Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Secara logika adalah sangat logis bila pada waktu lalu pemerintah berniat
mengurangi subsidi BBM dalam negeri. Hal itu bisa dipahami karena beban
subsidi BBM terhadap APBN amat sangat tinggi dan juga sangat dipengaruhi oleh
naik-turunnya harga minyak dunia. Belum lagi, efektivitas pemanfaatan BBM
bersubsidi sangatlah buruk. Terlalu banyak penyalahgunaan manfaat BBM
bersubsidi di negeri ini yang dilakukan oleh berbagai pihak baik perorangan,
swasta hingga oknum pemerintah. Dan pemerintah pun memang sangat tidak
mampu mengontrol hal tersebut.
Di sisi lain penghapusan subsidi BBM atau menaikkan harga BBM dalam
negeri sangatlah tidak bijak dan sangat beresiko tinggi. Efek domino kenaikan
harga BBM dalam negeri akan memicu kenaikan harga-harga bahan pokok yang
tidak akan mungkin mampu dikendalikan pemerintah. Harga barang-barang tidak
terkendali dan perekonomian masyarakat menengah ke bawah akan anjlok
merosot tajam bila kenaikan harga BBM diberlakukan. Dan seperti kita ketahui
demo penolakan besar-besaran telah terjadi.
Ada 2 hal yang seharusnya dilakukan pemerintah sejak beberapa waktu
lalu. Sayangnya kedua hal tersebut tidak terpikirkan dan tidak dilakukan. Kedua
hal tersebut adalah :
1. Sosialisasi yang efektif kepada masyarakat tentang mindset BBM.
Pemerintah harus bisa menanamkan pola pikir kepada masyarakat bahwa
negeri ini tidaklah kaya. Kita bukanlah negara penghasil minyak lagi
karena setiap hari kita mengimpor BBM untuk memenuhi kebutuhan
transportasi kita. Kita adalah pengimpor BBM.
2. Usulan pemerintah kepada DPR tentang kenaikan harga BBM yang lalu
seharusnya memiliki opsi kedua. Opsi dimana bila DPR menolak
kebijakan tersebut ada kebijakan lainnya yang bisa menggantikannya yaitu
pembatasan pemakaian BBM bersubsidi. Seharusnya sejak dari awal
pemerintah membuat 2 opsi tersebut, menaikkan harga BBM dengan

1
konsekuensi pembatasan pemakaian. Tidak seperti sekarang dimana terjadi
lagi kealotan dalam penentuan kebijakan tersebut.
Saat pemerintah sedang menggodok kebijakan pembatasan pemakaian
BBM bersubsidi. Ada wacana untuk memberlakukan wajib pertamax untuk
kendaraan pribadi dengan ukuran mesin 1500 CC keatas dan ada rencana
kenaikan harga BBM non subsidi yang signifikan. Seketika itu juga pro dan
kontra di berbagai kalangan masyarakat dan politisi mulai marak terdengar. Yang
kontra mengatakan :
1. Akan sangat sulit kebijakan pembatasan tersebut di lapangan. Secara
teknis sarana SPBU dan prasarana lainnya tidak siap, personil-personil
yang dilapangan harus mempumyai persyaratan seperti ini dan itu.
Kebijakan ini hanya menimbullkan kekacauan saja.
2. Mereka mengatakan juga, tidak ada negara lain di dunia ini yang
memberlakukan pembatasan konsumsi BBM pada masyarakatnya seperti
ini. Lagipula apa dasar undang-undangnya untuk memberlakukan
kebijakan seperti ini?
3. Mereka bertanya, ini sebenarnya program jangka pendek atau program
jangka panjang? Apakah ini hanya untuk menyelamatkan APBN
pemerintah saja? Apa benar ini memang untuk rakyat?
4. Daripada kami harus beli pertamax lebih baik kami beli BBM dari SPBU
asing. Sudah pasti lebih murah dan lebih berkualitas.
Dan masih banyak lagi suara-suara sumbang untuk hal tersebut diatas.
Kembali kepada hal yang lebih utama, meskipun suara-suara diatas adalah suara
masyarakat juga, meskipun pemberlakuan kebijakan pembatasan BBM itu sangat
sulit dilakukan di lapangantetapi sebaiknya kebijakan seperti ini harus tetap
dilakukan dengan pertimbangan bahwa :
Pembatasan konsumsi BBM bersubsidi jauh lebih bijak, jauh lebih baik
dan jauh lebih adil daripada menaikkan harga BBM.
Seharusnya sebagai warga negara yang baik kita berusaha untuk
memahami kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan pemerintah untuk mengatasi
krisis ini. Rakyat kecil juga akan paham bahwa negara ini adalah negara
pengimpor BBM, bahwa harga BBM dunia sangat rentan naik-turun harga, dan

