Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL


“OPERASI DASAR PADA SINYAL 2”
“PROSES SAMPLING”

DISUSUN OLEH:
Nama : Nurul Masittah
NIM : 1757301030
Kelas : TI 3.B
Dosen Pembimbing : Muhammad Arhami, Ssi, M.Kom

POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE


TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

No Praktikum : 04/PSD/3.B/TI/2019
Judul Praktikum : Operasi Dasar Pada Sinyal 2 & Proses Sampling
Tanggal Praktikum : 9 Oktober 2019
Tanggal Penyerahan Laporan : 16 Oktober 2019
Nama Praktikan : Nurul Masittah
NIM : 1757301030
Kelas : 3.B
Jurusan : Teknologi Informasi dan Komputer
Prodi : Teknik Informatika
Nilai :
Keterangan :

Buket Rata, 16 Oktober 2019

Muhammad Arhami, Ssi, M.Kom


NIP. 19741029 2000 3 001

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………………....i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….1
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN…………………………………………………2
2.1 Operasi Dasar Sinyal…………………………………..…………………….2
2.1.1 Time Shifting………………………………………………………2
2.1.2 Time Scaling….……………………………………………………3
2.1.3 Reflection…...……………………………………………………...4
2.2 Proses Sampling…...…………………………………..…………………….5
2.2.1 Analog to Digital Conversion...……………………………………5
2.2.2 Proses Sampling…...………………………………………………6
2.2.3 Proses Aliasing..…………………………………………………...8
BAB III LANGKAH-LANGKAH PRAKTIKUM…………………………………….10
3.1 Operasi Dasar Sinyal…………………………………..…………………...10
3.1.1 Time Shifting……………………………………………………..10
3.1.2 Time Scaling (Down Sampling)...………………………………..11
3.1.3 Time Scaling (Up Sampling)…....………………………………..12
3.1.4 Time Reflection…...……………..……………………………….13
3.2 Proses Sampling…...…………………………………..…………………...13
3.2.1 Pengamatan Frekuensi Sampling Secara Visual……..…………..13
3.2.1 Pengamatan Frekuensi Sampling Secara Audio.……..…………..14
3.2.1 Pengamatan Efek Aliasing Pada Audio………..……..…………..15
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PRAKTIKUM ............................................... 17
4.1 Pembahasan dan Hasil Praktikum ................................................................ 17
4.1.1 Time Shifting……………………………………………………..17
4.1.2 Time Scaling (Down Sampling)...………………………………..18
4.1.3 Time Scaling (Up Sampling)…....………………………………..19
4.1.4 Time Reflection…...……………..……………………………….20
4.2 Proses Sampling…...…………………………………..…………………...21
4.2.1 Pengamatan Frekuensi Sampling Secara Visual……..…………..21
4.2.1 Pengamatan Frekuensi Sampling Secara Audio.……..…………..21
4.2.1 Pengamatan Efek Aliasing Pada Audio………..……..…………..22
BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 23
5.1 Simpulan………........................................................................................... 23
5.2 Saran………….………………………………………………………........23
REFERENSI ................................................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Proses pengolahan sinyal digital, diawali dengan proses pencuplikan sinyal


masukan yang berupa sinyal kontinyu. Proses ini mengubah representasi sinyal
yang tadinya berupa sinyal kontinyu menjadi sinyal diskrete. Proses ini dilakukan
oleh suatu unit ADC (Analog to Digital Converter). Unit ADC ini terdiri dari sebuah
bagian Sample/Hold dan sebuah bagian quantiser. Unit sample/hold merupakan
bagian yang melakukan pencuplikan orde ke-0, yang berarti nilai masukan selama
kurun waktu T dianggap memiliki nilai yang sama.

Pencuplikan dilakukan setiap satu satuan waktu yang lazim disebut sebagai
waktu cuplik (sampling time). Bagian quantiser akan merubah menjadi beberapa
level nilai, pembagian level nilai ini bisa secara uniform ataupun secara non-
uniform misal pada Gaussian quantiser.

Untuk kerja dari suatu ADC bergantung pada beberapa parameter, parameter
utama yang menjadi pertimbangan adalah sebagai berikut :

 Kecepatan maksimum dari waktu cuplik.


