SOP Mata
SOP Mata
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
b. Tujuan
1) Memberikan pengetahuan dan keseragaman cara bertindak dalam
memberikan pelayanan kesehatan di bidang mata.
2) Mendapatkan mutu seoptimal mungkin dalam pemberian pelayanan
kesehatan di bidang mata.
3. Tata Urut
a. BAB I Pendahuluan
b. BAB II Panduan Manajemen Klinis Mata
c. BAB III Penutup
1
TERBATAS
BAB-II
I. MIOPIA
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekutan pembiasan sinar yang
berlebihan,sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan didepan retina.
Gejala miopia
1. Gejala paling penting yaitu melihat menjadi buram
2. Sakit kepala
3. Kecenderungan terjadinya juling saat melihat jauh
4. asien lebih jelas melihat dekat
Penatalaksanaan
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan koreksi sferis
negatip terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.
II. HIPERMETROPIA
Mata hipermetropia mempunyai kekuatan refraksi yang lemah, sinar sejajar yang
dating dari obyek terletak jauh tak terhingga dibiaskan dibelakang retina.Berasarkan
struktur bola mata hipermetropia dibedakan menjadi beberapa tipe,yaitu:
1. Hipermetropia axial: Kekuatan refraksi mata normal, tetapi diameter anterior-
posterior bola mata lebih pendek dari normal
2. Hipermetropia kurvatura: Kelengkungan kornea dan lensa lebih lemah dari
normal
3. Hipermetropia indeks refraksi:Indeks refraksi lebih rendah dari normal
4. Perubahan posisi lensa: Hipermetropia dapat disebabkan perubahan posisi
lensa ke belakang
2
TERBATAS
Gejala hipermetropia
1. Bila hipermetropia 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh
penglihatan jauh kabur.turunnya tajam penglihatan jauh pada pasien usia tua
disebabkan menurunnya amplitude akomodasi, sehingga tidak dapat lagi
mengkompensasi kelainan hipermetropia nya.
2. penglihatan dekat lebih cepat buram. Karena kemampuan akmodasi menurun
dengan bertambahnya usia, sehingga akomodasi tidak cukup adekuat lagi untuk
penglihatan dekat.Penglihatan dekat yang buram akan lebih terasa lagi pada
keadaan kelelahan, atau penerangan yang kurang
3. sakit kepala biasanya pada daerah frontaldan dipacu oleh kegiatan melihat dekat
jangka panjang.jarang terjadi pada pagi hari.cenderung terjadi pada siang hari dan
bias membaik spontan kegiatan melihat dekat dihentikan.
4. eyestrain
5. Sensitif terhadap cahaya.
6. spasme akomodasi; yaitu terjadinya cramp m.cilliaris diikuti penglihatan buram
intermiten. Over aksi akomodasi dapat menyebabkan pseudomiopia.sehingga
penglihatan lebih jelas saat diberikan koreksi lensa negatip
Penatalaksanaan
Apabila disertai esopohria, hipermeropia dikoreksi penuh
Apabila disertai strabismus konvergen, koreksi hipermetropia total, sebaliknya
apabila disertai exophoria diberikan under koreksi.
III. ASTIGMATISMA
Adalah keadaan dimana sinar sejajar tidak dibiaskan secara seimbang pada seluruh
meridian. Pada astigmatisma regular,terdapat dua meridian utama yang terletak saling
tegak lurus.
Tipe-tipe astigmatisma
1. Astigmatisma hipermetropikus simpleks: satu meridian utamanya emetropik,
meridian yang lainnya hipermetropik.
3
TERBATAS
Bentuk-bentuk Astigmatisma
1. Astigmatisma regular
2. Astigmatisma irregular
3. Astigmatisma oblik
4. Astigmatisma simetrik
5. Astigmatisma asimetrik
6. Astigmatisma with the rule
7. Astigmatisma against the rule
Gejala Astigmatisma
1. Penglihatan kabur
2. Head tilting
3. Menengok untuk melihat jelas
4. Mempersempit palpebra
5. Memegang bahan bacaan lebih dekat
Penatalaksanaan Astigmatisma
Koreksi dengan lensa silinder, bersama dengan sferis, kalau ada
IV. ANISOMETROPIA
4
TERBATAS
VOD :6/6
→ VOU :6/5
VOS :6/6
Karena pemeriksaan bias dilakukan dengan atau tanpa kaca mata, maka
hasil hasil pemeriksaan dicatat dengan notasi s(sine= tanpa koreksi) dan
c(cum= dengan koreksi) missal 6/6c, atau 6/12s.
Hasil pemeriksaan yang dicatat adalah baris terakhir yang dapat terbaca
seluruhnya atau sebagian oleh pasien ,misalnya
V :6/9 berarti pasien dapat membaca semua huruf / angka pada baris 6/9
V :6/9+ berarti pasien dapat membaca pada baris 6/9 ditambah beberapa
pada
baris dibawahnya.
V :6/18 – atau lebih dijelaskan 6/18 (-2 huruf) berarti pasien dapat membaca
pada
baris 6/18 dengan 2 huruf salah
Apabila pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu snelen,
pasien bias diminta mendekat kearah snelen, sehingga pada jarak yang lebih
dekat mungkin pasien bias membaca huruf terbesar.Misal pasien bias
membaca huruf terbesar pada jarak 2 meter , maka V:2/60,apabila hal
tersebut tidak memungkinkan maka pemeriksaan kita lakukan dengan hitung
jari.pasien diminta menyebutkan berapa jari pemeriksa yang diperlihatkan
dengan latar belakang gelap. Tajam penglihatan dicatat pada jarak berapa
pasien bisa menghitung jari. V:1/60. berarti pasien dapat mengitung jari pada
jarak 1 meter (CF= counts Finger).Apabila hitung jari tidak bisa, maka
dilakukan pemeriksan dengan gerakan tangan didepan pasien dengan latar
belakang terang, missal jendela. Tajam penglihatan dicatat sebagai V:1/300
atau HM(hand movement).Apabila pasien tetap tidak dapat maka ruangan
digelapkan dan kita sinari engan senter kearah mata pasien. Apabila pasien
bisa mengenali perbedaan saat disinari dan saat tidak disinari, yajam
penglihatannya adalah V:1/~ atau PL (Perception of light). Sebaliknya bila
sinar tidak bisa dikenali oleh pasien, maka V:no ,atau PL= nol. Pada tajam
penglihatan PL maka harus diperiksa proyeksinya, yaitu dari arah mana sinar
datang dapat dikenali(nasal, temporal, atas , bawah)
b. Pemeriksaan Refraksi
Dilakukan dengan cara memeriksa tajam penglihatan mata satu persatu.
Dengan satu mata ditutup pasien diminta untuk membaca huruf pada kartu
snellen,apabila pasien mampu membaca pada baris yang menunjukkan
angka 20, maka dicatat tajam penglihatan tanpa kaca mata 6/20, selanjutnya
ditambah lensa S+0,50 D untuk menghilangkan akomodasi pasien. Bila
akibat penambahan lensa tadi penglihatan bertambah jelas, maka
kemungkinan pasien menderita hipermetropia. Kemudian koreksi dengan
lensa sferis positif diteruskan dengan ditambah perlahan-lahan sampai
dicapai tajam penglihatan terbaik. Koreksi diteruskan dengan menambah
5
TERBATAS
6
TERBATAS
Anamnesis
Gejala dan Tanda
1. Apa keluhan utamanya, jenis lensa kontak yang dipakai, sudah berapa lama umur
lensa kontaknya, berapa lama sehari lensa kontak dipakai, bila tidur apakah lensa
kontaknya dipakai, bagaimana perawatan sehari-harinya, apakah menggunakan
enzym.
2. Sakit, fotophobia, rasa seperti ada benda asing, tajam penglihatan menurun, mata
merah dan rasa gatal
EVALUASI
Pelayanan kesehatan mata Primer (PEC)
Dengan menggunakan lampu senter dan lup dapat dikenali adanya kelainan pada mata,
seperti keratitis, konjungtivitis, ulkus kornea, dan kelainan lain yang termasuk dalam
problema lensa kontak
4. Pemeriksaan sediaan langsung apus dan biakan, bila ada ulkus kornea
5. Kalau perlu diambil bahan biakan yang diambil dari lensa kontak atau tempat lensa
kontak.
7
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer(PEC)
1. Bila ada problema lensa kontak, mata merah, lensa kontak harus segera dilepas dan
diobati, diberikan obat tetes mata chloramfenicol
2. Cara melepaskan lensa kontak lunak oleh dokter:
a. Cuci tangan terlebih dahulu
b. Pasien diminta melihat keatas, letakkan jari tengah tangan kanan pada kelopak
bawah dan sentuh pinggir lensa kontak dengan jari telunjuk.Kemudian dengan
bantuan ibu jari,lensa kontak dicubit perlahan-lahan antara ibu jari dan telunjuk
sehingga lensa terlipat dan dengan mudah dapat dikeluarkan
3. Cara melepas lensa kontak RGP oleh dokter:
a. Cuci tangan terlebih dahulu
b. Ujung pipet penghisap dicelupkan kedalam air bersih layak minum, lalu kita
tempelkan ujung karet penghisap pada lensa RGP di mata. Kemudian pipet
penghisap beserta lensa RGP yang sudah menempel kita tarik pelan-pelan
keluar dari mata.