2
pertumbuhan penduduk yang ada juga memicu kenaikan konsumsi BBM dalam
negeri. Jadi silahkan saja pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang baru.
Baik merupakan kebijakan konversi BBM yang didahulukan ataupun pembatasan
konsumsi BBM bersubsidi yang lebih mudah dijalankan. Yang penting buat
masyarakat hanyalah dua hal yaitu : memenuhi rasa keadilan dan tidak membuat
masyarakat menjadi lebih sulit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa kebijakan pemerintah terhadap subsidi BBM ?
2. Apa dampak kebijakan pemerintah terhadap permasalahan subsidi BBM ?
3. Apa kritikan terhadap pemerintah dalam permasalahan subsidi BBM ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah terhadap subsidi BBM


2. Untuk mengetahui apa dampak kebijakan pemerintah terhadap
permasalahan subsidi BBM
3. Untuk mengetahui apakah tepat kebijakan pemerintah terhadap
permasalahan subsidi BBM

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari adanya pembahasan lebih lanjut mengenai topik yang
terkait kebijakan pemerintah terhadap subsidi BBM yaitu :

1.4.1 Bagi Penulis

Mampu meningkatkan kemampuan menulis serta bisa berkontribusi


terhadap pemecahan masalah kebijakan pemerintah terhadap subsidi BBM yang
ada di Indonesia.

1.4.2 Bagi Pemerintah

Mendapat beberapa ide atau pencerahan dalam menghadapi permasalahan


kebijakan pemerintah terhadap subsidi BBM yang ada di Indonesia.

3
1.4.3 Bagi Masyarakat

Mendapat pemahaman tentang kebijakan pemerintah terhadap subsidi


BBM serta dampaknya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Pemerintah

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengubah alokasi anggaran subsidi energi,


baik Bahan Bakar Minyak (BBM), gas elpiji 3 kilogram, maupun listrik, pada
RAPBN 2020. Perubahan itu mengakibatkan anggaran subsidi energi turun
Rp12,6 triliun menjadi Rp124,9 triliun dari sebelumnya Rp. 137,5 triliun.
Perubahan ini dilakukan atas kesepakatan hasil pembahasan dengan Banggar
DPR, dengan rincian subsidi BBM turun Rp115,6 miliar dan subsidi LPG turun
Rp. 2,6 triliun. Kemudian, ada penurunan kurang bayar kewajiban subsidi energi
pemerintah tahun lalu sebesar Rp2,5 triliun, sehingga total anggaran subsidi BBM
dan LPG turun Rp5,2 triliun. Lalu, ada penurunan anggaran subsidi listrik Rp7,4
triliun.

