DISUSUN OLEH :
1. ABDUL MALIK ARDHOFI (1615031041)
2. REZA ADITYA RAHADI (1615031053)
3. ADESTYA WILLY SAPUTRA (1615031064)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami bisa menyusun makalah ini.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.Penulis juga memohon maaf apabila
dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga
membingungkan pembaca dalam memahami maksud penulis.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................
1.1 Latar Belakang.............................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan..........................................................................................
1.3 Pembatasan Masalah....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................
2.1 Pengertian......................................................................................................
2.2 Proses Sampling............................................................................................
2.3 Proses Kuantisasi..........................................................................................
2.4 Proses Pengkodean........................................................................................
2.5 Media Transmisi...........................................................................................
2.6 Pendekodean.................................................................................................
2.7 Filter Low-Pass.............................................................................................
BAB III KESIMPULAN.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
LATAR BELAKANG
4
digital, bahwasannya sangatlah penting untuk mengetahuai besarnya bising kuantisasi
yang digunakan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
PCM (Pulse Code Modulation) adalah suatu sistem penyaluran sinyal yang
dimana sebelum ditrasmisikan, sinyal informasi yang pada umumnya analog
terlebuh dulu dikonversikan kedalam suatu bentuk kode. Kode yang umum
digunakan di dalam PCM (Pulse Code Modulation) adalah kode biner (0 dan 1) n-
bit.
Dalam perkembangan dan dari berbagai analisa yang dilakukan, diakui
bahwasannya sistem PCM (Pulse Code Modulation) mempunyai keunggulan dari
sistem lain diantaranya yaitu sistem peyaluran informasi yang ada. Keunggulan
yang paling menonjol adalah kemampuanya dalam menekan interferensi dan
noise.
Secara blok diagram sistem PCM (Pulse Code Modulation) ini ditunjukkan
dalam gambar 2.1 di bawah ini . Untuk membangkitkan sinyal PCM (Pulse Code
Modulation) dari sumber analog pada dasarnya diperlukan tiga proses dasar yaitu,
sampling, kuantisasi dan coding. Untuk membangkitkan kembali sinyal informasi
aslinya, pada bagian penerima dibutuhkan proses sebaliknya yaitu, pedekodean
(decoding) serta pengembalian sinyal ke bentuk analognya dengan menggunkan
filter low-pass.
In
putan
alo
g sam
pler Q
uan
tizer co
der
Med
ia
T
ransmisi
P en
d ektesian
O
utp
utan
alog F
ilterlowp
as d
eco
der dan
pem ben tukan
sinyal
6
2.2 Proses Sampling
Proses samplingadalah proses awal untuk mengkonversikan sinyal dari sinyal
analog menjadi sinyal digital. Dalam proses ini sinyal analog disampel atau dicuplik
secara periodik dalam selang waktu yang tetap, sehingga diperoleh sinyal yang
diskontinyu atau diskret dengan amplitudo sesaat dari sinyal analog tersebut.
Prinsip dari proses sampling dapat dijelaskan menggunakan switching sampling
seperti yang ditunjukkan pala gambar 2.2 di bawah ini.
T
X(t
)
X(t)
Xs(t)
Ts
-2T
-T s 0
Xs(t)
Switch secara periodik bergiliran antara dua buah kontak dengan laju fs (laju
sampling), dengan fs= 1/Ts Hz, dimana Ts adalah waktu bagi switch untuk kembali
keposisi semula atau disebut dengan periode sampling. Keluaran dari proses
sampling xs (t) terdiri dari segmen x(t) dan dapat dinyatakan sebagai:
X s ( t )= X ( t ) . S( t) …..................................... (2-1)
dimana x(t) adalah sinyal analog yang disampel dan S(t) merupakan fungsi
switching atau sampling yang berupa deretan pulsa-pulsa periodik seperti ditunjukkan
pada gambar 2.3 berikut.
7
S
(t)
Mas
u k
an X K
eluara
n
X
(t) X
s(t
)=X(t)s
(t)
T
s T
s t
F
u n
g si
S
am pling
S
(t)
8
Xs()
0 m m-m m s-m
9
X s(f)
a
q
f
0
fm
X s(f)
f
0 fm 2 fs
X s(f)
f
0 fm fs 2 fs
X s(f)
f
0
fm
1. Keadaan dimana frekuensi sampling fs sama dengan dua kali frekuensi tertinggi
sinyal (fs = 2 fm), gambar (b). Spektrum sinyal dasar akan tepat berimpit dengan
harmonisanya. Keadaan khusus ini merupakan laju sampling minimum yang
disebut dengan laju Nyquist. Sinyal dasar dapat dipisahkan dari harmonisanya
10
dengan suatu filter low-pass yang memiliki karakteristik dengan frekuensi potong
yang sangat tajam, filter seperti ini sangat sulit direalisasikan dalam praktek.