Perlu diingat bahwa cairan untuk perawatan lensa kontak lunak dan lensa RGP tidak
sama. Juga untuk membilas lensa RGP cukup dengan air bersih layak minum.
Ini tidak boleh dilakukan pada lensa kontak lunak, karena adanya mineral-mineral yang
terkandung di dalam air minum dan dapat diserap oleh lensa kontak lunak.
8
TERBATAS
b. Ganti lensa konak lunak baru bila keadaan membaik. Disarankan memakai lensa
kontak yang sekali pakai. Pada lensa RGP deposit umumnya mudah dapat
dihilangkan. Selanjutnya perlu memakai enzym treatment juga.
c. Diberi pelatihan tentang perawatan lensa kontak, juga tentang perawatan
dengan enzym tiap satu minggu sekali.
6. Aberasi cornea
a. Lensa kontak segera dilepas
b. Setelah keadaan baik dan stabil (refraksi dan keratometri telah membaik dan
menetap setelah 3x pemeriksaan). Kemudian dilakukan fitting ulang
9. Dislokasi lensa
Lensa kontak diperiksa, apakah ada kerusakan atau tidak, bila tidak ada, clean &
disinfect lensa, periksa kembali fitting nya. Periksa segment depan mata dengan
seksama.
Bila ada infeksi kornea, follow up pada hari berikutnya dan diteruskan sampai sembuh.
Bila pada kondisi non infeksi, follow up 1-4 minggu berikutnya tergantung kondisi
klinisnya. Penderita yang diberi steroid topikal harus di follow up lebih ketat.
Rekomendasi
Pada semua problema lensa kontak
1. Lensa kontak pada umumnya lebih aman kalau dilepas
2. Setelah pemeriksaan baru tindakan selanjutnya atau dirujuk
Penggunaan lensa kontak pada pelayanan kesehatan mata primer, perlu dapat
membedakan soft contact lens dan lensa RGP (rigid gas permeable) dan dapat
melepaskan/ mengeluarkan lensa kontak bila didapatkan problema lensa kontak pada
9
TERBATAS
penderita yang datang. Cara melepaskan lens kontak pada kedua jenis lens kontak itu
berbeda.
Pada pelayanan kesehatan mata sekunder dapat dilakukan usaha pertolongan dan
pengobatan bila menemui kesulitan dapat dirujuk ke pelayanan kesehatan tertier.
KONJUNGTIVITIS
Adalah suatu inflamasi atau peradangan pada konjungtiva, yang dapat disebabkan oleh
infeksi virus, bakteri, iritasi atau reaksi alergi/ hipersensitivitas. Peradadngan dapat
terjadi acute dan chronis.acute bila peradangan terjadi dalam beberapa hari sampai
2minggu, umumnya disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Kronis bila peradangan
terus nerlangsung dan tidak tidak sembuh lebih dari 2 minggu. Umumnya disebabkan
oleh infeksi bakteri yang resisten terhadap pengobatan, reaksi alergi/hipersensitivitas,
atau iritasi kronis(dry eye). Konjungtivitis merupakan salah satu masalah penyakit mata
tersering yang ditemukan dinegara berkembang.
Gejala klinis
1. Mata merah
2. Rasa mengganjal, gatal, berair/ sekret
3. Umumnya tidak ada penurunan penglihatan
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Riwayat trauma/ kelilipan, kontak dengan penderita mata merah, riwayat iritasi dan
alergi/ hipersensitivitas (udara, debu, obat, makanan)
2. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu snellen dan koreksi terbaik
menggunakan pinhole
3. Pemeriksaan dengan lampu senter dan lup untuk melihat, konjungtiva bulbi dan
tarsal, dan memastikan pada kornea tidak ditemukan kelainan akibat peradangan
konjungtiva
4. Konjungtivitis bakteri bila ditemukan konjungtiva hiperemis, sekret mukopurulen atau
purulen, dapat disertai membrane atau pseudomembran pada konjuntivitis tarsalis
5. Konjungtivitis virus ditemukan konjungtiva hiperemis, sekret umumnya mukoserosa,
dan pembesaran kelenjar limfe preauriculer
6. Konjungtivitis allergi bila mempunyai riwayat alergi atau atopi dan ditemukan keluhan
gatal, dan hiperemis konjungtiva
7. Curigai steven jhonson syndrome jika terjadi konjungtivitis pada kedua mata yang
timbul setelah min atau mendapatkan terapi obat-obatan.
8. Curigai konjungtivitis gonoroe, tertama pada bayi baru lahir. Jika ditemukan
konjungtivitis pada dua mata dengan sekret purulen yang sangat banyak.
10
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Berikan tetes mata chloramfenikol (0,5%-1 %) 6x sehari atau salp mata 3x sehari
selama minimal 3 hari bila dicurigai infeksi bakteri
2. Berikan salp anti virus bila dicurigai infeksi virus
3. Berikan tetes mata anti alergi (steroid) bila dicurigai alergi/ hioersensitivitas
4. Berikan tetes mata buatan 6x sehari bila dicurigai iritasi
5. Pada steven jhonson syndrome diberikan tetes mata anti inflamasi (steroid)dan air
mata buatan/ lubrikan kemudian dirujuk ke dokter spesialis kulit.
6. Pada konjungtivitis gonoroe, pada bayi di injeksikan penicillin procain 50.000 IU/ kg
BB/hr dan kloramfenicol tetes mata (0,5%-1%) tiap jam.
7. Bila tidak ada perbaikan dalam imingu pada konjungtivitis bakteri, 2 minggu pada
konjungtivitis virus dan alergi segera rujuk ke fasilitas sekunder atau tersier
11
TERBATAS
Gejala Klinis
1. Penurunan tajam penglihatan
2. Mata merah, berair, silau, nyeri
3. Tampak lesi/kekeruhan di kornea
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata Primer(PEC)
1. Riwayat trauma (kelilipan benda asing dikornea, khusus riwayat trauma tumbuh-
tumbuhan atau penggunaan obat tetes mata tradisional yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan yang dapat dicurigai disebabkan oleh jamur , penggunaan lensa kontak)
penggunaan kortikosteroid topikal
12
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer(PEC)
1. Beri tetes/ salp mata kloramenikol (0,5-1%) 6 kali sehari atau salp mata tetrasiklin 3
kali sehari sekurang-kurang nya selama 3 hari
13
TERBATAS
14
TERBATAS
UVEITIS
Adalah peradangan pada jaringan uvea (iris, badan ciliar dan koroid) akibat infeksi,
trauma, neoplasia atau proses auto imun. Penyakit ini dapat dikelompokkan menurut
letak anatomi(uveitis anterior, inter media, posterior, atau panuveitis), menurut
gambaran patologik (granulomatosa atau non granulomatosa atau secara klinis
(idiopatik atau berhubungan dengan penyakit sistemik). Penanganan uveitis
memerlukan anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan opthalmologis yang
menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat. Uveitis merupakan
salah satu penyebab kebutaan.
Gejala klinis
1. Mata merah disertai rasa sakit
2. Foto fobia dan penurunan tajam penglihatan yang bevariasi dari ringan hingga berat
Evaluasi:
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Riwayat mata merah dengan penurunan tajam penglihatan yang berulang, silau,
dapat disertai rasa sakit pada uveitis anterior, sedangkan pada uveitis posterior
umumnya terjadi penurunan tajam penglihatan pada mata tenang
2. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu snellens, dan menggunakan pin hole
3. Pemeriksaan dengan sentolop dan lup untuk memeriksa pelebaran pmbuluh darah
konjungtiva dan sirkum kornea serta melihat ukuran pupil yang mengecil, atau
irregular, dan memeriksa refleks fundus
4. Pemeriksaan TIO dengan cara palpasi
15
TERBATAS
Penatalaksanaan :
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pada uveitis anterior diberikan kortikosteroid 16laucom 6 kali sehari dan untuk
mencegah sinekia posterior dan mengurangi spasme siliar dapat diberikan
16
TERBATAS
sikloplegia (sulfas atropine 0,5-1%) 3 kali sehari. Bila penyakit berulang rujuk ke
fasilitas sekunder
2. Pada panuveitis dan uveitis intermediate berikan midriatikum dan rujuk ke fasilitas
sekunder
GLAUKOMA AKUT
Adalah glaukoma yang disebabkan oleh peninggian tekanan intra ocular yang
mendadak. Glaukoma akut dapat primer atau sekunder. Glaukoma primer adalah
glaukoma yang timbul dengan sendirinya pada orang yang mempunyai bakat bawaan
glaukoma, sedangkan glaukoma sekunder adalah glaukoma yang timbul sebagai
penyulit penyakit mata lain ataupun sistemik.