Menurut Sri Mulyani, perubahan anggaran subsidi energi terjadi karena


perkembangan ekonomi global, sehingga pemerintah perlu mengubah kembali
asumsi makro yang sudah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, harga minyak
mentah Indonesia (Indonesian Crude Oils Price/ICP). "Anggaran subsidi turun
akibat penurunan asumsi ICP, lifting minyak dan gas, serta penurunan cost
recovery. Kemudian, ada penajaman sasaran pelanggan golongan 900 VA untuk
subsidi listrik," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR/MPR,jakarta, jumat (6/9).
Asumsi ICP, sambung dia, berubah dari US$65 per barel menjadi US$63 per
barel. Ini terjadi karena ada perubahan pergerakan harga minyak mentah dunia di
pasar internasional. Kemudian, asumsi lifting minyak beruubah dari 734 ribu
menjadi 755 ribu barel minyak per hari. Namun, asumsi lifting gas tetap sesuai
proyeksi awal sebesar 1,19 juta kiloliter setara minyak per hari.
Lalu, cost recovery juga turun dari US$11,58 miliar menjadi US$10 miliar. "Ini
sudah diputuskan di Komisi VII lalu diteruskan di Panja Anggaran," jelasnya.

Kendati anggaran subsidi energi turun, namun mantan direktur pelaksana


Bank Dunia itu memastikan peran negara dalam memberi subsidi kepada
masyarakat tetap sama. Sebab, anggaran subsidi turun semata-mata bukan karena

5
ada pengurangan jumlah penerima subsidi, namun hanya karena perubahan
asumsi makro "Jadi tidak ada pengurangan dalam artian bahwa ada penurunan dan
tidak setinggi hitungan di awal. Tapi ini tidak menurunkan apa-apa, hanya
implikasi dari asumsi” tekannya. Sementara Direktur Jendral Anggaran
Kementrian Keuangan Askolani menambahkan penurunan subsidi energi sejauh
ini belum mengubah arah kebijakan tarif energi dari pemerintah, seperti harga
BBM, LPG, dan listrik. "Belum ada perubahan," imbuhnya singkat.

2.2 Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Permasalahan Subsidi BBM

2.2.1. Dampak Negatif

Harga BBM yang naik akan menjadi pemacu dari kenaikan harga
komoditas lain, mengingat peran vital BBM mulai dari proses produksi hingga
pengangkutan. Dampak dari kenaikan harga BBM tidak hanya dirasakan oleh
pemilik kendaraan bermotor saja. Masyarakat yang tidak memiliki kendaraan
bermotor juga turut terdampak dengan adanya kenaikan BBM ini.

Naiknya harga BBM, akan mengakibatkan biaya operasional bagi moda-


moda transportasi dan kendaraan- kendaraan yang memakai BBM bersubsidi.
Dengan demikian harus ada penyesuaian tarif untuk menghindari kerugian.
Penyesuaian tarif ini berupa naiknya tarif angkutan umum atau juga naiknya biaya
pengangkutan barang hasil produksi dan komoditas yang diperdagangkan. Dengan
naiknya tarif, akan membuat harga dari komoditas itu naik, karena biaya untuk
pengangkutan juga naik. Masyarakatlah yangs ebenarnya menanggung
penyesuaian tarif itu.Masyarakat harus membayar lebih untuk mendapatkan
barang hasil produksi atau komoditas yang diperdagangkan. Masyarakat juga
harus membayar lebih untuk moda transportasi umum yang mereka pakai.

Naiknya berbagai komoditas dan kebutuhan pokok tentu membuat


pengeluaran masyarakat juga naik. Sebenarnya, tidak menjadi masalah apabila
pengeluaran yang lebih dari biasanya itu bisa diimbangi dengan pemasukan yang
lebih besar. Tetapi, untuk mencapai pemasukan yang kebih besar tentu butuh

6
waktu yang tidak singkat, sementara, pembelian kebutuhan pokok itu tidak bisa
ditunda.

Mau tidak mau mereka menuntut kenaikan upah (jika bekerja di suatu
instansi atau perusahaan) atau menghemat pengeluaran. Dengan melakukan
penghematan pengeluaran, masyarakat menjadi selektif dalam penggunaan
pengeluarannya. Pengeluaran yang kurang penting dipangkas atau tidak dilakukan
sama sekali. Penghematan pengeluaran membuat daya beli masyarakat menjadi
turun.

