Anda di halaman 1dari 19

TEKNIK PULSE CODE MODULATION (PCM)

DISUSUN OLEH :
1. ABDUL MALIK ARDHOFI (1615031041)
2. REZA ADITYA RAHADI (1615031053)
3. ADESTYA WILLY SAPUTRA (1615031064)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSTIAS LAMPUNG
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami bisa menyusun makalah ini.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.Penulis juga memohon maaf apabila
dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga
membingungkan pembaca dalam memahami maksud penulis.

Bandar Lampung, 28 Mei 2018

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................
1.1 Latar Belakang.............................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan..........................................................................................
1.3 Pembatasan Masalah....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................
2.1 Pengertian......................................................................................................
2.2 Proses Sampling............................................................................................
2.3 Proses Kuantisasi..........................................................................................
2.4 Proses Pengkodean........................................................................................
2.5 Media Transmisi...........................................................................................
2.6 Pendekodean.................................................................................................
2.7 Filter Low-Pass.............................................................................................
BAB III KESIMPULAN.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang Masalah


Selaras dengan peningkatan peradaban manusia saat ini, kebutuhan akan jasa
telekomunikasi semakin mengalami peningkatan dan semakin beragam. Kemudahan
untuk mendapatkan informasi yang tepat, cepat dan dapat dipercaya oleh masyarakat
pemakai informasi, menuntut pihak penyelenggara jasa telekomunikasi untuk
menyediakan sistem komuniasi yang terpadu. Artinya sistem komunikasi tersebut
tidak hanya melayani komunikasi pembicara saja tetapi juga dapat digunakan untuk
komunikasi gambar , data dan lain-lain. Dari sistem komunikasi yang ada (digital
dan analog), untuk memenuhi kebutuhan diatas, sistem komunikasi digital lebih
menguntungkan dibanding dengan sistem komuniasi analog. Kelebihan sistem digital
diataranya, sistem digital lebih kebal dan lebih tahan terhadap gangguan dari noise,
desain rangkaian digital relatif lebih sederhana dari pada rangkaian analog dengan
adanya teknik integrasi pada rangkaian digital, penggunaan komputer yang semakin
meluas dalam pengolahan data.
Salah satu cara untuk penyaluran sinyal dalam bentuk digital yang paling umum
digunakan saat ini adalah sistem modulasi kode pulsa (Pulse Code Modulation-
PCM). Sistem PCM (Pulse Code Modulation) ini adalah suatu sistem dimana
sebelum ditransmisikan, sinyal informasi yang umumnya adalah analog kali ini akan
diubah dulu menjadi sinyal diskret yang selanjutnya dikodekan ke dalam bentuk
kode tertentu.
Dalam pembangkitanya, untuk membentuk sinyal PCM (Pulse Code Modulation)
dari satu atau beberapa sinyal analog memerlukan proses. Salah satu proses tersebut
adalah proses kuantisasi. Dalam proses ini, range sinyal masukan yang diizinkan
dibagi kedalam tingkatan tingkatan yang dinamakan tingkatan kuantisasi.
Metode kuantisasi yang sering digunakan dalam PCM adalah metode kuantisasi
seragam (uniform) dan metode kuantisasi tak seragam (non-uniform). Dengan
semakin meluasnya penerapan sistem ini, khususnya dalam sistem komunikasi

4
digital, bahwasannya sangatlah penting untuk mengetahuai besarnya bising kuantisasi
yang digunakan.

1.2 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang sistem PCM (Pulse
Code Modulation) secara umum, mengenalkan metode sampling, kuantisasi, dan
coding yang umum digunakan dalam sistem PCM (Pulse Code Modulation).

