Anda di halaman 1dari 17

TUGAS RESUME

FISIKA MODERN
TENTANG
ATOM BERELEKTRON BANYAK

NAMA : DIFFA AZILIA


NIM : 17033126

DOSEN PEMBINA : FATNI MUFIT, S.Pd., M.Si

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
A. SPIN ELEKTRON DAN EFEK ZEEMAN ANOMALI
Kesan Normal Zeeman
Kesan normal Zeeman adalah fenomena yang menjelaskan perpecahan garis
spektrum menjadi tiga komponen dalam medan magnet apabila diperhatikan
dalam arah yang berserenjang dengan medan magnet yang digunakan. Kesan ini
dijelaskan berdasarkan fizik klasik. Dalam kesan Zeeman normal, momentum
sudut orbit hanya dipertimbangkan. Moment sudut sudut, dalam kes ini, adalah
sifar. Kesan normal Zeeman hanya sah untuk peralihan antara negara-negara
tunggal di dalam atom. Unsur-unsur yang memberikan kesan Zeeman normal
termasuk He, Zn, Cd, Hg, dan sebagainya.

Efek Zeeman Anomali


Efek Aneali Zeeman adalah fenomena yang menjelaskan pemisahan garis
spektrum menjadi empat atau lebih komponen dalam medan magnet apabila
dilihat dalam arah yang tegak lurus ke medan magnet. Kesan ini lebih kompleks
tidak seperti kesan Zeeman normal; oleh itu, ia boleh dijelaskan berdasarkan
mekanik kuantum. Atom dengan momentum sudut spin menunjukkan kesan
Zeeman yang anomali. Na, Cr, dan sebagainya, adalah sumber unsur yang
menunjukkan kesan ini.
Spin Elektron
Dalam usaha untuk menerangkan struktur halus garis spectral dan efek
Zeeman anomalous, S.A. Goudsmit dan G.E. Uhlenbeck dalam tahun 1925
mengusulkan bahwa electron memiliki momentum sudut intrinsic yang bebas dari
momentum sudut orbitalnya dan berkaitan dengan momentum sudut itu terdapat
momentum magnetic. Apa yang ada dalam pikiran Gousmit dan uhlenbeck ialah
suatu gambaran klasik dari electron sebagai bola bermuatan yang berputar pada
sumbunya. Putaran ini berkaitan dengan momentum sudut, dan karma electron
bermuatan negative, electron bermomen magnetic, µs yang arahnya berlawanan
dengan arah vector momentum sudut Ls. Pengertian spin electron ini terbukti
berhasil untuk menerangkan bukan saja struktur halus dan efek Zeeman
anomalous tetapi juga berbagai macam efek atomic lainnya.

Elektron sebagai bola yang berputar tidak nyata


Jelaslah bahwa gambaaran electron sebagai bola bermuatan yang berputar
terbuka pada berbagai keberatan. Salah satu keberatan itu adalah pengamatan
hamburan electron oleh electron lainnya pada energi tinggi menunjukkan bahwa
diameter electron harus kurang dari 10-16 meter, dan sangat mngkin merupakan
partikel titik. Supaya electron memiliki momentum sudut yang berpautan dengan
spin electron, benda sekecil itu harus berputar dengan kecepatan ekuatorial atau
kecepatan khatulistiwa beberapa kali lebih besar dari kecepatan cahaya.