Bila tekanan intra ocular yang mendadak tinggi ini tidak diobati segera akan
mengakibatkan kehilangan penglihatan sampai kebutaan yang permanent.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Pemeriksaan dengan lampu senter dan lup.
1. Tajam penglihatan kurang
2. Mata merah, bengkak, mata berair
3. Kornea suram karena edema
4. Bilik mata depan dangkal dan pupil lebar dapat pula terlihat penyakit mata lain
seperti uveitis, hifema, akibat trauma, luksasi lensa, katarak hipermatur, tumor dan
lain sebagainya. Glaukoma akut sering disalah diagnosa kan dengan radang
5. Bola mata teraba dengan palpasi (tonometri digital) lebih keras dibandingkan mata
normal/sebelahnya dan tekanan intra ocular sangat meningkat dengan tonometer
schiotz
17
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
18
TERBATAS
19
TERBATAS
GLAUKOMA KRONIS
Adalah kelompok penyakit mata yang umumnya ditandai kerusakan syaraf N.II dan
kehilangan lap.pandang yang karakteristik-progresif serta berhubungan dengan
berbagai faktor resiko terutama TIO yang tinggi. Glaukoma bila tidak diobati secara tepat
dapat menimbulkan kerusakan yang permanent. Glaukoma kronis dapat dibagi menjadi
glaukoma kronis primer dan sekunder. Kasus glaukoma sekunder dapat diketahui
secara kebetulan bila melakukan pengukuran TIO, terutama pada mereka yang
tergolong kasus dicurigai berisiko glaukoma, seperti mereka yang berusia 40 thn atau
lebih, ada keluarga menderita glaukoma, penderita miopia, penyakit kardiovaskuler,
hipertensi, hipotensi, vasospasme, diabetes melitus, dan migren. Upaya pencegahan
kebutaan akibat glaukoma memerlikan penyuluhan dan penjaringan glaukoma secara
aktif di masyarakat, baik untuk penemuan kasus maupun deteksi dini.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pemeriksaan tajam penlihatan dengan kartu snelen dengan koreksi terbaik dan pin-
hole: biasanya tajam pnglihatan masih baik. Pada stadium lanjut dapat dikoreksi
tajam penglihatan tidak penuh dengan pupil melebar dan berwarna hitam.
2. Pemeriksaan dengan lampu senter dan lup: gambaran bola mata tidak berbeda
dengan gambaran mata normal. Pupil dapat terlihat midriasis dan refleks cahaya
yang lambat.
3. Pemeriksaan fundus kopi-rasio CD (perbandingan antara lebar cekungan papil
terhadap lebar papil N.II ) sebesar 0,6 atau lebih.
4. Pemeriksaan TIO dengan tonometer schiotz: TIO 28mmHg (4,5/7,5) atau lebih.
5. Pemeriksaan lap.pandang dengan test konfrontasi: menyempit.
20
TERBATAS
Masalah diagnosis glaukoma sudut terbuka primer stadium dini adalah akibat
terdapatnya sekitar 2,5% diantara populasi memiliki TIO lebih dari 21 mmHG (hipertensi
okuli). Masalah lain adalah banyaknya variasi normal papil N.II yang sering sukar
dibedakan dengan kerusakan dengan kerusakan dini akibat glaukoma (glaukoma
suspect). Selain itu sukarnya menjumpai cacat awal lap. Pandang. Keadaan papil N.II
yang mencurigakan adalah rasio C/D lebih 0,4; asimetri papil C/D vertical – C/D
horizontal lebih dari 0,2 dan batas ekskavasi yang tak teratur. Keadaan inipun harus
didiagnosis banding dengan glaukoma tekanan rendah (glaukoma normotensi/ low
tension glaukoma, normotension glaukoma). Pemeriksaan lapangan pandang pada
kasus-kasus tersebut dilakukan dengan perimetri goldmann.
21
TERBATAS
Bilik mata depan dalam dengan sudut bilik mata depan yang terbuka lebar pada
glaukoma sudut terbuka primer. Bilik mata depan dangkal dan sudut bilik mata
depan sempit pada glaukoma sudut tertutup primer. Kelainan glaukoma jenis ini
bersifat bilateral walaupun tidak selalu simetris pada kedua mata. Pada glaukoma
sudut terbuka sekunder harus dicari faktor penyebab.
4. Pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan gonioskopi.
5. Pemeriksaan funduskopi: gambar dan uraikan papil syaraf optik, aplanasi, tono-pen,
dan bila ada dengan tonometer non kontak
6. Pemeriksaan lap. Pandang dengan alat perimeter kinetic dan static baik manual
maupun komputer: bila memungkinkan dengan octopus atau Humphrey.
7. Bila memungkinkan evaluasi papil syaraf optik adan serabut syaraf retina dengan
alat diagnostic imaging seperti HRT (Heidelberg retinal tomography)
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. TIO diturunkan dengan obat-obatan secara bertahap berupa:
a. Timolol 0,25% - 0,5% 2x1tetes/hari (bila tidak ada kontra indikasi)
b. Pilokarpin 2% 4x1tetes/hari
c. Asetazolamide 3-4 x 125-250 mg/hari
d. KCl 2-3 x 0,25-0,5 gr/hari
2. Obat-obatan prinsipnya diberikan secara sendiri-sendiri, tetapi dapat dikombinasikan
tergantung dari sasaran TIO diharapkan lebih rendah dari 21mmHg.
3. Oleh karena obat-obatan diberikan untuk jangka lama danterus-menerus, sangat
penting diperhatikan kepatuhan penderita dalam melaksanakan pengobatannya.
Penderita dirujuk ke spesialis mata, pelayanan tingkat sekunder atau tersier bila TIO
tetap diatas 21 mmHg, penderita tidak patuh, tidak tahan terhadap obat-obatan,
dalam stadium lanjut glaukoma dan/atau untuk menilai progresifitas peyakitnya.
4. Upaya pencegahan kebutaan akibat glaukoma memerlukan penyuluhan dan
penjaringan glaukoma secara aktif di masyarakat, baik untuk penemuan kasus
maupun deteksi dini.
22
TERBATAS
23
TERBATAS
a. Pilokarpin 2% 4xsehari
b. Timolol 0,5% 2x sehari
c. Asetazolamide 2-3 x 250 mg sehari disertai dengan KCl 2-3 x 500 mg
d. Oabat-obat baru seperti: glaupen, glauplus, xalatan, travatan, dorzol, azopt
3. Tindakan bedah trabekulektomi, bila tindakan iridektomi perifer dan obat-obat
TIO masih diatas 21 mmHg
24
TERBATAS
GLAUKOMA SUSPECT
Hal-hal berikut ini termasuk dalam glaukoma suspect:
1. TIO diatas 21 mmHg disertai discus optik dan lap. Pandang yang normal, atau
2. Keadaan papil optik dan atau lap. Pandang yang dicurigai dengan TIO yang normal
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu snellen dan pin-hole.
2. Pemeriksaan bola mata dengan lampu senter dan lup: bola mata baik.
3. Pemeriksaan saraf optik demgan funduskopi: rasio CD lebih dari 0,6 diatas 28
mmHg.
4. Pemeriksaan lap. Pandang dengan tes konfrontasi.
25
TERBATAS
7. Bila memungkinkan evaluasi papil saraf optik dan serabut saraf retina dengan alat
diagnostic imaging seperti OCT(optikal coherence tomography) dan HRT(Heidelberg
retinal topography).
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Untuk memastikan glaukoma pada pasien glaukomasuspec, sebaiknya dikirim ke
fasilitas sekunder untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Follow up
1. Pemeriksaan mata:
a. TIO: variasi diurnal bila perlu.
b. Biomikroskopi lampu celah.
c. Gonioskopi.
d. Funduskopi.
e. OCT/HRT.
f. Perimetri: Goldmann/octopus/Humphrey.
26
TERBATAS
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pemeriksaan visus dengan kartu snellen dengan koreksi terbaik serta menggunakan
pin-hole
2. Pemeriksaan lampu senter dan lup untuk segmen anterior dimana tidak ditemukan
kekeruhan kornea dan tampak reflek pupil yang masih baik.
3. TIO diukur dengan tonometri Schiotz
4. Jika TIO dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan
tetes mata tropicamide 0,5%, setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan
dengan lampu senter dan lup untuk untuk melihat adanya kekeruhan lensa.
5. Pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop langsung untuk melihat segmen
posterior jika katarak masih tidak terlalu keruh.
27
TERBATAS
dengan lampu senter dan lup untuk untuk melihat adanya kekeruhan lensa apakah
sesuai dengan tajam penglihatan pasien.