 Kecepatan ADC melakukan konversi.
 Resolusi dari quantiser, misal 8 bit akan mengubah menjadi 256 tingkatan
nilai.
 Metoda kuantisasi akan mempengaruhi terhadap kekebalan noise.

Suatu sinyal kontinyu time x(t) merupakan sampel pada suatu frekuensi(Hz)
untuk menghasilkan suatu sinyal sampel xs(t). Kita model xs(t) sebagai suatu
impuls dengan area dan impuls yang diberi oleh x(nTs). Suatu low-pass filter ideal
dengan frekuensi digunakan untuk memperoleh sinyal yang direkonstruksi xr(t).

Proses pengolahan sinyal secara digital memiliki bentuk sedikit berbeda.


Komponen utama sistem ini berupa sebuah processor digital yang mampu
bekerjaapabila masukannya berupa sinyal digital. Untuk sebuah input berupa
sinyalanalog perlu proses awal yang bernama digitalisasi melalui perangkat
yang bernama analog-to-digital converter (ADC), dimana sinyal analog harus
melalui proses sampling, quantizing dan coding.

Dengan memperkirakan komponen highest-frequency dalam x(t) pada


frekuensi fm. Kemudian Theorema sampling states untuk fs>2fm tidak ada
hilangnya informasi pada sampling. Dalam hal ini, memilih fc dalam
range fm< fc < fs- fm memberi xr(t) = x(t). Hasil ini dapat dipahami dengan
pengujian fourier mengubah bentuk X(f), Xs(f) dan Xr(f). Jika fs<2
fm atau fc dipilih dengan kurang baik, maka xr(t) tidak akan menyerupai x(t).

1
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Operasi Dasar Sinyal 2


2.1.1 Time Shifting

Kita tetapkan x(t) sebagai suatu sinyal waktu kontinyu. Selanjutnya kita
tetapkan bahwa y(t) sebagai output dari suatu operasi pegeseran waktu, dan
mendefinisikannya sebagai:

y(t) = x(t − to)

Sehingga kita dapatkan bahwa y(t) merupakan sebuah versi tergeser waktu dari x(t),
dan dalam hal ini to merupakan besarnya pergeseran. Jika nilai to > 0, kita akan
mendapatkan bentuk pergeseran sinyal ke kanan, sedangkan jika nilai to < 0 akan
diperoleh bentuk pergeseran ke kiri.

Gambar 1.1 Operasi pergeseran waktu (time shifting)

Di dalam bidang telekomunikasi, operasi pergeseran bisa digunakan untuk


merepresentasikan sebuah proses delay propagasi sinyal. Sebuah gelombang radio
dari pemancar dikirimkan pada t = 0, untuk sampai ke penerima yang cukup jauh,
kira-kira 300 meter maka bagian penerima akan menangkap sinyal tersebut dalam
bentuk versi sinyal tertunda selama +1μ detik (10-6 detik). Tentusaja bukan sinyal
tersebut juga mengalami proses pelemahan, dan mungkin juga mangalami bentuk
gangguan yang lainnya.

Gambar 1.2. Contoh kejadian pergeseran sinyal pada propagasi

2
2.1.2 Time Scaling
Kita tetapkan x(t) sebagai sebuah sinyl waktu kontinyu, selanjutnya anda
tetapkan bahwa y(t) adalah output dari sebuah proses pensekalaan yang dilakukan
dengan variable bebas, dalam hal ini waktu, t dengan sebuah factor penskalaan
bernilai a. Maka hubungan antara y(t) dan x(t) dapat dinyatakan di dalam
persamaan:

y(t) = x(at)

Jika a > 1, sinyal y(t) akan memiliki bentuk seperti x(t) dengan versi
terkompresi. Jika 0 < a <1, maka sinyal y(t) merupakan versi ekspansi atau versi
pembentangan (strected) dari sinyal x(t). Kedua efek operasi ini dikenal sebagai
proses time scaling, dan bisa dilihat seperti pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Gambar time scaling