Teori Dirac Elektron


Namun ketakmampuan penerapan dalam model yang diambil dari kehidupan
sehari hari tidak berarti ide spin electron tidak sah. Kita telah berkenalan dangan
banyak ide dalam relativitas dan fisika kuantum yang konsisten dengan
eksperimen, walaupun tidak cocok dengan konsep klasik. Dalam tahun 1929 sifat
pokok spin electron dikokoh oleh pengembangan mekanika kuantum Paul Dirac.
Ahli-ahli memulai dengan persamaan energi non-relatifistik E = p2/2m + V seperti
ynag dilakukan oleh Schrodinger, Dirac memakai persamaan relatifistik E =
(m02c4 + p2c2 + V)1/2. Ia mendapatkan bahwa sebuah partikel yang mempunyai
massa dan muatan seperti electron harus memiliki momentumsudut intrinsic dan
momentum magnetic seperti yang diusulkan oleh Goudsmit dan Uhlenbeck

B. KOPLING SPIN ORBIT DAN EFEK ZEEMAN INTERNAL


Penggandaan garis spectral menjadi struktur halus dapat diterangkan atas
dasar interaksi magnetic antara momentum sudut spin dan orbital electron atomic.
Kopling (gandengan) spin orbit ini dapat dipahami dengan memakai model klasik
secara langsung. Sebuah electron yang berputar mengelilinginya seperti pada
gambar 3. Medan magnetic ini beraksi terhadap momen magnetic spin electron itu
sehingga menghasilkan semacam efek Zeeman internal. Energi magnetic Vm dari
dwi kutub bermomen µ pada suatu medan magnetic kerapatan fluks adalah B yang
umumnya,

Vm = -μB cos θ ................................................................(pers 6)


Jadi dengan mengambil
µB cos θ = µb = ± eh/2m
Kita dapatkan Vm = µb B ……………………………….(pers 7)

Gambar 3. (a). Sebuah electron mengelilingi inti atomic, dipandang dari


kerangka acuan inti. (b). Dari kerangka acuan electron, inti itu mengelilingi
electron.

Medan magnetic yang dialami electron berarah ke atas dari bidang kertas.
Interaksi antara momen magnetic spin elekteron dan medan magnetic ini
menghasilkan gejala kopling spin orbit.
C. PRINSIP EKSKLUSI PAULI
Dalam tahun 1925, Wolfgang Pauli menemukan prinsip pokok yang
mengatur konfigurasi elektronik atom yang memiliki lebih dari satu electron.
Pronsip eksklusinya (larangannya) menyatakan bahwa tidak terdapat dua electron
dalam sebuah atom yangdapat berada dalam keadaan kuantum yang sama.
Masing-masing electron dalam sebuah atom harus memiliki kuantum n, l, mi, ms
yang berbeda. Pada keadaan yang tidak ada, bilangan kuantum kedua electron
harus sama dengan n=1, l=0, ml=0, ms= ½, sedangkan dalam keadaan yang ada,
satu electron memiliki ms=1/2, dan yang lainnya ms=-1/2. Pauli menunjukkan
setiap keadaan atomic yang tak teramati mengandung dua atau lebih electron
dengan bilangan kuantum yang identik, dan prinsip eksklusi merupakan
pernyataan dar hasil eksperimen tersebut.

D. KONFIGURASI ELEKTRON
Konfigurasi elektron adalah susunan atau distribusi elektron-elektron pada
sebuah atom atau molekul. Susunannya mengikuti aturan khusus. Aturan tersebut
antara lain prinsip aufbau, kaidah hund, dan larangan pauli. Menurut hukum
mekanika kuantum, untuk sistem yang hanya memiliki satu elektron, elektronnya
dapat berpindah dari satu konfigurasi ke konfigurasi lain dalam bentuk foton.
Konfigurasi elektron menunjukkan jumlah elektron pada setiap sublevel. Sublevel
pertama adalah 1s, kemudian 2s, 2p, 3s, 3p, dan seterusnya. Masing-masing
elektron dapat berpindah dengan sendirinya di dalam sebuah orbital. Salah satu
contoh konfigurasi elektron adalah atom neon dengan konfigurasi 1s2 2s2 2p6.
Pengetahuan tentang konfigurasi elektron di setiap atom sangat berguna untuk
memahami struktur tabel periodik. Konsep konfigurasi elektron ini juga berguna
untuk menjelaskan konsep ikatan kimia, sifat laser, dan semikonduktor.