5. Derajat katarak ditentukan oleh:
a. Derajat 1: nucleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/12, tampak
sedikit keruh dengan warna agak keputihan. Refleks fundus juga masih dengan
mudah diperoleh dan usia penderita biasanya kurang dari 50 tahun
b. Derajat 2: Nukleus dan kekerasan ringan, tampak nucleus sudah mulai bewarna
kekuningan, visus biasanya antara 6/12 sampai 6/30. reflek fundus juga masih
mudah diperoleh pada katarak jenis ini paling sering memberikan gambaran
seperti katarak subkapsularis posterior.
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer(PEC)
1. Penatalaksanaan bersifat non bedah, dimana pasien dengan visus 6/12 diberikan
kacamata dengan koreksi terbaik
2. Jika visus < 6/12 atau sudah mengganggu untuk melakukan kegiata sehari-hari
berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi lain untuk operasi, pasien
dirujuk ke spesialis mata pada fasilitas sekunder atau tersier.
28
TERBATAS
9. Operasi katarak bilateral (operasi dilakukan pada kedua mata sekaligus secara
berurutan) sangat tidak dianjurkan berkaitan dengan resiko pasca
operasi(endofthalmitis)yang bisa berdampak kebutaan. Tetapi ada beberapa keadaan
khusus yang bisa dijadikan alas an pembenaran dan keputusan tindakan operasi
katarak bilateral ini harus dipikirkan sebaik-baiknya.
29
TERBATAS
11. Dokter spesialis mata yang melakukan operasi ataupun staf dokter tersebut
berkewajiban mendidik, menjelaskan dan memberi instruksi kepada pasien
mengenai gejala ataupun tanda-tanda mengenai kemungkinan terjadinya komplikasi
pasca operasi, penggunaan proteksi mata, adanya pembatasan kegiatan,
pengobatan , jadwal kunjungan lanjutan (follow up) dan petunjuk dimana harus
mendapatkan perawata darurat bila diperlukan. Dokter spesialis mata/staf juga
menerangkan mengenai tanggung jawab pasien untuk mengikuti petunjuk yang
harus dilakukan selama perawatan pasca operasi dan pasien harus segera
menghubungi dokter tersebut jika mengalami masalah.
13. Obat-obat yang digunakan pasien pasca operasi bergantung dari keadaan mata
serta disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien (misalnya analgetika,
antibiotika oral, anti glaukoma, atau edema kornea, dll). Tetapi penggunaan tetes
mata kombinasi antibiotika dan steroid harus diberikan pada pasien untuk digunakan
setiap hari selama minimal 2 minggu pasca operasi.
PTERYGIUM
Adalah pertumbuhan jaringan fibrovascular berbentuk segi tiga yang tumbuh dari arah
konjungtiva menuju kornea pada daerah inter palpebra. Asal kata pterygium adalah dari
bahasa yunani, yaitu pteron yang artinya “wing” atau sayap. Insiden pterygium cukup
30
TERBATAS
tinggi di Indonesia yang terletak didaerah equator, yaitu 13,1%. Diduga bahwa paparan
ultra violet merupakan salah satu faktor esiko terjadinya pterygium.
Pterygium umumnya tumbuh pada daerah inter palpebra, lebih sering terdapat pada
bagian nasal konjungtiva. Puncak segitiga disebut apeks, yaitu bagian pterygium yang
tumbuh masuk ke jaringan kornea. Usia penderita biasanya pada usia dewasa muda
(diatas 40 tahun).
Prinsip penanganan pterygium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika
pterygium masih derajat 1 atau 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada pterygium
yang melebihi derajat 2. tindakan bedah juga dapat dipertimbangkan pada pterygium
derajat 1 atau 2 jika penderita sudah mengeluh maupun karena alas an kosmetik.
Pada pterygium lanjut (derajat 3 dan 4), dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga
tajam penglihatan juga menurun.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pemeriksaan cukup dengan lup dan lampu senter, diperiksa segmen anterior serta
ditentukan derajat pertumbuhan pterygium.
2. Tajam penglihatan penderita diperiksa dengan snellen.
3. TIO diukur dengan tonometer Schiotz untk memastikan tidak adanya penyakit
penyerta lainnya. Pada pterygium derajat 4 yang tidak dapat diukur dengan
tonometer Schiotz, perkiraan TIO diperiksa dengan cara palpasi digital (dengan jari
tangan).
31
TERBATAS
3. TIO diukur dengan tonometer Schiotz untk memastikan tidak adanya penyakit
penyerta lainnya. Pada pterygium derajat 4 yang tidak dapat diukur dengan
tonometer Schiotz, perkiraan TIO diperiksa dengan cara palpasi digital (dengan jari
tangan).
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer(PEC)
1. Penatalaksanaan bersifat non bedah, penderita diberi penyuluhan untuk menguragi
iritasi ataupun paparan terhadap ultra violet.
2. Pada pterygium derajat 1-2 yang mengalami anflamasi, pasien dapat diberikan obat
tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid seperti C-Xitrol ® 3 kali sehari selama 5-
7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan korikosteroid tidak dibenarkan pada
penderita dengan TIO yang tinggi ataupun mengalami kelainan kornea.
32
TERBATAS
Tidak semua kelainan refraksi/ametropia pada anak perlu dikoreksi. Kelainan ametropia
yang berat yang membuat mata anak tidak mendapat clear retinal image perlu dikoreksi
agar tidak mengganggu proses perkembangan penglihatan yang normal, karena
keterlambatan koreksi akan menimbulkan cacat penglihatan yang serius dan bahkan
menimbulkan kebutaan.
Bila ditemukan kelainan refraksi pada anak, harus ditentukan apakah perlu dilakukan
koreksi. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan koreksi yang terbaik
untuk kelainan refraksi pada anak dengan memperhatikan jenis dan derajat ametropia,
umur anak, dan potensi terjadinya ambliopia.
33
TERBATAS
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Mengenai gejala dan tanda pada masing-masing kelaian refraksi sesuai usia. Usia
biasanya dibagi 3 kelompok yaitu <2tahun, usia pra-sekolah, dan usia sekolah
2. Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata.
3. Pemeriksaan visus yang disesuaikan dengan umur (kelompok non verbal dengan
pemeriksaan fiksasi, symbol chart, E chrt dan kelompok verbal dengan snellen
chart).
4. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter dan lup.
5. Pemeriksaan funduskopi kedua mata dengan opthalmoskop direk, dengan
sebelumnya dilakukan dilatasi pupil dengan tropicamide 0,5%.
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Koreksi kelainan refraksi pada kelompok usia sekolah bila pada pemeriksaan
subjektif visus mencapai 6/6.
2. Rujuk ke fasilitas sekunder, bila:
a. Pada kelompok usia sekolah visus dengan koreksi tidak mencapai 6/6.
34
TERBATAS
b. Pada kelompok usia <2 tahun dan kelompok usia pra-sekolah didapatkan tanda
dan gejala kelainan refraksi dan kemampuan penglihatan tidak sesuai dengan
umur.
c. Dijumpai kelainan posisi bola mata (kelainan refraksi + mata juling)
3. Koreksi kelainan refraksi pada semua kelompok harus berdasarkan pertimbangan:
besarnya kelainan refraksi cukup mengganggu aktivitas. Kemampuan akomodasi
pasien; kebutuhan tajam penglihatan sesuai umur; resiko yang timbul akibat adanya
kelainan refraksi. Rujuk ke TEC apabila dijumpai ambliopia dan/atau mata juling.
Rekomendasi
Pemberian koreksi kaca mata pada anak harus memperhatikan hal di bawah ini:
1. Jenis kelainan refraksi.
2. Besar kelainan refraksi.
3. Umur penderita: kaca mata tidak diperlukan bila kebutuhan untuk aktivitas sehari-
hari tidak terganggu.
4. Apakah kelainan refraksi tersebut merupakan faktor penyebab ambliopia.
Hipermetropia >3D, astigmatisma >0,75 D, anisometropia, isoametropia tinggi
5. Follow up teratur.
KATARAK KONGENITAL
Katarak congenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir, dan merupakan
salah satu kebutaan pada anak yang cukup sering dijumpai. Prognosis visus tergantung
dari jenis katarak (unilateral/bilateral, total/partial) ada tidaknya kelainan mata yang
menyertai katarak, tindakan operasi (waktu operasi, teknik operasi, komplikasi operasi)
dan rehabilitasi tajam penglihatan pasca operasi.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata.
2. Pemeriksaan visus yang disesuaikan dengan uur.
3. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter dan lup, sebelum dan sesudah
dilakukan dilatasi pupil dengan tropicamide 0,5%.
35
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Penderita segera rujuk ke fasilitas tersier untuk pemeriksaan dan pananganan
selanjutnya
Rekomendasi
Rekomendasi pra-operasi
1. Pasien diberi penjelasan mengenai keadaan penyakitnya, resiko operasi, prognosis
tajam penglihatan dan perawatan rehabilitasi tajam penglihatan pasca operasi.