1.3 Pembatasan Masalah


Dalam makalah ini pembahasanya dibatasi pada proses pembangkitan sinyal PCM
(Pulse Code Modulation) dari sumber analog yang memerlukan tiga proses dasar
yaitu, sampling, kuantisasi dan coding.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
PCM (Pulse Code Modulation) adalah suatu sistem penyaluran sinyal yang
dimana sebelum ditrasmisikan, sinyal informasi yang pada umumnya analog
terlebuh dulu dikonversikan kedalam suatu bentuk kode. Kode yang umum
digunakan di dalam PCM (Pulse Code Modulation) adalah kode biner (0 dan 1) n-
bit.
Dalam perkembangan dan dari berbagai analisa yang dilakukan, diakui
bahwasannya sistem PCM (Pulse Code Modulation) mempunyai keunggulan dari
sistem lain diantaranya yaitu sistem peyaluran informasi yang ada. Keunggulan
yang paling menonjol adalah kemampuanya dalam menekan interferensi dan
noise.
Secara blok diagram sistem PCM (Pulse Code Modulation) ini ditunjukkan
dalam gambar 2.1 di bawah ini . Untuk membangkitkan sinyal PCM (Pulse Code
Modulation) dari sumber analog pada dasarnya diperlukan tiga proses dasar yaitu,
sampling, kuantisasi dan coding. Untuk membangkitkan kembali sinyal informasi
aslinya, pada bagian penerima dibutuhkan proses sebaliknya yaitu, pedekodean
(decoding) serta pengembalian sinyal ke bentuk analognya dengan menggunkan
filter low-pass.
In
putan
alo
g sam
pler Q
uan
tizer co
der

Med
ia
T
ransmisi

P en
d ektesian
O
utp
utan
alog F
ilterlowp
as d
eco
der dan
pem ben tukan
sinyal

Gambar 2.1 Sistem Modulasi Kode Pulsa

6
2.2 Proses Sampling
Proses samplingadalah proses awal untuk mengkonversikan sinyal dari sinyal
analog menjadi sinyal digital. Dalam proses ini sinyal analog disampel atau dicuplik
secara periodik dalam selang waktu yang tetap, sehingga diperoleh sinyal yang
diskontinyu atau diskret dengan amplitudo sesaat dari sinyal analog tersebut.
Prinsip dari proses sampling dapat dijelaskan menggunakan switching sampling
seperti yang ditunjukkan pala gambar 2.2 di bawah ini.

T
X(t
)
X(t)
Xs(t)
Ts
-2T

-T s 0
Xs(t)

Gambar 2.2 Switching Sampling

Switch secara periodik bergiliran antara dua buah kontak dengan laju fs (laju
sampling), dengan fs= 1/Ts Hz, dimana Ts adalah waktu bagi switch untuk kembali
keposisi semula atau disebut dengan periode sampling. Keluaran dari proses
sampling xs (t) terdiri dari segmen x(t) dan dapat dinyatakan sebagai:

X s ( t )= X ( t ) . S( t) …..................................... (2-1)

dimana x(t) adalah sinyal analog yang disampel dan S(t) merupakan fungsi
switching atau sampling yang berupa deretan pulsa-pulsa periodik seperti ditunjukkan
pada gambar 2.3 berikut.

7
S
(t)
Mas
u k
an X K
eluara
n
X
(t) X
s(t
)=X(t)s
(t)

T
s T
s t

F
u n
g si
S
am pling
S
(t)

Gambar 2.3 Sampling diartikan sebagai perkalian

Dengan memperhatikan persamaan 2-1, proses sampling dapat dikatakan


sebagai proses modulasi amplitido dengan S(t) sebagai gelombang pembawa dengan
frekuensi s dan x(t) sebagai gelombang pemodulasi dengan frekuensi m. Dengan
menggunakan deret Fourier S(t) dapat dinyatakan sebagai:

S ( t ) =a0 + ∑ an cos n ω s t…................................…(2-2)


n−1

dimana a0 adalah komponen searah dari sinyal dan an merupakan konstanta


fourier yang nilainya tergantung dari bentuk sinyal. Dengan mengansumsikan bahwa
x(t) merupakan suatu gelombang sinusoida didapatkan:
~
x ( t )=a 0 cos ω m t + ∑ a n cos nω s t cos ωm t
n=1 ………….……..….(2-3)
dengan menggunakan aturan trigomometri didapatkan:
~
1
x ( t )=a 0 cos ω m t + ∑ a cos ( nωs + ωm ) t+ cos ( nω s −ωm) t ]
2 n=1 n [ ……………..
(2-4)
Dari persamaan 2-4 dapat digambarkan bentuk spektrum frekuensinya seperti gambar
2.4.