1. Kulit dan Subkulit dalam Konfigurasi Elektron


Konfigurasi elektron didasari oleh model atom Bohr dan masih
digunakan untuk menjabarkan kulit dan subkulit selain pemahaman mekanika
kuantum yang lebih kompleks.Sebuah kulit elektron adalah beberapa subkulit
yang berbagi bilangan kuantum yang sama yaitu n (nomor sebelum angka
dalam sebuah orbital). Sebuah atom dengan kulit ke-n dapat berisi 2n2
elektron. Misalnya, kulit pertama dapat berisi 2 elektron, kulit kedua dapat
berisi hingga 8 elektron, dan kulit ketiga 18 elektron. Faktor yang
membuatnya selalu genap adalah karena subkulit dapat menjadi dua
bergantung pada putaran elektronnya. Setiap orbital dapat dimasuki sampai
dua elektron dengan putaran yang berlawanan, satu dengan putaran +1/2
(biasanya dilambangkan dengan tanda panah ke atas) dan satu dengan putaran
–1/2 (dilambangkan dengan tanda panah ke bawah).
Subkulit adalah sebuah tempat di dalam kulit yang berisi bilangan
azimuth yaitu ℓ. Nilai dari ℓ (0, 1, 2, atau 3) sesuai dengan masing-masing
label s, p, d, dan f. Jumlah maksimum elektron yang bisa ditempatkan di
sebuah subkulit dirumuskan sebagai 2(2ℓ+1). Pada subkulit s maksimum 2, 6
elektron pada subkulit p, 10 pada subkulit d, dan 14 pada subkulit f.
Jumlah elektron yang dapat mengisi setiap kulit dan masing-masing
subkulit muncul dari perhitungan mekanika kuantum, tertama prinsip
larangan Pauli, dimana tidak ada dua elektron di satu atom yang memiliki
nilai bilangan kuantum yang sama.

2. Notasi Konfigurasi Elektron


Ahli fisika dan ahli kimia menggunakan notasi standar untuk mengetahui
konfigurasi elektron dari sebuah atom dan molekul. Untuk atom, notasinya
terdiri dari urutan orbital atom (contoh: untuk fospor urutannya adalah 1s, 2s,
2p, 3s, 3p) dengan nomor elektron mengisi masing-masing orbital dalam
format superscript. Contoh, hidrogen memiliki satu elektron dalam orbital s
kulit pertama, jadi konfigurasinya ditulis 1s1. Litium memiliki dua elektron di
subkulit 1s dan satu elektron di subkulit 2s sehingga konfigurasi elektronnya
ditulis 1s2 2s1 (dibaca “satu-s-dua, dua-s-satu”). Fosfor dengan nomor atom
15 memiliki konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p6 3s2 3p3. Konfigurasi elektron
pada molekul ditulis dengan cara yang sama.
Superscript 1 pada notasi tidak wajib dicantumkan. Umumnya hurup
orbital (s, p, d, f) dicetak miring meskipun IUPAC (International Union of
Pure and Applied Chemistry merekomendasikan huruf normal. Huruf yang
dicetak miring saat ini digunakan untuk mewakili salah satu kategori garis
spektrum seperti “sharp”, “principal”, “diffuse”, dan “fundamental” (atau
“fine”).
a. Penyingkatan Konfigurasi Elektron
Untuk atom dengan banyak elektron, notasi ini dapat menjadi sangat
panjang. Maka dari itu, diperlukan sebuah singkatan untuk mewakili
notasi tertentu. Gas mulia (2 He, 10 Ne, 18 Ar, 36 Kr, 54 Xe, dan 86 Rn)
bisa digunakan untuk mewakili notasi tertentu. Misalnya fosfor yang
salah satu bagian notasinya diwakili oleh neon (1s2 2s2 2p6) sehingga
menjadi [Ne] 3s2 3p3. Kaidah ini sangat berguna untuk membantu
memahami konfigurasi elektron yang panjang.
b. Aturan Penuh Setengah Penuh
Sifat ini berhubungan erat dengan hibridisasi elektron. Aturan ini
menyatakan bahwa “suatu elektron mempunyai kecenderungan untuk
berpindah orbital apabila dapat membentuk susunan elektron yang lebih
stabil”. Untuk konfigurasi elektron yang berakhir pada sub kulit d
berlaku aturan penuh dan setengah penuh. Contohnya adalah sebagai
berikut:
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p64s2 3d4  menjadi 24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2
3p64s1 3d5
Dari contoh diatas terlihat apabila 4s diisi 2 elektron maka 3d kurang
satu elektron untuk menjadi setengah penuh. Maka elektron dari 4s akan
berpindah ke 3d.