2. Pasien/orang tua menanda tangani informed concent.
36
TERBATAS
2. Glaukoma juvenilis
3. Glaukoma sekunder, disgenesis segmen anterior (contoh: Anomali peters, syndrome
axenfeld-Reiger, Anidria, homosistinuria)
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pengukuran diameter kornea.
Pengukuran ini dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan penggaris.
Didapatkan diameter kornea yang lebih besar dari normal. Diameter kornea rata-rata
adalah 10 mm (kisaran 9,5-10,5 mm) pada saat lahir, kemudian meningkat menjadi
11,8 mm pada usia 1 tahun. Diameter kornea sebesar 12 mm atau lebih pada bayi
berusia kurang dari 1 tahun dapat dianggap tidak normal.
3. Pengukuran TIO
Dilakukan dengan tonometer schiotz. Pada bayi dan anak yang tidak koperatif,
penilaian dilakukan dalam anesthesia umum. Dalam hal ini perlu diperhitungkan
pengaruh obat anestesi yang digunakan terhadap pembacaan TIO normal pada bayi
adalah 10-15 mmHg. Pada glaukoma primer congenital nilai TIO umumnya melebihi
25 mmHg, dan sering diatas 30 mmHg. Nilai TIO yang rendah secara relative dalam
anestesi umum pada pasien dengan manifestasi klinis yang jelas, tidak
menyingkirkan diagnosis glaukoma.
37
TERBATAS
Pada glaukoma primer congenital nilai TIO umumnya melebihi 25 mmHg, dan sering
diatas 30 mmHg. Nilai TIO yang rendah secara relative dalam anestesi umum pada
pasien dengan manifestasi klinis yang jelas, tidak menyingkirkan diagnosis
glaukoma.
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Rujuk ke fasilitas sekunder
38
TERBATAS
Prosedur operasi initial pilhan adalah goniotomi atau trabekulektomi. Selain itu
trabekulektomi; siklokrioterapi, implantasi katup dapat dilakukan.
2. Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa pasca operasi dapat diberikan untuk mempertahankan TIO
yang normal. Yang paling sering digunakan adalah beta bloker, miotikum, dan
penghambat karbonic-anhidrase.
Dosis asetazolamide: 15 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
3. Konseling genetika dan skrining mutasi gen CYP1B1
Konseling genetika, disertai skrining mutasi gen yang berkaitan dengan glaukoma
congenital primer (gen CYP1B1), perlu dilakukan pada kasus-kasus familial; untuk
mendeteksi carrier dan kasus dengan resiko menderita penyakit yang sama.
Skrining juga dianjurkan pada komunitas disuatu daerah tertentu dengan angka
insidens yang tinggi terhadap penyakit ini.
RETINOBLASTOMA
Retinoblastoma adalah tumor mata primer yang berasal dari retina dan biasanya pada
anak-anak dibawah 5 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 2-3 tahun. Tumor ini
bersifat multifokal, sehingga dapat dijumpai pada kedua mata (bilateral) atau beberapa
lesi pada satu mata (monocular). Pada jenis bilateral biasanya dijumpai pada usia yang
lebih muda dan bersifat herediter.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata.
2. Pemeriksaan visus yang disesuaikan dengan umur.
3. Pemeriksaan segmen anterior dengan senter dan lup.
4. Pemeriksaan funduskopi kedua mata (multifokal) dengan oftalmoskopi direk, dengan
sebelumnya dilakukan dilatasi pupil dengan tropicamide 0,5%
39
TERBATAS
6. Bila mata sudah proptosis atau bila curiga sudah meluas ke ekstraokular atau bila
tumor bilateral dilakukan pemeriksaan CT-Scan dan konsultasi ke departemen
pediatrik untuk evaluasi metastasis (LP, BMP).
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Penderita segera dirujuk ke fasilitas tertier untuk pemeriksaan dan penanganan
selanjutnya.
Rekomendasi
Rekomendasi pra-terapi/ pra-operasi
1. Pasien diberi penjelasan mengenai keadaan penyakitnya, resiko tindakan, serta
kemungkinan prognosis.
2. Pasien/ orang tua menanda tangani informed concent.
40
TERBATAS
STRABISMUS
I. Exotropia
Exotropia adalah keadan dimana satu mata berfiksasi pada objek yang menjadi pusat
perhatian sedangkan mata yang lain menuju kearash lain yaitu kearah luar
(eksodeviasi). Exotropia merupakan kelainan kedudukan bola mata yang sering
ditemukan. Anak-anak tertentu mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadi
exotropia meliputi anak yang mengalami gangguan perkembangan saraf, premature,
atau berat lahir rendah dan anak dengan riwayat keluarga juling serta anomaly ocular
atau sistemik.
Evaluasi
Pemeriksaan pada pasien dengan strabismus yang onsetnya dimulai sejak kecil meliputi
semua aspek pemeriksaan anak dan mata anak atau mata orang dewasa dengan
penekanan pada sensori, motor, refraksi dan fungsi akomodasi. Al-hal pnting yang perlu
ditekankan pada pasien strabismus, adalah sebagai berikut:
41
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Rujuk ke fasilitas sekunder
42
TERBATAS
4. Jenis operasi yang dilakukan disesuaikan dengan diagnosis dan pola deviasi yang
ada dan keadaan visus masing-masing mata.
5. Bila tipe Divergence Excees dapat dilakukan reses rektus lateral pada kedua mata.
6. Bila tipe basic dan bila visus salah satu mata tidak baik, dapat dilakukan reses –
resek pada mata yang tidak dominant atau yang visus nya lebih buruk.
7. Bila tipe Convergence Insufficiency dapat dilakukan resek rektus medius.
II. Esotropia
Esotropia adalah keadaan dimana satu mata berfiksasi pada objek yang menjadi pusat
perhatian sedangkan mata yang lain menuju arah lain yaitu kearah hidung. Esotropia
ada yang bersifat congenital yaitu onsetnya sampai dengan usia 6 bulan, dan bisa pula
didapat yaitu onsetnya setelah usia 6 bulan. Disamping itu bila dilihat dari status refraksi
ada yang bersifat akomodatif dan ada pula yang bersifat non-akomodatif.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pemeriksaan visus dilakukan sesuai keadaan. Bila penderita adalah bayi,
pemeriksaan visus tidak dapat dilakukan secara subyektif, bila penderita anak yang
sudah lebih besar pemeriksaan dilakukan sesuai tingkatan usia dan kemampuan
masing-masing anak, demikian pula yang dewasa.
2. Pemeriksaan dengan lampu senter dan lup untuk segmen anterior, dinilai bagaimana
keadaan kornea, iris/pupil, reflek pupil dan lensa.
3. Dilakukan funduskopi dengan oftalmoskop direk untuk melihat segmen posterior.
4. Dilakukan penilaian pergerakan bola mata.
5. Penentuan kedudukan bola mata dengan cara Hirscberg.
43
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Rujuk ke fasilitas sekunder.
BLEFAROPTOSIS KONGENITAL
Blefaroptosis adalah turunnya kelopak mata yang terjadi sejak lahir.
Evaluasi
Penatalaksanaan
44
TERBATAS
3. Periksa apakah posisi bola mata ortho atau ada juling. Periksa gerakan bola mata ke
segala arah, apakah ada hambatan gerak pada arah tertentu atau tidak.
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC) dan sekunder (SEC)
1. Bila ptosis terjadi pada mata dan pupil tertutup oleh kelopak pada posisi primer,
segera rujuk ke TEC untuk dilakukan tindakan koreksi ptosis agar tidak terjadi
ambliopia.
2. Bila ada juling, segera rujuk ke TEC.
3. Bila ptosis terjadi pada 1 atau 2 mata dan pupil tidak tertutup oleh kelopak, tidak
perlu diberi terapi atau rujuk tidak segera. Bayi dapat dirujuk untuk tindakan koreksi
ptosis nya kapan saja orang tua atau pasien menginginkan. Tindakan ini hanya
untuk tujuan kosmetik, tidak akan mempengaruhi penglihatan. Biasanya dianjurkan
sekitar umur 5-6 tahun atau sebelum masuk SD
EPIBLEFARON INFERIOR
Epiblefaron inferior adalah lipatan kulit yang berlebihan pada tepi kelopak bawah yang
menyebabkan bulu mata mengarah ke kornea dan dapat menyebabkan iritasi yang terus
menerus pada kornea.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pemeriksaan dengan senter dan lup, terlihat lipatan kulit yang berlebihan pada tepi
kelopak bawah dan arah bulu mata mengenai kornea
2. Periksa keadaan kornea apakah jernih atau ada kekeruhan di daerah yang terkena
bulu mata.