Perusahaan juga akan kena imbas dari kenaikan harga BBM yang
berakibat turunnya daya beli masyarakat. Produsen komoditas yang tidak menjadi
prioritas masyarakat akan mengalami penurunan penjualan, padahal di sisi lain
biaya operasional perusahaan meningkat akibat naiknya BBM bersubsidi.
Penurunan penjualan dan naiknya biaya operasional membuat perusahaan
berpotensi mengalami kerugian. Kerugian yang dialami bisa berimbas kepada
karyawan yang dipekerjakan. Untuk mengurangi kerugian, produsen bisa saja
mengurangi jumlah karyawan, atau bahkan menutup usahanya. Padahal, karyawan
itu di sisi lain juga mengalami kesulitan akibat meningkatnya kebutuhan hidup
sehari- hari.

Yang paling rawan terkena dampaknya adalah Usaha Kecil dan


Menengah (UKM). UKM inilah yang punya struktur modal paling kecil juga
susah untuk mengakses pinjaman dari dunia perbankan. Sehingga, jika tejadi
penurunan daya beli masyarakat, UKM menjadi titik yang paling rawan
mengalami kesulitan keuangan. Padahal, UKM menjadi salah satu sokoguru
perekonomian Indonesia, dimana lebih dari 90% pelaku industri di Indonesia
tergolong sebagai UKM.

7
Inflasi

Tabel 8: Dampak Kebijakan Penaikan Harga BBM 2012

Jenis BBM Kenaikan Nilai Dampak


harga penghematan Inflasi* (%)
(Rp/liter) (Rp Triliun)
1.000 38,70 1,07
Premium 1.500 57,45 1,58
dan Solar 2.000 76,60 2,14

Sumber: Reforminer
Institute (2011)
*)tidak termasuk dampak yang tidak dapat dikuantifikasikan

Kenaikan BBM bisa memicu meningkatnya inflasi. Inflasi sendiri


merupakan indikator perekonomian suatu negara. Inflasi memang wajar, tetapi
dalam besaran yang terkendali. Kenaikan harga hampir semua komoditas
membuat angka inflasi menjadi naik. Dalam tabel di atas yang merupakan hasil
simulasi oleh Reforminer Institute yang mengungkapkan dampak dari besaran
kenaikan BBM terhadap angka inflasi. Semakin tinggi besaran kenaikan harga
BBM, akan semakin banyak keuangan negara yang bisa di hemat, akan tetapi
dampak inflasi yang ditimbulkan akan semakin tinggi. Jika pemerintah menaikkan
harga BBM sebesar Rp 2000,00 atau kenaikan maksimal sesuai yang dicanangkan
pemerintah, keuangan pemerintah yang bisa dihemat sebesar 76,60 Trilyun.
Besaran inflasi diprediksi akan mencapai 2,14% sebagai dampak kenaikan BBM
bersubsidi sebesar Rp 2.000,00 per liter.

Padahal, target inlasi tahunan pemerintah adalahsebesar 5,3 % untuk tahun


2012. Dalam data yang dirilis BPS, untuk tahun 2012 inflasi sampai bulan Maret
32012 sudah mencapai 0.88%. belum lagi perkiraan inflasi akibat kenaikan BBM
yang diprediksi mencapai 2,14%. Rencana pemerintah yang akan menaikkan tarif
dasar listrik di tahun 2012 juga akan berdampak terhadap angka inflasi yang tentu
akan naik. Patut dilihat pula, tren inflasi di Indonesia yang meningkat di bulan-
bulan tertentu di saat ada hari raya keagamaan atau juga di akhir tahun yang
bertepatan dengan periode tutup buku instansi pemerintahan atau perusahaan yang
tentu akan berdampak bagi inflasi secara keseluruhan. Dengan demikian, target
inflasi tahunan pemerintah yang sebesar 5,3 % akan sulit tercapai. Bahkan dari

8
data di bawah ini jika dilihat di tahun 2005 ketika pemerintah menaikkan harga
BBM subsidi, inflasi tahunannya mencapai 17,11%. Bukan tidak mungkin hal
yang sama akan terjadi di tahun 2012.