Di dalam versi sinyal waktu diskrit, operasi time scaling bias dinyatkaan
dalam persamaan matematik seperti berikut:

y[n] = x[kn], dimana k > 0

yang dalam hal ini hanya didefinisikan dengan integer pada nilai k. Jika nilai k > 1,
memungkinkan terjadinya hilangnya komponen nilai pada pada sinyal waktu diskrit
y[kn], untuk nilai k = 2. Sampel-sampel x[k] untuk n = + 1, + 3, … dst akan hilang
karena penempatan k = 2 pada x[kn] menyebabkan sampel-sampel ini terlewati.
Pada contoh kasus berikut ini dimana x[n] bernilai 1 untuk n = ganjil, dan x[n]
bernilai 0 untuk n genap. Maka ketika kita melakukan time scaling dengan y[n] =
x[kn] = x[2n], akan menghasilkan nilai 0 untuk semua nilai n. Sebab, y[n] terdiri
dari nilai-nilai x[2], x[4], x[6], … dst.

3
Gambar 1.4. Gambar time scaling pada sinyal waktu diskrit

Proses time scaling banyak ditemui pada pengolahan sinyal wicara, dimana
pada suatu kondisi diperlukan untuk meningkatkan jumlah sampel untuk
pembentukan sinyal dari data yang diperoleh dengan tujuan menghasilkan sinyal
yang lebih smooth. Proses ini selanjutnya berkembang menjadi teknik yang dikenal
dengan up sampling dan interpolasi. Pada suatu kondisi lainnya, perlu untuk
mengurangi jumlah sampel dengan tujuan mempercepat proses komputasi tanpa
mengorbankan kualitas sinyal. Proses ini kemudian berkembang menjadi down
sampling dan decimation.

2.1.3 Reflection

Kita tetapkan x(t) untuk menandai sebuah sinyal waktu kontiyu. Dan
selanjutnya y(t) ditetapkan sebagai hasil operasi yang diperoleh melaui penukaran
waktu ‘t’ dengan ‘– t’, yang merupakan sebuah pembalikan urutan proses sinyal
dari belakang ke depan. Sehingga kita memiliki persamaan:

y(t) = x(−t)

Dalam hal ini persamaan diatas merupakan sebuah operasi pemantulan (reflection),
yang mengacu pada suatu titik di t = 0.

Ada dua kondisi yang menjadi kasus khusus pada operasi refleksi:
 Sinyal genap, untuk suau kondisi dimana x(−t) = x(t) belaku untuk semua
nilai t. Dalam hal ini sinyal hasil refleksi memiliki nilai yang sama dengan
sinyal sebelum proses refleksi.
 Sinyal ganjil, untuk suatu kondisi dimana x(−t) = −x(t) berlaku untuk semua
nilai t. Dalam hal ini sinyal hasil refleksi merupakan versi negative dari
sinyal sebelum proses refleksi.
Dua hal ini juga berlaku untuk sinyal waktu diskrit.

4
Gambar 1.5. Operasi refleksi sinyal

Di dalam aplikasi teknologi telekomunikasi operasi time reflection


dimanfaatkan untuk proses estimasi dan ekualisasi kanal dengan cara
mengembangkan proses refleksi sinyal menjadi sebuah teknik yang dikenal sebagai
time reversal communication. Masalah time reversal tidak dibahas lebih jauh,
karena memerlukan pemahaman berbagai teknik propagasi dan estimasi kanal yang
cukup panjang, dan teknologi ini mulai dikembangkan mulai akhir tahun 90-an.

2.2. Proses Sampling

2.2.1. Analog to Digital Conversion

Dalam proses pengolahan sinyal analog, sinyal input masuk ke Analog


Signal Processing (ASP), diberi berbagai perlakukan (misalnya pemfilteran,
penguatan, dsb.) dan outputnya berupa sinyal analog.

Gambar 1.6. Sistem Pengolahan Sinyal Analog

Proses pengolahan sinyal secara digital memiliki bentuk sedikit berbeda.


Komponen utama system ini berupa sebuah processor digital yang mampu bekerja
apabila inputnya berupa sinyal digital. Untuk sebuah input berupa sinyal analog
perlu proses awal yang bernama digitalisasi melalui perangkat yang bernama
analog-to-digital conversion (ADC), dimana sinyal analog harus melalui proses
sampling, quantizing dan coding. Demikian juga output dari processor digital harus
melalui perangkat digital-to-analog conversion (DAC) agar outputnya kembali

5
menjadi bentuk analog. Ini bisa kita amati pada perangkat seperti PC, digital sound
system, dsb. Secara sederhana bentuk diagram bloknya adalah seperti Gambar 1.7.