45
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Bila kornea masih jernih, boleh lakukan tarukan pada kulit kelopak bawah dengan
plester sepanjang siang dan malam agar bulu mata tidak mengenai kornea atau
boleh lagsung dirujuk ke SEC
2. Bila dilakukan tarikan pada kulit dengan plester, observasi selama 3 bulan. Bila
terjadi perbaikan posisi bulu mata, boleh tidak dirujuk. Bila setelah 3 bulan keadaan
menetap, rujuk ke SE. Bila pada pemeriksaan pertama sudaha ada kekeruhan pada
kornea, rujuk ke SEC.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pemeriksaan dengan senter dan lup, tampak mata berair.
2. Pada saat daerah sakus lakrimal ditekan dengan jari/cotton bud akan tampak
regurgitasi sekret dari punctum lakrimal.
46
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Bila bayi dibawah 3 bulan, beri tetes antibiotik topikal selama 5-7 hari.
2. Pengasuh, dan/atau orang tuanya diberi tahu cara melakukan massage pada sakus
lakrimal.
3. Bila bayi sudah beumur diatas 3 bulan dan mata masih berair dan ada sekret, rujuk
ke SEC.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Dengan lup dan senter, pasien disuruh menutup kelopak matanya dan terlihat tidak
seluruh bolamata tertutup kelopak/tidak dapat menutup.
2. Kornea mungkin masih jernih atau keruh.
47
TERBATAS
2. Periksa juga apakah ada kekenduran pada tepi kelopak bawah (laxity).
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Beri antibiotik salf mata
2. Tetes air mata buatan sesering mungkin.
3. Rapatkan kelopak atas dan bawah dengan plester.
4. Rujuk ke SEC.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Enoftalmus ringan atau berat dapat timbul.
2. Pada perabaan mungkin terdapat krepitasi dibawah kulit kelopak bawah, terdapat
hambatan gerak bola mata terutama kearah superior dan inferior.
48
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC), dan sekunder SEC
Rujuk ke TEC
TUMOR ORBITA
Tumor orbita adalah massa yang berada dirongga orbita, dapat berasal primer dari
jaringan lunak orbita atau merupakan metastasis-invasi dari organ lain tubuh dan
palpebra/konjungtiva. Setiap jaringan dapat berpotensi berubah pertumbuhan menjadi
neoplasma. Di orbita terdapat jaringan yang secara embriologik berasal dari mesoderm
dan neuroektoderm. Palpebra dan konjungtiva berasal dari ectoderm.jenis tumornya
dapat berifat jinak atau ganas, dan jenisnya dapat ditemui lebih dari 50 jenis tumor.
Walaupun hanya terdapat dalam frekwensi kecil, penyakit neoplasma pada mata cukup
menimbulkan masalah karena angka kehilangan tajam penglihatan tinggi jika
dibandingkan dengan kelainan atau penyakit mata lainnya. Tumor mata mengakibatkan
cacat kosmetik, bahkan kematian. Penderita tumor orbita mempunyai prognosis
buruk.pada penelitian Riyanto didapatkan angka kelangsugan hidup tumor orbita
sebesar 84,62%. Prognosis penderita diperburuk akibat keterlambatan datang berobat.
Data dirumah sakit menunjukkan bahwa keterlambatan penderita dalam upaya mencari
pengobatan sebagai akibat faktor sosio-ekonomi sebesar 35%, ketidak tahuan
penderita mengenai mata dapat terkena tumor sebesar 31,60%, dan yang disebabkan
oleh keterlambatan oleh dokter atau paramedic dalam merujuk atau ketidak tepatan
pengobatan sebesar 34,40%. Kesulitan atau masalah lain yang dihadapi adalah
pembuatan diagnosis tumor orbita, akibat lokasi massa yang terkungkung oleh tulang
cranial dan berada diantara jaringan lunak serta bola mata-suatu organ yang memiliki
fungsi yang vital bagi manusia. Tumor orbita menjadi sulit di jangkau oleh pemriksaan
klinis sehingga dibutuhkan pemeriksaan penunjang.
49
TERBATAS
5. Pemeriksaan orbita:
Inspeksi, adanya proptosis, arah proptosis, gangguan gerak mata partial/total, arah
habatan gerak, keadaan jaringan disekitarnya seperti tanda rubor; pelebaran
palpebra atau fissure palpebra; palpasi, teraba/tidak terabanya tumor;rabaan
kenyal/keras/lunak; dapat digerakkan dari dasar/tidak; pulsasi, ada bruit/tidak.
6. Pemeriksaan fisik: adanya benjolan/keluhan kronis pada organ lain.
7. Pemeriksaan penunjang radiologi
a. Foto orbita baku
b. USG
c. CT-Scan
d. Arteriografi
e. MRI
8. Pemeriksaan penunjang khusus
a. Laboratorium
b. Penanda ganas
9. Pemeriksaan fisik
Mencari adanya tumor di organ lain tubuh
10. Pemeriksaan patologi anatomi
a. Potong beku
b. Patologi paraffin blok
c. Pewarnaan khusus imunohistokimia.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Identitas: umur (anak, dewasa muda, dan tua)
2. Anamnesis (mata menonjol/benjolan atau ulkus di kelopak mata dan putih mata,
lama gejala, penglihatan ganda, rasa nyeri, dan penurunan visus).
3. Pemeriksaan mata tanpa slit lamp:
a. Terlihat adanya benjolan/ulkus di palpebra konjungtiva dengan permukaan
benjol-benjol pada usia tua, tidak menyembuh dengan pengobatan antibiotika,
dengan lama gejala yang kronis-diagnosis tumor ganas epithel adneksa
(basalioma;karsinoma sel skuamosa; adenokarsinoma kelenjar meibom; atau
melanoma maligna).
b. Teraba massa di orbita dengan lokasi tertentu, menunjukkan lebar fissure yang
melebar, gejala dirasakan lebih dari 1 tahun, dan usia dewasa muda-diagnosis
tumor primer orbita jinak.
c. Adanya keluhan rasa nyeri disertai tanda meradang disekitar massa tumor,
gejala dirasakan akut (kurang 1 tahun), dan umur tua-diagnosis tumor primer
orbita ganas. Jika gejala diderita oleh semua umur dapat dipikirkan suatu proses
inflamasi.
50
TERBATAS
b. Teraba massa di orbita dengan lokasi tertentu, menunjukkan lebar fissure yang
melebar, gejala dirasakan lebih dari 1 tahun, dan usia dewasa muda-diagnosis
tumor primer orbita jinak.
c. Adanya keluhan rasa nyeri disertai tanda meradang disekitar massa tumor,
gejala dirasakan akut (kurang 1 tahun), dan umur tua-diagnosis tumor primer
orbita ganas. Jika gejala diderita oleh semua umur dapat dipikirkan suatu proses
inflamasi.
4. Pemeriksaan orbita:
Pengukuran adanya proptosis dengan menggunakan alat Hertel atau penggaris di
kantus lateral ke ujung kornea.
5. Pemeriksaan penunjang radiologi:
Foto orbita baku-pada tumor primer orbita jinak diharapkan gambaran
perselubungan, phlebolith, atau pembesaran rongga orbita, pada tumor primer orbita
ganas dan metastasis/invasi diharapkan gambaran destruksi tulang.
6. Pemeriksaan patologi anatomi:
a. Benjolan/ulkus di palpebra-konjungtiva yang meragukan keganasan dapat
dilakukan biopsi eksisi/insisi untuk specimen pemeriksaan patologi anatomi.
b. Massa orbita yang mudah teraba dapat dilakukan tindakan biopsi insisi sebagai
bahan specimen pemeriksaan patologi anatomi.
51
TERBATAS
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor orbita dapat terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Non bedah: pengobatan dengan steroid
2. Pembedahan:
a. Biopsi eksisi/insisi.
b. Eksisi luas dan rekonstruksi.
c. Enukleasi dengan/tanpa dermofatgraft
d. Orbitotomi lateral.
e. Osteoplasti orbitotomi transkranial.
3. Pengobatan tambahan (adjuvant therapy): radiasi dan sitostatika.
52
TERBATAS
53
TERBATAS
DIABETIC RETINOPATI
Diabetic retinopati adalah suatu mikroangiopati yang mengenai prekapiler retina, kapiler
dan venula, sehingga menyebabkan oklusi mikrovaskuler dan kebocoran vaskuler,
akibat kadar gula darah yang tinggi dan lama. Terapi yang ada saat ini adalah laser
fotokoagulasi, vitrektomi dan krioterapi. Hasil pengobatan laser fotokoagulasi lebih
kearah mempertahankan penglihatan yang dibandingkan memperbaiki. Terapi vitrektomi
lebih keaah memperbaiki kerusakan yang ada, dengan prognosis tergantung kerusakan
yang ada. Kontrol gula darah penting untuk memperlambat proses. Diabetic retinopati
akan selalu timbul, umumnya lebih diatas 5 tahun, walaupun gula darah selalu
terkontrol.
Evaluasi
Pemeriksaan dilakukan pada semua penderita diabetes pada saat pertama kali datang.
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan visus, tekanan bola mata, segmen anterior dan
segmen posterior.