8
Xs()

0 m m-m m s-m 

Gambar 2.4 Spektrum frekuensi sinyal sampel

Dari bentuk spektrum sinyal pada sampel diatas , dapat direkonstruksikan


kembali sinyal yang dibatasi pita m dengan menggunakan atau melewatkan sinyal
sampel pada filter low fass yang memiliki bandwidth m. Untuk dapat memisahkan
sinyal pita dasar dari harmonisanya tanpa distorsi harus memenuhi syarat:
ω s−ωm ≥ ωm…………………………………(2-5)
sehingga diperoleh bahwa:
f s ≥2 f m……..……………………………(2-6)
dimana fs merupakan frekuensi sampling dan fm adalah frekuensi tertinggi dari sinyal
yang diizinkan.
Variasi laju sampling fm serta hubungnnya dengan bentuk spektrum frekuensi
sinyal diilustrasikan pada gambar 2.5. Dari gambar ini dapat dijelaskan tiga keadaan
penting dari proses sampling serta hubungannya dengan rekonstruksi sinyal
dipenerima yaitu:

9
X s(f)

a
q

f
0
fm

X s(f)

f
0 fm 2 fs

X s(f)

f
0 fm fs 2 fs

X s(f)

f
0
fm

Gambar 2.5 Laju sampling dan Spektrum sinyal sampel

1. Keadaan dimana frekuensi sampling fs sama dengan dua kali frekuensi tertinggi
sinyal (fs = 2 fm), gambar (b). Spektrum sinyal dasar akan tepat berimpit dengan
harmonisanya. Keadaan khusus ini merupakan laju sampling minimum yang
disebut dengan laju Nyquist. Sinyal dasar dapat dipisahkan dari harmonisanya

10
dengan suatu filter low-pass yang memiliki karakteristik dengan frekuensi potong
yang sangat tajam, filter seperti ini sangat sulit direalisasikan dalam praktek.
2. Kedaan dimana fs lebih kecil dari 2fm, gambar (c). Spektrum sinyal pita dasar
tumpang tindih dengan harmonisanya. Gejala ini dinamakan aliasing. Sinyal
dasar tidak dapat dipisahkan dari harmonisanya tanpa distorsi.
3. Kedaan dimana fs lebih besar dari 2fm, gambar (d). Diantara sinyal pita dasar dan
harmonisanya terdapat celah kosong yanng dinamakan pita penjaga (bodyguard).
Sinyal dasar dengan mudah dapat dipisahkan dari harmonisanya dengan suatu
filter low-pass dengan lebar pita fm tanpa distorsi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk dapat mengambil kembali sinyal yang
disampel tanpa distorsi (cacat) dengan filter low-pass diperlukan laju sampling
minimum dua kali dari frekuensi sinyal sumber tertinggi yang diijinkan.
Dalam prakteknya laju sampling lebih sering dipilih lebih besar dari dua kali
frekuensi tertinggi sinyal sumber analog. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan
kembali sinyal yang disampel relatif lebih mudah dan tidak terdistorsi. Sebagai
contoh, untuk sinyal telepon yang dibatasi pita pada 0,3 - 3,4 KHz, dipilih frekuensi
sampling sebesar 8 khz, sehingga antara sinyal dasar dengan harmonisanya terdapat
pita penjaga sebesar 1,2 khz.