c. Konfigurasi Elektron Ion


Unsur yang mengalami ionisasi akan mengalami perubahan jumlah
elektron. Misalnya adalah besi (Fe) yang mempunyai nomor atom 26 dan
mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d64s2. Jika Fe terionisasi menjadi
Fe2+, maka elektron Fe berkurang 2 dari jumlah asal. Sehingga
konfigurasi Fe2+ adalah [Ar] 3d6. Ingat, jika sebuah atom mengalami
ionisasi maka yang berkurang adalah elektron valensi (elektron terluar).
3. Energi dalam Konfigurasi Elektron
Energi dikaitkan dengan elektron dalam orbital. Energi dalam sebuah
konfigurasi sering mendekati jumlah energi di setiap elektron dengan
mengabaikan interaksi antar elektron. Konfigurasi yang memiliki energi
terendah disebut keadaan dasar (ground state). Sedangkan konfigurasi lainnya
disebut keadaan tereksitasi (excited state).
Sebagai contoh, keadaan dasar konfigurasi atom sodium adalah 1s2 2s2 2p6
3s, yang berasal dari prinsip Aufbau. Keadaan tereksitasi pertama diperoleh
dengan menukar elektron 3s menjadi 3p sehingga menjadi 1s2 2s2 2p6 3p yang
dapat disingkat menjadi level 3p. Atom dapat berpindah dari satu konfigurasi
ke konfigurasi lain dengan menyerap atau melepaskan energi.

4. Sejarah Konfigurasi Elektron


Niels Bohr (1923) adalah orang pertama yang mengusulkan bahwa
perioditas dalam tabel periodik dapat dijabarkan dengan struktur elektron
dalam atom. Usul tersebut didasari oleh model atom Bohr miliknya dimana
kulit elektron memiliki orbit dengan jarak tertentu dari nukleus (inti atom).
Konfigurasi awal Bohr terlihat aneh dalam ilmu kimia masa kini: misalnya
sulfur memiliki konfigurasi 2.4.4.6 sedangkan yang sekarang adalah 1s2 2s2
2p6 3s2 3p4 (2.8.6).
Beberapa tahun kemudian, E. C. Stoner bersama Sommerfield berhasil
menjabarkan kulit elektron dan secara tepat memprediksi struktur kulit sulfur
adalah 2.8.6. Namun, tidak ada sistem baik milik Bohr maupun Stoner dapat
menjabarkan dengan benar perubahan spektrum atom dalam zona magnetik
(efek Zeeman).
Bohr sangat menyadari kekurangan prinsipnya tersebut. Ia menulis surat
untuk temannya Wolfgang Pauli untuk meminta bantuannya untuk menjaga
teori kuantumnya (sistem yang kini dikenal sebagai “teori kuantum lama”).
Pauli menyadari bahwa efek Zeeman hanya berlaku pada elektron terluar dari
atom dan dapat mereproduksi struktur kulit Stoner.
Persamaan Schrödinger yang dipublikasikan pada tahun 1926
memberikan tiga dari empat bilangan kuantum sebagai kesimpulan langsung
dari penyelesaiannya terhadap atom hidrogen. Penyelesaiannya tersebut
merupakan hasil dari orbital atom yang saat ini diajarkan di textbook kimia.