54
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Selksi pasien, ada diabetes atau tidak. Bila ditemukan adanya diabetes melitus,
pasien dikonsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam untuk mengontrol gula
darahnya dan apabila dari anamnesis penyakit diabetes diderita sudah lebih dari 2
evaluasi lebih lanjut. Apabila diabetes diderita kurang dari 2 tahun, pasien pasien
dikonsul bilamana keadaan memungkinkan.
2. Apabila dari anamnesis tidak diketahui lamanya diabetes diderita.
3. Apabila funduskopi tersedia dan gambaran fundus dapat dinilai, adanya retinopati
merupakan indikasi untuk rujukan ke tingkat yang lebih tinggi.
55
TERBATAS
bertambahnya usia, sehingga usia semakin tua resiko semakin tinggi. Faktor resiko
adalah usia lanjut (usia semakin lanjut resiko semakin tinggi), riwayat keluarga,
merokok, hipertnsi, dan hipermetropia.
Tanda klinis
1. Pada kondisi awal, pada funduskopi ditemukan lesi di macula berupa drusen,
pengumpulan pigmen epitel retina (RPE) di retina luar, atropi RPE, atropi geografik,
atau lesi neovaskular (choroidal neovascular membrane [CNVM]), di
macula/paramacula dan pada keadaan lebih lanjut timbul skotoma/bintik buta
disentral/parasentral.
2. Pada tipe basah sering ditemukan perdarahan subretina, eksudat subretina, fibrosis
subretina (jaringan parut disciformis) atau perdarahan preretinal/subhyaloid hingga
perdarahan vitreus.
3. Kelainan yang ditemukan umumnya bilateral.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Anamnesis mengenai lama kejadian, dan faktor resiko seperti disebutkan diatas.
Kecurigaan akan ARMD memerlukan uji pemeriksaan Amsler, apabila ditemukan
metamorfobsia, skotoma atau gambaran lain yang meragukan maka kemungkinan
ARMD harus disingkirkan sampai terbukti tidak. Kesulitan akan timbul apabila ada
katarak, mengingat penderita adalah usia diatas 50 tahun. Apabila ada kecurigaan,
penderita dirujuk ke pelayanan kesehatan mata tersier (TEC) yang memiliki fasilitas
untuk diagnostic dan pengobatan. Setiap pemeriksaan harus diperiksa kedua mata.
56
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC) dan sekunder (SEC)
Apabila tidak ada kecurigaan, tetapi ada keluhan, penderita dapat melakukan uji Amsler
sedikitnya setiap minggu, umumnya dengan meletakkan kartu uji Amsler di depan
cermin. Saat ini tidak ada pengobatan terpilih untuk ARMD, tetapi pemberian suplemen
oral yang mengandung anti oksidan seperti vitamin A,C, dan E dan mineral ‘trace’seperti
selenium, zincum sudah terbukti bermanfaat sebelum ada kerusakan, disamping
mengurangi faktor resiko seperti disebutkan sebelumnya.
ENDOFTALMITIS
Endoftalmitis adalah infeksi intraokuler yang umumnya melibatkan seluruh jaringan
segmen anterior dan posterior mata. Penyakit ini berhubungan dengan proses infeksi
(infectious endophthalmitis), atau kelainan non infeksi (non infectious endophthalmitis)
seperti sisa massa lensa, substansi toksik yang mengakibatkan respons inflamasi (steril
endophthalmitis). Penyakit ini umumnya didahului oleh trauma tembus pada bola mata,
ulkus kornea perforasi, riwayat operasi intraokuler (seperti ekstraksi katarak, operasi
filtrasi, vitrektomi). Endoftalmitis dapat juga terjadi secara endogen akibat
mikroorganisme menyebar melalui darah (hematogen) dari sumber infeksi lain, terutama
pada pasien dalam keadaan imunokompromis. Angka kejadian endoftalmitis pasca
operasi katarak di Negara maju adalah 0,1 %.
Gejala klinis
1. Penurunan tajam penglihatan
2. Mata merah, bengkak, nyeri.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Riwayat trauma tembus bola mata, riwayat operasi intraokuler atau keadaan infeksi
kornea yang memburuk yang ditemukan saat anamnesis.
2. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu snellen dan menggunakan pin-hole.
57
TERBATAS
3. Pemeriksaan dengan lampu senter dan lup untuk melihat keadaan kornea, bilik mata
depan, dan penurunan refleks fundus.
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Pada endoftalmitis diberikan antibiotik topikal dan sistemik spektrum luas.
2. Segera rujuk ke spesialis mata.
58
TERBATAS
b. Bila kerokan kornea didapatkan hifa jamur, berikan tetes mata natamisin 5% tiap
jam, flukonazol (diflucan, solnazol) tiap jam, dan zalf mata natamisin 5% 3 kali
sehari. Bila pasien mampu, berikan tetes mata amfoteresin B 0,15% tiap jam
(tetes mata amfoteresi B 0,15% dapat dibuat dengan me modifikasi sediaan
bubuk 50 mg untuk pemberian intravena). Keadaan kornea diperiksa tiap hari
hingga didapatkan adanya kemajuan pengobatan, yang kemudian frekwensi
pemberian dapat dikurangi hingga 3-5 minggu.
4. Berikan injeksi intraviteal antibiotika apabila dicurigai endoftalmitis bacterial,
antibiotika yang diberikan haruslah mempunyai spektrum luas dan merupakan
kombinasi dari 2 golongan antibiotika. Umumnya pilihan pertama diberikan
vankomisin 1mg/0,1 ml dan seftazidim 2,25 mg/0,1 ml. pilihan lain sefazolin 2,25
mg/0,1 ml dikombinasi dengan tobramicin 0,1-0,2 mg/0,1 ml.
5. Apabila dicurigai endoftalmitis jamur, berikan injeksi intraviteal amfoteresin B 2,25
mg/0,1 ml. vitreus tap harus dilakukan sebelum dilakukan injeksi intravitreal.
6. Terapi tambahan yang dapat diberikan adalah tetes mata sikloplegik dan anti-
glaukoma apabila didapatkan peningkatan TIO.pemberian analgetik apabila
diperlukan.
7. Lakukan pemeriksaan gula darah puasa dan 2 jam PP sebagai salah satu faktor
resiko ulkus kornea.
8. Rujuk ke spesialis mata konsultan infeksi dan imunologi mata atau klinik mata tersier
bila tidak didapatkan kemajuan terapi setelah 3 hari pengobatan.
59
TERBATAS
dan BB lahir 1500-2000 gram, dengan keadaan klinis yang buruk/tidak stabil seperti
distress pernafasan, penyakit jantung, dll.
3. Diagnosis ROP dilakukan berdasarkan International Classification of Retinopathy
Prematurity (ICROP), yang menentukan derajat ROP berdasarkan lokasi (zona
I,II,III), luas (jumah kuadran yang terlibat), tingkat keparahan (dalam stadium 1
hinnga 5), dan adanya plus disease.
klasifiasi defenisi
Lokasi:
Zona I Daerah posterior retina berbentuk lingkaran dengan radius 60º
(dua kali jarak papil saraf optik ke pusat macula) dengan papil
saraf optik sebagai pusatnya.
Zona II Lingkaran konsentris diluar zona II, engan ora serata bagian nasal
sebagai batas nasalnya
Zona III Daerah retina temporal perifer (temporal crescent) yang tersisa
Plus disease Pembuluh darah retina yang melebar dan berkelok-kelok di polus
posterior, yang dapat disertai pelebaran pembuluh darah iris, pupil
yang rigid dan kekeruhan vireus. Plus disease dapat ditemukan
pada semua stadium, dan menggambarkan tingkat keparahan
yang makin tinggi.
60
TERBATAS
Threshold disease bila disertai plus disease merupakan indikasi untuk melakukan
tindakan terapi laser atau krio. Pada stadium lanjut seperti stadium 4 dan 5 memerlukan
terapi bedah.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Bayi neonatus dengan resiko ROP yang memerlukan screening (seperti tertera dalam
butir A), atau balita/anak dengan kecurigaan riwayat ROP sebaiknya dirujuk ke
pelayanan kesehatan mata sekunder untuk menjalani pemeriksaan.
61
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Bayi neonatus dengan resiko ROP yang memerlukan screening (seperti tertera dalam
butir A), atau balita/anak dengan kecurigaan riwayat ROP sebaiknya dirujuk ke
pelayanan kesehatan mata sekunder untuk menjalani pemeriksaan.
62
TERBATAS
terangkat. Vitrektomi dapat dilakukan dengan atau tanpa pemasangan sceral buckle,
juga dengan atau tanpa lensektomi. Teknik vitrektomi open-sky dilakukan bila
terdapat kekeruhan kornea. Umumnya, prognosis ROP tetap buruk walaupun telah
menjalani tindakan bedah.
6. Bila ditemukan balita/anak dengan resiko ROP, dilakukan penatalaksanaan sesuai
dengan kelainan mata yang ada.
