Anda di halaman 1dari 13

Rekayasa genetika adalah gambaran dari bioteknologi yang di dalamnya

meliputi manipulasi gen, kloning gen, DNA rekombinan, teknologi


modifikasi genetik, dan genetika modern dengan menggunakan prosedur
identifikasi, replikasi, modifikasi dan transfer materi genetik dari sel,
jaringan, maupun organ (Karp, 2002; Nicholl, 2002). Sebagian besar teknik
yang dilakukan adalah memanipulasi langsung DNA dengan orientasi pada
ekspresi gen tertentu. Dalam skala yang lebih luas, rekayasa genetika
melibatkan penanda atau marker yang sering disebut sebagai Marker-
Assisted Selection (MAS) yang bertujuan meningkatkan efisiensi suatu
organisme berdasarkan informasi fenotipnya (Lewin, 1999; Klug dan
Cummings, 2002). Salah satu dari aplikasi rekayasa genetika berupa
manipulasi genom hewan. Hewan yang sering digunakan menjadi uji coba
adalah mamalia. Mamalia memiliki ukuran genom yang lebih besar dan
kompleks dibandingkan dengan virus, bakteri, dan tanaman. Sebagai
konsekuensinya, untuk memodifikasi genetik dari hewan mamalia harus
menggunakan teknik genetika molekular dan teknologi rekombinasi DNA
yang memiliki tingkat kerumitan yang kompleks dan mahalnya biaya yang
diperlukan dalam penelitian (Murray et al., 1999).
METODE REKAYASA GENETIKA

Beberapa metode yang sering digunakan dalam teknik rekayasa genetika


meliputi pengunaan vektor, kloning, PCR (Polymerase Chain Reaction),
dan seleksi, screening, serta analisis rekombinan. Adapun langkah-langkah
dari rekombinasi genetik meliputi (1) Identifikasi gen yang diharapkan; (2)
Pengenalan kode DNA terhadap gen yang diharapkan; (3) Pengaturan
ekpresi gen yang sudah direkayasa; dan (4) Pemantauan transmisi gen
terhadap keturunannya (BSAS, 2011; Nicholl, 2002).
PEMANFAATAN

Memodifikasi materi genetik hewan telah banyak dilakukan dengan tujuan


memiliki berbagai macam manfaat yang bisa diambil, antara lain:
(1) Bidang Sains dan Kedokteran~ Hewan yang secara genetika sudah
dimodifikasi atau dikenal dengan istilah Genetically Modified Animal (GMA)
seperti pada hewan uji yakni mencit dapat digunakan untuk penelitian
bagaimana fungsi yang ada pada hewan. Disamping itu juga digunakan
untuk memahami dan mengembangkan perlakuan pada penyakit baik pada
manusia mapun hewan. (2) Pengobatan Penyakit ~ Beberapa penelitian
telah menggunakan protein pada manusia untuk mengobati penyakit
tertentu dengan cara mentransfer gen manusia ke dalam gen hewan,
misalnya domba atau sapi. Selanjutnya hewan tersebut akan menghasilkan
susu yang memiliki protein dari gen manusia yang akan digunakan untuk
penyembuhan pada manusia. (3) Modifikasi Hasil Produksi Hewan ~
Beberapa negara melakukan rekayasa genetik pada hewan ternak yang
diharapkan akan menghasilkan hewan ternak yang cepat pertumbuhanya,
tahan terhadap penyakit, bahkan menghasilkan protein atau susu yang
sangat bermanfaat bagi manusia (BSAS, 2011).
PERKEMBANGAN TERBARU REKAYASA GENETIKA HEWAN

 GlowFish – Ikan Bercahaya GloFish merupakan salah satu contoh


hewan transgenik yang direkayasa secara genetiknya. Ikan ini
dikembagkan dari Amerika Serikat yang merekayasa DNA dari ikan
zebra (Danio rerio) dengan gen pengkode protein flourens warna hijau
dari gfp (green flourescent protein). Namun secara fenotip, warna
yang dihasilkan bukan hanya warna hijau saja melainkan warna
kuning hingga merah (Pray, 2008).

Gambar 1. GloFish multiwarna (sumber: www.glofish.com). 