2.3 Kuantisasi
Seperti telah dijelaskan, proses sampling dapat dikatakan sebagai proses
modulasi amplitudo pulsa (Pulse Amplitudo Modulation – PAM), dimana sinyal
informasi digunakan langsung untuk memodulasi deretan pulsa pulsa pembawa
(pulse sampling). Dalam bentuk sederhana sinyal PAM dapat ditrasmisikan secara
langsung. Mengingat amplitudo yang ditransmisikan secara langsung. Mengingat
amplitudo yang ditransmisikan tidak terbatas jumlahnya sehingga noise dan
gangguan lain dapat dengan mudah masuk kedalam sistem maka sisten ini jarang
digunakan.

11
Ada beberapa sarana utama yang biasa dipakai untuk menerima informasi, yaitu
telinga untuk informasi audio dan mata untuk informasi gambar. Karena kedua sarana
tersebut tidak dapat mengikuti perubahan sinyal secara detail, maka tidaklah perlu
untuk mengirikkan semua tingkatan amplitudo sinyal yang mungkin. Dengan adanya
keterbatasan ini, dimungkinkan untuk dapat mentransmisikan tingkatan amplitudo
sinyal tertentu.
Dalam proses kuantisasi ini, jangkauan (range) amplitudo sinyal informasi yang
diijinkan dibagi dalam tingkatan tingkatan amplitudo tertentu. Tingkatan amplitudo
ini disebut denngan tingkatan kuantisasi dan jarak antara dua tingkatan amplitudo
yang berdekatan disebut dengan interval kuantisasi. Amplitudo dari setiap sinyal
sampel dibulatkan keamplitudo kuantisasi yang terdekat. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini.

t
-3T -2T -T 0 T 2T 3T

Gambar 2.6 Sinyal sampel yang dikuantisasi

2.4 Pengkodean
Sinyal sampel yang telah dikuantisasi dapat ditransmisikan secara langsung
sebagai sinyal PAM yang terkuantisasi (PAM-er). Banyak tingkatan amplitudo yang
ditransmisikan menyebabkan kemungkinan akan terjadinya kesalahan dalam
penerimaan yang relatif besar. Oleh karena kelemahan ini sistem PAM lebih banyak
digunakan sebagai proses antara dari sistem PCM (Pulse Code Modulation).
Dalam sistem PCM (Pulse Code Modulation), sinyal PAM yang terkuantisasi
dan sebelum ditransmisikan terlebih dahulu akan dikodekan kedalam kode n-bit.
Setiap sinyal sampel yang telah terkuantisasi akan dikodekan kedalam satu kode yang

12
terdiri dari n buah pulsa, yang masing masing pulsa m mempunyai kemungkinan
amplitudo yang berbeda. N buah pulsa tersebut harus ditransmisikan pada selang per-
sampling-an yang telah dijatahkan untuk setiap sampel. Jumlah kombinasi kode yang
dapat terwakili oleh n buah pulsa m tingkatan ini adalah sama dengan jumlah
tingkatan kuantisasi M. Sehingga;
M =mn………...…………………………(2-7)

Pada umumnya dalam PCM digunakan kode biner. Kode biner merupakan
suatu kode yang hanya memiliki dua tingkatan amplitudo yang berbeda, yang
dinotasikan dengan angka satu (1) dan nol (0), dimana angka 1 melambangkan
adanya arus (pulsa positif) dan angka 0 menyatakan tidak adanya arus (pulsa negatif).
Sehingga kombinasi kode n-bit adalah 2n buah.
Salah satu prosedur atau cara pengkodean dengan kode biner yang sederhana
adalah dengan mengikuti konversi desimal ke biner. Tingkatan tingkatan amplitudo
kuantisasi diberi nomor dengan bilangan desimal, selanjutnya setiap tingkatan
kuantsasi tersebut dikonversikan ke dalam bilangan biner. Dalam tabel 2.1
ditunjukkan konversi bilangan desimal kedalam bilangan biner 4-bit.

