebagai penari, baik perempuan maupun laki-laki. Mereka
menari dengan melompat bergantian di antara jepitan kayu. Pilihan mereka hanya 2:
menghindar (melompat-lompat) atau terjepit. Mereka menari dengan gerakan khas suku
dayak Tahol. Yaitu meliuk-liukan tubuh dan tangannya. Puncak tari lalatip adalah ketika
mereka harus menari (melompat) sambil ditutup kedua matanya dengan kain.

5) kelompok ketiga bertugas memainkan instrumen musik. Yaitu gong dan kendang
yang dengan irama semangat. Bisa dibayangkan dong, bagaimana keramaian suara
gong dan kendang berpadu dengan hentakkan bilah kayu.

Penampilan Tari Lalatip

Karena sering dimainkan oleh para muda-mudi, tari lalatip / magunatip ini dianggap
sebagai salah satu ajang pencarian jodoh. Tari lalatip / magunatip pernah ditampilkan
dalam penganugerahan rekor MURI, pada acara FBIM 2018 untuk bubu raksasa milik
suku dayak tahol. Tari lalatip juga pernah lho diundang untuk tampil di acara hiburan
televisi, OPERA VAN JAVA pada bulan September 2018 lalu.

2) Senjata Tradisional Kalimantan Utara

Suku Dayak yang tinggal di Kalimantan Utara memiliki senjata tradisional seperti lonjo,
sipet, dan Mandau. Berikut penjelasannya:

1.Lonjo

Lonjo merupakan senjata tradisional Kalimantan Utara yang memiliki bentuk


seperti tombak. Dilansir dari Pusat Advokasi dan Informasi Kebudayaan Dayak, batang
lonjo terbat dari kayu keras yang diujungnya diikatkan besi lancip berbentuk belah
ketupat. Lonjo merupakan tombak yang panjang dengan ukuran sekitar 1,5 hingga 2
meter. Besi tersebut diikat ke batang lonjo dengan menggunakan anyaman rotan. Lonjo
digunakan untuk berburu hewan di hutan dan juga dalam peperangan oleh Suku Dayak.
Lonjo bukanlah tombak biasa, melainkan tombak bertuah yang memiliki kekuatan
magis di dalamnya. Menurut budaya suku dayak, lonjo menyerap energi dari manusia
yang dibunuhnya dan menyalurkan energi tersebut pada penggunanya.

Semakin banyak lonjo dipakai untuk mengalahkan lawan, maka akan semakin
besar kekuatan magis di dalamnya, membuat penggunanya kuat dan kebal secara
bersamaan. Dilansir dari Warisan Budaya Takbenda RI, kayu lonjo berbentuk
selongsong sehingga dapat digunakan sebagai sumpit. Lonjo dan panah sumpit biasa
dipadukan dengan racun yang bersumber dari binatang dan tumbuhan seperti racun
kalajengking, racun kodok hijau, bisa ular, dan getah pohon ipuh. Racun tersebut
membuat lonjo saat mematikan walaupun hanya musuh hanya tergores sedikit saja.

2.Sipet

Sipet atau sumpit adalah senjata tradisional Suku Dayak yang berbeda dengan
senjata lainnya. Jika kebanyakan senaja digunakan dengan cara diayun, maka sipet
digunakan dengan cara ditiup. Sipet terbuat dari dua buah bagian yaitu selongsong kayu
dan panah. Ini Selongsong sumpit terbuat dari kayu ringan dengan panjang 1,5 hingga
2,25 meter yang disesuaikan dengan usia dan ukuran tubuh penggunanya. Kayu
tersebut akan dilubangi sehingga membentuk selongsong dan diujungnya direkatkan
pisau logam kecil. Lalu anak panah sipet dibuat dari bambu yang tipis, ringan, diraut
tajam, juga dibubuhi dengan racun. Anak panah dimasukkan ke dalam selongsong, lalu
sipet ditiup dan anak panah akan melesat ke tubuh lawan maupun mangsa saat berburu.
Ujung pisau pada selongsong sumpit berfungsi untuk menikam lawan pada pertarungan
jarak dekat.