5. Prinsip Aufbau dan dan Aturan Madelung dalam Konfigurasi


Elektron
Prinsip Aufbau adalah bagian penting dari konsep Bohr tentang
konfigurasi elektron. Istilah “Aufbau” merupakan bahasa Jerman yang berarti
“konstruksi”. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai:
Maksimal dua elektron dimasukkan ke dalam orbital untuk meningkatkan
energi orbital: energi terendah dalam orbital diisi sebelum elektron
ditempatkan di energi tertinggi dalam orbital.
Prinsip tersebut bekerja dengan sangat baik (dalam keadaan dasar atom)
untuk 18 elemen pertama, kemudian berkurang terhadap 100 elemen
berikutnya. Bentuk modern dari prinsip Aufbau menjelaskan urutan energi
orbital yang diberikan oleh aturan Madelung. Aturan ini pertama kali
dinyatakan oleh Charles Janet pada tahun 1929, kemudian diteliti ulang oleh
Erwin Madelung pada tahun 1936, dan diberikan pembenaran teoritis oleh
V.M. Klechkowski. Bunyi aturan Madelung adalah sebagai berikut:
1) Orbital diisi untuk meningkatkan nilai n+l;
2) Dimana dua orbital memiliki nilai n+l yang sama.
Berikut adalah urutan orbital pada konfigurasi elektron:1s, 2s, 2p, 3s, 3p,
4s, 3d, 4p, 5s, 4d, 5p, 6s, 4f, 5d, 6p, 7s, 5f, 6d, 7p, (8s, 5g, 6f, 7d, 8p, dan 9s)
Supaya lebih mudah diingat, berikut adalah ilustrasinya:

Orbital yang di dalam tanda kurung tidak berisi atom setelah atom
dengan nomor atom tertinggi yaitu Uuo = 118.
Prinsip Aufbau dapat diaplikasikan untuk memodifikasi susunan proton
dan neutron di inti atom bersama dengan model kulit dari fisika nuklir dan
kimia nuklir.

6. Hubungan Konfigurasi Elektron dengan Tabel Periodik

Bentuk dari tabel periodik berkaitan dengan konfigurasi elektron masing-


masing atom yang terdapat disana. Contohnya, semua golongan ke-2 tabel
periodik memiliki konfigurasi elektron [E] ns2 (dimana [E] merupakan
konfigurasi gas mulia) dan memiliki kesamaan sifat kimia. Umumnya,
perioditas tabel periodik dalam blok tabel periodik bergantung pada jumlah
elektron yang diperlukan untuk mengisi subkulit s, p, d, dan f.
Kulit elektron terluar sering disebut “elektron valensi” dan menentukan
sifat kimia. Harus diingat bahwa kemiripan sifat kimia telah ada lebih dari
satu abad sebelum teori konfigurasi elektron. Belum jelas seberapa jauh
aturan Madelung menjabarkan (bukan hanya menjelaskan) tabel periodik.
Meski beberapa sifat jelas berbeda dengan perbedaan urutan pengisian orbital.
a. Menentukan Golongan dan Periode Tabel Periodik Suatu Unsur
dengan Konfigurasi Elektron
Konfigurasi elektron juga dapat digunakan untuk menentukan letak
suatu unsur pada tabel periodik. Periode suatu unsur sama dengan nomor
kulit terbesarnya. Golongan suatu unsur ditentukan dengan menggunakan
tabel seperti dibawah.
Bila subkulit terakhirnya pada s atau p maka unsur tersebut termasuk
golongan A (utama). Sedangkan bila subkulit terakhirnya pada d maka
unsur tersebut termasuk golongan B (transisi).
Berikut adalah contoh menentukan golongan dan periode suatu unsur
dengan konfigurasi elektron:
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
Berdasarkan konfigurasi elektron diatas, maka letak unsur adalah
pada golongan VI B periode 4. Berdasarkan konfigurasi elektron, unsur-
unsur dapat dikelompokkan menjadi empat blok, yaitu:
1) Blok s : unsur dengan elektron terakhir pada subkulit s
2) Blok p : unsur dengan elektron terakhir pada subkulit p
3) Blok d : unsur dengan elektron terakhir pada subkulit d
4) Blok f : unsur dengan elektron terakhir pada subkulit f
Berikut diberikan rangkuman tabel mengenai golongan unsur dalam
tabel periodik:
Golongan Utama (A) Golongan Transisi (B)
1
IA ns IIIB ns2 (n-1)d1
2
IIA ns (kecuali He) IVB ns2 (n-1)d2
IIIA ns2 np1 VB ns2 (n-1)d3
IVA ns2 np2 VIB ns1 (n-1)d5
VA ns2 np3 VIIB ns2 (n-1)d5
VIA ns2 np4 VIIIB ns2 (n-1)d6,7,8
VIIA ns2 np5 IB ns1 (n-1)d10
VIIIA ns2 np6 IIB ns2 (n-1)d10