 Lembu Transgenik Penghasil Protein Susu ~ Rekombinan


Teknologi transgenik ini telah sukses dilakukan untuk kepentingan di
bidang agrikultur dalam meningkatkan mutu kualitas pangan. Pada
hewan uji yang berupa lembu jarang sekali dilakukan percobaan
transgenik hal ini dikarenakan banyak kendala seperti masa
regenerasinya butuh waktu sekitar 2 tahun. Namun para peneliti
akhirnya bisa menyisipi gen penghasil α-lactalbumin yang berasal
dari manusia. Dari hasil uji produksi susu sebesar 91 ml, ditemukan
sekresi α–lactalbumin dengan konsentrasi 2,4 mg ml-1 (Eyestone,
1999). Metode yang digunakan adalah melakukan fertilisasi secara in
vitro yang selanjutnya akan dihasilkan zigot. Tahap berikutnya zigot
akan diinjeksi dengan DNA yang mengandung gen α–lactalbumin.
Proses injeksi dengan menggunkan teknik microinjection (Gambar 2).
Selanjutnya zigot dikultur selama 6 atau 7 hari dengan menggunakan
media sintetik yang menyerupai cairan oviduk. Setelah itu akan
tumbuh menjadi embrio dan ditransfer ke rahim lembu untuk proses
kehamilan (Eyestone, 1999). 
Gambar 2. Proses microinjection (Sumber: UCI). 
 Kelinci Penghasil Bispesifik T-Cell Antibody ~ Salah satu
penyakit pada manusia yang mematikan adalah kanker. Penyakit ini
dapat diatasi dengan meningkatkan antibodi sel T. Sekarang dengan
menggunakan rekayasa genetika, kelinci dapat dipakai sebagai
hewan uji untuk menghasilkan dua macam antibodi spesifik, yakni
molekul CD28 dan r28M yang mampu menginduksi TCR/CD3 yang
mampu membunuh sel kanker. Dengan ditemukannya antibodi
bispesifik ini dapat diharapkan untuk mendapatkan cukup banyak
pengetahuan tentang antibodi bispesifik bagi aplikasi medis (Hovest et
al.,2004). 
 Ayam Penghasil Tetrasiklin~ Penemuan ini merupakan terobosan
baru dalam mengembangkan bioreaktor yang mampu menghasilkan
biofarmasi dalam jumlah kuantitas yang besar. Tetrasiklin merupakan
antibiotik yang diperlukan dalam dunia medis untuk men-treatment
pasien. Selama ini tetrasiklin dihasilkan dari mikroorganisme. Dengan
terobosan baru ini, diharapkan ayam transgenik mampu menghasilkan
tetrasiklin dalam jumlah yang lebih banyak serta lebih hemat dalam
proses pembutannya.
Dalam penelitian ini digunakan retrovirus sebagai vektornya. Dimana
retrovirus didesain untuk membawa materi genetik berupa GFP
(Green Flourescent Protein) dan rtTA (reverse tetracycline-controlled
transactivator) dibawah pengontrolan tetracycline-inducible promoter
dan PGK (Phosphoglycerate Kinase) promoter. Setelah itu, ayam
transgenik dihasilkan yang mana pada bagian telur
ditemukan doxycycline yang merupakan derivat dari tetrasiklin serta
tidak ditemukan adanya disfungsi fisiologis secara signifikan dari telur
tersebut (Kwon, 2011). 

 Sapi Penghasil Omega 3~ n-3 Polyunsaturated fatty acids (n-3


PUFA) atau omega 3 merupakan salah satu zat yang sangat penting
bagi manusia. Dengan pendekatan secara ekonomi, maka dapat
dihasilkan omega 3 dengan cara merekayasa sapi menjadi hewan
transgenik penghasil omega 3. Sapi yang direkayasa disisipi dengan
gen mfat-1 yang mampu memproduksi n-3 PUFA. Dari penelitian ini
diperoleh hasil ekpresi gen berupa n-3 PUFA pada jaringan dan susu
sapi (Wu, 2011).  
 Tikus Transgenik Resisten Terhadap Infeksi Bakteri ~ Resistensi
suatu bakteri terhadap jenis antibiotik merupakan salah satu masalah
yang serius bagi dunia medis dan farmasi. Oleh karena itu diperlukan
suatu hewan ternak yang mampu menghasilkan protein antibiotik.
Namun, dalam hal ini tikus digunakan sebagai uji coba terlebih
dahulu. Salah satu protein penghasil antimikroba adalah Protegrin-1
(PG-1) yang meru-pakan derivat dari neutrofil. Pada percobaan ini,
digunakan cDNA melalui reverse transkripsi-PCR (RT-PCR) dengan
primer upstream 5′-ATGGAGACCCAGAGAGCCAG-3′ dan primer
downstream 5′-TCATCCTCGTCCGACA CAGA-3′. Adapun gen yang
mengkode PG-1 adalah gen PG-1-His (Gambar 3).

  
Gambar 3. Gen PG-1-His yang menghasilkan protein antimikroba
(Protegrin-1). 
Setelah dilakukan penyisipan gen, maka tikus transgenik tersebut diinjeksi
dengan bakteri Actinobacillus suis pada paru-parunya. Sebagai
perbandingan dilakukan injeksi pula pada tikus tipe alami (WT=wild type).
Pada percobaan ini dilakukan tiga variasi, dimana paru-paru tikus
diinkubasi dengan media phosphate-buffered saline(PBS; pH 7,4), paru-
paru tikus transgenik (TG), dan paru-paru tikus tipe alami (WT). Dari
percobaan tersebut dihasilkan sesuai dengan Gambar 4. 