3.Mandau

Mandau adalah senjata tradisional Kalimantan Barat yang bentuknya seperti


pedang. Mandau khas Dayak memiliki bilah bermata satu dengan panjang sekitar 55
hingga 65 sentimeter dan lebar bilah 7 sentimeter, sehingga Mandau terlihat panjang
juga ramping. Pada bilah Mandau terukir motif berupa huruf S yang saling bersilangan.
Jakob Sumardjo dalam buku berjudul Estetika Paradoks (2006) menyebutkan simbol S
bermakna filosofis paradoks antar laki-laki dan perempuan, bahwa laki-laki adalah
kematian dan perang sedangkan perempuan sebagai kehidupan, kedamaian, dan
kawan.Hal ini merujuk pada Suku Dayak Iban yang menggunakan Mandau sebagai
senjata saat melakukan ngayau (berburu kepala musuh). Mandau bagi para lelaki Dayak
merupakan simbol kehormatan sehingga dibawa kemanapun mereka berpergian.
Pegangan Mandau terbuat dari kayu ulin yang kuat dan dibubuhi berbagai motif yang
memberikan kekuatan magis pada Mandau. Material pembuatnya dan nilai historis yang
terkandung di dalamnya membuat Mandau asli Dayak menjadi senjata yang mahal dan
dicari oleh para kolektor.

3) Tari Mance atau Bemance

Tari Mance atau Bemance adalah tarian daerah yang berasal dari daerah
Kalimantan Utara khas suku Bulungan. Tari ini disebut juga dengan tari
silat,dikarenakan gerakannya hampir sama menyerupai gerakan silat pada umumnya.
Yang membedakan Tari Mance dengan Silat adalah gerakan yang disajikan Tari Mance
lebih menonjolkan unsur seninya,luwes dan hanya ditunjukan untuk hiburan saja.

Umumnya kesenian ini dilakukan oleh laki-laki dalam pertandingan Bemance’


tersebut, ada aturan dimana dua orang yang melakukan duel. Tari Mance atau Bemance
ditarikan oleh dua orang penari pria namun juga bisa ditarikan oleh penari wanita,
dengan menggunakan pakaian adat khas Bulungan.

Pakaian adat tersebut bukan pakaian resmi atau pakaian kerajaan . Melainkan
sebuah pakaian tradisional pada masa prekolonial, dengan dilengkapi Elempai atau
selempang berwarna kuning dan ikat kepala. Sedangkan untuk kostum penari wanita
menggunakan kemben dan penari pria hanya mengenakan celana tanpa baju. Untuk
Kedua penari pria akan saling memegang rotan atau bambu bulat dengan panjang
75cm hingga 1 meter, serta memiliki tinggi dari kaki hingga pinggang pria dewasa.

Tari Mance atau Bemance akan dilakukan dalam sebuah lingkaran diiringi dengan
suara gong bertalu-talu. Sedangkan untuk aturannya sendiri tidak terlalu baku sebab,
jika ada pemain yang menyerah maka akan langsung diganti dengan pemain lainnya.
Bemance’ barulah selesai setelah Sultan Bulungan bangkit dari kursi dan meninggalkan
arena kesenian. Saat ini Bemance’ sudah sangat jarang terlihat, bahkan khususnya pada
even resmi seperti Birau.
Atribut Tari Mance atau Bemance dari daerah Kalimantan Utara
Foto:tokopedia.com

Untuk atribut yang digunakan oleh para penari Tari Mance atau Tari Bamance
adalah atribut perang. Seperti Talimpang atau perisai dan lonjo atau tombak. Dengan
atribut perang, gerakan dari tarian ini mengandung unsur gerakan-gerakan bela diri.
Seperti silat,keahlian dalam menggunakan senjata dan talimpang dan lain-lain.

- Sejarah Tari Mance atau Bemance

Sejarah Tari Mance atau Bemance berawal dari Seni Beladiri yang muncul. Seni
beladiri ini diperkirakan sudah lama berkembang di Bulungan Provinsi Kalimantan Utara,
puncaknya pada abad ke-19. Dimasa Ali Kahar yang bergelar Sultan Kaharuddin II (1875
-1889), Bemance’ mulai dikenal luas sebagai salah satu kegiatan resmi saat pelaksaan
pesta rakyat atau Birau. Konon dimasa tersebut kesenian inilah yang paling disenangi
oleh Sultan Bulungan.

- Perkembangan Tari Mance atau Bemance

Tari Mance atau Bemance belum banyak khalayak umum mengetahui,sebagian


orang hanya mengetahui sekilas mengenai Tari Mance atau Bemancenya saja , namun
tidak tahu bahwa ada Tarian Mance atau Bemance sudahlah lama adanya.