7. Penyimpangan Konfigurasi Elektron


Berdasarkan eksperimen, terdapat penyimpangan konfigurasi elektron
dalam pengisian elektron. Penyimpangan pengisian elektron ditemui pada
elektron yang terdapat pada orbital subkulit d dan f.
a. Penyimpangan Konfigurasi Elektron pada Orbital d
Penyimpangan pada orbital subkulit d dikarenakan orbital yang
setengah penuh (d5) atau penuh (d10) bersifat lebih stabil dibandingkan
dengan orbital yang hampir setengah penuh (d4) atau hampir penuh (d8
atau d9). Dengan demikian, jika elektron terluar berakhir pada d4, d8,
atau d9, maka satu atau semua elektron pada orbital s pindah ke orbital d.
Dibawah ini adalah beberapa contoh penyimpangan orbital d.

b. Penyimpangan Konfigurasi Elektron pada Orbital f


Pada orbital f, sebagaimana dengan penyimpangan konfigurasi
dalam orbital d, maka konfigurasi elektron yang berakhir pada orbital f
juga mengalami penyimpangan. Penyimpangan disebabkan oleh tingkat
energi orbital saling berdekatan dan hampir sama. Penyimpangan ini
berupa berpindahnya satu atau dua elektron dari orbital f ke orbital d.
Dibawah ini adalah beberapa contoh penyimpangan orbital f.

8. Konfigurasi Elektron dalam Molekul


Dalam molekul, konfigurasi elektronnya semakin rumit. Masing-masing
molekul memiliki struktur orbital yang berbeda. Orbital molekul ditandai
berdasarkan simetrinya. Misalnya O2 ditulis 1σg2 1σu2 2σg2 2σu2 3σg2 1πu4 1πg2,
atau setara dengan 1σg2 1σu2 2σg2 2σu2 1πu4 3σg2 1πg2. Istilah 1πg2 mewakili dua
elektron di dalam dua turunan orbital ke-π* (antibonding). Berdasarkan
aturan Hund, elektron tersebut memiliki putaran paralel dalam keadaan dasar,
dan dioksigen memiliki momen magnetik (disebut paramagnetik). Penjabaran
dari paramagnetisme pada dioksigen adalah penemuan besar dalam teori
orbital molekul.Konfigurasi elektron dari molekul poliatomik dapat berubah
tanpa penyerapan atau pelepasan foton melalui sambungan bergetar.

Konfigurasi Elektron dalam Padatan


Dalam padatan, elektron menjadi sangat banyak. Elektron tidak menjadi
berlainan, dan bercampur secara efektif menjadi rentang kemungkinan
keadaan secara berkelanjutan (disebut pita elektron). Gagasan tentang
konfigurasi elektron menjadi tidak relevan dan menghasilkan teori pita.