Gambar 1.7. Sistem Pengolahan Sinyal Digital

2.2.2. Proses Sampling


Berdasarkan pada penjelasan diatas kita tahu betapa pentingnya satu proses
yang bernama sampling. Setelah sinyal waktu kontinyu atau yang juga popoler kita
kenal sebagai sinyal analog disampel, akan didapatkan bentuk sinyal waktu diskrit.
Untuk mendapatkan sinyal waktu diskrit yang mampu mewakili sifat sinyal aslinya,
proses sampling harus memenuhi syarat Nyquist.

fs > 2 fi

dimana:
fs = frekuensi sinyal sampling
fi = frekuensi sinyal informasi yanga kan disampel

Fenomena aliasing proses sampling akan muncul pada sinyal hasil sampling
apabila proses frekuensi sinyal sampling tidak memenuhi criteria diatas. Perhatikan
sebuah sinyal sinusoida waktu diskrit yang memiliki bentuk persamaan matematika
seperti berikut:

x(n) = A sin(∞n +θ)

dimana:
A = amplitudo sinyal
∞ = frekuensi sudut
Θ = fase awal sinyal

Frekuensi dalam sinyal waktu diskrit memiliki satuan radian per indek
sample, dan memiliki ekuivalensi dengan 2_f.

6
Gambar 1.6. Sinyal sinus diskrit

Sinyal sinus pada Gambar 3 tersusun dari 61 sampel, sinyal ini memiliki frekuensi
f = 50 dan disampel dengan Fs = 1000. Sehingga untuk satu siklus sinyal sinus
memiliki sample sebanyak Fs/f = 1000/50 = 20 sampel. Berbeda dengan sinyal
waktu kontinyu (C-T), sifat frekuensi pada sinyal waktu diskrit (D-T) adalah:

1. Sinyal hanya periodik jika f rasional. Sinyal periodic dengan periode N


apabila berlaku untuk untuk semua n bahwa x(n+N) = x(n). Periode
fundamental NF adalah nilai N yang terkecil.
Sebagai contoh:
agar suatu sinyal periodic maka cos(2π(N+n) + θ) = cos(2πn + θ) = cos(2πn
+ θ +2πk)
k
⇔2πN = 2πk ⇔ f = N ⇔ f harus rasional

2. Sinyal dengan fekuensi beda sejauh k2_ (dengan k bernilai integer) adalah
identik. Jadi berbeda dengan kasus pada C-T, pada kasus D-T ini sinyal
yang memiliki suatu frekuensi unik tidak berarti sinyal nya bersifat unik.
Sebagai contoh:
cos[(ωo + 2π)n +θ] = cos (ωo + 2π)

karena cos(ωo + 2π) = cos(ωo). Jadi bila xk(n) = cos(ωo + 2π) , k = 0,1,…. Dimana
ωk = ωon+ 2kπ, maka xk(n) tidak bisa dibedakan satu sama lain.

Artinya x1(n) = x2(n) = x3(n)….= xk(n). Sehingga suatu sinyal dengan frekuensi
berbeda akan berbeda jika frekuensinya dibatasi pada daerah −π < ω < π atau –1/2
< f <1/2.

7
2.2.3. Proses Aliasing

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa proses aliasing akan terjadi jika
frekuensi sampling tidak sesuai dengan aturan Nyquist. Gambar 1.7
memperlihatkan proses sampling jika dilihat dari kawasan frekuensi. Karena
transformasi Fourier dari deretan impuls adalah juga suatu deretan impuls, maka
konvolusi antara spektrum sinyal S(Ω) dengan impuls δ(Ω - kΩT) menghasilkan
pergeseran spectrum sejauh kΩT. Sebagai akibatnya akan terjadi pengulangan
(tiling) spektrum di seluruh rentang frekuensi pada posisi kelipatan dari frekuensi
pencuplikan. Gambar 1.7 bagian kiri bawah menunjukkan spektrum dari sinyal
yang lebar pitanya Ωm yang kemudian mengalami proses pengulangan akibat
proses sampling.