Perkembangan Tari Mance atau Bemance sendiri belum terlalu signifikan jika
dibandingkan dengan Jenis Tarian daerah lain yang lebih terkenal, dikarenakan juga
minimnya informasi mengenai Tari Mance atau Bemance ini sendiri. Namun Pemerintah
akan tetap berusaha untuk menggali dan mengembangkan potensi budaya Tari Mance
atau Bemance agar tidak tenggelam digerus jaman.

Tari Mance atau Bemance yang mirip dengan Gerakan Silat dari daerah Kalimantan
Utara

Tari Mance atau Bemance juga memiliki arti tentang, keberanian, nilai historis
,kekuatan dan nilai perjuangan. Sehingga banyak dari sebagian masyarakat Kalimantan
mempercayai Tari Mance atau Bemance sebagai bentuk tradisi berduel atau mencari
siapa yang terkuat. Tari Mance atau Bemance akan tetap menjadi ikon unik atau budaya
yang berasal dari wiayah Kalimantan.

Selain itu Tari Mance atau Bemance juga sudah banyak mengalami modifikasi atau
perubahan dalam kostum, iringan, fungsi, maupun pola pertunjukannya menyesuaikan
dengan situasi dan kondisi. Akan tetapi tetap tidak mengurangi nilai estetis yang
terkandung dalam Tari Mance atau Bemance itu sendiri. Serta setiap orang, baik pelaku
seni maupun tidak wajib menjaga dan mengapresiasi Tari Mance atau Bemance ini.

Sekian informasi mengenai Tari Mance atau Bemance, semoga dapat menjadi
refrensi dan sumber pengetahuan mengenai Tari Mance atau Bemance dari daerah
Bulungan Kalimantan tepatnya Kalimantan bagian Utara. Dan diharapkan agar Tari
Mance atau Bemance dapat terus berkembang di majunya jaman.

2.4 Kebudayaan Kepulauan Riau

1). Tari Zapin

Tari Zapin (Jawi: ‫ ) زاﻓﻴﻦ‬merupakan tarian yang berasal dari negeri Yaman yang
populer dalam kalangan masyarakat Melayu di Indonesia, terutama di wilayah yang
bermayoritas Melayu seperti di Sumatra (Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatra Utara,
Sumatra Barat, Sumatra Selatan), Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung,
Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Utara, Kalimantan Timur), dan di negara-negara yang memiliki populasi Melayu lainnya
seperti di Malaysia (terutama di wilayah Pahang, Johor dan Selangor), Brunei dan
Singapura.

Zapin diyakini masuk ke wilayah Nusantara dipengaruhi oleh orang-orang Persia


dan Arab yang berakulturasi dengan kebudayaan Melayu lokal dalam menyebarkan
ajaran Islam dari Timur Tengah pada sekitar abad keempat belas. Kala itu hanya laki-
laki yang diperbolehkan untuk melakukan tarian Zapin; Sekarang ini, penari wanita juga
dapat disertakan. Dahulu, tarian ini hanya dilakukan untuk upacara keagamaan tetapi
selama bertahun-tahun tarian itu telah berkembang menjadi suatu bentuk hiburan
tradisional bagi masyarakat Melayu, sehingga penari wanita diperbolehkan
berpartisipasi.