DESIMAL BINER
0 0000
1 0001
2 0010
3 0011
4 0100
5 0101
6 0110
7 0111
8 1000
9 1001
10 1010

13
11 1011
12 1100
13 1101
14 1110
15 1111
Tabel 2.1 Konversi desimal ke biner 4-bit
Gambar 2.7 Macam-macam kode biner

a
t
0

b
0 t

-v

c.

0 t

d 0 t

-v

e. 0 t

-v

Untuk mempresentasikan simbul biner 0 dan 1 dengan sinyal listrik ada


beberapa cara , seperti ditunjukkan dalam gambar 2.7, diantaranya :

14
a. Kode biner diwakili oleh adanya arus untuk mewakili bit 1 dan tidak adanya
arus untuk mewakili bit 0. Bentuk sinyal seperti ini disebut sinyal unipolar.
b. Kode biner diwakili oleh pulsa positif untuk bit 1 dan pulsa negatif untuk bit
0. Bentuk sinyal ini dinamakan sinyal bipolar.
c. Return-to-Zero (RZ), bit 1 diwakili oleh adanya arus (dengan lebar setengah
simbol) dan bit 0 diwakili oleh tidak adanya arus.
d. Pseudoternary, bit 1 diwakili oleh pulsa positif dan pulsa negatif secara
bergantian dan bit 0 diwakili oleh tidak adanya arus.
e. Kode Manchester, bit 1 diwakili oleh pulsa positif yang diikuti oleh pulsa
negatif (dengan lebar setiap pulsa adalah setengah simbol) dan untuk bit 0
polaritas dari bit 1 ini dibalik.
Dengan mentransmisikan pulsa-pulsa biner beramplitudo cukup besar, dapat
dijamin pendeteksian yang benar, sehingga pulsa yang dipengaruhi oleh noise
memiliki kesalahan serendah mungkin pada proses pendeteksian.

2.5 Media Transmisi


Media transmisi dalam sistem PCM adalah penghubung antara proses encoding
dengan decoding. Media transmisi dapat berupa saluran fisik seperti kabel atau serat
optik. Dan dapat berupa saluran non fisik yaitu berupa sistem radio dan sistem satelit.
Agar transmisi lebih efisien, sinyal sinyal pita dasar harus digeser ke frekuensi-
frekuensi yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan dengan mengubah-ubah amplitudo,
frekuensi atau phase suatu gelombang pembawa sinus berfrekuensi tinggi sesuai
dengan informasi yang ditransmisikan. Proses ini dinamakan proses modulasi.
Gelombang pembawa yang telah termodulasi inilah yang disalurkan dari pemancar
kepenerima melalui salah satu dari media transmisi yang dipilih.

15
2.6 Pendekodean
Operasi pertama dibagaian penerima adalah mendemodulasikan sinyal PCM
dari gelombang pembawanya. Sinyal dalam bentuk deretan pulsa-pulsa dideteksi dan
dipisahkan dari kehadiran noise selama transmisi. Dalam proses pendeteksian, ada
atau tidak adanya pulsa sangat dipengaruhi oleh kehadiran noise selama transmisi
tersebut. Bila noise yang masuk cukup besar, maka kesalahan dalam pendeteksian
akan terjadi.
Untuk mengurangi kemungkinan kesalahan pada saat pendeteksian pulsa biner
yang diterima, dapat diterapkan cara pengambilan keputusan yaitu dengan cara
membandingkan pulsa yang masuk dengan tingkat ambang (threshold) yang ada.
Misalnya amplitudo puncak pulsa PCM yang dikirimkan adalah A volt, tingkatan
threshold diset pada setengah dari amplitudo puncak (A/2 volt). Dengan cara ini
kriteria pengambilan keputusan ada atau tidaknya pulsa didasarkan kepada:

- > A/2, ada pulsa (1)


Pulsa masuk
-< A/2, tidak ada pulsa (0)

Selanjutnya sinyal biner ini dikelompokkan sesuai dengan kode yang


digunakan (misalnya, apabila digunakan kode 8-bit pulsa-pulsa ini dikelompokkan ke
delapan-delapan). Tiap kelompok pulsa dikembalikan ke bentuk sinyal PAM yang
terkuantisasi.