2. Kedaan dimana fs lebih kecil dari 2fm, gambar (c). Spektrum sinyal pita dasar
tumpang tindih dengan harmonisanya. Gejala ini dinamakan aliasing. Sinyal
dasar tidak dapat dipisahkan dari harmonisanya tanpa distorsi.
3. Kedaan dimana fs lebih besar dari 2fm, gambar (d). Diantara sinyal pita dasar dan
harmonisanya terdapat celah kosong yanng dinamakan pita penjaga (bodyguard).
Sinyal dasar dengan mudah dapat dipisahkan dari harmonisanya dengan suatu
filter low-pass dengan lebar pita fm tanpa distorsi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk dapat mengambil kembali sinyal yang
disampel tanpa distorsi (cacat) dengan filter low-pass diperlukan laju sampling
minimum dua kali dari frekuensi sinyal sumber tertinggi yang diijinkan.
Dalam prakteknya laju sampling lebih sering dipilih lebih besar dari dua kali
frekuensi tertinggi sinyal sumber analog. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan
kembali sinyal yang disampel relatif lebih mudah dan tidak terdistorsi. Sebagai
contoh, untuk sinyal telepon yang dibatasi pita pada 0,3 - 3,4 KHz, dipilih frekuensi
sampling sebesar 8 khz, sehingga antara sinyal dasar dengan harmonisanya terdapat
pita penjaga sebesar 1,2 khz.
2.3 Kuantisasi
Seperti telah dijelaskan, proses sampling dapat dikatakan sebagai proses
modulasi amplitudo pulsa (Pulse Amplitudo Modulation – PAM), dimana sinyal
informasi digunakan langsung untuk memodulasi deretan pulsa pulsa pembawa
(pulse sampling). Dalam bentuk sederhana sinyal PAM dapat ditrasmisikan secara
langsung. Mengingat amplitudo yang ditransmisikan secara langsung. Mengingat
amplitudo yang ditransmisikan tidak terbatas jumlahnya sehingga noise dan
gangguan lain dapat dengan mudah masuk kedalam sistem maka sisten ini jarang
digunakan.
11
Ada beberapa sarana utama yang biasa dipakai untuk menerima informasi, yaitu
telinga untuk informasi audio dan mata untuk informasi gambar. Karena kedua sarana
tersebut tidak dapat mengikuti perubahan sinyal secara detail, maka tidaklah perlu
untuk mengirikkan semua tingkatan amplitudo sinyal yang mungkin. Dengan adanya
keterbatasan ini, dimungkinkan untuk dapat mentransmisikan tingkatan amplitudo
sinyal tertentu.
Dalam proses kuantisasi ini, jangkauan (range) amplitudo sinyal informasi yang
diijinkan dibagi dalam tingkatan tingkatan amplitudo tertentu. Tingkatan amplitudo
ini disebut denngan tingkatan kuantisasi dan jarak antara dua tingkatan amplitudo
yang berdekatan disebut dengan interval kuantisasi. Amplitudo dari setiap sinyal
sampel dibulatkan keamplitudo kuantisasi yang terdekat. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini.
t
-3T -2T -T 0 T 2T 3T
2.4 Pengkodean
Sinyal sampel yang telah dikuantisasi dapat ditransmisikan secara langsung
sebagai sinyal PAM yang terkuantisasi (PAM-er). Banyak tingkatan amplitudo yang
ditransmisikan menyebabkan kemungkinan akan terjadinya kesalahan dalam
penerimaan yang relatif besar. Oleh karena kelemahan ini sistem PAM lebih banyak
digunakan sebagai proses antara dari sistem PCM (Pulse Code Modulation).
Dalam sistem PCM (Pulse Code Modulation), sinyal PAM yang terkuantisasi
dan sebelum ditransmisikan terlebih dahulu akan dikodekan kedalam kode n-bit.
Setiap sinyal sampel yang telah terkuantisasi akan dikodekan kedalam satu kode yang
12
terdiri dari n buah pulsa, yang masing masing pulsa m mempunyai kemungkinan
amplitudo yang berbeda. N buah pulsa tersebut harus ditransmisikan pada selang per-
sampling-an yang telah dijatahkan untuk setiap sampel. Jumlah kombinasi kode yang
dapat terwakili oleh n buah pulsa m tingkatan ini adalah sama dengan jumlah
tingkatan kuantisasi M. Sehingga;
M =mn………...…………………………(2-7)
Pada umumnya dalam PCM digunakan kode biner. Kode biner merupakan
suatu kode yang hanya memiliki dua tingkatan amplitudo yang berbeda, yang
dinotasikan dengan angka satu (1) dan nol (0), dimana angka 1 melambangkan
adanya arus (pulsa positif) dan angka 0 menyatakan tidak adanya arus (pulsa negatif).