Gambar 1.8. Pencuplikan dilihat dari kawasan frekuensi

Jika jarak antar pengulangan atau grid pengulangan cukup lebar, seperti
diperlihatkan pada Gambar 1.9 bagian atas, yang juga berarti bahwa frekuensi
samplingnya cukup besar, maka tidak akan terjadi tumpang tindih antar spektrum
yang bertetangga. Kondisi ini disebut sebagai non-aliasing. Selanjutnya sifat
keunikan dari transformasi Fourier akan menjamin bahwa sinyal asal dapat
diperoleh secara sempurna. Sebaliknya, jika ΩT kurang besar, maka akan terjadi
tumpang tindih antar spectrum yang mengakibatkan hilangnya sebagian dari
informasi. Peristiwa ini disebut aliasing, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.9
bagian bawah.

8
Gambar 1.9. Kondisi non-aliasing dan aliasing pada proses pencuplikan

Pada kondisi ini, sinyal tidak dapat lagi direkonstruksi secara eksak. Dengan
memahami peristiwa aliasing dalam kawasan frekuensi, maka batas minimum laju
pencuplikan atau batas Nyquist dapat diperoleh, yaitu sebesar Nyquist = m.
Hasil ini dirumuskan sebagai teorema Shannon untuk pencuplikan sebagai berikut:

Teorema Pencuplikan Shannon. Suatu sinyal pita-terbatas dengan lebar m


dapat direkonstruksi secara eksak dari cuplikannya jika laju pencuplikan
minimum dua kali dari lebar pita tersebut, atau T > 2m

Sebagai contoh, manusia dapat mendengar suara dari frekuensi 20 Hz


sampai dengan sekitar 20kHz, artinya lebar pita dari suara yang mampu didengar
manusia adalah sekitar 20 kHz. Dengan demikian, pengubahan suara menjadi data
dijital memerlukan laju pencuplikan sedikitnya 2×20kHz = 40 kHz atau 40.000
cuplikan/detik supaya sinyal suara dapat direkonstruksi secara sempurna, yang
berarti juga kualitas dari suara hasil perekaman dijital dapat dimainkan tanpa
distorsi.

9
BAB III

LANGKAH-LANGKAH PRAKTIKUM

3.1 Operasi Dasar Sinyal 2


3.1.1.Time Shifting
1. Dibuat program operasi pergeseran sinyal (time shifting) dengan listing berikut

Gambar 1.10. Dibuat program operadi pergeseran sinyal (time shifting)

2. Perlu dimodifikasi pergeserannya dari -2 menjadi -4

Gambar 1.11. Dimodifikasi pergeserannya dari -2 menjadi -4

3. Perlu dimodifikasi pergeserannya menjadi bilangan positif, yaitu +4

Gambar 1.12. Dimodifikasi pergeserannya menjadi bilangan positif

10
3.1.2 Time Scaling (Down Sampling)

1. Dibuat program time scaling dengan tujuan memperkecil jumlah sampel pada
suatu sekuen, yang dikenal dengan down sampling

Gambar 1.13. Program down sampling

2. Program down sampling dimodifikasi

Gambar 1.14. Program down sampling yang dimodikasi

3. Sebuah program dibuat untuk melakukan time scaling dengan tujuan


mendapatkan bentuk sinyal yang lebih halus dengan teknik Up Sampling

Gambar 1.15. Program up sampling

4. Perlu dimodikasi program diatas dengan mengubah variable k menjadi 10

Gambar 1.16. Program up sampling yang dimodifikasi

11
3.1.3. Time Scaling (Up Sampling)

1. Dibuat program time scaling dengan tujuan memperbanyak jumlah sampel pada
suatu sekuen, yang dikenal dengan up sampling

Gambar 1.17. Program up sampling

2. Program up sampling dimodifikasi

Gambar 1.18. Program up sampling yang dimodikasi

3. Sebuah program dibuat untuk mendapatkan penghalusan sinyal dengan teknik


yang berbeda yaitu interpolation atau up sampling

Gambar 1.19. Program up sampling

4. Perlu dimodikasi program diatas dengan mengubah variable k menjadi 10

Gambar 1.20. Program up sampling yang dimodifikasi

12
3.1.4. Time Reflection

1. Program time reflection dibuat

Gambar 1.21 Program time reflection

2. Perlu dimodifikasi program time reflection diatas

Gambar 1.22. Program time reflection dimodifikasi

3.2. Proses Sampling

3.2.1. Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling Secara Visual

1. Dibuat program yang ditekankan pada konsep pemahaman fenomena sampling

13
Gambar 1.23 Program sampling

2. Perlu dimodifikasi program diatas dengan mengubah variable Fs

Gambar 1.24. Program sampling yang telah dimodifikasi

3.2.2. Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling pada Efek Audio

1. Dibuat program yang ditekankan pada konsep pemahaman fenomena sampling


pada audio

Gambar 1.25. Program sampling pada audio

14
2. Perlu dimodifikasi program diatas dengan mengubah frekuensinya

Gambar 1.26. Program sampling audio yang telah dimodifikasi

3.2.3. Pengamatan Efek Aliasing pada Audio

1. Program efek aliasing pada audio yang dibuat untuk menyusun lagu sederhana

Gambar 1.27. Program efek aliasing

15
2.Disambungkan dengan perintah audiowrite, bertujuan untuk menyimpan lagu
tersebut dengan nama gundul.wav

1.28. Sambungan perintah audiowrite

3. Program diatas dimodifikasi dengan mengubah variable Fs dari 160000


menjadi 2000

Gambar 1.29. Program efek aliasing yang telah dimodifikasi

16
BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PRAKTIKUM

4.1. Operasi Dasar Sinyal 2


4.1.1. Time Shifting
1.

Gambar 1.30. Hasil program operasi pergeseran sinyal (time shifting)

Pada hasil program operasi time shifting diatas menunjukkan bahwa


program tersebut dibuat untuk membuat pergeseran sinyal, pada gambar pertama
sinyal bergeser ke sebelah kiri dengan ditentukan variable pergeserannya menjadi
-2, maka dari itu sinyal berada disebelah kiri pada bilangan negative, ujung sinyal
terletak di +3 karena 5-2=+3. Sedangkan pada gambar kedua, sinyal bergeser ke
sebelah kiri juga tapi ditentukan variable pergeserannya menjadi -4, sehingga sinyal
lebih digeser ke kiri, karena -2 lebih mendekati 0, ujung sinyal terletak di +1 karena
5-4=+1.

2.

Gambar 1.31. Hasil modifikasi pergeseran menjadi bilangan positif

Pada hasil program diatas, telah dimodifikasi variable pergeserannya


menjadi bilangan positif, yaitu +4, oleh karena itu sinyal terletak pada sebelah
kanan, ujung sinyal terletak di -1 karena -5+4=-1.

17
4.1.2. Time Scaling (Down Sampling)

1.

Gambar 1.32. Hasil program down sampling

Pada hasil program downsampling diatas, ditunjukkan bahwa program


tersebut dibuat dengan tujuan memperkecil jumlah sampel pada suatu sekuen. Pada
gambar pertama, dimasukkan variable x dengan vector 1,2…,10, variable
y=downsample(x,3). Artinya adalah, y akan membuat deret bilangan dari 1-10, tapi
dengan loncatan 3 bilangan, sehingga menjadi 1 4 7 10. Sedangkan pada gambar
kedua, variable y diubah menjadi downsample(x,3,2). 3 adalah loncatan bilangan,
sedangkan 2 adalah batas awal yang akan dicetak pada deret bilangan variable y.
Oleh karena itu, y menjadi 3 6 9, karna batas awal>2, dan loncatannya adalah 3
bilangan.

2.

Gambar 1.33. Hasil program up sampling

Gambar diatas adalah hasil program pada down sampling, grafik ditentukan
dengan variable k dan variable gbatas. Pada kedua gambar diatas, tidak terjadi
perubahan pada sinyal asli, karena pada script stem sinyal asli disesuaikan dengan
bilangan gbatas, yaitu 120, oleh karena itu batas akhir grafik pada sinyal asli adalah
120. Sedangkan pada hasilnya dibawah terdapat perbedaan, karena pada script stem
sinyal ditulisakn gbatas/k, oleh karena itu bilangan pada variable gbatas dibagi

18
dengan bilangan variable k, di gambar pertama ditentukan k nya adalah 6, maka
120/6, sehingga batas akhir grafiknya adalah 30. Lalu pada gambar kedua
ditentukan variable k nya menjadi 10, sehingga 120/10, oleh karena itu batas akhir
grafik pada gambar kedua menjadi 12.

4.1.3. Time Scaling (Up Sampling)

1.

Gambar 1.34. Hasil program up sampling

Pada hasil program diatas, ditunjukkan untuk lebih memahami logika


program up sampling selanjutnya. Pada gambar pertama, ditentukan variable x nya
dengan deret 1 2 3 4, dan variable y dengan upsample(x,3). Logika upsample adalah
penambahan sample atau memperbanyak sample sehingga menjadi 3, jadi pada
semua sample di variable x akan ditambahkan 2 lagi menjadi 3 dengan bilangan 0
pada setelahnya. Oleh karena itu, y menjadi 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0. Pada gambar
kedua, variable x tetap sama, tapi telah dimodifikasi pada varaibel y menjadi
upsample (x,3,2), 3 artinya penambahan berupa bilangan 0 sebelum sample x agar
menjadi 3 sample pada tiap masing-masing sample x, sedangkan 2 adalah
penambahan 2 sampling agar menjadi 3 sample.

2.

Gambar 1.35. Hasil program up sampling

19
Pada hasil program up sampling diatas ditunjukkan bahwa logika up
sampling adalah dengan perkalian antara variable gbatas dan variable k, berbeda
dengan downsampling yang menggunakan pembagian pada kedua variable
tersebut. Pada gambar pertama, ditentukan variable k nya adalah 4 dan variable
gbatas nya adalah 30, 4*30=120 maka batas akhir grafik pada gambar pertama
adalah 120. Sedangkan gambar kedua, telah dimodifikasi k nya adalah 10,
10*30=300 maka batas akhir grafik pada gambar kedua adalah 300.

4.1.4 Time Reflection

1.

Gambar 1.36. Hasil program time reflection

Pada gambar diatas, ditunjukkan hasil program time reflection, artinya


pencerminan sinyal. Time reflection bergantung pada variable stem pada sinyal asli
dan hasil refleksi. Pada gambar pertama ditetapkan variable stem(n,x+3) dengan
tetapan (x,y), n untuk x, dan x untuk y, dan variable stem pada hasil refleksi adalah
(n-(x_max+1),y+3) dengan tetapan (x,y), n-(x_max+1) untuk x dan y untuk y.
Maka dihasilkan grafik program pertama seperti gambar pertama diatas, karena
penambahan +3 dilakukan pada sumbu y, hasil pencerminannya sejajar dengan
bilangan pada sumbu x. Untuk melihat perubahannya, pada program kedua telah
dimodifikasi, tapi pencerminan dilakukan pada sumbu x, yaitu variable stem(n+3,x)
ddan variable stem pada hasil refleksinya (n-(x_max+1)+3,y), maka hasil grafik
menunjukkan pencerminan pada sumbu x. Jika sinyal asli diubah variable stemnya,
maka sesuaikan dengan sinyal hasil refleksinya juga, agar terlihat hasil
pencerminan antara grafik atas dan bawah. Jika tidak terlihat habis sampai ujung,
bisa ditambahkan batas grafik akhir pada variable axis.

20
4.2. Proses Sampling

4.2.1. Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling Secara Visual

1.

Gambar 1.37. Hasil program sampling secara visual

Pada hasil program sampling diatas, tujuannya adalah untuk pengamatan


sample secara visual. Pengamatan tersebut bergantung dengan variable Fs, karena
Fs adalah frekuensi sampling. Pada gambar pertama, Fs di grafik bagian atas adalah
8, sehingga titiknya sebanyak 8, grafik bagian bawah Fs nya adalah 10, sehingga
titiknya sebanyak 10. Begitu juga pada gambar kedua, titiknya tergantung dengan
yang ditetapkan pada variable Fs.

4.2.2. Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling pada Efek Audio

1.

Gambar 1.38. Hasil program sampling audio

Pada hasil program diatas, ditujukan untuk pengamatan pengaruh frekuensi


sampling pada efek audio. Hasil program tersebut bisa berbeda karena bergantung
dengan variable frekuensinya, pada gambar pertama variable f ditetapkan sebesar
350, sedangkan pada gambar kedua variable f ditetapkan sebesar 100. Saat f 350,
gelombang pada grafik menjadi lebih banyak dan lebih rapat daripada saat f sebesar
100. Jadi, semakin besar frekuensi, maka semakin banyak gelombang dan semakin
rapat gelombang yang dihasilkan pada grafik.

21
4.2.3. Pengamatan Efek Aliasing pada Audio

1.

Gambar 1.39. Hasil program efek aliasing pada audio

2. Setelah disambung dengan script untuk menyimpan file gundul.wav, perlu dicari
file tersebut melalui explorer

Gambar 1.40. File gundul.wav yang telah disimpan melalui audiowrite

Pada hasil program efek aliasing diatas, ditujukan untuk melihat gelombang
pada lagu yang dibuat pada script. Terdapat perbedaan pada dua gambar diatas,
bergantung dengan variable Fs. Pada gambar pertama Fs sebesar 16000, sehingga
gelombang menjadi lebih rapat, sedangkan gambar kedua Fs ditetapkan sebesar
2000, sehingga gelombang terlihat jarang. Melodi yang dihasilkan antar kedua
program diatas juga berbeda. Maka, semakin kecil Fs, semakin jarang gelombang
yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin besar Fs, maka semakin rapat gelombang
yang dihasilkan.

22
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Sinyal adalah besaran yang berubah dalam waktu dan atau dalam ruang, dan
membawa suatu informasi. Berbagai contoh sinyal dalam kehidupan sehari-
hari : arus atau tegangan dalam rangkaian elektrik, suara, suhu.

2. Representasi sinyal berdasarkan dimensinya dibagi menjadi Dimensi-1


(contoh : sinyal audio), Dimensi-2 (contoh : citra), Dimensi-3 (contoh :
video).

3. Suatu sinyal mempunyai beberapa informasi yang dapat diamati, misalnya


amplitudo, frekuensi, perbedaan fase, dan gangguan akbiat noise, untuk
dapat mengamati informasi tersebut, dapat digunakan secara langsung
peralatan ukur elektronik seperti osciloskop, spektrum analyser.

4. Semakin besar frekuensi, maka semakin banyak gelombang dan semakin


rapat gelombang yang dihasilkan pada grafik. Sebaliknya, semakin kecil
frekuensi, maka semakin sedikit gelombang dan semakin jarang gelombang
yang dihasilkan pada grafik.

5. Semakin kecil Fs, semakin jarang gelombang yang dihasilkan. Sebaliknya,


semakin besar Fs, maka semakin rapat gelombang yang dihasilkan.

5.2 Saran
Saran kepada praktikan, untuk lebih banyak belajar mengenai penggunaan
tools-tools pada Matlab agar lebih memahami dan menguasai output-output yang
dihasilkan beserta fungsi dari perintah-perintah yang telah dilakukan dan lebih
memahami grafik sesuai dengan script yang dibuat.

23
REFERENSI

1. Modul Praktikum Operasi Dasar Pada Sinyal 2

2. Modul Praktikum Proses Sampling

3. Praktikum Sinyal dan Sistem


https://www.academia.edu/11737353/PRAKTIKUM_SINYAL_DAN_
SISTEM diakses pada tanggal 12 Okt. 19

4. Praktikum Sinyal dan Sistem


http://tribudi.lecturer.pens.ac.id/LN_Sinyal_sistem_Prak/prak_SinyalS
istem_1.pdf diakses pada tanggal 12 Okt. 19

5. Pengantar PSD
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pengantar%20PSD_0.pdf
diakses pada tanggal 12 Okt. 19

6. Praktikum Pemrosesan Sinyal Teorema Sampling


https://www.academia.edu/29071355/LAPORAN_PRAKTIKUM_PE
MROSESAN_SINYAL_PRAKTIKUM_2_TEOREMA_SAMPLING
diakses pada tanggal 12 Okt. 19

24

Anda mungkin juga menyukai