-Sejarah

Pada awalnya seni tari dan musik Zapin dijadikan sebagai hiburan bagi murid-murid
setelah mengaji agama di lingkungan kerajaan. Namun setelah Tengku Embung
Badariah binti Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766 – 1780 M) menikah dengan
Syarif Utsman bin Syarif Abdul Rahman Syahabuddin, keberadaan Tari Zapin semakin
berkembang di wilayah Great Tradition (Lingkungan Istana) dan berakulturasi dengan
budaya lokal. Akhirnya, tari Zapin menjadi seni hiburan di kalangan istana bahkan dalam
acara seremonial kerajaan sehingga dikenal dengan sebutan Zapin Istana (Siak Sri
Inderapura). Dengan demikian dapat diketahui, seiring dengan usaha pedagang Arab
dalam mengembangkan agama Islam di daerah-daerah yang dipengaruhi Melayu,
mereka juga telah meninggalkan kesenian Zapin di daerah-daerah yang dikunjungi, dan
selanjutnya, Zapin mengalami proses akulturasi dengan budaya setempat, seperti yang
terdapat di wilayah Indonesia dan Malaysia. Tari Zapin saat ini tampak hidup dan
berkembang hampir di sebagian besar daerah Riau, terutama daerah pantai (Kepulauan
Riau), dan di bekas pusat-pusat pemerintahan kerajaan Melayu seperti di Siak Sri
Inderapura, Pulau Penyengat, Tambelan dan pulau-pulau di sekitar Laut Tiongkok
Selatan. Tari Zapin dalam zaman keemasan Kesultanan Siak Sri Inderapura sengaja
dilakukan pembinaan dan dipelihara sebagai suatu bentuk kesenian yang memiliki
kaidah-kaidah yang luhur dan santun. Tari Zapin berkembang tidak hanya di kalangan
istana tetapi juga di kalangan masyarakat Melayu dengan bemacam ragam tarian dan
gerak yang cukup khas. Dalam konteks seni tari, Islam memberikan kontribusi ke dalam
berbagai jenis tari, seperti pada tari Zapin. Dengan berbagai normanya, seperti adanya
gerak sembah atau salam, gerak ragam-ragam (langkah belakang siku keluang), anak
ayam, anak ikan, buang anak, lompat kecil, lompat tiung, pisau belanak, pecah, tahto,
tahtim dan lain-lain. Kemudian juga mengandung berbagai unsur tari sufisme juga
muncul dalam kebudayaan Melayu. Gerak-gerak simbolik seperti alif, mim, ba,
merupakan bagian dari tradisi sufi di kawasan ini. Dengan demikian, kontinuitas dan
perubahan tari Melayu khususnya tari Zapin menuruti perubahan internal dalam
kebudayaan Melayu sendiri atau perubahan eksternal dari luar.[8]

-Instrumen

Musik pengiringnya terdiri atas dua alat yang utama yaitu alat musik petik Gambus
dan tiga buah alat musik tabuh Marwas/Marawis, Gendang, dan Rebana. Biola dan
Akordion juga digunakan pada beberapa jenis Zapin.

2) Lagu Daerah Soleram

Soleram atau Suliram (disebut juga Soreram atau Suriram) adalah lagu daerah yang
berasal dari Provinsi Riau, Indonesia.[1][2][3][4][5][6][7] Isi lagunya terutama
menceritakan tentang cinta dan persahabatan. Lirik lagu Soleram cukup pendek,
mendayu-dayu, merdu, dan mudah diingat. Iramanya yang pelan dan damai membuat
pendengarnya merasa nyaman dan bisa tidur dengan cepat. Tidak hanya orang
Indonesia, lagu daerah Soleram ini juga banyak digemari oleh warga asing yang
menganggapnya sebagai lagu pengantar tidur.[8] Bahkan lagu ini pernah menjadi
polemik dan perdebatan antara Indonesia dan negara tetangganya, Malaysia karena
diklaim sebagai lagu milik Malaysia.[9]

Lagu Soleram merupakan lagu pengantar tidur yang berisi pesan yang ingin
disampaikan oleh orang tua kepada anak-anaknya menjelang tidur, di antaranya pesan
untuk menjaga kehormatannya, pesan untuk menjaga harga dirinya, dan pesan untuk
mempertahankan malu sebagai budayanya. Selain itu, Soleram juga memiliki lirik yang
mendidik anak-anak untuk senantiasa menyambung tali persaudaraan dan menghindari
perpecahan antargolongan. Lagu Soleram ditutup dengan pesan agar melestarikan
budaya yang mencerminkan identitas bangsa Indonesia.[10]

Lirik

Lirik lagu Soleram adalah sebagai berikut:[10]

Soleram

Soleram

Soleram

Anak yang manis

Anak manis janganlah dicium sayang

Kalau dicium merahlah pipinya

Satu dua

Tiga dan empat

Lima enam

Tujuh delapan

Kalau tuan dapat kawan baru sayang

Kawan lama ditinggalkan jangan]

Soleram soleram

Soleram anak yang manis

Anak manis janganlah dicium sayang

Kalau dicium merahlah pipinya

Anak manis janganlah dicium sayang

Kalau dicium merahlah pipinya

Satu dua tiga dan empat

Lima enam tujuh delapan


Kalau adik dapat kawan baru sayang

Kawan yang lama dilupakan jangan

Anda mungkin juga menyukai