Tanda klinis
Sumbatan vena retina sentral
1. Perdarahan berbentuk lidah api (flame shaped) luas, mencakup seluruh kuadran
retina, dengan vena retina yang berdilatasi dan berkelok-kelok.
2. Tanda klinis lain yang dapat menyertai berupa eksudat lunak, edema papil saraf
optik, edema macula. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul pembuluh darah
kolaeral pada papil saraf optik, retina atau iris. Neovaskularisasi iris paling jelas
terlihat ditepi pupil dengan pembesaran maksimal pada slit lamp biomicroscopy
sebelum dilakukan dilatasi.
3. Dibedakan 2 jenis:
a. Tipe iskemik, tanda yang umum ditemui:
1) Eksudat lunak multiple
2) Perdarahan retina luas
3) Capillary non perfusion luas pada pemeriksaan FFA.
4) Kadang disertai dengan relative afferent papillary defect (RAPD).
5) Visus lebih buruk dari 6/60 (20/400).
63
TERBATAS
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Melakukan anamnesis terhadap gejala/keluhan yang timbul serta investigasi terhadap
faktor-faktor predisposisi. Pemeriksaan tajam penglihatan dan segmen anterior
sederhana untuk menemukan tanda-tanda klinis yang berhuungan pada kedua mata.
Funduskopi direk akan sangat berguna dalam menegakkan diagnosis dan melakukan
rujukan kasus ke tingkat yang lebih tinggi (sekunder/ tertier).
64
TERBATAS
Melakukan evaluasi seperti pada SEC dan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan
lanjutan seperti fluorescence angiograft sudah dapat menentukan jenis iskemik atau non
iskemik dan luasnya kerusakan serta edema macula. Pemeriksaan seperti
elektroretinograft dapat membantu penggolongan lebih tepat, untuk menentukan sikap
selanjtunya. Pemeriksaan kampimetri dapat dilakukan untuk menilai luasnya kerusakan.
Faktor resiko tergantung pada jenis RD, pada yang rhegmatogen adalah miopia, trauma,
vitreus prolaps, dsb. Pada tipe exudative adalah hipertensi, pre-eklampsia/eklampsia,
neoplasma, peradangan intra okuler (Vogt-Koyanagi Harada Disease, posterior scleritis,
dsb). Pada tipe traksial misalnya pada vascular disease sepeerti diabetes lama terutama
juvenile, bendungan vena retina, vasculitis retina, riwayat neonatus premature (ROP)
atau respiratory distress, dsb
Tanda klinis
Rhegmatogen
65
TERBATAS
1. Ditemukan peniggian retina umumya mulai dari perifer dan dapat mencapai posterior
pole dengan cairan di bawah retina.
2. Retina nampak bergelombang, kadang ditemukan perdarahan vitreus. Di vitreus
ditemukan sel pigmen retina, tanda utama adalah robekan retina dengan cairan
dibawahnya.
3. Umumnya disertai dengan penurunan TIO, retina yang lepas tampak
bergelombang/rugae.
4. Kadang ditemukan afferent papillary defect (APD).
5. Pada yang kronis sering ditemukan pigmen epitel retina berbentuk garis lurus
(demarcation line) membatasi antara daerah retina lepas dengan yang masih
melekat, atau pada yang berat ditemukan fibrosis vitreus berat (proliferative vitreo-
retinophaty) hingga perlekatan retina hebat (star fold, napkins ring fixed fold, sub
retinal band, dsb).
Exudative
1. Ditemukan retina lepas dengan bentuk permukaan relative mulus, dengan cairan di
bawah retina.
2. Faktor resiko seperti disebutkan sebelumnya juga memberi tanda tersendiri
tergantung jenis penyakit yang menyertai.
3. Tidak ditemukan adanya robeka retina. Cairan sub retina biasanya bullous dengan
bentuk retina lepas sesuai dengan posture/posisi tubuh, cairan mencari tempat yang
paling rendah.
4. Pemeriksaan APD mungkin ditemukan.
Traksial
1. Ditemukan retina lepas, umumnya tidak terlalu tinggi kecuali pada ROP.
2. Retina yang lepas berhubungan dengan traksi/fibrosis yang terjadi didalam vitreus,
dengan detachment paling tinggi ditempat perlekatan traksi/fibrosis.
3. Kadang disertai dengan robekan retina (Combined RD) akibat tarikan fibrosis/traksi.
4. Tanda yang lain dapat ditemukan sesuai dengan penyakit yang mendasari/penyerta.
Pemeriksaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Anamnesis mengenai lama kejadian, dan faktor resiko seperti disebutkan diatas.
Kecurigaan akan retinal detachment memrlukan uji konfrontasi. Pemeriksaan dengan
funduskopi langsung-apabila tersedia-memberi gambaran retina lepas atau perdarahan
retina, fibrosis vitreus dengan perlekatan retina dan tanda lain seperti disebutkan
sebelumnya.
66
TERBATAS
Melakukan tindakan seperti di SEC dan memutuskan jenis retina lepas. Pemeriksaan,
kampimetri, elektrofisiologi dilakukan bila diperlukan untuk penunjang diagnosis.
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC) dan sekunder (SEC)
Apabila tidak ada kecurigaan tetapi ada keluhan, penderita harus diistirahatkan apabila
mengancam macula, hingga tindakan dilakukan. Semua jenis rhegmatogen yang tidak
mengancam macula atau jenis traksional yang melibatkan macula harus dirujuk
secepatnya, umumnya dalam beberapa hari. Penderita dirujuk ke TEC untuk
penanganan lebih lanjut dengan penjelasan akan faktor resiko dan keberhasilan.
Tanda Klinis
1. Biasanya mengenai satu mata, kecuali pada penyebab sistemik seperti intoksikasi
methanol
2. Tajam bervariasi dari hitung jari hingga no light perception (NLP)
3. Pada pemeriksaan lapangan pendangan, dapat mengenai seluruh atau sebagian
lapangan pandangan. Bila mengenai sebagian lapangan pandangan, biasanya
berupa skotoma arcuata, altitudinal hemianopsia atau quadranopsia.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
67
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Segera rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
68
TERBATAS
AMAUROSIS FUGAX
Amaurosis fugax adalah hilangnya penglihatan sesaat, dapat beberapa detik hingga
beberapa menit. Biasanya juga disebut transient obscuration. Dapat terjadi pada semua
golongan umur, tetapi amat jarang didapatkan pada anak-anak. Penderita amaurosis
fugax biasanya mempunyai riwayat penyakit sistemik seperti diabetes melitus,
hipertensi, hiperlipidemia, polisitemia dan kelainan darah lain yang menyebabkan darah
menjadi lebih kental serta lebih cepat membeku.
Tanda klinis
Pada pemeriksaan oftalmologi biasanya tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan
terutama ditujukan untuk mencari etiologi.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Anamnesis lengkap mengenai hilangnya penglihatan sesaat tersebut, lamanya
hilang penglihatan, apakah berhubungan dengan perubahan posisi tubuh.
2. Pemeriksaan yajam penglihatan terbaik. Bila perlu sekaligus dengan pemeriksaan
refraksi.
3. Pemeriksaan oftalmologi untuk segmen anterior maupun segmen posterior dengan
menggunakan senter dan lup serta oftalmoskop direk.
4. Pemeriksaan lapang pandangan dengan tes konfrontasi.
5. Pemeriksaan penglihatan warna dengan buku iscihara.
6. Pemeriksaan status generalis serta laboratorium darah rutin.
Penatalaksanaan
69
TERBATAS
Tanda klinis
1. Tajam penglihatan mundur.
2. Lapang pandangan menyempit.
Evaluasi
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
1. Anamnesis lengkap untuk mengetahui kemungkinan intoksikasi (etambutol),
penyakit herediter (retinis pigmentosa, glaukoma), degeneratif (ARMD, retinopati)
atau tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial (sakit kepala, muntah)serta
kompresi pada kiasma (siklus haid).
2. Pemeriksaan tajam penglihatan terbaik dengan snellen chart.
3. Bila memungkinkan, dilakukan pemeriksaan refraksi dan diberikan koreksi kaca
mata terbaik. Bila tidak memiliki sarana untuk pemeriksaan tersebut, dapat dilakukan
tes pin-hole.
4. Pemeriksaan lapang pandangan dengan tes konfrontasi.
70
TERBATAS
Penatalaksanaan
Pelayanan kesehatan mata primer (PEC)
Rujuk ke pelayanan kesehatan mata yang lebih tinggi. Bila penyebabnya bukan kelainan
refraksi.
71
TERBATAS
BAB III
PENUTUP
Demikian Standard Operating Procedure (SOP) Bagian Mata ini dibuat untuk
dijadikan pedoman bagi seluruh tenaga medis di Rumkital Dr. Komang Makes. Sehingga
diharapkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dan budaya profesionalisme
tenaga medis meningkat sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta mendukung tujuan pelayanan kesehatan di Rumkital Dr. Komang Makes secara
keseluruhan.
72