 
Gambar 4. Histopatologi dari jaringan paru-paru berbagai perlakuan
setelah
dinjeksi dengan bakteri Actinobacillus suis.
Berdasarkan gambar tersebut, jaringan paru-paru yang diinkubasikan di
media PBS (Gambar a, b, c) menunjukkan hasil penampakkan yang masih
normal. Sementara pada paru-paru tikus transgenik (gambar d, e, f)
menunjukkan adanya penumpukkan neutrofil. Kemudian pada paru-paru
tikus tipe alami (gambar g, h, i) menunjukkan adanya neutrofil dan
makrofag dalam jumlah yang besar, sehingga jaringan tersebut mengalami
kerusakan akibat infeksi bakteri Actinobacillus suis (Queenie, 2008).
Kegiatan penelitian rekayasa genetik memang banyak  dilakukan pada tanaman tertentu untuk
menjawab persoalan yang dihadapi dan belum dapat dipecahkan melalui teknologi yang ada.
Kegiatan tersebut mencakup penelitian kloning gen yang berkaitan dengan sifat toleran terhadap
kekeringan, umur genjah, dan produktivitas tinggi dari Strategic Decisions Group (SDG) lokal. Dalam
hal perakitan tanaman, beberapa galur transgenik telah dihasilkan namun masih harus memenuhi
proses penelitian untuk memperoleh data sebagaimana diwajibkan dalam pengkajian keamanan
hayati sehingga tentu saja produk ini belum dapat dilepas ke publik.
Sejalan dengan upaya percepatan penyampaian teknologi kepada pengguna, kebijakan pemanfaatan
hasil penelitian mengalami penyempurnaan. Diantaranya, peraturan yang berkenaan dengan
pengujian, penilaian dan pelepasan varietas tanaman mengalami beberapa perubahan, yaitu dengan
terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tentang Pengujian,
Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas.
Namun, berkenaan dengan pemanfaatan varietas Produk Rekayasa Genetik (PRG), aspek
keamanan hayati tetap menjadi prioritas sehingga tidak mungkin varietas dilepas tanpa adanya
sertifikat keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan. Pelepasan varietas
PRG hanya dapat dilakukan apabila produk tersebut telah memperoleh status aman hayati. Pengujian
adaptasi varietas PRG bisa saja dilaksanakan paralel dengan pengkajian keamanan hayati, namun
pelepasannya masih harus ada atau tidaknya sertifikat keamanan.
Untuk mengetahui lebih banyak tentang perkembangan penelitian rekayasa genetik di Indonesia,Agro
Indonesia telah mewawancarai Direktur Pusat Studi Bioteknologi Universitas Gadjah
Mada,Prof. Widya Asmara,  yang juga menjabat sebagai dewan pakar Masyarakat Bioteknologi
Pertanian Indonesia (Masbiopi) dan anggota Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika.
Berikut kutipannya.
Apa esensi atau pentingnya dari pengembangan bioteknologi?
Idenya adalah untuk memperoleh organisme unggul. Itu dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah diperoleh melalui koleksi dan seleksi dari wild-type yang kemudian
dibudidayakan. Yang kedua adalah dengan Selective breeding yaitu persilangan dilakukan terhadap
tanaman atau hewan dengan sifat yang diinginkan. Selain itu bisa dengan mutagenesis dan fusi sel.
Alternatif lain untuk memperoleh organisme unggul adalah dengan pemuliaan melalui bioteknologi
modern yang menghasilkan produk rekayasa genetik.
Sebetulnya Apa itu Bioteknologi Modern?
Menurut UU No. 21 Tahun 2004 bioteknologi modern adalah penerapan teknik asam nukleat in-vitro,
termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung asam nukleat ke dalam sel-sel atau organel-organel,
fusi sel-sel yang berada di luar keluarga taksonomi, yang mengatasi hambatan reproduktif fisiologis
alam atau rekombinasi yang bukan merupakan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi
tradisional. Sedangkan berdasarkan PP No.21 Th. 2005 adalah Aplikasi dari teknik perekayasan
genetik yang meliputi teknik asam nukleat in-vitro dan fusi sel dari 2 jenis atau lebih organisme di luar
kekerabatan taksonomis.
Secara umum, sering juga dikenal dengan istilah “Teknik Rekayasa Genetik”. Rekayasa Genetika
adalah teknik memindahkan gen yang dikehendaki untuk mengembangkan dan memperbaiki sifat
tanaman, hewan dan makhluk hidup lain.
Apa Manfaat dari Tanaman Rekayasa Genetik?
Manfaatnya adalah meningkatkan kualitas tanaman sehingga tanaman menjadi tahan hama &