2.2.2. Dampak Positif

Kebijakan pengurangan subsidi BBM akan punya dampak positif,


disamping juga dampak negatif. Dampak positif yang pertama adalah
penghematan terhadap keuangan pemerintah. Seperti dalam tabel Dampak
Kebijakan Penaikan Harga BBM 2012, akan ada penghematan keuangan
pemerintah. Dengan mengurangi subsidi, maka akan ada dana yang bisa dihemat
dan dipergunakan mendanai program dan kebijakan lain yang lebih efektif dan
berguna bagi masyarakat. Dana itu bisa dipakai untuk tambahan anggaran
pendidikan, program pengentasan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja baru
dan pembangunan infrastruktur dan program- program lainnya yang lebih berguna
bagi masyarakat ketimbang subsidi BBM yang jelas- jelas tidak banyak dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat miskin.

Dampak positif yang kedua adalah mengurangi defisit anggaran. Dengan


melakukan pengurangan subsidi BBM, defisit anggaran akan turun menjadi Rp
109,8 Triliun atau 2,23% dari Produk Domestik Bruto. Jika tidak melakukan
kebijakan untuk mengurangi subsidi BBM, defisit anggaran dapat melonjak
menjadi Rp 299 Triliun atau 3,59% dari Produk Domestik Bruto. Defisit anggaran
yang terlalu tinggi tentu tidak baik bagi keuangan suatu negara. Krisis di Eropa
juga salah satunya dipicu oleh defisit anggaran yang terlalu tinggi.

Dampak postif ketiga adalah kontrol terhadap konsumsi BBM. Dengan


adanya kenaikan harga BBM bersubsidi karena pengurangan subsidi, tentu akan
membuat pemilik kendaraan bermotor akan lebih selektif dalam aktivitasnya
untuk menggunakan kendaraan bermotor karena harga dari BBM yang lebih
mahal. Dengan demikian, konsumsi atas BBM bersubsidi bisa terkontrol dan tidak
berlebihan dan membebani keuangan pemerintah.

9
Dampak positif keempat adalah penghematan terhadap pemakaian minyak
bumi. Minyak bumi adalah sumber daya alam yang tidak terbarukan. Suatu saat,
cadangan minyak bumi akan habis, dan butuh waktu jutaan tahun untuk
menghasilkan minyak bumi lagi. Terkontrolnya pemakaian BBM seperti dampak
positif ketiga, berdampak pula terhadap eksploitasi minyak bumi yang bisa
dikurangi. Dengan demikian, cadangan minyak bumi bisa lebih lestari lagi.

Dampak positif kelima adalah pengembangan energi alternatif yang lebih


murah daripada BBM. Harga BBM bersubsidi yang lebih mahal akan memacu
pihak- pihak tertentu untuk berpikir kreatif untuk mencari dan mengembangkan
energi- energi alternatif selain BBM. Dengan energi alternatif, masyarakat tidak
bergantung terhadap keberadaan BBM. Selain itu, energi alternatif akan lebih
ramah lingkungan daripada BBM.

Dampak positif keenam, adalah kelestarian lingkungan. Residu hasil


pembakaran BBM yang dilepas ke udara punya potensi membahayakan bagi
kesehatan manusia dalam jangka panjang dan terakumulasi dalam jumlah besar.
Pengurangan subsidi BBM mencegah konsumsi BBM secara berlebihan.
Sehingga, pencemaran lingkungan dan udara bisa dikurangi. Lebih jauh lagi,
dengan lingkungan hidup yang lebih sehat, memperkecil peluang masyarakat
untuk mengalami gangguan kesehatan sebagai akibat lingkungan hidup dan
kondisi udara yang tidak baik bagi kesehatan. Dengan demikian, biaya yang
timbul, seperti biaya kesehatan yang harus dikeluarkan akibat gangguan kesehatan
karena lingkungan dan udara yang tercemar bisa berkurang.