Sehingga kombinasi kode n-bit adalah 2n buah.
Salah satu prosedur atau cara pengkodean dengan kode biner yang sederhana
adalah dengan mengikuti konversi desimal ke biner. Tingkatan tingkatan amplitudo
kuantisasi diberi nomor dengan bilangan desimal, selanjutnya setiap tingkatan
kuantsasi tersebut dikonversikan ke dalam bilangan biner. Dalam tabel 2.1
ditunjukkan konversi bilangan desimal kedalam bilangan biner 4-bit.
DESIMAL BINER
0 0000
1 0001
2 0010
3 0011
4 0100
5 0101
6 0110
7 0111
8 1000
9 1001
10 1010
13
11 1011
12 1100
13 1101
14 1110
15 1111
Tabel 2.1 Konversi desimal ke biner 4-bit
Gambar 2.7 Macam-macam kode biner
a
t
0
b
0 t
-v
c.
0 t
d 0 t
-v
e. 0 t
-v
14
a. Kode biner diwakili oleh adanya arus untuk mewakili bit 1 dan tidak adanya
arus untuk mewakili bit 0. Bentuk sinyal seperti ini disebut sinyal unipolar.
b. Kode biner diwakili oleh pulsa positif untuk bit 1 dan pulsa negatif untuk bit
0. Bentuk sinyal ini dinamakan sinyal bipolar.
c. Return-to-Zero (RZ), bit 1 diwakili oleh adanya arus (dengan lebar setengah
simbol) dan bit 0 diwakili oleh tidak adanya arus.
d. Pseudoternary, bit 1 diwakili oleh pulsa positif dan pulsa negatif secara
bergantian dan bit 0 diwakili oleh tidak adanya arus.
e. Kode Manchester, bit 1 diwakili oleh pulsa positif yang diikuti oleh pulsa
negatif (dengan lebar setiap pulsa adalah setengah simbol) dan untuk bit 0
polaritas dari bit 1 ini dibalik.
Dengan mentransmisikan pulsa-pulsa biner beramplitudo cukup besar, dapat
dijamin pendeteksian yang benar, sehingga pulsa yang dipengaruhi oleh noise
memiliki kesalahan serendah mungkin pada proses pendeteksian.
15
2.6 Pendekodean
Operasi pertama dibagaian penerima adalah mendemodulasikan sinyal PCM
dari gelombang pembawanya. Sinyal dalam bentuk deretan pulsa-pulsa dideteksi dan
dipisahkan dari kehadiran noise selama transmisi. Dalam proses pendeteksian, ada
atau tidak adanya pulsa sangat dipengaruhi oleh kehadiran noise selama transmisi
tersebut. Bila noise yang masuk cukup besar, maka kesalahan dalam pendeteksian
akan terjadi.
Untuk mengurangi kemungkinan kesalahan pada saat pendeteksian pulsa biner
yang diterima, dapat diterapkan cara pengambilan keputusan yaitu dengan cara
membandingkan pulsa yang masuk dengan tingkat ambang (threshold) yang ada.
Misalnya amplitudo puncak pulsa PCM yang dikirimkan adalah A volt, tingkatan
threshold diset pada setengah dari amplitudo puncak (A/2 volt). Dengan cara ini
kriteria pengambilan keputusan ada atau tidaknya pulsa didasarkan kepada:
16
Gambar 2.8 Demodulasi sinyal sampel dengan filter low-pass
f
fm fs
(a). fs = 2fm
f
fm fs
(a). fs 2fm
17
BAB III
KESIMPULAN
1. PCM (Pulse Code Modulation) merupakan suatu sistem penyaluran sinyal dimana
sebelum ditrasmisikan, sinyal informasi yang pada umumnya adalah analog
terlebuh dulu dikonversikan kedalam bentuk kode . Kode yang umum digunakan
dalam PCM (Pulse Code Modulation adalah kode biner (0 dan 1) n-bit.
2. Membangkitkan sinyal PCM (Pulse Code Modulation) dari sumber analog pada
dasarnya memerlukan tiga proses dasar yaitu, sampling, kuantisasi dan coding.
Untuk membangkitkan kembali sinyal informasi aslinya, pada bagian penerima
dibutuhkan proses sebaliknya yaitu, decoding serta pengembalian sinyal ke bentuk
analognya dengan menggunkan filter low-pass.
3. Untuk dapat mengambil kembali sinyal yang disampel tanpa distorsi (cacat)
dengan filter low-pass diperlukan laju sampling minimum dua kali dari frekuensi
sinyal sumber tertinggi yang diizinkan:
fs 2 fm
dimana, fs = frekuensi sampling
fm = frekuensi tertinggi dari sinyal yang diijinkan
18
DAFTAR PUSTAKA
19