penyakit, tahan cekaman kekeringan, tahan kadar garam tinggi, frost resistant, serta meningkatkan
kualitas kandungan nutrisi.
Ada pula dalam bentuk GM Bacteria, yaitu Bacteria dapat memproduksi human insulin
ataupunhuman growth hormone, dsb. Dan juga, bacteria dapat direkayasa genetikanya sehingga
mampu mengurai cemaran dan sebagainya.
Terdapat juga Mikroorganisme Produk Rekayasa Genetik untuk Vaksin. Vaksin dengan bioteknologi
modern berdasarkan GMO (genetically modified organism) sangat diperlukan dalam pengendalian
penyakit hewan maupun manusia.
Apa yang perlu diperhatikan dalam PRG (Produk Rekayasa Genetik)?
Yang perlu diperhatikan pertama adalah rekomendasi genetik tidak secara alami, sehingga memiliki
risiko ketidakstabilan, memungkinkan perpindahan gen yang tidak diharapkan, dapat memunculkan
sifat yang tidak diharapkan.
Karena alasan ancaman terhadap plasma nutfah/konservasi biodiversitas, sehingga perlu adanya
regulasi yang benar, diatur dengan UU No. 21 tahun 2004 dan PP 21 tahun 2005 tentang Keamanan
Hayati Produk Rekayasa Genetik.
Keamanan Hayati adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan
timbulnya risiko yang merugikan keanekaragaman hayati dan/atau kesehatan hewan dan manusia
sebagai akibat pemanfaatan Produk Rekayasa Genetik (PRG). Keamanan hayati Produk Rekayasa
Genetik terdiri dari keamanan lingkungan, keamanan pangan, dan/atau keamanan pakan PRG.
Mengapa produk Rekayasa Genetik perlu diatur?
Pemanfaatan PRG tidak bisa dihindari karena dapat memberikan alternatif dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Kemudian, pemanfaatan PRG dapat menimbulkan risiko terhadap
lingkungan, keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia. Selain itu, karena Meningkatnya
kepedulian masyarakat terhadap potensi dampak yang merugikan terhadap keamanan hayati dan
kesehatan manusia. Sehingga, kemungkinan timbulnya risiko tersebut perlu diminimalkan melalui
pendekatan kehati-hatian (precautionary approach).
Apa permasalahan atau tantangan yang dihadapi?
Kadang-kadang proponen (pihak-pihak yang mengajukan izin) menjadi lama untuk memperoleh
sertifikat keamanan itu kan kadang-kadang karena proponen itu tidak menyiapkan dokumen dengan
benar. Jadi mereka yang mengajukan izin itu kadang-kadang tidak membuat dokumen dengan benar,
itu yang membuat pengkajian jadi lama. Jadi sebenarnya tidak ada kendala sama sekali untuk
memperoleh kajian keamanan lingkungan. Nah, kalau keamanan lingkungan itu sudah diperoleh
untuk kategori produk genetika, justru tanaman nanti, tinggal masuk ke Balai Pelepasan Benih. Kalau
sudah pelepasan benih berarti kan sudah bisa diedarkan. Jadi sebenarnya tak ada kendala apa-apa.
Yang lama memang, seperti tanaman tadi bahwa untuk tanaman kan memang harus dilakukan uji
lapangan terbatas yang disebut dengan (UT). Kegiatan  itu membutuhkan waktu, 1 kali panen. Dan uji
multi lokasi, itu juga membutuhkan waktu, sehingga menjadi panjang prosesnya, bukan dipersulit
Bioteknologi apa saja yang sudah dilakukan atau dikembangkan?
Yang sudah mendapat izin untuk tanaman  adalah tebu. Dan tebu itu adalah produk dari Indonesia
sendiri, jadi dari  PTPN yang di Jawa Timur itu bersama dengan Unibraw (Universitas Brawijaya,Red.)
itu sudah membuat tanaman tebu transgenik yang tahan kekeringan dan nilai rendemennya tinggi.
Proses ini sudah mendapat izin keamanan lingkungan dan  nantinya akan menjadi pelepasan benih.
Sedangkan untuk jagung kedelai,  yang sudah keluar adalah izin keamanan pangan, dan izin
keamanan pakan, tetapi belum mendapat izin untuk benih.
Nah aplikasi izin benih untuk jagung transgenik, sekarang baru masuk tahap uji lapangan. Insya Allah
sudah dilakukan di Lampung, di Yogyakarta, di Malang. Insya Allah sudah keluar hasilnya, nanti akan
sampaikan ke keamanan hayati, kemudian dibawa ke balai kliring. Kalau semua sudah oke, akan
punya memperoleh sertifikat aman jagung transgenik untuk benih yang ditanam. Jadi, sementara ini
jagung dan kedelai sudah mendapat izin adalah aman untuk pangan, aman untuk pakan tapi izin
untuk ditanam. (http//www.agrindonesia.co.id)