2.7 Filter Low-pass


Keluaran dekoder merupakan pulsa-pulsa PAM yang terkuantisasi (PAM-er),
serupa dengan sinyal PAM pada keluaran pengkuantisasi pada bagian pemancar.
Sinyal PAM ini di kembalikan ke dalam bentuk analognya dengan melewatkan sinyal
melalui filter low-pass. Selain itu filter low-pass juga memisahkan antara sinyal pita
dasar dari harmonisanya serta memisahkan antara noise yang masuk selama transmisi

16
Gambar 2.8 Demodulasi sinyal sampel dengan filter low-pass

H(f) Karakteristik filter yang dibutuhkan

f
fm fs

(a). fs = 2fm

H(f) Karakteristik filter yang dibutuhkan

f
fm fs

(a). fs  2fm

Karakteristik filter yang dibutuhkan disamping tergantung dari lebar pita


informasi juga dipengaruhi oleh laju sampling yang digunakan. Ilustrasi demodulasi
sinyal sampel ditunjukkan dalam gambar 2.8.
Jika sinyal informasi disampel tepat pada laju Nyquist (fs = 2fm), filter yang
dibutuhkan harus memiliki karakteristik potong (cut-off) yang sangat tajam karena
sinyal pita dasar dapat berimpit dengan harmonisanya, seperti ditunjukkan oleh
gambar 2-8 (a). Karakteristik filter ini merupakan bentuk ideal yang sulit untuk
direalisasikan dalam praktek. Karena kesulitan inilah, maka dipilih laju sampling fs >
2fm, sehingga diantara spektrum sinyal pita dasar denag harmonisanya terdapat pita
penjaga. Dengan adanya pita penjaga ini karakteristik filter untuk proses demodulasi
sinyal akan bisa mudah untuk direalisasikan.

17
BAB III
KESIMPULAN

1. PCM (Pulse Code Modulation) merupakan suatu sistem penyaluran sinyal dimana
sebelum ditrasmisikan, sinyal informasi yang pada umumnya adalah analog
terlebuh dulu dikonversikan kedalam bentuk kode . Kode yang umum digunakan
dalam PCM (Pulse Code Modulation adalah kode biner (0 dan 1) n-bit.
2. Membangkitkan sinyal PCM (Pulse Code Modulation) dari sumber analog pada
dasarnya memerlukan tiga proses dasar yaitu, sampling, kuantisasi dan coding.
Untuk membangkitkan kembali sinyal informasi aslinya, pada bagian penerima
dibutuhkan proses sebaliknya yaitu, decoding serta pengembalian sinyal ke bentuk
analognya dengan menggunkan filter low-pass.
3. Untuk dapat mengambil kembali sinyal yang disampel tanpa distorsi (cacat)
dengan filter low-pass diperlukan laju sampling minimum dua kali dari frekuensi
sinyal sumber tertinggi yang diizinkan:
fs  2 fm
dimana, fs = frekuensi sampling
fm = frekuensi tertinggi dari sinyal yang diijinkan

18
DAFTAR PUSTAKA

 Jerry D. Gibson, Principles of Digital and Analog Comunication,MacMillan


Publishing Company, New York, 1990
 Mischa Schwartz, Transmisi Informasi Modulasi dan Bising, McGraw-Hill,
Inc,1980 terjemahan Sri Jatno Wirjosoedirdjo, PhD, Erlangga, Jakarta, 1986.
 Dennis Roddy-John Coolen, Telekomunikasi Elektronika, terjemakan Kamal
Idris, Erlangga, Jakarta, 1992
 Sigit Kusmaryanto, Diktat Kuliah: Sistem Transmisi Telekomunikasi, Teknik
Elektro UB, 2004

19

Anda mungkin juga menyukai