Dampak postitif ketujuh, mengurangi tindak kejahatan penyelundupan


BBM. Dengan naiknya harga BBM bersubsidi, disparitas harga BBM di Indonesia
dan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura bisa dipangkas. Perbedaan
harga yang semakin kecil itu membuat penyelundup tidak tertarik
menyelundupkan BBM bersubsidi karena keuntungan menjadi lebih kecil
sementara resiko yang harus dihadapi besar. Sehingga, BBM bisa dinikmati oleh
masyarakat Indonesia yang memang berhak terhadap penggunaan BBM
bersubsidi itu.

10
Dampak positif ke delapan, Pengurangan subsidi BBM menyebabkan
harga BBM naik sehingga permintaan akan kendaraan bermotor (barang
komplementer) menurun dan industri kendaraan bermotor akan mengalami
penurunan. Penurunan jumlah permintaan kendaraan bermotor dapat mengerem
laju pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat yang pada
akhirnya akan mencegah pencemaran udara yang lebih parah dan mengurangi
potensi terjadinya kemacetan, terutama di kota- kota besar sebagai akibat dari
total panjang jalan yang sudah tidak proporsional dengan jumlah kendaraan
bermotor yang beredar di jalan.

2.3 Kritikan Terhadap Pemerintah Dalam Permasalahan Subsidi BBM

2.3.1. Pola dan sasaran dan pemberian subsidi

Subsidi BBM selama ini diberikan oleh Pemerintah kepada PERTAMINA


dalam bentuk aliran uang (cash). Pola ini mengandung kelemahan bahwa subsidi
BBM tidak tepat menjangkau kelompok masyarakat yaang pantas memperoleh
subsidi, tidak mendorong PERTAMINA untuk lebih efisien dalam menjalankan
tugasnya menyediakan BBM di Tanah Air, selain tidak memperhatikan pola
permintaan BBM yang dimiliki kelompok-kelompok masyarakat di Tanah Air.

Beberapa studi mengatakan bahwa secara umum subsidi BBM yang


dilakukan Pemerintah tidak mengena kelompok sasaran yang ingin dituju.
Subsidi BBM lebih membantu kelompok kaya daripada tersampaikan kepada
yang lebih berhak menerimanya, yakni kaum dhuafa.

Belakangan dikembangkan mekanisme dimana dana yang diperoleh dari


kenaikan harga minyak ditampung di sebuah rekening pemerintah untuk
kemudian disalurkan ke kelompok masyarakat / sektor ekonomi yang dipandang
layak mendapatkan subsidi sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Pola yang
dikembangkan ini, meskipun nampaknya memberikan “gambaran rasa keadilan”,
namun juga mengandung kelemahan karena tidak secara langsung memperbaiki

11
akar masalah “subsidi BBM” di samping menciptakan banyak hal dan prosedur
baru di luar kerangka standar APBN yang sistemnya telah lebih mapan.

Subsidi sebaiknya diberikan kepada kelompok masyarakat tak mampu


(kaum dhuafa) dalam bentuk tunjangan keuangan (food stamp, dsb), bantuan
pendidikan/latihan, maupun penciptaaan kegiatan ekonomi lokal secara langsung
serta perbaika tatanan ekonomi secara struktural, tanpa perlu dikaitkan dengan
istilah BBM.