Aplikasi Teknologi Rekayasa Genetika

Ilmu biologi molekular yang berkembang sangat pesat belakangan ini telah memicu manusia
dalam memaksimalkan potensi bioteknologi untuk pemenuhan kebutuhan manusia baik
secara keilmuan maupun praktikal, salah satunya adalah dengan pemanfaatan teknologi
rekayasa genetik. Rekayasa genetik adalah pemanfaatan informasi genomik dengan
menggunakan teknologi DNA. Rekayasa genetik meliputi introduksi DNA asing ke dalam
organisme yang menjadi target untuk menghasilkan sifat-sifat tertentu yang diharapkan.
            Pemanfaatan teknologi rekayasa genetik telah diaplikasikan pada banyak bidang
untuk memenuhi dan menyokong kebutuhan manusia. Pemanfaatan teknologi rekayasa
genetik ini tentu tidak lepas dari adanya masalah-masalah dalam pemenuhan kebutuhan
manusia yang melatarbelakangi pengembangan aplikasi rekayasa genetik sebagai usaha untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mendasari teknik rekayasa genetik, maka aplikasi dan produk hasil
rekayasa genetik juga turut berkembang dengan pesat. Dalam tulisan ini akan dijelaskan
aplikasi dan produk hasil rekayasa genetik dalam bidang industri, agrikultur, dan kesehatan.
Bidang Industri
            Teknologi rekayasa genetika dalam bidang industri lebih banyak diaplikasikan dalam
industri farmasi untuk menciptakan banyak produk farmasi yang sebagian besar merupakan
protein. Protein tertentu yang pada kondisi alaminya hanya dapat diproduksi dalam jumlah
sedikit atau hanya dapat diproduksi oleh organisme tertentu dapat dihasilkan dalam jumlah
banyak dan cepat dengan cara mentransfer gen tertentu ke mikrobia seperti bakteri, virus,
fungi, dan jenis sel lainnya yang dapat dikultur. Keuntungan penggunaan mikrobia sebagai
penghasil produk dalam industri yaitu mikrobia dapat dikulturkan dengan cepat dalam lahan
kecil untuk menghasilkan produk dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat.
            Secara prinsipnya, mikrobia dimodifikasi dengan dua cara. Cara yang pertama adalah
dengan menyisipkan gen tertentu yang pada awalnya tidak dimiliki mikrobia tersebut,
sehingga mikrobia tersebut menjadi memiliki kemampuan untuk mensintesis protein yang
dikode oleh gen asing tersebut. Cara yang kedua adalah dengan memasukkan promoter dan
sekuen kontrol gen lain yang sangat aktif ke dalam DNA vektor, sehingga mikrobia mampu
mensintesis produk yang diinginkan dalam jumlah yang lebih banyak (meningkatkan ekspresi
gen). Produk-produk industri farmasi yang dihasilkan melalui rekayasa genetik pada
mikrobia ini antara lain hormon-hormon terapis, enzim, antibiotik, dan vaksin.
Hormon dan protein terapis
            Produksi hormon-hormon terapis melalui mikrobia mulai dikembangkan karena
adanya berbagai masalah kesehatan, khususnya berkembangnya penyakit-penyakit
degeneratif, baik yang merupakan penyakit genetis atau bukan. Salah satu penyakit yang
banyak diderita masyarakat modern adalah diabetes tipe I, yaitu penyakit dimana tubuh tidak
dapat mensintesis hormon insulin dalam jumlah cukup untuk pengaturan kadar gula darah.
Karena ketidakmampuan tubuh untuk mensintesis, maka satu-satunya cara pengobatan adalah
dengan menginjeksikan sumber insulin dari luar tubuh, yaitu menggunakan insulin dari
ternak seperti babi ataupun dari cadaver.
            Penggunaan insulin dari cadaver dan hewan menimbulkan banyak masalah. Selain
jumlahnya yang terlalu sedikit untuk mengobati banyak penderita diabetes tipe I, insulin dari
hewan juga berpotensi untuk menimbulkan reaksi alergik karena ketidakcocokan struktur
insulin tersebut. Karena masalah yang ada, produksi insulin kemudian dialihkan ke cara lain,
yaitu dengan merekayasa mikrobia agar dapat menghasilkan insulin manusia.
            Mikrobia yang digunakan untuk mensintesis insulin manusia adalah Escherichia coli.
Pertama-tama gen pada manusia yang mengkode insulin dan kloning vektor pUC19 dipotong
menggunakan enzim restriksi SalI menghasilkan sticky ends pada daerah gen LacZ pada
plasmid. Kemudian fragmen DNA yang membawa gen insulin dan vektor disambungkan
menggunakan enzim ligase, menghasilkan sejumlah plasmid rekombinan dan juga plasmid
yang gagal terekombinasi. Plasmid kemudian diintegrasikan kedalam sel E. coli melalui
proses transformasi dan kemudian dikulturkan. Proses seleksi transforman kemudian
dilakukan dengan melihat ekpresi gen resistensi antibiotik dan gen LacZ untuk menentukan
transforman yang mana yang sukses menerima plasmid rekombinan. Koloni transforman