9. Aplikasi Konfigurasi Elektron


Penerapan konfigurasi elektron yang paling luas adalah dalam bidang
rasionalisasi sifat kimia, baik dalam kimia organik maupun kimia anorganik.
Akibatnya, konfigurasi elektron sepanjang teori orbital molekul menjadi
perbandingan modern untuk konsep valensi yang menjelaskan jumlah dan
jenis ikatan kimia.
Pendekatan lebih lanjut juga diterapkan di kimia komputasi. Dimana
digunakan untuk membuat perkiraan kuantitatif terhadap sifat kimia. Selama
beberapa tahun, perhitungan mengandalkan perkiraan “kombinasi linear
orbital atom” (LCAO), menggunakan basis set orbital atom yang lebih besar
dan lebih kompleks sebagai titik awal. Langkah berikutnya adalah
menghitung penempatan elektron di antara orbital-orbital molekul dengan
menggunakan prinsip Aufbau. Tidak semua metode penghitungan kimia
mengandalkan konfigurasi elektron. Misalnya teori tingkat fungsional (DFT).
Untuk atom atau molekul dengan lebih dari satu elektron, pergerakan
elektron saling berhubungan. Konfigurasi elektron dengan angka yang sangat
besar diperlukan untuk menjelaskan semua sistem multielektron, dan tidak
ada energi yang dapat dikaitkan dengan satu konfigurasi. Namun, fungsi
gelombang elektron biasanya didominasi oleh konfigurasi dalam jumlah yang
sangat kecil dan gagasan konfigurasi elektron menjadi sangat esensial untuk
sistem multielektron.
Penerapan fundamental dari konfigurasi elektron adalah dalam
interpretasi terhadap spektrum atom. Dalam kasus ini, diperlukan untuk
menambahkan konfigurasi elektron dengan satu atau lebih istilah simbol yang
menjelaskan perbedaan tingkat energi yang terdapat dalam sebuah atom.
Istilah simbol dapat dikalkulasikan untuk semua konfigurasi elektron, tidak
hanya konfigurasi keadaan dasar yang tertulis dalam tabel.

E. MOMENTUM SUDUT TOTAL


Elektron dalam sebuah atom selalu memiliki:
 Momentum sudut orbital L tertentu
 Momentum sudut spin S tertent4
Kedua momentum sudut ini memberi sumbangan pada momentum sudut
total J dari atom tersebut. Setiap momentum sudut total J harus terkuantisasi
yang besarnya:

(momentum sudut atomik total)


Dan besarnya momentum sudut dalam komponen z adalah:

(komponen dari momentum sudut atomic total)


dengan Mj merupakan bilangan kuantum yang mengatur J dan Jz.
Momentum sudut tetap diberikan oleh elektron tunggal. Atom unsur
group I dalam tabel periodik, seperti Hidrogen (H), Litium (Li), Natrium
(Na). Besar momentum sudut orbital untuk sebuah elektron atomik sangat
ditentukan oleh bilangan kuantum orbital l

Demikian pula halnya dengan momentum sudut spin.


Karena L dan S merupakan vector, keduanya harus dijumlahkan secara
vector, sehingga menghasilkan momentum sudut total J dari suatu atomik.

biasanya digunakan lambing j dab mj untuk bilangan kuantum yang


memberikan J dan Jz untuk electron tunggal, sehingga:

Sehingga

Momentum sudut L dan S berinteraksi secara magnetis seperti yang kita


lihat dalam pasal 7.2, dan sebagai hasil timbul torka terhadap masingmasing.
Jika tidak terdapat medan magnetic eksternal, momentum sudut total J kekal
baik arah maupun besarnya, dan efek torka internal hanya menimbulkan
prosesi dari L dan S di sekitar arah resultannya J. Namun jika terdapat medan
magnetic eksternal B, maka J berpresesi di sekitar arah B, sedangkan L dfan S
meneruskan berpresesi di sekitar J.