Sebaliknya, pemakaian BBM, khususnya untuk gasoline dalam


transportasi perkotaan, khususnya di Jawa, tetap pantas untuk membayar harga
ekonomi dari jenis BBM itu sendiri. Dengan perkataan lain, kenaikan harga BBM
sehingga makin mendekati harga ekonominya tetap perlu dilakukan, dengan
analisis yang baik mengenai jenis BBM, besaran harga serta pentahapan
penyesuaiannya. Di sisi lain, pemetaan terhadap kelompok-kelompok masyarakat
miskin dapat dilakukan secara terpisah (misalnya dilakukan oleh Komite Nasional
Penanggulangan Kemiskinan) tanpa harus selalu dikaitkan dengan masalah
subsidi BBM.

2.3.2. Angka biaya penyediaan BBM

Dalam melakukan tugas menyediakan BBM, PERTAMINA mengimpor


minyak mentah, membeli minyak mentah dari dalam negeri, memproses minyak
mentah menjadi BBM, mengimpor BBM, dan mendistribusikan BBM ke seluruh
pelosok Tanah Air. PERTAMINA juga menjual semua BBM itu dengan harga
yang ditetapkan Pemerintah.

Biaya-biaya untuk menghasilkan dan mendistribusikan BBM (BBM costs)


maupun pendapatan yang diperoleh dari penjualan BBM merupakan angka-angka
kritis (dalam orde trilliunan Rupiah) yang menentukan besaran subsidi BBM.
Perhitungan untuk memperoleh angka “harga pokok penjualan” membutuhkan
pekerjaan akuntansi yang besar dan cukup rumit, khususnya untuk elemen biaya
di kilang maupun pemilahan pangsa minyak mentah yang bisa dibebankan ke

12
subsidi. Ini karena sifat fisik minyak mentah dan operasi kilang yang tak
membedakan penggunaan untuk BBM maupun non-BBM serta bervariasinya
produk-prouk yang dihasilkan dari kilang-kilang yang ada.

Secara kasar dapat digambarkan bahwa belakangan ini elemen biaya


terbesar untuk menyediakan BBM di dalam negeri adalah buat pembelian minyak
mentah dan impor produk (sekitar 80 persen dari keseluruhan biaya untuk tingkat
harga minyak US$ 40/barel). Selebihnya, biaya dipergunakan untuk pengilangan,
distribusi dan biaya tak langsung.

Hal yang kritis adalah selama ini angka-angka yang digunakan untuk
menetapkan besaran subsidi tersebut adalah angka-angka yang merupakan laporan
atau hasil perhitungan PERTAMINA sendiri, yang juga mendapat audit Badan
Pemeriksa Keuangan. Pemerintah (Departemen Keuangan) menggunakan angka-
angka dari PERTAMINA itu untuk menentukan jumlah subsidi yang mesti
dibayarkan Pemerintah.

Dalam kenyataannya, bisnis penyediaan BBM oleh PERTAMINA tersebut


melibatkan besaran Rupiah yang sangat besar, dan terdiri dari sejumlah kegiatan
yang sangat rinci. Sebagai contoh, impor minyak mentah akan melibatkan data
berapa kali pengapalan, berapa besar volumenya, apa jenis minyak mentahnya,
berapa harganya, diimpor dari mana, dilakukan oleh siapa, disupplai ke kilang
mana, dan seterusnya. Selama ini, bisnis yang “menyangkut hajat hidup orang
banyak” dan melibatkan angka-angka Rupiah yang sangat besar tersebut tidak
pernah dilaporkan secara transparan dalam kadar yang cukup rinci kepada publik.
Ini faktor yang mesti diperbaiki.

Penggunaan konsultan independen untuk melakukan perhitungan atau


audit pekerjaan penyediaan BBM di dalam negeri tersebut akan meningkatkan
transparansi dan memberikan petunjuk yang baik apakah operasi penyediaan
BBM yang dilakukan oleh PERTAMINA selama ini telah cukup efisien
dibandingkan “rata-rata industri” (industry average).

13

Anda mungkin juga menyukai