rekombinan kemudian dikulturkan untuk memproduksi insulin yang akan diekspresikan oleh
gen insulin manusia yang telah disisipkan (Pommerville, 2010). Hormon insulin manusia
sintesis, yang sebagai produk farmasi dinamai dengan Humulin, mulai dipasarkan oleh
perusahaan farmasi Eli Lilly sejak tahun 1982.
            Permasalahan yang sama juga melatarbelakangi rekayasa genetik mikrobia untuk
memproduksi hormon pertumbuhan manusia (hGH). Pada awalnya untuk mengobati
hipopituarisme, kelainan berupa kekerdilan akibat kekurangan hGH, hGH diekstraksi dari
pituitari cadaver. Suatu perusahaan farmasi, Genentech, kemudian berhasil mensintesis hGH
dengan menggunakan expression host bakteri E. coli dan kemudian dipasarkan dengan nama
Protropin sejak tahun 1985. Pada tahun 2003, perusahaan farmasi Pfizer memasarkan hGH
dengan nama Somavert (Wittmann, 2010).
            Produk farmasi penting lainnya yang dihasilkan dengan rekayasa genetik adalah
protein yang disebut dengan Tissue Plasminogen Activator (tPA). Protein ini berfungsi untuk
membantu melarutkan darah yang membeku dan menurunkan resiko serangan jantung yang
berikutnya jika diberikan sesegera mungkin setelah serangan pertama (Campbell dan Reece,
2005). Produk tPA rekombinan dipasarkan oleh Genentech dengan nama Alteplase sejak
tahun 1985 (Wu-Pong and Rojanasakul, 2008).
Antibiotik dan Vaksin
            Produk farmasi lain yang dihasilkan melalui rekayasa genetik adalah berbagai macam
antibiotik yang digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh infeksi mikrobia. Berbeda dengan rekayasa genetik untuk mensintesis
hormon dan protein terapis yang dilakukan dengan cara menyisipkan gen tertentu yang
kemudian akan diekspresikan oleh expression host, antibiotik memang merupakan produk
sampingan dari mikroba secara alami. Rekayasa genetik dilakukan dengan cara menyisipkan
promoter dan sekuen kontrol gen yang sangat aktif sehingga jumlah produk yang diinginkan
dapat ditingkatkan.
            Fungi Acremonium chrysogenum adalah mikrobia yang digunakan dalam industri
antibiotik penicillin N dan cephalosporin. Kedua antibiotik ini merupakan produk yang
dibentuk dari reaksi yang dikatalisis oleh enzim bifungsional DAOC ekpandase-hidroksilase
dan DAC asetiltransferase. Kedua enzim ini dikode oleh gen cefEF dan cefG yang kemudian
diamplifikasi dan diperkuat ekspresinya dengan menggunakan promoter aktif sehingga dapat
menghasilkan produk yang lebih banyak hingga 50% (Hofrichter, 2010).
            Antibiotik lainnya yang disintesis oleh fungi yang diproduksi dalam industri farmasi
adalah erythromycin. Erythromycin adalah antibiotik yang disintesis oleh Saccharopolyspora
erythrae yang digunakan untuk mengobati infeksi oleh Streptococcus, Staphylococcus,
Mycoplasma, Ureaplasma, Chlamydia, dan Legionella. Peningkatan sintesis erythromycin
dapat dilakukan dengan cara meningkatkan metabolisme oksigen. Metabolisme oksigen dapat
ditingkatkan dengan mengekspresikan gen haemoglobin bakteri Vitreoscilla(vhb). Rekayasa
genetik pada Sac. erythrea dengan memasukkan gen vhb yang dikontrol dengan
promoter PermE menggunakan vektor pETR432 memperlihatkan hasil produksi
erythromycin 60% lebih banyak daripada wild strain Sac. erythrea (Brunker et. al., 1998).
            Produk lainnya yang dihasilkan melalui rekayasa genetik adalah vaksin. Vaksin
merupakan varian atau derivat patogen tidak berbahaya yang merangsang sistem imun untuk
melawan patogen tersebut. Teknik DNA rekombinan dalam produksi vaksin digunakkan
dalam 2 cara. Cara pertama yaitu dengan mensintesis protein khusus yang secara alami
terdapat pada permukaan patogen untuk kemudian memicu respon imunitas terhadap jenis
protein tersebut. Cara kedua adalah dengan memodifikasi genom dari patogen sehingga
patogenitasnya melemah dengan teknik penyambungan gen. Cara yang kedua biasanya lebih
efektif karena dapat memicu respon dari sistem imun yang lebih baik (Campbell dan Reece,
2005).
Bidang Agrikultur
            Pemanfaatan teknologi rekayasa genetik di bidang agrikultur bertujuan untuk
meningkatkan produksi hasil pertanian maupun peternakan untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan manusia akan bahan makanan. Dalam bidang pertanian, mikrobia digunakan
sebagai agen untuk mengklon gen dan mentransferkan gen tersebut melalui vektor plasmid ke
sel tumbuhan untuk menciptakan tumbuhan transgenik. Pada bidang peternakan mikrobia
digunakan sebagai expression host untuk menghasilkan hormon tertentu yang diperlukan
untuk meningkatkan produksi ternak.
Bidang pertanian
            Peningkatan kualitas dan kuantitas tanaman dapat dilakukan dengan merekayasa
bahan genetik tanaman tersebut sehingga memiliki sifat-sifat khusus yang sebelumnya tidak
dimiliki oleh tanaman tersebut. Berdasarkan perubahan sifat tersebut, tanaman transgenik
terbagi atas tiga generasi. Generasi pertama adalah tanaman transgenik yang resisten terhadap
herbisida dan serangan serangga. Generasi kedua adalah tanaman transgenik yang
ditingkatkan kandungan nutrisinya. Generasi ketiga adalah tanaman transgenik yang dapat
menghasilkan zat-zat biopharmaceutical.
            Metode utama yang paling pertama digunakan dalam mentransfer gen ke dalam
genom tumbuhan adalah dengan Sistem Agrobacterium. Sesuai namanya, sistem ini
menggunakan bakteri Agrobacterium tumefasciens, organisme yang bertanggungjawab atas
tumbuhnya tumor pada jaringan tanaman, sebagai vektor transfer. Bakteri ini digunakan
karena kemampuan plasmidnya, plasmid Ti, untuk mengintegrasikan segmen DNAnya yang
disebut T-DNA ke dalam kromosom tumbuhan. Teknologi ini yang sekarang banyak
digunakan untuk menciptakan tanaman transgenik (Pena, 2005).
            Generasi pertama tanaman transgenik adalah tanaman yang resisten terhadap
penggunaan herbisida, khusunya terhadap glyphosate dan bromoxynil. Glyphosate akan
mengakibatkan penghambatan sintesis asam amino aromatik dan bromoxynil akan
menghambat fotosintesis. Dengan kemampuan resistensi terhadap kedua zat ini produktivitas
tumbuhan tidak akan terganggu dengan penggunaan herbisida untuk membasmi gulma di
sekitarnya. Tanaman yang direkayasa dengan sifat seperti ini antara lain jagung, kedelai,
kapas, canola, dan kentang (LeVine, 2006). Selain resistensi terhadap herbisida, tanaman juga
direkayasa sehingga resisten terhadap serangan serangga. Tanaman seperti ini disebut
tanaman Bt, berasal dari nama Bacillus thuringiensis yang mensintesis protein yang disebut
δ-endotoxins (Bt toxin). Bt toxin merupakan racun yang bila tertelan oleh serangga akan
merusak sel-sel epitel dinding usus dan lethalitas pada larva keturunannya. Jenis tanaman Bt
yang sudah berhasil diproduksi antara lain tembakau, tomat, kapas, kentang, jagung, canola,
kedelai, dan padi (Pena, 2005).
            Generasi kedua tanaman transgenik adalah tanaman yang mengalami pengayaan
nutrisi, menghasilkan suatu nutrisi tertentu yang secara alami tidak terbentuk. Contoh paling
nyata untuk tanaman transgenik generasi kedua ini adalah “golden rice”. Golden rice
merupakan padi transgenik yang memiliki kandungan β-karoten pada endosperm bijinya yang
merupakan prekursor dari vitamin A. Tanaman padi transgenik ini digagas oleh Dr. Ingo
Potrykus yang bekerjasama dengan Peter Beyer. Golden rice ditransformasi dengan tambahan
empat gen sekaligus yang masing-masing mengkode satu jenis enzim. Keempat gen yang
ditransfer ke padi tersebut yaitu gen-gen pengkode enzim phytoene synthase dan lycopene β-
cyclase dari tanaman bakung (Narcissus sp.) serta gen-gen pengkode enzim phytoene
desaturase dan ζ-carotene desaturase dari bakteri Erwinia uredovora menggunakan metode
Sistem Agrobacterium. Keempat enzim ini bekerja secara sistematis untuk mengubah
geranylgeranyl-diphospate (GGPP) yang disintesis padi menjadi β-karoten (Acquaah, 2007).
            Generasi ketiga tanaman transgenik adalah generasi tanaman pharmaceutical, yaitu
tanaman yang dapat menghasilkan protein-protein terapis, antibodi, dan juga vaksin.
Sebenarnya produksi pharmaceutical ini dapat dilakukan oleh mikrobia maupun hewan,
namun tumbuhan memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan tersebut antara lain biaya
produksi rendah, mudah dipasarkan, persediaan banyak, protein diproses melalui proses post
translasi, dan aman dari patogen yang mungkin menyerang jaringan dan darah manusia.
Sebuah perusahaan agrikultur, CropTech, telah berhasil mengembangkan tembakau
transgenik dengan mengaktifkan gen pertahanan diri menggunakan promoter MeGa untuk
menghasilkan glucocerebrosidase untuk penanganan penyakit Gaucher. Contoh lainnya
adalah pada tanaman Brassica napus yang ditransformasi dengan gen pengkode hirudin yang
disambungkan dengan gen oleosin Arabidopsis. Pada biji B. napus akan memiliki kandungan
hirudin, protein yang berfungsi sebagai zat antikoagulan (Heller, 2006).
Bidang peternakan
            Selain dengan menciptakan hewan-hewan transgenik, pemanfaatan teknologi rekayasa
genetik yang paling dikenal dalam bidang peternakan adalah sintesis hormon pertumbuhan
sapi (bGH) oleh mikrobia. Mikrobia yang digunakan untuk mensintesis bGH adalah E. coli.
Ekstraksi bGH dari E. coli kemudian digunakan untuk diinjeksikan kepada sapi perah untuk
meningkatkan produksi susu hingga 10% (Campbell dan Reece, 2005). Injeksi bGH juga
terbukti dapat meningkatkan perolehan bobot dalam daging ternak.
Bidang Kesehatan
            Selain dalam industri farmasi, pemanfaatan teknologi rekayasa gen dalam bidang
kesehatan yang dianggap paling potensial dan bermanfaat adalah terapi gen. Terapi gen
merupakan penyisipan atau introduksi gen asing ke sel yang cacat untuk memperbaiki
kesalahan fenotip yang ditimbulkan. Terapi gen dikembangkan sebagai jawaban atas masalah
penyakit-penyakit genetis yang frekuensinya semakin meningkat. Percobaan pertama terkait
terapi gen dilakukan pada tahun 1989 di National Institutes of Health (NIH), Maryland oleh
tim yang dipimpin Steven Rosenberg. Rosenberg menandai secara genetik sel-sel yang
diperoleh dari pasien penderita kanker. Sel limfosit T dari lima pasien kanker diambil dari
bagian tumornya, dimana sel-sel tersebut ditransduksi menggunakan retrovirus untuk
menyisipkan gen penanda (marker) secara ex vivo sehingga gen kanker tersebut dapat
ditandai. Percobaan inilah yang kemudian menjadi dasar bagi terapi gen yang sekarang
sedang dikembangkan (Giacca, 2010).
            Secara prinsipnya terapi gen terbagi atas dua macam, yaitu terapi gen sel somatik dan
terapi gen sel germinal. Terapi gen yang saat ini dikembangkan difokuskan kepada terapi gen
sel somatik karena terapi gen sel germinal dianggap salah secara etik dan moral karena akan
mengubah genom manusia sejak sebelum dilahirkan, sehingga disebut sebagai usaha
menciptakan manusia transgenik. Terapi gen sel somatik melibatkan stem sel dewasa yang
dapat ditemukan pada beberapa bagian tertentu pada organ khusunya pada sumsum tulang
belakang dan darah. Tujuan dari terapi gen ini adalah untuk menggantikan fungsi dari gen
tunggal yang mengalami mutasi atau kerusakan.
            Metode pelaksanaan terapi gen ada 2 macam, yaitu secara in vivo dan ex vivo. Metode
transfer in vivo dilakukan dengan cara langsung menginjeksikan gen target yang baik ke
dalam jaringan tubuh pasien, sedangkan metode transfer ex vivo dilakukan dengan cara
mengeluarkan terlebih dahulu stem sel dari tubuh pasien. Metode yang lebih banyak
dilakukan adalah metode yang kedua. Pertama-tama stem sel diambil dari dalam tubuh
pasien. Stem sel dipilih karena masih memiliki totipotensi dan kemampuan untuk aktif
membelah. Kemudian secara terpisah, retrovirus yang akan digunakan sebagai vektor terlebih
dahulu dimodifikasi sehingga tidak dapat bereproduksi dan gen yang akan disisipkan
dipotong dan diisolasi. Tahap selanjutnya retrovirus yang sudah dimodifikasi disambungkan
dengan gen yang akan disisipkan. Kemudian retrovirus rekombinan dicampurkan ke dalam
media bersama stem sel pasien dan diharapkan retrovirus akan menyerang dan
menginjeksikan materi genetiknya ke dalam stem sel pasien sehingga sel tersebut akan
memperoleh gen yang fungsional untuk menggantikan peran gen yang cacat. Langkah
terakhir sel-sel tersebut dikambalikan ke tubuh pasien di bagian atau organ atau jaringan yang
akan mengekspresikan gen yang diintroduksi tersebut. Diharapkan sel yang telah
dimodifikasi tersebut akan mengekspresikan gen yang diintroduksi dan menghasilkan produk
yang dibutuhkan untuk metabolisme normal pasien (Giacca, 2010).
            Salah satu jenis penyakit yang dapat ditangani dengan terapi gen adalah hemofilia.
Hemofilian terbagi atas hemofilia A dan hemofilia B dimana masing-masing merupakan
akibat dari ketidakmampuan mensintesis clotting factor VIII dan clotting factor IX yang
berperan dalam proses pembekuan darah. Protein ini dapat disintesis dengan menyisipkan gen
fungsional F8 dan F9 yang tidak cacat ke dalam sel pasien menggunakan mekanisme yang
telah dijelaskan di atas. Kelainan genetis lain yang dapat ditangani dengan prosedur terapi
gen antara lain Adenin Deaminase Deficiency (ADA), Chronic Granulomatous Disease
(CGD), Cystics Fibrosis, Muscular Dystrophy, dan penyakit-penyakit lainnya yang
khususnya sedang diteliti untuk penanganan kanker dan AIDS serta penyakit-penyakit
degenerasi seperti Alzheimer dan Parkinson (Giacca, 2010).

Anda mungkin juga menyukai