F. KOPLING LS DAN JJ
a. KOPLING LS
Pola yang biasa untuk semua atom, kecuali atom yang sangat berat ialah,
bahwa momentum sudut orbital Ldari berbagai electron terkopel bersama
secara listrik menjadi resultan tunggal, dan momentum sudut spin Si terkopel
bersama menjadi resultan tunggal lainnnya S secara bebas. Kita akan
memeriksa penyebab kelakuan ini kemudian dalam pasal berikut. Momentum
L dan S berinteraksi magnetis melalui efek spin untuk membentuk
momentum sudut total J.
Bila momentum sudut total J terbentuk oleh lebih dari satu electron yang
menyumbang momentum sudut orbital dan spin. J merupakan tetap jumlah
vector dari momentum individual. Skema ini disebut kopling LLS (sambatm
LS) yang dapat diringkas sebagai berikut:

Momentum sudut L dan S berinteraksi magnetic melalui efek spin orbit


untuk membentuk momentum sudut total J . Skema LS ditentukan oleh kuat
relative gaya listrik yang mengkopel. Momentum sudut orbital individual
menjadi suatu resultan L dan momentum sudut spin individual menjadi suatu
resultan S. Kopling antara berbagai L, biasanya sedemikian sehingga
konfigurasi energi terendah adalah konfigurasi dengan L maksimum. Efek ini
mudah dimengerti jika kita membayangkan terdapat dua electron dalam orbit
Bhor yang sama. Karena electron saling tolak menolak secara listrik, electron
cenderung untuk berputar mengelilingi inti dengan arah yang sama sehingga
memaksimumkan L.

b. KOPLING JJ
Gaya listrik yang terkopel dalam Li menjadi vector tunggal L dan Si
menjadi vector S , ini lebih kuat dari gaya spin orbit magnetic yang
mengkopel L dan S membentuk J dalam atom ringan. Gaya listrik yang
mengkopel Li menjadi L mendominasi, walaupun terdapat medan
magneteksternal yang agak besar. Dalam kasus ini presesi J dalam
mengelilingi B lebih lambat dari pada presesi L dan S yang mengelilingi J ..
Dalam batas kegagalan kopling L S , momentum sudut total Ji dari electron
masing-masing dapat dijumlahkan langsung membentuk momentum sudut J
dari keseluruhan atom itu, situasi ini dikenal sebagai kopling j-j (sambatan j-j)
karena masing-masing Ji diperikan dengan bilangan kuantum j. maka:
G. SPEKTRUM SINAR X
Berkas sinar-x yang dihasilkan oleh sebuah sumber dapat terdiri atas dua
jenis  spektrum, yaitu spetrum kontinyus (polikhromatik) dan spektrum diskrit
(monokhromatik).
Spektrum kontinyus sinar-x timbul akibat adanya pengereman elektron-
elektron yang berenergi kinetik tinggi oleh anoda. Pada saat terjadi pengereman
tersebut, sebagian dari energi kinetiknya diubah menjadi sinar-x. Proses
pengereman ini dapat berlangsung baik secara tiba-tiba ataupun secara perlahan-
lahan, sehingga energi sinar-x yang dihasilkannya akan memiliki rentang energi
yang sangat lebar.
Sinar-x yang lebih bermanfaat dan sering digunakan dalam setiap kegiatan
eksperimen adalah sinar-x. Sinar-x monokhromatik (sinar-x karakteristik) ini
timbul akibat adanya proses transisi eksitasi elektron di dalam anoda. Sinar-x ini
timbul secara tumpang tindih dengan spektrum bremstrahlung. Disamping
panjang gelombangnya yang monokhromatik, inensitas sinar-x monokhromatik
ini jauh lebih besar dari pada intensitas sinar-x bremstrahlung. Nilai l sinar-x
karakteristik ini tidak bergantung pada besarnya tegangan tinggi yang digunakan,
tetapi ia hanya bergantung pada jenis bahan anoda yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai